Suara deru mobil terdengar di keheningan malam yang mencekam. Jam menunjukan pukul satu malam ketika mesin mobilnya di matikan. Seorang pria berambut kehitaman mengambil beberapa barang-barangnya sebelum keluar dari mobil miliknya.
Membuka pintu rumahnya, dia merasa asing. Berhari-hari, dirinya pergi saat istri dan anaknya belum bangun dan pulang saat mereka sudah terlelap. Perusahaannya sedang masa-masanya sibuk dan dia harus bekerja keras menangani perusahaannya. Apalagi, beberapa hari ini dirinya tidak pulang karena harus mengerjakan semuanya.
Melangkahkan kakinya menuju sebuah kamar, Itachi membukanya. Mata hitamnya memandang kedua putranya yang berusia sebelas tahun sedang tidur di ranjangnya masing-masing. Putra kembarnya itu terlihat damai dalam tidurnya.
Rasanya, Itachi merindukan mereka berdua. Bagaimana mereka berdua bertengkar seperti anjing dan kucing, tetapi bisa menjadi sangat manis seperti kelinci. Mendekatkan tubuhnya, Itachi membelai kepala putra kesayangaannya itu.
Setelah puas meluapkan rasa rindunya. Itachi segera melangkahkan kakinya menuju kamarnya dan juga istrinya. Dia yakin, istrinya pasti sudah tertidur dengan putrinya yang masih berusia empat tahun.
Putri kecilnya yang manja, sama seperti ibunya yang terkadang cerewet dan manja.
Membuka pintu kamarnya, Itachi bisa merasakan sesuatu yang hangat menyeruak di dalam hatinya. Dia merasa bersalah karena meninggalkan keluarganya selama berhari-hari.
Matanya memandang istrinya yang berambut kuning keemasan itu sedang tidur memeluk putrinya yang memiliki rambut yang sama. Dia benar-benar merindukan malaikat kecilnya itu.
Dia benar-benar berterimakasih pada istrinya. Karena membuatnya sadar, akan cinta yang tulus yang menantinya tanpa lelah.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Power of Love
.
.
.
Uchiha Itachi, Sabaku no Temari
.
.
.
©Aomine Sakura
.
.
.
.
JIKA TIDAK SUKA DENGAN CERITA YANG DIBUAT AUTHOR ATAU ADEGAN DI DALAMNYA, SILAHKAN KLIK TOMBOL BACK! DILARANG COPAS DAN PLAGIAT DALAM BENTUK APAPUN! DLDR!
Selamat Membaca!
oOo
Suara langkah kaki terdengar. Seorang wanita dengan rambut keemasan yang diikat keatas tersenyum kepada siapa saja yang dia temui. Sebagai seorang asisten dokter, dia harus ramah kepada siapa saja. Karena selain otak yang cerdas dan juga keahliannya meneliti di laboratorium, dia juga harus ramah kepada siapa saja. Termasuk pasien dan beberapa teman-temannya.
Tangan kanannya menenteng sebuah keranjang berisi berbagai macam buah-buahan. Dia berniat untuk menjenguk seseorang yang sudah lama tidak dia temui.
Jadenya memandang nama pasien di depan pintu bangsal.
Uchiha Mikoto.
Menarik napas panjang, dia mengetuk pintu sebelum membukanya.
"Permisi."
Matanya hijaunya memandang seorang wanita paruh baya sedang duduk di ranjang. Ketika melihatnya, wanita itu tersenyum sumingrah.
"Temari-chan?"
Temari tersenyum sebelum melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar rawat pasiennya.
"Selamat siang, Mikoto-san."
"Masuklah, Temari-chan! Lama sekali tidak bertemu denganmu!"
Meletakan keranjang berisi buah-buahan yang dibawanya, wanita yang di panggil Temari ini mendudukan dirinya di salah satu kursi.
"Aku terkejut ketika melihat nama bibi ketika sedang meneliti sampel darah. Awalnya aku tidak percaya, tetapi kemudian aku mencari tahu dan tidak menyangka jika bibi benar-benar sakit," ucap Temari.
"Apakah bibi sakit parah?" tanya Mikoto.
"Maafkan aku, bibi. Tapi aku tidak berhak memberitahunya."
