Menunggu

Enam belas tahun adalah waktu yang lama, orang mungkin berpikir begitu. Namun berada di pelukannya, Naruto sadar bahwa sampai detik itu, dia masih menunggu. One-shot.

Enam belas tahun adalah waktu yang lama, orang mungkin berpikir begitu. Dia sendiri telah lupa, telah meninggalkan angan-angan itu. Angan-angan yang muncul di mimpi-mimpinya semasa kecil, di malam hujan dimana satu-satunya pelindung dari dingin yang dia miliki adalah selimut tipisnya. Angan-angan yang muncul setiap kali dia duduk di ayunan di depan akademi itu, menyaksikan satu demi satu anak-anak lainnya pulang bersama orang tua mereka. Angan-angan yang muncul setiap kali dia menyusuri jalan-jalan Konoha, dan tatapan-tatapan dingin itu mengikuti setiap langkahnya. Angan-angan yang muncul di akhir hari, ketika dia bersandar di dinding apartemennya dan tak mengharapkan apa-apa kecuali orang lain untuk berada disana, bersamanya. Dia telah melupakan semua itu, atau begitu pikirnya.

Enam belas tahun adalah waktu yang lama, cukup lama baginya untuk menerima kenyataan bahwa akan selalu ada hal-hal yang tidak akan dia dapatkan, tak peduli seberapa keras dia berusaha. Akan selalu ada tempat kosong itu di dalam hatinya, tempat kosong yang tidak akan pernah benar-benar terisi. Dia telah menerima itu.

Rupanya dia salah.

"Aku mencintaimu."

Enam belas tahun tidak cukup untuk melupakan itu. Kata-kata yang selalu ingin dia dengar. Harapan masa kecilnya.

"Maaf telah menjadikanmu Jinchuuriki Kyuubi… dan membebanimu dengan ini. Aku tidak bisa hidup denganmu… Atau mengisi hidupmu dengan cinta…"

Dia masih belum lupa. Itu sebabnya, semua yang dia katakan adalah kebenaran yang berasal dari hatinya. Setiap kata.

"Jangan minta maaf… Aku mengalami banyak kesulitan karena aku adalah Jinchuuriki… Tapi, aku tidak pernah membencimu atau Ayah."

Kernyitan halus muncul di wajah yang begitu mirip dengan wajahnya itu. Apa jika dia memiliki rambut merah lurus itu, dia juga akan terlihat seperti itu? Mungkin saja.

"Dan, yah… Aku tidak terlalu tahu seperti apa itu cinta orang tua… Karena kalian sudah tidak ada. Jadi, aku hanya bisa menebak-nebak."

Setitik air mata mulai muncul di mata violet itu. Dia merasa tidak enak, tapi dia harus mengatakan ini. Semuanya. Seperti yang sudah dilakukan oleh orang di depannya, dia juga akan menyampaikannya, jawaban-jawaban yang akhirnya dia punya. Dia tersenyum kecil.

"Tapi aku tahu sekarang, Ibu dan Ayah mengorbankan diri kalian untukku…"

"Aku…"

Tanpa bisa dicegah, cengiran lebar yang biasa mengembang di wajahnya. Bersama dengan kehangatan yang merebak di dadanya, kata-kata itu meluncur darinya. Semua jawaban atas pertanyaannya, semua jawaban yang bisa dia berikan. Setulusnya.

"…tahu sekarang kalau ada cinta di dalam diriku sebelum ada Kyuubi. Jadi, aku bahagia!"

"Aku bahagia karena kalian adalah orang tuaku!"

"Naruto…"

Setitik air itu kini telah berubah menjadi dua sungai di wajah Ibunya. Kehangatan menyelimutinya ketika, sekali lagi, Ibunya memeluknya. Dan detik itu juga dia tahu bahwa sampai saat itu, dia masih menunggu. Helai-helai merah halus itu di wajahnya, bahu yang sedikit berguncang oleh tangis, lengan yang merengkuhnya, air matanya, senyumannya, cintanya.

"Terima kasih… telah menjadikan aku ibumu… terima kasih telah menjadikan Minato ayahmu… Terima kasih karena telah dilahirkan untuk kami…"

Dia tidak pernah berhenti menunggu, dan kini, dia telah mendapatkannya. Semuanya.

"Terima kasih banyak…"

Untuk pertama kali dalam hidupnya, tempat kosong, gelap di pojok hatinya itu, yang dia pikir akan pernah bisa dia isi, berhenti menjadi kehampaan.

Tempat itu telah terisi oleh merah.

Dan kini, dia utuh.