a Chanbaek Fanfiction by Bikiya
"From The Future Back to The Past" based on K-DRAMA "GoBack Couple"
...ketika takdir menolak Chanyeol dan Baekhyun untuk bercerai.
Hope you guys enjoy it~! ^-^
.
.
.
...
Drama romantis yang berujung dengan pernikahan adalah akhir yang bahagia untuk mereka para pejuang cinta...
"Aku tidak ingin kau mengacaukan bidikanku karena wajahmu yang tegang itu terlihat seperti robot, Park." Jongin memutar bola matanya jengah ketika dia lagi mendapati ketegangan masih menempel jelas pada air wajah sahabatnya.
"Ini karena kau tidak merasakannya!"
Iya, Jongin akui dia tidak tahu bagaimana kegugupan yang dirasakan Chanyeol saat ini. Namun salah besar jika Chanyeol beranggapan Jongin tak tahu bagaimana rasanya di detik-detik ketika menjelang pengucapan janji suci di hadapan Tuhan. Jongin tahu betul itu sangat mendebarkan, tentu saja.
"Itulah kenapa aku tidak mau menikah terlalu muda." Jongin menimpal setengah menyindir.
Chanyeol hanya mendengus untuk sindiran yang ditinggalkan Jongin padanya. Itu benar tidak mempengaruhi dirinya sama sekali, alih-alih gugup semakin melandanya ketika detikan jarum jam terus bergerak sampai kemudian itu menunjuk di pukul 08.00 tepat.
Lonceng gereja pun berbunyi, seruan MC terdengar menyuruh sang mempelai pria untuk masuk dan itu adalah dirinya. Chanyeol seketika kehilangan kemampuan untuk mengendalikan kepercayaan dirinya yang ia latih selama seminggu ini.
Pintu gereja mulai terbuka, fokus semua orang kontan tertuju padanya dengan masing-masing garis senyum haru terlihat dari bibir mereka, dan piano mulai berdenting mengalunkan nada merdu di sana. Namun Park Chanyeol benar mengacaukan suasana indah yang sedang terjadi itu dengan langkah kakunya yang berjalan seperti robot.
Diam-diam Jongin meringis malu di tempat. Sahabatnya itu benar-benar buruk dalam menyembunyikan kegugupan. Dan tahunya bukan Jongin saja yang merutuki seperti itu, hampir semua orang yang datang di sana terang-terangan berjengit alis melihat Chanyeol di sana.
Terutama Sooyoung dan Yunho yang memahami betul bagaimana anaknya ketika nervous. Maka dari itu, mereka benar menaruh harapan besar ketika mempelai lelaki lainnya diperkenankan masuk oleh MC.
Setidaknya upacara pernikahan tidak terlalu berjalan memalukan. Cukup Chanyeol saja yang mengacaukan suasana syahdu ini.
Dan bersyukur itu terealisasikan ketika langkah anggun pasangan Chanyeol menuju altar. Bahkan mereka dibuat terkejut akan keindahan yang menguar dari sosok Baekhyun yang berjalan didampingi sang ayah.
Bahkan Chanyeol di tempat sampai tidak bisa menahan diri ketika Baekhyun tiba di hadapannya.
"Hei.." Dan berakhir menyapa konyol seperti itu.
Donghae memberikan deheman kecil yang hanya cukup didengar oleh Chanyeol, sedang Baekhyun menahan kikikkan kecil dalam dirinya sebelum kemudian sang ayah memberikan kuasa untuk Chanyeol mengambil alih gandengan tangannya.
Pagi itu janji suci untuk hidup bersama diucapkan Chanyeol dan Baekhyun di hadapan Tuhan. Dunia yang berputar terasa milik mereka berdua yang kini telah bersatu dalam ikatan pernikahan yang merupakan hasil dan ujung dari perjalanan cinta mereka. Pernikahan yang telah membuka pintu berkah untuk hidup bahagia selamanya.
...Akan tetapi, apakah semua tokoh dalam drama romantis merasakan akhir yang bahagia setelah menikah?
Tepat setelah 18 tahun mereka ada dalam ikatan itu, Baekhyun tahunya berakhir bersama surat gugatan cerai di tangan untuk mengakhiri kehidupan pernikahannya bersama Chanyeol.
...
Ketukan palu tiga kali dari hakim mengakhiri sidang perceraian hari itu.
Baekhyun yang menjadi orang pertama sampai di depan gedung peradilan, kemudian disusul Chanyeol di sampingnya. Tidak ada kecerahan sama sekali dari wajah kedua lelaki itu, terutama Baekhyun yang memang tidak pernah ingin lagi tersenyum untuk pria yang di sepuluh menit lalu telah resmi bukan lagi berstatus sebagai suaminya.
Mendiami satu sama lain untuk beberapa saat, Chanyeol kemudian menoleh pertama kali. Apa yang dia dapati adalah wajah tak bersahabat Baekhyun, Chanyeol tak harus merasa kesal untuk itu. Alih-alih sesal untuk apa yang ia rasakan memenuhi hatinya sekarang.
Gurat kelelahan dari wajah Baekhyun menjadi alasannya. Juga kantung mata lelaki itu yang tak luput dari warna hitam. Chanyeol menarik nafas lalu menghembuskannya perlahan.
"Maafkan aku jika selama ini kau cukup menderita hidup bersamaku." Gumamnya, berhasil menolehkan kepala Baekhyun padanya.