Sabaku no Temari memegang tangan Mikoto dengan lembut. Meski sudah lama tidak bertemu, tetapi Mikoto bahkan masih mengingatnya. Dia sangat terkejut ketika Mikoto bahkan masih mengenalinya.
Dia mengenal Mikoto bukanlah tanpa alasan. Mikoto adalah ibu dari orang yang telah membawa hatinya pergi, namun dia tak bisa menggapainya.
"Bibi tidak menyukai Yamanaka Ino!"
Temari yang sedari tadi mendengarkan cerita Mikoto mulai angkat bicara.
"Yamanaka Ino? Siapa dia?" tanya Temari.
"Dia Calon istrinya Itachi-kun. Apakah kamu tidak tahu?"
Temari tersenyum.
Bohong, jika dia tidak tahu dengan satu nama yang disebutkan Mikoto. Uchiha Itachi, putra sulung keluarga Uchiha yang menjadi pemimpin Uchiha corp setelah ayah mereka, Uchiha Fugaku meninggal karena serangan jantung.
Itachi adalah temannya semasa kecil. Hampir dua puluh tahun dia memendam perasaannya pada Itachi. Tetapi, pria itu bahkan tidak memandangnya sama sekali.
"Bibi lebih setuju jika kamu yang menjadi menantu bibi dari pada Yamanaka Ino." Mikoto menggenggam tangan Temari.
"Itu tidak mungkin, bibi." Temari tersenyum. "Bukankah Itachi-kun akan menikah dengan Ino?"
"Aku tidak merestuinya, Temari."
"Jangan begitu, bibi." Temari balas menggenggam tangan Mikoto. "Mungkin saat bersamaku, Itachi tidak akan bahagia. Jadi, biarkan Itachi-kun bahagia bersama dengan Ino."
Pintu ruang rawat Mikoto dibuka. Wajah yang tidak asing bagi Temari muncul. Uchiha Sasuke, putra sulung keluarga Uchiha.
Wajah pria itu tidak kalah menarik dengan kakaknya. Bahkan, Sasuke lebih populer dibandingkan dengan Itachi di kalangan wanita. Bedanya, Itachi lebih hangat dan ramah sedangkan Sasuke lebih dingin dan pendiam.
"Sasuke-kun." Temari bangkit dari duduknya. "Sasuke-kun sudah datang, bibi. Jadi sebaiknya aku pergi."
"Terima kasih sudah menjengukku, Temari."
Temari tersenyum pada Sasuke yang menganggukan kepalanya sebelum berjalan melewati pria itu. Sedangkan Sasuke memandang ibunya dengan seksama. Banyak sekali pertanyaan yang ingin dia tanyakan.
"Kaa-san, kenapa Temari-nee ada disini?"
.
.
.
.
"Kaa-san!"
Temari yang sedang memasukan beberapa barang-barangnya menolehkan kepalanya. Tiba-tiba saja seorang bocah lelaki berusia tujuh tahun memeluk kakinya. Rambutnya yang hitam dan mata jade miliknya menatapnya.
"Itazuna, jangan berlari-lari di rumah sakit." Temari memperingatkan putranya. "Bagaimana kalian bisa sampai disini? Bukankah sudah kaa-san katakan jika kalian harus menunggu kaa-san?"
"Si bodoh itu yang memaksaku, kaa-san." Seorang bocah kecil seusia dengan Itazuna muncul. Yang membedakan keduanya, hanyalah dari bola matanya.
Sabaku no Itazura adalah kakak kembar dari Itazuna. Mereka lahir dengan jarak waktu sepuluh menit. Itazura memiliki rambut hitam dengan mata hitam, sedangkan Itazuna memiliki rambut hitam dan mata jade seperti miliknya.
Jika Itazuna adalah sosok yang ceria dan kekanakan, berbeda dengan Itazura yang dewasa dan pendiam. Temari bisa melihat, jika Itazura sangat mirip dengan pria yang menanamkan benih di dalam rahimnya.
"Itazuna, sudah kaa-san katakan untuk tetap di sekolah sampai kaa-san menjemputmu. Kalian sudah lihat berita? Jika banyak sekali penculikan di sekitar sini."
"Maaf, kaa-san." Itazuna masih memeluk pinggangnya.
"Kalau begitu, kaa-san. Boleh aku mendapatkan Yakiniku untuk makan siang?" tanya Itazura.
