"…aku… siapa?"

Kata-kata itu terucap pelan dari bibirnya yang gemetaran. Sorot matanya hampa. Gadis itu menatap kedua tangannya lalu mulai mengernyitkan dahi, seolah sedang berusaha menggali dalam-dalam semua ingatan yang ada di kepalanya.

Elli menatap gadis pirang itu, sambil menahan air mata yang sudah berkumpul di pelupuk matanya. Tangannya di bahuku, memberikan tekanan dengan jemarinya yang seolah berkata, 'aku turut prihatin semuanya jadi seperti ini.'

Kutarik nafasku dalam-dalam, berusaha menenangkan diriku sendiri. Gadis pirang itu menatapku kebingungan, mencari jawaban. Tangannya kini memeluk tubuh mungilnya sendiri, seolah sedang melindungi dirinya dari hawa dingin. Sebagai satu-satunya dokter di kota ini, aku harus tetap tenang dalam situasi apapun.

"Saat ini yang paling kau butuhkan adalah istirahat yang cukup. Jangan memaksakan dirimu untuk memikirkan hal yang tak sanggup kau pikirkan, Nona," kataku dengan suara yang kuusahakan tetap tanpa emosi. Aku tak boleh membuat pasienku jadi makin ketakutan. "Elli, tolong temani pasien kita, buatkan minuman hangat dan berikan selimut untuknya. Sebisa mungkin, jawab semua pertanyaan darinya tanpa membuatnya tersiksa," ujarku pada sang perawat, partnerku satu-satunya di Kota Mineral ini. Ia mengangguk, kemudian bergegas melakukan apa yang tadi kukatakan. Aku berbalik, menutup tirai pasien dan kembali menuju ruang kerjaku.

Aku harus tetap fokus pada tugasku. Berusaha memberikan yang terbaik, demi kesehatan pasienku. Tak boleh ada perasaan pribadi tercampur dalam pekerjaanku.

Aku harus profesional.

Ini tugasku.

Meski yang kini menjadi pasienku adalah kekasihku sendiri…

Ini adalah sebuat shortfic. Semoga rasa yang ingin kusampaikan dalam beberapa kalimat ini bisa terasa.

Salam,

Shiramiu