Datar ekspresi di sana masih terlihat sama namun sedikit banyak sorot mata Baekhyun melunak. "Terimakasih kau sudah menyadari hal itu."
"Iya bagaimanapun juga aku sudah berusaha keras untuk menghidupi kalian selama ini."
Tak lama Baekhyun berpaling kembali sambil mengidikkan bahunya. "Nah kau tidak perlu melakukannya lagi sekarang. Takkan ada aku yang selalu meminta uang darimu lagi, Tuan Pelit."
Sebutan yang Baekhyun sematkan di akhir tidak ingin Chanyeol indahkan walau kenyataan pria itu sempat memutar bola mata di awal.
"Bagaimana dengan anak-anak?" Tanya Chanyeol mengenai hal yang sebenarnya menjadi berat untuk memilih berpisah seperti ini.
"Aku bisa membiayai mereka dengan sisa uang warisan dari ibuku."
Sahutan Baekhyun tersebut lantas mengernyitkan kening Chanyeol. Dia tidak bermaksud untuk membahas mengenai biaya, lagipula dia juga masih punya kewajiban untuk tetap menghidupi anak-anaknya walau hak asuh sudah jatuh pada Baekhyun semua.
"Apa kau tidak akan membiarkan aku untuk menemui anak-anak?"
Kini berbalik Baekhyun yang berkernyit dahi. Ia lagi menoleh pada pria jangkung itu, tak lupa delikan mata diperlihatkannya untuk Chanyeol.
"Apa kau pikir bertemu saja cukup? Setidaknya kau harus memberikan mereka uang, tapi itu hal yang mustahil karena kau pelit." Katanya, cukup membuat Chanyeol berdesis jengah.
"Aku tidak pelit, Byun Baekhyun."
"Oh ya?" Kepala Baekhyun memiring sinis dengan tangan berkacak pinggang. "Kalau begitu berikan aku uang tunjangan sekarang."
"Sudah kubilang uangku belum cair di tangan atasanku." Sahut Chanyeol.
Baekhyun berdecak keras sambil membuang muka. "Terakhir kau bilang seperti itu satu bulan yang lalu, Park. Akui saja kau itu pelit!" Meninggalkan delikan tajam terakhirnya untuk Chanyeol, Baekhyun berbalik lalu menjauh pergi sepenuhnya dari mantan suaminya itu.
Chanyeol hendak mengejar, tetapi ego cukup ada menyadarkannya untuk tidak melakukan hal itu. Pria Park itu berakhir menatap kepergian Baekhyun tanpa harapan, untuk sesaat sebelum kemudian dia pun ikut meninggalkan tempat ini. Berbalik dan berlawanan arah dari jejak Baekhyun.
...
1 bulan sebelum perceraian...
Baekhyun bangun dari tidur dengan satu tangan mengucek mata kantuknya. Keadaan yang masih gelap membuat dia memungut asal baju dan celana yang ada di lantai kemudian memakainya cepat. Sebelum beranjak dari ranjang, Baekhyun sempat melirik Chanyeol sesaat yang masih terlelap.
Lelaki pendek itu kemudian menyeret kakinya menuju kamar mandi. Panggilan alam selalu memanggilnya rutin di pagi hari dan Baekhyun segera mendudukkan dirinha di atas kloset. Sedikit meringis ketika fasesnya terjadi menimbulkan rasa perih berkat sisa permainan semalam bersama Chanyeol.
Mengucek kembali matanya, Baekhyun menguap lebar sekali. Ia lantas dikejutkan dengan ketukan dua kali dari pintu.
"Ada apa?" Sisa kantuk benar masih mempengaruhi Baekhyun, namun rasa itu semua langsung hilang ketika ia dengar di balik pintu ada tangisan Jiwon. Baekhyun tak perlu bertanya untuk itu.
"Kau redakan dulu tangisan adikmu, Papa belum selesai."
"Tidak bisa. Aku sangat mengantuk." Suara anak pertamanya menyahut dan Baekhyun hanya menghela nafas kecil untuk ujaran tersebut.
Jackson memang seperti itu. Dengan terpaksa Baekhyun pum membiarkan Jackson membuka pintu kamar mandi.
"Ewh." Kontan remaja 17 tahun itu mengerutkan hidung, namun Baekhyun tidak cukup peduli dengan kenyataan ia sedang apa sekarang—alih-alih mengangkat tangannya untuk menyambut Jiwon.
"Kemarikan ."
Jackson melangkah masuk ogah-ogahan tapi tetap melakukannya untuk memberikan Jiwon pada sang Papa. Setelah itu, buru-buru Jackson keluar sampai lupa menutup pintu kamar mandi.
"Yak kau mau tidur lagi?" Baekhyun sedikit berteriak dari dalam kamar mandi sedang Jackson menyahut cukup kesal.
"Tentu saja. Semalam aku tidak bisa tidur, kalian sangat berisik."
Baekhyun sontak melotot, mengerti betul kemana arah maksud yang dikatakan anak pertamanya itu.
"Kau pikir kau bisa bolos lagi hari ini?"
"Aku tidak peduli, Pa."
Baekhyun berdesis, benar tak paham darimana kemalasan Jackson berasal. Tepukan tangan mungil Jiwon pada dadanya mengalihkan lelaki itu kemudian.