"Biaklah. Kita akan mampir untuk membeli Yakiniku."
.
.
.
"Kamu tidak bisa menemuiku, malam ini?"
"Aku tidak bisa, Sai-kun." Ino mengeringkan rambutnya. Matanya memandang kamar mandi yang tertutup. Telinganya bisa mendengar suara shower yang dinyalakan.
Semalam, Itachi membawanya ke apartemen pria itu dan menghabiskan malam bersama. Setelah itu, dirinya membersihkan diri sebelum telepon dari seseorang masuk ke dalam ponselnya.
Telepon dari Shimura Sai.
"Kenapa? Kapan kamu ada waktu untukku, Ino?"
"Aku mau ke rumah sakit. Ibu dari Itachi-kun masuk rumah sakit, jadi aku harus menemaninya."
Terdengar helaan napas di seberang telepon.
"Baiklah jika begitu."
Tepat ketika sambungan telepon diputus, Itachi keluar dari kamar mandi.
"Sudah selesai, Itachi-kun?" Ino tersenyum. "Aku sudah menyiapkanmu pakaian, sebaiknya kita ke rumah sakit sekarang."
Itachi tersenyum memandang calon istrinya itu. Ino tampak begitu menggoda dengan kemeja yang dikenakannya.
.
.
Itachi menggenggam tangan Ino sembari menyusuri lorong rumah sakit. Kemudian dia menghentikan langkahnya tepat di depan sebuah bangsal.
Membuka pintu ruang rawat ibunya dan menemukan ibunya sedang mengobrol bersama dengan adiknya.
"Itachi-kun!" Mikoto tersenyum ketika putra sulungnya datang.
Namun senyumnya langsung sirna ketika melihat seseorang yang datang bersama putranya.
"Selamat sore, bibi." Ino tersenyum. "Bagaimana keadaan bibi?"
Mikoto tidak menjawab. Dia mengalihkan pandangannya.
Ino memasang raut wajah sedih, sedangkan Itachi menarik napas panjang. Dia tidak mengerti, mengapa ibunya tidak mau menerima Ino. Saat awal dia mengenalkan Ino pada ibunya, tidak ada respect sama sekali dari ibunya.
Matanya kemudian memandang keranjang berisi buah-buahan yang ada diatas meja.
"Kaa-san, apakah Sasuke yang membawakan itu?" tanya Itachi.
Seingatnya, adiknya itu adalah orang yang cukup cuek. Rasanya mustahil jika adiknya membawakan sesuatu untuk ibunya.
"Oh!" Mikoto tersenyum. "Dari calon menantu kaa-san!"
Itachi memandang adiknya.
"Maksud kaa-san Sakura-chan?"
"Bukan, Sakura-chan sedang sibuk dengan urusan butiknya," ucap Mikoto. "Tapi dia adalah calon menantu idaman kaa-san. Sayang sekali, putra kaa-san lebih memilih wanita yang tidak kaa-san inginkan."
Itachi tahu, ibunya sedang menyindirnya sekarang. Entah mengapa, ibunya suka sekali menyindirnya ketika menjalin kasih dengan Ino. Tetapi, dia hanya pura-pura tidak mendengarnya.
Sebenarnya, dia merasa kasihan dengan Ino yang mendapat sindiran terus menerus dari ibunya. Tetapi dia merasa salut dengan calon istrinya. Meski sindiran seperti apapun diterimanya, tetapi wanita itu tidak gentar untuk terus berada di sisinya.
.
.
Temari menarik napas panjang dan meregangkan tangannya. Dia baru saja selesai membuat laporan untuk pemeriksaan yang dilakukannya. Kedua putranya sudah tertidur dengan lelap.
Entah mengapa, dia menyukai kesendiriannya. Tidak, sedari dulu dia memang sudah sendiri. Yugao selalu bertanya, mengapa dirinya tidak menikah saja dengan seseorang yang jelas-jelas mencintainya. Tetapi, Temari tidak menginginkan hal itu.
Dia tidak mau ketika dia menikah dengan seorang pria, dia akan mencintai suaminya dengan kepingan hatinya yang tersisa. Dia pernah berpacaran dengan salah seorang pemuda sewaktu berada di sekolah menengah atas, tetapi hubungannya tidak bertahan lama.
