It All Begins and Ends with You

Disclaimer :

Eyeshield 21 punya Riichiro Inagaki-sama dan Yusuke Murata-sama. Nama-nama pemain & tim NFL, juga nama-nama lain (misal : nama senapan, nama universitas, dll) juga bukan milik saya dan hanya digunakan sebagai referensi. Yang saya punya cuma para OC dan plot cerita ini.

Pairing(s) : Hiruma x Mamori, Fem Sena x ?, dll

Warning :

OCs, OOC (Terutama Hiruma), Fem Sena, Manga & Anime spoiler (mungkin), typos, misstypos, rambut Hiruma hitam (inspirasi dari fic 'The Black Hair Hiruma').

Rating : T (ada kemungkinan naik jadi M)


Prologue : Flashback

YH-MA

Flashback

Deimon, Distrik Tokyo 7 tahun yang lalu, 16 Oktober

.

Hari itu sudah agak sore ketika seorang gadis kecil berambut auburn dengan mata biru safir yang kira-kira berusia 10 tahun, sedang berjalan di taman bersama seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan lain yang lebih muda (dan lebih pendek) darinya.

"Mamori-neechan?"

"Ya, Sena-chan?"

"Ini sudah agak sore. Bukankah sebaiknya kita pulang?" tanya anak perempuan yang dipanggil Sena tadi.

"Hmm, benar juga. Kita sebaiknya pulang sekarang, Mamo-nee," kata anak laki-laki yang berambut putih.

"Umm . . . Sena, Riku, kalian pulang saja duluan. Aku masih ingin menikmati pemandangan di sini." jawab Mamori.

Riku mengangguk. "Oke," dia berbalik dan langsung berlari. "Ayo balapan, Sena!"

"Ahh! Riku-nii curang!" kata Sena sambil berlari mengejarnya.

Setelah mereka agak jauh, Mamori kembali berjalan sambil mengagumi keindahan bunga-bunga yang tumbuh di taman.

"Hei lihat, itu Anezaki."

"Si pengasuh bayi itu?"

"Yeah!"

Mendadak, Mamori sudah dikelilingi oleh sekumpulan anak laki-laki yang pernah Ia pukul karena mengganggu Sena. Mereka semua membawa batu atau tongkat. "Tongkat dan batu mungkin bisa melukaiku, tapi kata-kata tidak akan pernah menyinggungku," kata pimpinan kelompok itu sambil bernyanyi. "Bagian yang pertama akan kita buktikan sekarang!"

Beberapa anak mulai melempar batu pada Mamori. "Kami sudah bosan kau ganggu ketika sedang bermain dengan adikmu!"

"Kalian bukan bermain dengannya, kalian mengganggunya!" kata Mamori marah. Ia menjerit kesakitan ketika sebuah batu mengenai keningnya. "Jangan ganggu Sena!" serunya keras.

"Kalau kami tidak bisa mengganggunya, maka kau yang akan kami ganggu!"seru pemimpin anak-anak itu sambil melambai-lambaikan tongkat besar. Dia memukul tangan Mamori dengan keras. Mamori mulai menangis.

"Hei, dia menangis!"

"Tanpa anak kecil itu di sini, dia tak punya nyali!"

"Hahahahaha!"

Tanpa mereka sadari, tawa mereka telah mencapai sepasang telinga yang lain. Seorang anak laki-laki seumuran Mamori berambut spike hitam dan bertelinga elf menoleh ke arah mereka. Melihat Mamori, ia langsung mendekat dan berteriak, "Jangan ganggu dia!"

Kumpulan anak laki-laki itu menoleh ke arah sumber suara. Melihat kalau anak laki-laki yang berteriak pada mereka bertubuh kurus (kendati ia lebih tinggi daripada anak-anak itu) mereka cuma tertawa.

"Hahahahah!"

"Hei, jangan sok pahlawan di sini! Memang kau bisa apa?"

"Pergi atau aku akan menghajar kalian!"