"Kenapa Nji bangun sepagi ini hmm~" Tubuh bulat bayinya itu Baekhyun betulkan posisinya untuk ia berikan susu. Kaosnya ia sibak dan Jiwon langsung bersemangat di tempat dengan menendang-nendang udara di tempat sampai Baekhyun cukup kewalahan.
Jelas saja kewalahan mengingat di bawah Baekhyun juga sedang bekerja.
Jiwon langsung meraup puting sang Papa dengan rakus dan bergumam-gumam di tengahnya. Baekhyun tersenyum kecil melihat mata anaknya yang cantik itu sambil mengelus rambut halus Jiwon. Ia sampai lupa sejenak pada panggilan alamnya di bawah.
"Astaga!"
Suara berat khas Chanyeol sontak mengagetkan Baekhyun dan ia temukan suaminya itu menatap horror di lawang pintu.
"Kenapa tidak kau tutup pintunya." Chanyeol menggerutu dengan raut kesal yang terlihat di antara sisa kantuk wajahnya.
Baekhyun hanya melihat itu dengan picingan mata. "Kau lihat'kan aku sedang apa?"
Chanyeol tak perlu menjawab untuk mengerti, dia berbalik dengan tangan siap untuk menutup pintu tapi Baekhyun cepat menyerobot dari dalam.
"Setidaknya bawa dulu Jiwon bersamamu!"
Sama halnya Jackson, Chanyeol pun ogah-ogahan masuk ke dalam untuk mengambil Jiwon ke dalam gendongannya. Bersyukur bayi itu tidak mengamuk ketika puting sang Papa terlepas begitu saja.
"Cepatlah. Aku juga butuh kamar mandi." Ujar Chanyeol yang dibalasi Baekhyun dengan deheman singkat.
Pria jangkung itu membawa dirinya duduk di sofa ruang tengah. Sambil menunggu Baekhyun, ia menepuk-nepuk juga sesekali mengelus punggung bayi 1 tahunnya ini. Jiwon tampak tenang dengan gumaman random yang selalu dipersuarakan dan bersandar kepala nyaman di dada sang Daddy.
Kantuk Chanyeol membuat pria itu menguap lebar seperti kudanil, dan kejutannya adalah Jiwon langsung menangis setelah itu.
"Eh apa mulut Daddy sebau itu?" Chanyeol mengerjap-ngerjap tak berdosa.
Jiwon menangis keras, dan mungkin tangisannya sudah terdengar sampai ke kamar mandi. Sebelum Baekhyun keluar dengar raut wajah menyeramkan, Chanyeol segera menenangkan anaknya dengan beribu tepukan di pantat bayi itu.
Tapi tahunya itu tidak berhasil. Sebenarnya Chanyeol ingin berpura-pura tidak menyadari kalau popok Jiwon sudah terasa berat, namun daripada ia mendapatkan kartu kuning dari Baekhyun—Chanyeol lebih baik menyerah sebelum berperang.
"Baiklah, baiklah, Daddy akan membersihkan popokmu."
Chanyeol meletakkan Jiwon di atas karpet berbulu dan meninggalkannya sebentar untuk mengambil perlengkapan Jiwon lalu kembali setelahnya dan mulai membuka celana bayi itu. Popoknya benar sudah penuh, Chanyeol bersyukur Jiwon belum sampai pup di sana.
Baekhyun keluar dari toilet di tengah itu. Dia segera menuju dapur untuk menghangatkan nasi, dan menyiapkan beberapa sarapan setelah melihat Jiwon ditangani Chanyeol dengan baik.
"Yak yang benar saja!"
Gerutuan Chanyeol sebentar menghentikan Baekhyun yang hendak mengeluarkan roti sandwich. Ia meneleng ke belakang dimana ruang tengah masih bisa terlihat dari dapur, di sana Chanyeol mengacak-acak rambutnya sendiri.
"Daddy baru saja memakaikan popok baru untukmu dan kau sudah pup di dalamnya?"
Begitu saja frustasi, Baekhyun mendengus sambil menggelengkan kepalanya. Ia sempat melihat jam dan ini sudah pukul 6, Baekhyun langsung menunda tugasnya untuk membangunkan anaknya yang lain yang masih membuat pulau di kamar.
"Baekhyun, kau saja tangani Nji aku mau ke kamar mandi."
"Tidak bisa, aku harus membangunkan Jesper sekarang."
Chanyeol menghela nafas pasrah dan kembali duduk di hadapan Jiwon yang masih mengangkang.
"Jangan salahkan aku jika gajiku dipotong lagi bulan ini." Chanyeol memperingati.
Baekhyun merotasikan matanya tak peduli. Lagipula jatah bulanannya sudah mempunyai jumlah yang dia tetapkan sendiri, dan mungkin akan ia tambahkan jika Chanyeol tidak cakap menangani Jiwon.
Tiba-tiba tangan Baekhyun yang hendak membuka pintu cokelat bertuliskan Jesper tertahan di atas kenop, mata sipitnya tidak sengaja mengarah pada tanggal di atas kalender yang ia beri tanda lingkaran merah di sana.
Ini adalah hari ulang tahun pernikahannya yang kedelapan belas.
Baekhyun langsung saja membawa matanya melihat Chanyeol kembali di ruang tengah. Pria itu sedang menaburi bedak di pantat Jiwon. Tanpa ingat dengan tujuan awal sebelumnya, Baekhyun beralih memasuki kamarnya dengan cepat.