Karena Temari menyadari, meski dia bersama dengan orang lain. Hatinya tetap milik ayah dari anak-anaknya.
Dia tidak mau membuat orang lain tersakiti lagi. Jadi, sendiri adalah pilihan terbaiknya. Umurnya sudah tidak lagi muda, di usianya yang kedua puluh tujuh tahun, dia adalah wanita yang matang secara mental maupun jasmani. Banyak teman-temannya yang menyukainya, tetapi dia adalah salah satu orang yang tidak peduli pada sekitarnya.
Mematikan laptopnya, Temari bangkit dari posisi duduknya. Dia akan tidur untuk mengisitirahatkan tubuhnya.
.
.
.
.
Sakura merasa surprise ketika Ino datang ke butiknya. Sahabatnya itu pagi-pagi sekali sudah mengunjunginya, padahal dia baru membuka kotak bekalnya.
"Pig! Tumben sekali pagi-pagi begini kamu kemari." Sakura menunjuk kursi dihadapannya. "Ada apa?"
"Aku ingin wanita tua sialan itu mati saja!"
Sakura mengangkat satu alisnya tidak paham.
"Siapa maksudmu?"
"Bibi Mikoto, siapa lagi!" Ino merengut kesal. "Aku benar-benar kesal. Dia selalu membangga-banggakan calon menantu yang katanya sempurna itu! Aku penasaran siapa orangnya. Itachi-kun tidak mau menceritakannya padaku!"
"Sasuke-kun pernah menceritakannya padaku. Jika wanita itu adalah teman semasa kecilnya Itachi-nii," ucap Sakura. "Aku tidak tahu bagaimana rupa dan namanya, tetapi wanita itu bahkan menunggunya hingga saat ini."
"Cih."
Mengabaikan sahabatnya, Sakura menyeduh kopi untuknya.
"Tapi, ngomong-ngomong, Ino. Sebenarnya siapa yang kamu pilih?"
Ino memicingkan matanya.
"Apa maksudmu?"
"Aku tidak bisa pura-pura tidak tahu jika kamu menjalin hubungan dengan Sai-kun. Kamu tidak bisa berpaling darinya, bukan?"
"Itachi-kun tidak akan tahu tentang hal ini."
"Jangan egois, Ino." Sakura mencoba menasehati sahabatnya. "Kamu harus memilih salah satu diantara Itachi-nii ataupun Sai-kun."
"Jangan sok suci, Sakura." Ino bangkit dari duduknya. "Aku mau pergi saja."
Sakura menggelengkan kepalanya ketika Ino melenggang pergi. Sahabatnya itu sudah berubah dan dia tidak mengenalinya lagi.
oOo
Tingtong..
Temari menggeliat dengan malas ketika bel apartemennya berbunyi. Hari Sabtu dia mendapatkan shift siang dan ingin mengistirahatkan tubuhnya sejenak sebelum kembali bekerja. Lagi pula, kedua putranya juga libur di hari Sabtu.
Itazura maupun Itazuna akan bangun siang jika libur datang. Dan Temari membiarkan keduanya bermain game hingga larut malam jika keesokan harinya libur.
Suara bel terus berbunyi dan membuat Temari membuka matanya. Masih dengan rasa malas yang menguasainya, Temari bangkit dan berjalan untuk membukakan pintu bagi tamu yang datang.
Dan ketika pintu terbuka, Temari tidak bisa menahan keterkejutannya.
"Kalian?!"
.
.
Temari duduk di kursi makannya sembari menyeruput kopi susu miliknya. Dia sama sekali tidak menyangka jika sahabat-sahabatnya akan datang sepagi ini ke apartemennya.
"Yahiko, panggang ikannya dengan benar."
"Oi Nagato, bersihkan piringnya!"
"Sasori, tata kembali sofanya."
Rasanya dia bagaikan putri raja yang memiliki pelayan yang tampan. Sudah lama sekali, Akasuna no Sasori, Yahiko maupun Uzumaki Nagato tidak datang mengunjunginya. Mereka semua adalah teman-temannya semasa sekolah menengah atas.
Dan bukan rahasia lagi, jika ketiganya memiliki perasaan khusus padanya.
"Kaa-san, ada apa ini?" Itazuna mengucek matanya.