"Hahahaha! Lihat situasimu dulu dong! kami berenam dan kau, anak kurus begitu, cuma sendiri. Kau pikir bisa mengalahkan kami?"

Mendadak anak laki-laki itu menghantamkan tinjunya pada perut pimpinan kelompok itu dengan keras.

DUAGH!

"ARRGH!" Pimpinan kelompok itu terkapar pingsan akibat pukulan yang kuat dari anak itu.

Melihat pimpinannya terkapar, anak-anak yang lain langsung menyerbu anak laki-laki itu dan berusaha memukulinya. Namun, reflek anak itu sangat cepat. Setiap pukulan dan lemparan batu mereka berhasil ia hindari. Dan ketika pertahanan mereka terbuka, anak itu langsung melayangkan tinjunya ke arah mereka. Tak lama kemudian, kumpulan anak itu sudah terkapar seperti pemimpin mereka.

"Keh, lemah." Ia lalu menoleh ke arah Mamori, menggandeng tangannya, dan mengajaknya pergi menjauhi kumpulan anak-anak yang sekarat (?) itu.

Setelah agak jauh, barulah ia melepaskan tangan Mamori. "Kau tidak apa-apa?" tanya anak itu. Mamori mengangguk sambil melap air matanya.

"Terima kasih banyak!" kata Mamori sambil membungkuk.

"Terserah," jawab anak itu.

"Umm . . ." Mamori mengamati anak itu. "Apa kita pernah bertemu?"

"Nggak. Sekolahku berbeda denganmu."

"Oh, begitu. Umm, boleh aku tahu siapa namamu?" tanya Mamori.

"Panggil saja aku You," jawab anak itu. "Kalau kau, siapa namamu?"

"Namaku Mamori. Mamori Anezaki. Salam kenal. Dan . . . emm, aku menyukai rambut hitam-mu." Katanya dengan muka agak merah.

Anak itu tidak berkata apa-apa. Dia menatap Mamori lekat-lekat. Mamori dapat merasakan mukanya semakin memerah oleh tatapan mata hijau emerald You yang intens. Mendadak, Mamori teringat akan sesuatu dan menepukkan tangannya. Ia mengaduh. "Aduh!"

"Kenapa?" You melihat melihat ke arah tangan Mamori yang merah akibat dipukul dengan tongkat tadi. "Itu pasti sangat menyakitkan."

"Ya . . . yang ini juga sakit," kata Mamori sambil mengangkat poninya, menunjukkan luka memar di keningnya.

"Hmm," You bersiul memanggil sesuatu. Mendadak, seekor anjing bertampang mengerikan muncul dari balik semak-semak di taman. Anjing itu duduk di sebelah You. Ia lalu mengikatnya dengan tali yang ia bawa, lalu berjalan pergi. Mendadak You menoleh ke arah Mamori. "Kau mau aku mengantarmu pulang?"

"Ah," Mamori segera berjalan menyusul You. "Tunggu aku!"

"Kuanggap itu sebagai ya."

Mamori berjalan sambil berusaha menyembunyikan kalau ia pincang. Sayangnya, You punya mata yang tajam. Ia bisa tahu kalau Mamori pincang. "Kenapa dengan kakimu?"

"Salah satu batu yang dilempar anak-anak itu mengenai lututku," Mamori memasang tampang berani. "Tidak begitu sakit, kok."

You berlutut dan memeriksa lutut Mamori. Ia memberi pukulan kecil di lututnya yang luka.

"Aduh!" jerit Mamori. "Apa yang kau lakukan?"

"Berhentilah bertingkah sok berani," You berbalik dan berjongkok. "Naiklah."

"Apa?" Wajah Mamori merona merah. "Tapi . . . !"

"Kamu nggak sedang memakai rok, jadi nggak apa-apa," kata You. "Atau kau mau naik anjingku? Dia cukup kuat untuk kau naiki."

Mamori menatap anjing itu "Umm . . . sudah berapa lama sejak ia terakhir kali dimandikan?"

"You menggaruk belakang kepalanya. "Aku nggak tahu. Aku menemukannya di sekitar sini dua hari yang lalu."