Matanya yang sipit itu langsung menyelusuri tiap sudut kamar, berharap ia menemukan sesuatu yang menarik di penglihatannya dan itu benar adanya. Sebuah kotak cantik yang diletakkan di atas meja rias langsung melebarkan senyuman Baekhyun saat itu juga.
Pantas semalam Chanyeol meminta jatah, gumam Baekhyun geli di dalam hatinya sambil mendekati kotak itu. Ketika Baekhyun membukanya, isi yang ia dapati tahunya sebuah kalung.
Baekhyun sedikit mengernyit, benar tak menyangka Chanyeol akan memberikan sebuah perhiasan yang feminim seperti ini. Namun Baekhyun menyukainya, terlebih benda ini tampak mahal dengan bandul yang berkilauan seperti berlian.
Sementara itu Chanyeol masuk ke dalam kamar dengan raut merengut.
"Aku sudah selesai—" Namun seketika membelalak begitu melihat apa yang ada di tangan Baekhyun saat ini. "YAK APA YANG KAU LAKUKAN?!"
Baekhyun jelas terlonjak kaget. "Chanyeol, kau tak perlu berteriak seperti itu."
Dering alarm di dalam diri Chanyeol langsung berbunyi nyaring, ia tak samlai berpikir apapun ketika merampas cukup kasar kalung yang dipegang Baekhyun.
"Kau pikir apa yang sudah kau sentuh ini, Park Baekhyun." Chanyeol berdesis kesal.
Cara Chanyeol memperilakukan benda itu seperti kaca yang hampir pecah jelas mengertikan Baekhyun.
"Oh, kukira itu untukku."
"Aku tidak sekaya itu untuk memberikanmu benda semahal ini." Sahut si besar yang benar-benar terlampau berlebihan ketika menyimpan kembali kalung itu di dalam kotak.
"Lalu itu untuk siapa?"
"Ini hadiah atasanku untuk istrinya. Dan kau dengan seenak perutmu malah menyentuh benda sepenting ini."
"Karena kupikir itu untukku." Baekhyun mulai sewot dan Chanyeol memilih untuk tidak menanggapi Baekhyun saat ini. Jantungnya baru saja tenang setelah tadi nyaris copot ke dalam perut.
"Lalu dimana hadiahku, Chanyeol?"
Damn, Chanyeol benar-benar sedang tidak mau berdebat, tapi Baekhyun sepertinya tak mengerti dari desahan letihnya yang keluar seperti itu.
"Hadiah apa, sih?" Chanyeol berbalik memandang Baekhyun. Wajah suami pendeknya itu mulai memicing mata padanya.
"Apa kau tidak menyediakan apa-apa untukku?"
"Tidak ada. Lagipula usiamu itu sudah bukan anak-anak lagi untuk diberikan hadiah setiap hari, Baek." Jawab Chanyeol, lalu keluar kamar tanpa mau ambil pusing arti dari air wajah menuntut Baekhyun kini.
Baekhyun benar mencolos kesal, lebih daripada itu wajahnya berubah memerah karena amarah atas keacuh tak acuhan Chanyeol yang seperti itu. Baekhyun tak berpikir apapun ketika ia lagi mengeluarkan kembali kalung dari dalam kotak lalu berlari dan membawanya dengan hentakan kaki marah.
Tubuh Chanyeol di depannya ia dorong sampai pria itu mengaduh. Baekhyun menuju dapur—lebih tepatnya ke depan tempat cucian piring, lalu terang-terangan menunjukkan kalung di tangannya itu pada Chanyeol yang mengudara di atas westafel.
Chanyeol melihatnya jelas terkejut dan langsung kelabakan menahan suami kecilnya itu. "Yak apa yang kau lakukan?!"
"MANA YANG LEBIH PENTING BENDA SIALAN INI ATAU AKU?!" Baekhyun tahu-tahu menjerit seperti itu membuat Chanyeol benar kebingungan mau menjawab apa, sedang satu-satunya yang menjadi ketakutan Chanyeol sekarang adalah Baekhyun yang akan menjatuhkan kalung jutaan dollar itu ke dalam bak cucian piring yang kotor.
"Jangan kekanakkan, Byun Baekhyun. Simpan benda itu kembali. Cepat!"
"JAWAB AKU, PARK CHANYEOL!"
Teriakan Baekhyun benar tidak membantu otak Chanyeol untuk memproses maksud dari amarah Baekhyun.
"Tidak, tidak, tidaak!" Chanyeol menggeleng panik begitu Baekhyun menurunkan jarak tangannya yang mengudara. "Kumohon, sayang~ letakkan kalung itu jika tidak aku bisa dipecat, Baek."
"Persetan! Jadi kau lebih mementingkan ini daripada aku?!"
"Tentu saja. Aku bisa dipecat dari pekerjaanku!"
Chanyeol tak sadar jawaban itu cukup menciptakan satu dentuman keras yang berhasil mengenai sudut hati Baekhyun. Pria Park itu juga tak sadar bagaimana sorot mata Baekhyun kini sedikit banyak berubah mendung.
"Dapat apa kau dari pekerjaanmu itu! Dari dulu kau selalu takut dipecat tapi nyatanya sampai sekarang kau masih menjadi karyawan biasa di sana!"