"Oh, kamu sudah bangun, jagoan kecil?" Yahiko menghampiri Itazuna dengan apron yang masih melekat di tubuhnya.
Itazuna belum sepenuhnya membuka matanya. Dia membiarkan pria dihadapannya menggendongnya.
"Paman Yahiko, aku merindukanmu!" Itazuna merengek manja.
Temari tidak bisa menahan senyumannya. Itazuna yang manja memang lengket sekali dengan Yahiko. Mereka adalah kombinasi maut ketika menjahili seseorang. Dan korbannya biasanya adalah Itazura dan Sasori. Nagato lebih memilih diam dan memperhatikan saja.
"Dimana kakakmu?" tanya Nagato.
"Aniki tentu saja masih tidur, dia kan kerbau." Itazuna mencibir.
"Tidak boleh mengatakan hal seperti itu tentang kakakmu, dasar anak nakal." Yahiko mencubit pipi Itazura.
"Kalau begitu, aku akan membangunkan Itazura." Sasori melangkahkan kakinya menuju kamar milik Itazura.
.
.
.
.
Itachi menyandarkan punggungnya di sandaran kursinya. Matanya menatap langit yang cerah dan berawan, sepertinya Tokyo akan cerah hari ini.
Mata hitamnya memandang foto Ino yang dia letakan di meja kerjanya. Wanita berambut pirang itu benar-benar mempesona dan membuatnya jatuh cinta.
Pertama kali dia mengenal Ino adalah ketika dirinya berada di kelas tiga sekolah menengah atas. Kebetulan sekolahnya dan sekolah Ino berdekatan. Bahkan ketika melihat wanita itu, dia tidak bisa berpaling barang sedetikpun.
Kemudian, setelah satu tahun menjalin hubungan. Ibunya mulai mengendus hubungannya dengan Ino. Awalnya, dia berusaha untuk menyembunyikan hubungannya, tetapi kemudian dia mencoba untuk jujur dan mengenalkan Ino pada ibunya.
Ibunya merasa senang ketika dirinya membawa Ino kerumahnya. Namun lambat laun, sikap ibunya mulai berubah dan dia tidak mengerti mengapa sikap ibunya berubah. Ibunya terlihat tidak menyukai Ino dan menentang hubungan mereka.
Tetapi, dia sudah terlanjur jatuh hati pada wanita itu dan tidak mau melepaskan Ino. Dia akan tetap menikahi Ino.
Namun, pikirannya tertuju pada wanita yang menjadi masa lalunya. Wanita yang menyatakan cinta padanya untuk pertama kalinya, wanita yang bahkan tidak dia cintai. Dia tidak pernah mendengar kabarnya hingga saat ini. Sesekali dia hanya melihat postingan yang dibuat wanita itu di media sosialnya.
Dan ia tidak mengerti, mengapa ibunya sangat menyukai wanita itu. Ingatan ibunya sangat tajam, bahkan ibunya masih mengingat bagaimana wanita itu mengantarkannya makanan saat sakit dulu, membawakannya catatan pelajaran dan bagaimana sopan dan santun wanita itu.
Tetapi, dalam fantasi liarnya sekalipun. Dia tidak pernah membayangkan akan bersama dengan wanita itu. Dan dia merasa aneh ketika ibunya mengatakan tentang calon istri idaman kemarin, sudah pasti ibunya bertemu dengan wanita itu.
Itachi benar-benar tidak paham, bagaimana wanita itu menstalkernya hingga seperti ini.
.
.
.
.
.
"Paman Yahiko, ayo kita ke cafetaria!" Itazuna menarik tangan Yahiko.
"Kau baru saja makan, jagoan. Lagi pula ibumu juga baru saja masuk ke dalam ruangannya."
"Tapi aku ingin es krim."
"Dasar bodoh!" Itazura menggerutu. "Kita itu mau main game, bukan ke cafetaria!"
"Tapi aku ingin es krim!" Itazuna kembali merengek.
"Yahiko, temani Itazuna beli es krim." Nagato memberi perintah.
"Aku? Hai', kau mendapatkan apa yang kau inginkan, anak nakal."
"Aku juga ikut!" Itazura memandang Yahiko.
"Dasar labil. Siapa yang mengataiku bodoh tadi? Sekarang kau mau ikut ke cafetaria, siapa yang bodoh disini sekarang?"