"Umm . . ." Wajah Mamori memerah lagi. "Aku akan menaiki punggungmu, kurasa. . ." Mamori lalu naik ke punggung You. You berdiri dan menggendongnya dengan mudah.

"Kau ringan sekali."

"Terima kasih."

You berjalan pelan, berhati-hati agar tidak mengganggu gadis kecil yang tertidur di punggungnya. Ia dapat merasakan napasnya berhembus pelan di lehernya. "Huff . . ." You berbalik dan berhenti di depan rumah keluarga Anezaki. Ia mengetuk pintu. Mami Anezaki membuka pintunya dan terkejut melihat putrinya sedang tertidur dalam gendongan seorang anak laki-laki asing. "Astaga, Mamori!"

You menyuruhnya untuk memelankan suaranya. "Dia sedang tidur."

Mami mengangguk tanda mengerti dan mengantar You ke kamar Mamori. Setelah beberapa lama, Mamori terbangun.

"Mmm," gumam Mamori pelan. Ia membuka matanya dan terkejut mendapati dirinya tengah berada di kamarnya.

Mendadak, pintu kamar Mamori terbuka. "Oh, Mamori! Kau sudah bangun!" seru Mami Anezaki sambil menghambur ke sisi tempat tidur Mamori.

Mamori menatap ibunya dalam keterkejutannya. "Kapan aku sampai di rumah?"

Mami tersenyum. "Tadi ada anak laki-laki yang menggendongmu sampai ke sini. Dia memberitahuku kalau kelompok anak nakal itu menyerangmu. Sepertinya Ia baik sekali. Kau tahu siapa namanya?"

"Oh . . ." Mamori tersenyum kecil. "You. Namanya You."

"Oh. Tadi You-kun meninggalkan pesan untukmu. Bacalah setelah kau mandi." kata Mami.

Setengah jam kemudian, Mamori sudah selesai mandi dan berjalan kembali ke kamarnya. Ia membaca surat yang diberikan You. Surat itu ditulis dalam huruf kanji yang rapi, yang untungnya, Mamori tahu bagaimana cara membacanya.

.

Hei, Mamo

Namamu bagus. Artinya 'melindungi', kan? Semoga cepat sembuh. Kuharap kita bisa bertemu lagi besok.

P.S. Kau harus makan sesuatu.

Perutmu berbunyi terus selama aku menggendongmu.

Cobalah cream puff yang kubelikan untukmu.

.

'Cream puff?'

Mamori lalu turun ke bawah dan mendapati Ibunya sedang memasak makan malam. "Hai, sayang." kata Mami sambil tersenyum.

"You-kun bilang di surat kalau ia meninggalkanku sesuatu."

"Cream puff. Kudengar kue ini sangat enak," Mami menunjuk ke arah sebuah kotak karton bergambar beruang memakai baju astronot. "Cobalah."

Mamori membuka kotak itu. Di dalamnya ada selusin pastry berwarna coklat keemasan. Mamori mengambil satu dan menggigitnya. Rasanya manis dan sangat enak. "Mmmmmm!" Menoleh ke arah ibunya, ia bertanya. "Kapan You-kun membelinya?"

Mami tertawa. "Ketika kau tidur, Dia pergi dan membelikannya untukmu. Katanya ia menuliskan kenapa di suratmu itu."

Mamori membawa kotak cream puff dan surat dari You ke kamarnya. Ia membaca ulang surat itu sambil menikmati cream puff yang dibelikan You. Tanpa sengaja Mamori melihat kalau You menuliskan sebuah kalimat lagi dibalik surat itu. Apa yang ditulisnya membuat Mamori tersipu senang. Ketika Mamori pergi tidur, ia berharap agar bisa bertemu dengan You lagi besok.

Keesokan harinya, Mamori sedang berjalan pulang dari sekolah. Riku dan Sena berjalan di depannya dan sedang asyik mengobrol. Mamori tidak mengatakan apa-apa soal You pada mereka, tapi ia berusaha mencarinya di taman tempat mereka bertemu kemarin.