Itu benar. Ini bukan hanya kesatu atau kedua tahun saja Chanyeol bekerja di perusahaan yang sama. Bekerja keras dari pagi dan terkadang sampai larut malam. Baekhyun selalu mengerti ketika Chanyeol mengatakan hal itu untuk sebuah posisi, tapi Baekhyun berubah muak dengan tidak adanya perubahan sama sekali sampai di tahun yang sekarang.
Sebuah posisi bahkan menjadi yang lebih penting untuk Chanyeol dibanding dirinya.
"Aku sedang berusaha mendapatkan posisi manajer."
Ucapan itu tahunya membuat Baekhyun tidak tahan lagi. Sebenarnya ini tidak akan berakhir seperti ini jika saja Chanyeol sedikitnya ingat dengan ulang tahun pernikahan mereka.
"Dan kau tidak mementingkan aku? Orang yang kau rangkaki tiap malamnya, Yeol."
"Apa?" Raut tegang di wajah Chanyeol mengendur perlahan berganti dengan kerutan heran pada keningnya. Sekali lagi, tidak cukup peka untuk menangkap maksud ucapan Baekhyun. "Itu sudah menjadi tugasmu sebagai seorang suami. Kau sudah tidak mau melayaniku lagi?"
"MENGAPA KAU TIDAK CERAIKAN AKU SAJA DISAAT PEKERJAAN LEBIH KAU UTAMAKAN?!"
Teriakan itu Baekhyun persuarakan membahana sampai membangunkan urat-urat yang menonjol di pelipisnya, emosi telah tersalurkan oleh carrier itu. Namun bersamaan itu juga, Baekhyun tak sadar hentakan tangannya pun membuat genggaman pada kalung itu terlepas.
Perhiasan berkilau itu pada akhirnya jatuh ke dalam westafel. Chanyeol kontan membelalak mata terkejut. Baekhyun pun melakukan hal yang sama.
Chanyeol segera bergegas mencari kalung itu sebelum benda tersebut membuat masalah yang lebih besar lagi untuknya dengan masuk ke dalam pembuangan air. Oh tidak, jangan sampai itu terjadi. Di tengah itu Chanyeol sempatkan berdesis pada Baekhyun yang sebenarnya tak benar ia sadari keluar begitu saja dari mulutnya.
"Byun Baekhyun, kau benar-benar sialan."
Baekhyun terdiam mematung setelah ia dibuat mundur dua langkah berkat ucapan Chanyeol. Baekhyun marah, dia ingin berteriak dan balas mengatakan Chanyeol-lah yang lebih dari sialan. Tapi hatinya benar-benar telah lebih dulu dibuat sakit dan kecewa, sampai tak sadar itu membuat air asin mulai menganak panas di ujung matanya.
Tapi sebelum Chanyeol berbalik dan menyadari hal itu, Baekhyun telah menghapus jejak basah di sana dan membuat Chanyeol sukses tidak melihat apa-apa ketika berbalik.
Namun Jackson melihat apa yang dilakukan Baekhyun tersebut.
"Tidak bisakah kalian berdua tidak berisik sepagi ini. Aku mencoba tidur di sini!" Sentak remaja itu di ujung pintu kamar.
Chanyeol dan Baekhyun serempak menoleh, namun satu yang lebih kecil menjadi yang pertama memutus kontak mata.
"Tolong kau bangunkan Jesper." Kata Baekhyun berlalu memasuki kamar.
Suasana menjadi hening. Kepanikan Chanyeol sedikit banyak menghilang setelah menemukan kalung itu tidak mengenai kotoran apapun. Chanyeol menghela nafas lega, tapi di samping itu Jackson melirik tajam pria yang menjadi Daddy-nya itu.
"Daddy sama saja."
Itu adalah awalnya.
...
"Jadi pada akhirnya kau bercerai setelah 18 tahun pernikahan, Park?" Terdengar sebuah decakan di akhir kalimat yang dipersuarakan Jongin ketika ia benar mendapati wajah tanpa harapan Chanyeol di hadapannya.
Hanya hembusan nafas yang terdengar dari eksistensi Chanyeol. Pria itu tidak berniat untuk meladeni pertanyaan retoris Jongin yang baginya terdengar seperti cemoohan, alih-alih mengambil sekaleng bir di atas meja untuk ia teguk semuanya tanpa jeda.
Jongin tampak tak menghiraukan peralihan yang dilakukan Chanyeol, ia masih ingin memperdengarkan apa yang ada di kepalanya saat ini. Karena demi apapun, perceraian Chanyeol ini benar-benar tidak terduga sebelumnya.
"Kupikir kalian akan bertahan selamanya saat mencapai 10 tahun usia rumah tangga."
"Dan kau pikir aku tidak mengira begitu." Chanyeol membalas kesal.
"Apalagi alasan gugatan ceraimu karena kau pelit, tidak menghidupi keluargamu, dan kau berselingkuh."
"Apa yang diajukan Baekhyun seperti itu adalah bohong!" Chanyeol sedikit memberikan bantingan pada kaleng bir kosong itu.
"Yah aku juga tidak percaya." Jongin menimpal, berharap sedikitnya itu menenangkan Chanyeol yang mulai tidak setenang sebelumnya. Untuk mengalihkan, Jongin menyodorkan beberapa bir kembali ke hadapan pria itu.