"Cih."
"Jangan bertengkar, kalian ini." Sasori memandang Yahiko. "Ajak mereka, Yahiko."
"Hai' hai'."
.
.
Itachi masuk ke dalam cafetaria untuk membeli sesuatu. Dia sedang tidak ingin makan nasi, jadi dia memutuskan untuk membeli beberapa cemilan. Dia menjenguk ibunya dan berakhir dengan omelan panjang lebar ibunya tentang bagaimana dirinya yang melupakan makan siang.
Andai ibunya tahu, dia sedang tidak ingin makan memikirkan bagaimana mendapatkan restu darinya.
Berjalan mengambil beberapa makanan ringan, mata hitam miliknya memandang dua orang anak laki-laki yang sedang bertengkar.
"Aku ingin es krim itu!"
"Es krim itu sangat mahal, bodoh! Uang yang diberikan paman Yahiko tidak akan cukup!"
"Tapi aku ingin itu!"
"Berhentilah bersikap manja!"
Itachi berjalan mendekat. Nalurinya membuatnya berjalan mendekati keduanya.
"Ada apa ini?"
Itazuna maupun Itazura yang sedang bertengkar menolehkan kepalanya. Itazuna merengut kesal, sedangkan Itazura memandang curiga pada pria dihadapannya.
"Aniki yang bodoh itu tidak mau membelikanku es krim itu!" Itazuna menunjuk es krim yang dia inginkan.
"Uang yang diberikan paman Yahiko tidak cukup! Berapa kali aku mengatakannya padamu!"
Itachi menarik napas panjang dan mengeluarkan dompetnya. Dia jadi teringat dengan masa kecilnya dulu. Dalam hati dia menggumam, mungkinkah saat dirinya bertengkar dengan Sasuke seribut ini? Seingatnya, dirinya lebih banyak mengalah kepada adiknya.
"Ini uang untukmu dan beli es krim yang kamu inginkan." Itachi memberikan lembaran uangnya pada Itazuna.
"Ini untukku?" mata Itazuna berkilat. "Terima kasih paman-"
"Jangan menerimanya, Itazuna!" Itazura membentak adiknya. "Jangan menerima sembarang uang dari orang lain. Kita tunggu saja sampai paman Yahiko kembali."
"Tapi-"
"Bisa saja dia penculik, bukan?"
Itazuna tersentak. Apa yang dikatakan kakaknya benar. Mungkin saja pria dihadapannya adalah penculik yang akan membawanya pergi. Dengan berat hati, dia mengembalikan uang yang diberikan Itachi.
"Maaf paman, aku tidak bisa menerimanya."
Itachi menghela napas panjang.
"Ambil saja uang itu. Paman bukanlah penculik ataupun penjahat. Tindakan waspada kakakmu sudah benar, tetapi paman hanya ingin membantu kalian. Tidak lebih." Itachi menyamakan tinggi badannya. "Namamu siapa?"
Itazuna tersenyum malu-malu.
"Namaku Sabaku no Itazuna dan dia kakakku, Sabaku no Itazura."
Itachi terdiam tidak menanggapi. Sabaku.. nama marga itu tidak asing untuknya. Mungkinkah..
"Kalau paman bukan orang jahat, sebaiknya kita segera membeli es krim untukmu, Itazuna." Itazura memicing tajam. "Ayo."
Kakinya terasa berat untuk digerakan, lidahnya juga terasa sangat kelu. Dia baru menyadari, jika keduanya memiliki kemiripan. Tidak mungkin jika keduanya adalah anak dari seseorang dari masa lalunya. Tetapi, tatapan Itazura mengingatkan akan dirinya sewaktu kecil.
"Itachi?!"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
..
.
.
.
.
.
TBC
Yori belom selesai udah bikin fict baru.. geezzzzz -_- mau gimana lagi, idenya bermunculan kayak kereta api wkwkwkwk.. :3 sebenernya, pengen bikin berbagai macam fict dari berbagai macam fandom, sayang seribu sayang.. waktunya gak ada :(
Kita cukupkan sampai disini aja.. dari pada Saku semakin nggak jelas mau ngapain. Pokoknya, tinggalin review yang banyak yaaaaa!
Sampai ketemu di chap selanjutnyaaaaa!
-Aomine Sakura-