"Kau sedang apa, Mamo-nee?" tanya Riku menoleh ke arahnya.

"Mamori-neechan?" tanya Sena. "Ada apa?"

"Umm . . . kurasa kalian harus pulang lagi tanpa aku," kata Mamori. "Ada sesuatu yang harus kulakukan untuk Kaa-san."

"Ooh." Kata Sena. "Kalau begitu, ayo balapan lagi, Riku-nii!"serunya sambil berlari.

"Hei, kau curang!" seru Riku sambil berlari mengejar Sena.

Mamori menunggu lagi selama sejam sambil mengerjakan PR-nya. Hari sudah malam, dan Mamori merasa kecewa karena tidak dapat bertemu dengan You. Dia pulang ke rumah sambil menahan keinginan untuk menangis.

Ketika ia sampai di rumah, ia melihat You sedang mengerjakan PR-nya di ruang tamu. "Kenapa lama sekali, Mamo?"

Mamori menatapnya, lalu dengan senyum, ia menerjang ke arah You dan memeluknya erat. "Untunglah kau ada di sini!"

"Apa yang kau lakukan? Jangan memelukku seperti itu!" kata You sambil menjitak Mamori.

"Aduh!"

YH-MA

Selama dua bulan, setiap kali Mamori pulang ke rumah, You pasti sudah menunggunya di ruang tamu dan mereka akan keluar dan bermain bersama. Mereka berdua pernah menyelinap ke bioskop untuk menonton film gratis. Sementara Mamori merasa agak bersalah, namun ia juga merasa senang dan nyaman tiap kali ia bermain bersama You. Pada hari ulang tahun Mamori, You memberikannya sebuah liontin berbentuk hati berisi foto mereka berdua yang diambil ketika mereka berdua sedang jalan-jalan. Sebagai gantinya, Mamori memberikan sebuah wrist band bergambar kelelawar setan hasil rajutannya sendiri ketika tahun baru. Sena nggak begitu peduli (tepatnya nggak tahu) karena ia bisa bermain dengan Riku. Lalu, suatu hari . . .

"Apa? Kau akan pindah besok?"

You mengangguk. "Sebenarnya keluargaku cuma pindah ke kota sebelah, tapi itu terlalu jauh untuk berkunjung ke rumahmu."

"Itu nggak adil!" Mamori duduk dan mulai menangis.

You terlihat tidak nyaman dengan tangisan Mamori. "Jangan menangis, Mamo. Pindah, kan, nggak seburuk itu. Lagipula kita masih bisa saling menelepon."

Mamori memeluk You erat. "Janji meneleponku?"

"Janji."

Keesokan harinya, You menunggu di ruang tamu Mamori seperti biasa. Mamori berlari ke arahnya, berharap apa yang ia katakan kemarin cuma bercanda.

Sayangnya, itu bukan candaan. You tersenyum. "Jangan makan terlalu banyak cream puff, Mamo."

"Ng, nggak kok!" kata Mamori dengan wajah merah.

"Aku cuma punya waktu setengah jam lagi, jadi kurasa ini waktunya untuk mengucapkan selamat tinggal."

Mamori mulai menangis lagi. "Tak bisakah kau tetap tinggal di sini?"

"Semuanya sudah dipak dan siap berangkat."

Mamori melap air matanya. You mengangkat tangannya untuk mengibaskan poni Mamori. "Luka memar yang waktu itu masih ada . . ." katanya.

Mamori sendiri sudah hampir melupakan kejadian waktu itu. "Ya . . . entah kenapa luka itu nggak mau sembuh."

You terlihat seperti sedang mempertimbangkan sesuatu. Lalu, ia membungkuk sedikit dan mencium kening Mamori di bagian yang memar. "Nah, sekarang
luka itu akan sembuh." Katanya pelan dan mundur sedikit untuk menatap wajah Mamori yang tersipu-sipu. Kemudian ia keluar dan berlari kecil.