Tapi Chanyeol sudah tidak lagi tertarik.
"Dia pikir aku bekerja bagai kuda ini untuk siapa? Dia dia lagi bukan? Hanya karena uang gajiku belum cair dia terus mengataiku pelit di persidangan." Gerutu Chanyeol.
"Usia yang bertambah ternyata tidak berpengaruh pada sifat seseorang." Gumam Jongin meringis.
Dari dulu Byun Baekhyun memang seperti itu, semua orang pun tahu. Lucunya mengapa Chanyeol dulu mau menikahi lelaki tsundere itu?
"Lalu mengapa kau tidak menyangkalnya, Yeol?"
Nah itu membuat Chanyeol bersama emosinya seketika membeku. Kerutan dalam pada alisnya mengendur berganti rengutan kosong memenuhi air muka pria itu di sana.
Apa yang dikatakan Jongin benar. Walau semua gugatan cerai yang diajukan Baekhyun itu tidak ada yang benar-benar benar, ada alasan tertentu yang membuat Chanyeol menerima perceraian itu tanpa ada ajuan keberatan apapun.
"Dia tidak bahagia bersamaku."
...
Hari ini Baekhyun benar-benar akan menghabiskan semua uang Chanyeol. Tidak peduli setelah ini ia akan membuat si kuping gajah itu bangkrut sekalipun. Enak saja Chanyeol melupakan hari penting mereka seperti anniversary pernikahan mereka ini dan lebih parahnya lagi tidak ada hal spesial yang diberikan pria itu padanya.
"Sial! Dimana Taman Berjalan itu menyimpan semua uangnya!"
Sudah berulang kali Baekhyun bersungut, mengumpat, dan menggerutu mengenai lembaran uang yang tidak juga ia temukan.
Baekhyun selalu tahu tempat penyimpanan uang Chanyeol itu dimana, tapi kali ini di tempat biasanya uang itu tidak ada. Bahkan Baekhyun sudah mencarinya di bagian lemari terdalam, namun hasilnya masih tetap sama. Lama-lama begini Baekhyun bisa berubah pening.
Setelah berkeliling mengubek-ubek segala tempat, Baekhyun bukannya mendapatkan apa yang ia mau—tahunya selembar kertas yang belipat panjanglah yang Baekhyun temukan di atas kulkas.
Itu merupakan tagihan kartu kredit.
Baekhyun tersedak liurnya sendiri ketika melihat jumlah tagihan itu banyak sekali.
"Apa-apaan ini!" Pekiknya tidak terima.
Chanyeol menghambur-hamburkan semua uangnya tanpa sepengetahuan dari Baekhyun? Keterlaluan. Pria itu benar-benar pelit bila itu ia yang ingin dimanjakan uang, tapi lihat apa yang nyatanya Baekhyun temukan.
Makan siang di restoran berbintang.
Makan malam.
Karaoke.
Membeli baju.
..Huh?
Baekhyun tak bisa untuk tak berkerut kening ketika melihat tagihan apa saja yang semakin ke bawah semakin tidak terduga telah dihabiskan oleh Chanyeol.
...Motel?
Vila.
Penthouse.
Spa.
Kapan Chanyeol melakukan itu semua? Sendirian? Tanpa dirinya? Benarkah? Untuk apa Chanyeol menginap di sebuah motel? Menyewa sebuah vila? Sekali lagi, tanpa dirinya.
Apa yang kiranya dilakukan suaminya itu?
Bunyi katalk dari ponsel kemudian terdengar menandakan satu chat telah masuk.
Joohyunie:~Aku benar-benar sudah tidak tahan lagi untuk merahasiakan ini darimu. Aku sudah melihat terlalu sering Chanyeol keluar masuk sebuah motel bersama seorang wanita seksi. Dan wanita itu selalu berbeda-beda. Tolong kau bicarakan ini bersama suamimu, Baek.~
Setelah sepenggal pesan itu Baekhyun baca, lelaki itu selanjutnya melemparkan ponsel ke atas sofa bersama ledakan emosi yang otomatis keluar seperti letusan gunung merapi.
"BAIK KITA BERCERAI SAJA SEPERTI YANG KAU INGINKAN, PARK CHANYEOL!"
...
"Ayo Nyonya, cepatlah. Kau harus segera keluar dari sini."
"Jangan menarikku seperti ini!" Wanita dengan gaun ketat berwarna merah darah itu lagi menghentakkan tangannya dari genggaman Chanyeol.
Sedang Chanyeol diam-diam berdecak tanpa suara. Serius, ini bukanlah waktu yang tepat untuk berjalan santai seperti itu.
"Nyonya cepatlah. Ini perintah dari Direktur Choi." Chanyeol meminta, hendak menarik tangan wanita itu lagi namun satu yang lainnya menolak dan alih-alih mengangkat dagu di hadapan wajahnya.
"Kenapa? Karena istrinya menemukanku lagi?"
Chanyeol mengerang frustasi. Kalau sudah tahu kenapa masih bertanya sialan, Chanyeol merutuk dalam hati.
"Demi apapun, kau harus segera keluar!"
Tidak ada pilihan lagi untuk Chanyeol selain menarik paksa pergelangan tangan wanita itu untuk menuju basement, tempat yang diperintah Direktur Choi kepadanya untuk membawa wanita selingkuhan milik pria itu dari serangan Nyonya Choi.
