Buku Kematian
.
All characters are not mine, Tite Kubo own.
.
Manga : Bleach
.
.
.
"Hidup adalah perjalanan, menuju keabadian dan menjemput pematian."
.
.
.
Rukia sering terlihat murung beberapa hari ini. Tidak ada semangat mengikuti semua kelas yang biasa ia ambil. Bukan karena bosan atau terpaksa, jadwal yang sudah ada harus dia laksanakan. Kewajiban sebagai salah satu anak bangsawan di negeri ini, melahap semua ilmu yang sudah dipatri. Tidak boleh menolak, harus mau dan paham dengan isinya. Rukia, bukan gadis biasa, dia istimewa, sebagai putra seorang bangsawan di negeri Karakura, dan bisa melihat sosok yang tak nyata.
Mentari pagi masih tersembunyi, angin musim dingin mengusik tidur si gadis mungil. Terasa menyejukkan, pertanda ada seseorang masuk ke kamarnya, bukan lewat pintu biasa. Seseorang itu berjalan pelan, takut mengusik tidur sang empunya kamar. Mata senjanya terus mengawasi gulungan selimut yang masih membungkus tubuh sang anak bangsawan. Nyaman sepertinya, tidur dengan penghangat ruangan di musim dingin terlama di Karakura.
Si pemilik surai orange berhenti melangkah, menatap sesuatu yang tertata rapi di atas meja rias sang punya kamar. Sebuah botol obat kecil dan beberapa pil serta segelas air putih, dan notif berbentuk kelinci. Bibir tipisnya tersenyum, menandakan dia sangat menghargai perhatian ini.
.
"Aku sudah sembuh, Rukia," bisik lelaki berpostur tinggi pada notif kelinci yang ia baca.
.
Rukia terus berlari di sepanjang lorong sekolah. Hari sial untuknya, dia bangun terlambat. Alarm di kamarnya tiba-tiba mati, padahal semalam, sebelum Rukia tidur, jarum jam alarm masih berputar. Ada yang mencurigakan jika Rukia tidak tepat waktu, ada yang sudah mengaturnya.
.
"Pagi, Kuchiki-san," sapa Ochi-sensei melihat Rukia dengan napas tersengal masuk kelas.
"Maafkan saya, Sensei … saya terlambat," ucap Rukia meminta maaf.
.
Ochi-sensei merupakan satu-satunya guru yang paling tahu kegiatan semua anak bangsawan. Rukia salah satunya, dan sensei ini memahami. Siapa yang ingin mendebat masalah keterlambatan seorang putra bangswan, hanya guru bodoh mungkin yang akan melakukannya. Rukia berjalan menunduk menuju kursinya, tanpa ia sadari sepasang mata senja menatap tubuh lunglainya sejak tadi.
.
"Nyaman tidurmu, Kuchiki-san?" tanya si lelaki tinggi dengan senyum evilnya.
Rukia ingin mengumpat, laki-laki yang berbagi meja kelas sama dengan dirinya sungguh menyebalkan. Lihat aura wajah tampannya, pertanda bahwa pagi sialnya adalah hasil pekerjaan teman sebangku.
"Jadi … kau?" umpat Rukia pelan.
Bel berbunyi, tanda jam pelajaran memasuki tahap penyampaian materi.
.
.
~ cont
.
Purwokerto, 19 Mei 2016
.