Mendadak, Mamori teringat akan sesuatu. Ia keluar untuk menyusul You. "You-kun!" panggilnya.

You berhenti berlari dan menoleh dengan tatapan penuh tanda tanya. "Ada apa, Mamo?"

Mamori berlari menyusulnya. "Kau belum menerima hadiahmu untuk menolongku waktu itu." Lalu, Mamori berjinjit sedikit dan mengecup pipi You. Muka You memperlihatkan semburat merah tipis. " . . . Terima kasih, Mamo."

Mamori mengaitkan jari kelingkingnya dengan kelingking You. "Janji kita akan bertemu lagi?"

You tersenyum. "Kalau begitu sampai jumpa, Mamo." Kemudian ia berbalik dan berlari menjauh.

Flashback end


Hiruma POV

Aku masih teringat saat-saat ketika aku bertemu dan bermain bersamanya. Mamori Anezaki. Satu-satunya perempuan yang benar-benar kusayangi selain ibuku. O ya, aku belum memperkenalkan diri, ya?

Namaku Youichi Hiruma, 17 tahun, murid akademi Shinryuji. Aku seorang pemain American Football. Posisiku quarterback. Saat ini aku dianggap sebagai salah satu quarterback terbaik di Jepang. Dengan kemampuanku yang dianggap setara dengan si dread sialan yang disebut jenius-sekali-dalam-seratus-tahun, pass play dengan dread sialan dan si tahi lalat, combination play tak terkalahkan antara aku, dread sialan, biksu botak, dan tahi lalat membuat Shinryuji Naga berhasil memenangkan Christmas Bowl tahun lalu. Mengalahkan Teikoku yang menjadi power houseselama 30 tahun. Tapi, tahun ini aku akan pindah ke SMU Deimon. Yah, ini perintah ayah sialanku. Sebenarnya aku tidak begitu tertarik untuk kembali ke Deimon. Satu-satunya alasan kenapa aku mau kembali ke Deimon adalah kesempatan (walau mungkin kecil) untuk bertemu kembali dengan Mamori.

"Haah . . . " Aku menghela napas dan menyisir rambut spikehitamku dengan jari. Baru kusadari, Mamori-lah alasan kenapa aku tidak mengganti warna rambutku. Kalau ia tidak bilang kalau ia menyukai rambut hitamku, pasti sekarang sudah kucat pirang.

Aku menatap wrist band bergambar kelelawar setan yang terpasang di pergelangan tangan kananku. Ya, itu wrist band yang diberikan Mamori padaku ketika tahun baru waktu itu. Dalam hati, aku terus bertanya-tanya bagaimana kabar Mamori sekarang. Sudah 7 tahun kami tidak bertemu, dan kontak kami lewat telepon sudah cukup lama putus gara-gara keluargaku harus pindah ke Amerika selama 3 tahun. Aku ingin sekali bertemu dengannya lagi. Aku masih teringat jelas akan penampilannya. Rambut auburnnya yang indah ketika tertiup angin, matanya berwarna biru safir yang berkilau, senyumnya yang manis, dan rasanya ketika bibir mungilnya yang lembut itu menyentuh pipiku. Apakah ia masih ingat tentang aku? Apa ia juga ingat janji yang kami buat ketika terakhir kali bertemu? Pertanyaan-pertanyaan itu terus terngiang dalam hatiku.

Sekarang, aku sedang mengecek ulang barang-barang yang akan kubawa. 'Hmm, apa lagi? Senapan, sudah. Gitar listrik, sudah. Akuma Techou, sudah. Laptop, sudah. Permen karet, sudah. Pakaian, sudah. Kurasa sudah semua. Toh, barang-barang yang lain sudah disiapkan oleh ayah sialan itu.' Pikirku. Tanpa berlama-lama lagi, aku langsung menuju ke stasiun Kanagawa untuk naik kereta jurusan Tokyo dan menuju langsung ke Deimon, tempat Mamori berada.

'Tunggu aku, Mamo. Kita akan segera bertemu lagi.'

End of prologue