Ini sudah bukan lagi menjadi hal yang pertama dilakukan Chanyeol omong-omong. Di samping menjadi seorang karyawan yang membutuhkan posisi, Chanyeol harus melakukan hal ini untuk mendapatkan apa yang ia mau—menuruti apa yang selalu diperintahkan sang atasan kepadanya, termasuk melindungi semua selingkuhan direkturnya dari sang istri.
Namun jalang satu ini sifatnya sangat berbeda dari selingkuhan lain Direktur Choi. Bukannya menyadari posisi, wanita ini sangat keras untuk diberitahu. Chanyeol cukup kesal karena 3 minggu ini dia harus menyembunyikan wanita seperti dia.
Tiba di basement seharusnya Chanyeol dibuat lega, tapi teriakan keras dari arah lain yang dia ketahui siapa sumbernya membuat darah Chanyeol seketika mendingin.
"YAK!"
"N-Nyonya Choi—" Terbata Chanyeol menyapa. Refleks tubuhnya menyembunyikan eksistensi selingkuhan suami Nyonya Choi di balik punggungnya.
"Kau pikir kau bisa membawa pergi selingkuhan suamiku lagi?"
Chanyeol menggeleng ribut. "T-Tidak. A-Apa yang Nyonya bicarakan? D-Dia bukan selingkuhan s-suami Anda."
Sebenarnya Chanyeol tidak ingin melakukan ini, dalam dirinya selalu mengasihani posisi Nyonya Choi yang nyatanya tidak pernah benar-benar dicintai Direktur Choi.
"Kemari kau jalang sialan!"
Chanyeol melotot, sigap dia menahan serangan wanita setengah baya itu yang mengarah pada wanita di belakangnya. Chanyeol sudah diberi peringatan oleh Direktur Choi untuk tidak sampai membuat si jalang itu terluka, jadi sebisa mungkin Chanyeol menghalau segala pukulan dari Nyonya Choi.
Dirinya bahkan sudah terkena cakaran di pipi, tetapi selingkuhan Direktur Choi ini benar-benar tidak bergeming di posisinya. Wanita itu sengaja melakukannya. Sialan.
Sebuah tamparan berhasil mengenai wajah Chanyeol, sesaat pria itu terkesiap. Dan kelengahannya itu cepat dimanfaatkan baik-baik oleh Nyonya Choi, wanita itu berlari untuk mengejar si wanita bergaun merah.
Chanyeol yang menyadari segera menyusul. "Tidaaak!"
Dan refleks membanting lengan Nyonya Choi yang mengudara hendak memberikan tamparan pada sang selingkuhan. Nyonya Choi terdorong mundur beberapa langkah, Chanyeol sendiri terkejut atas apa yang ia lakukan ini.
"Park Chanyeol."
Sebuah panggilan dari arah lain kemudian memuncakkan saraf Chanyeol dengan cepat.
"Direktur Choi."
Aura yang diberikan pria setengah baya itu menimbulkan rasa lega juga takut pada Chanyeol. Ia lega karena tidak lagi harus terkena cakaran juga pukulan membabi buta dari Nyonya Choi, tapi Chanyeol gelisah karena ia tidak berhasil menyembunyikan selingkuhan direktur itu.
"Kau pikir siapa yang sudah kau kasari itu?"
Pertanyaan itu serta merta mengerutkan kening Chanyeol. Ia melirik Nyonya Choi di sana.
"Yeobo.."
Chanyeol menelan ludahnya kaku. "I-Itu—tapi aku mencoba untuk melindungi—"
Belum selesai dia bersuara, sebuah pukulan yang jauh lebih keras tiba-tiba mengenai rahangnya. Chanyeol yang memang tidak siap lantas jatuh tersungkur, adanya mobil di dekat tempatnya membuat Chanyeol juga terkena ujung kap kendaraan entah milik siapa itu. Rasa besi karat seketia terkecap inderanya sedang mulutnya langsung mengaku untuk digerakkan.
"Itu adalah balasan untukmu karena sudah menyakiti istriku." Direktur Choi memperingati, yang betul tidak dipahami Chanyeol sama sekali. Pria itu kemudian berbalik, merangkul sang istri namun diam-diam tersenyum penuh arti pada wanita yang tadi Chanyeol jaga dari serangan Nyonya Choi.
Di tempatnya Chanyeol merasa bodoh, bahkan wanita itu kini hanya memandangnya mencemooh.
...
"Wow. Aku tidak menyangka pukulanku ternyata meninggalkan bekas seperti itu di wajahmu."
Suara tawa dari Direktur Choi tidak membuat Chanyeol sama sekali ingin menarik bibirnya untuk memberikan lengkungan serupa. Pria Park itu jelas menahan emosi di dalam dirinya. Jika saja Direktur Choi itu bukanlah orang yang ia segani, sudah dipastikan Chanyeol memberikan hal yang serupa pada pria tua jelek itu!
"Apa aktingku tadi bagus?" Suara tawa direktur itu masih berlanjut. Bau alkohol dan nikotin di ruang ini benar membuat Chanyeol tidak tahan ingin menonjoknya. "Mengapa tanganmu terkepal seperti itu?"
Kepalan yang memang benar adanya dilakukan Chanyeol sedari tadi, seketika dilepas pria itu dan beralih meremas kedua lututnya di sana.
"Tidak apa-apa." Sahut Chanyeol.
"Kau sudah melakukan tagusmu dengan baik, Chanyeol." Ujar direktur itu, menghisap sebatang rokok dan menghembuskan asapnya sesuka hati di depan wajah Chanyeol. "Tapi lainkali kau harus lebih cepat supaya kau tidak terciduk istriku lagi, dan aku tidak perlu harus berpura-pura memukulmu lagi."
Berpura-pura katanya! Sialan, ini sangat sakit. Chanyeol dalam tundukannya benar-benar sudah memberikan sumpah serapah berulang pada pria brengsek tua itu.
"Oh ya, omong-omong Manajer Kim sudah pensiun minggu depan."
Nah, kalimat itu cukup membuat sumpah serapah di atas lidah Chanyeol tertelan kembali ke dalam tenggorokan. Pria bernama keluarga Park itu seketika lupa pada semua rasa kesalnya, lihat seperti apa kepalanya kini terangkat menatap Direktur Choi dengan mata membola seperti itu.
"Benarkah?"
Direktur Choi mengangguk santai dan lagi menghembuskan asap rokoknya dengan cara serupa, namun kali ini hal itu tidak lagi menjadi masalah untuk Chanyeol.
"Aku akan menggantikanmu di posisi Manajer Kim."
Chanyeol berubah berbinar dalam senyumnya. Ia tidak bisa mengelak mulut menyebalkan atasannya itu nyatanya dapat dipegang.
"Sungguh? Terima kasih, Pak Direktur. Terima kasih banyak." Lantas Chanyeol berdiri dan membungkuk sedalam mungkin pada pria itu.
Akhirnya...
Direktur Choi tampak puas dengan reaksi Chanyeol tersebut, ia ikut berdiri lalu menepuk pucuk kepala Chanyeol dua kali layaknya memperilakukan seekor anjing peliharaan.
"Bagus. Tetap bungkukkan badanmu seperti itu kepadaku dan turutilah perintahmu."
"Baik, Pak!" Chanyeol berseru keras.
"Dan ini kartu kreditmu, terima kasih sudah meminjamkannya padaku."
Chanyeol mengulurkan tangannya menerima kartu kecil itu. Skeptis bola matanya bergulir pada Direktur Choi yang hendak pergi, hendak mengujar sesuatu tapi direktur itu menukas lebih dulu.
"Untuk tagihan biayanya akan aku buatkan cek untukmu dua kali lipat."
Chanyeol lagi tersenyum lebar dan membungkuk. "Baik, terima kasih!"
Setelah kepergian Direktur Choi, Chanyeol untuk beberapa saat masih di ruangan itu bersama senyuman teramat lebarnya yang tidak luntur sama sekali dari wajahnya. Ia bahkan lupa dengan luka di sudut bibirnya, dan tahu-tahu meringis begitu merasa bagian itu ngilu untuk ditarik kembali.
Apa yang sudah dia lakukan selama 3 tahun terakhir ini sekarang membuahkan hasil. Satu minggu lagi ia akan menjabat sebagai manajer pemasaran. Lihat, akan ia tunjukkan hal ini pada Baekhyun. Yah, walaupun Chanyeol tidak akan menyebutkan cara untuk mendapatkan posisi itu didapatinya dari hasil pekerjaan sampingannya menjadi asisten pribadi untuk hubungan kotor sang direktur.
Ketika Chanyeol memasuki mobil, hal yang pertama dia tangkap adalah sebuket bunga tulip putih kesukaan Baekhyun yang ia letakkan di jok sampingnya. Tidak hanya bunga sebenarnya, ada kartu ucapan juga sekotak beludru yang terselip di sana.
Melihat itu Chanyeol tersenyum kecil lalu mengambil kotak kecil tersebut kemudian membukanya. Tampak di sana sebuah kalung berbandul melodi menjadi apa yang akan ia berikan pada Baekhyun hari ini. Chanyeol tentu tidak lupa ini adalah hari ulang tahun pernikahannya yang ke-18 tahun. Walau memang kalung ini tidak sebagus kalung yang Baekhyun lihat pagi tadi, setidaknya ini berarti.
Baekhyun adalah sebuah melodi di dalam hidup Chanyeol, itu sudah bukan menjadi hal yang baru diketahui suaminya omong-omong.
Chanyeol tanpa sadar menghela nafas kala mengingat pertengkarannya bersama Baekhyun pagi tadi. Ia benar kelabakan ketika benda mahal milik dikrekturnya dijadikan ancaman seperti itu oleh Baekhyun. Sungguh Chanyeol menyesali apa yang sudah dikatakannya tanpa sadar bahwa ia lebih mementingkan pekerjaan daripada Baekhyun sendiri.
Tidak, bukan seperti itu kenyataannya. Justru karena Baekhyun lah utamanya, sebuah pekerjaan menjadi penting untuknya. Maka dari itu, malam ini Chanyeol akan meminta maaf pada suami mungilnya yang kini berada di dalam rumah bersama anak-anak.
Namun lagi, Chanyeol menghela nafas menyadari keadaannya sangat kacau karena pukulan Direktur Choi cukup meninggalkan bekas membiru di wajahnya. Juga cakaran Nyonya Choi.
"Aku tidak mungkin bisa pulang dalam keadaan seperti ini. Baekhyun akan menuduhku melakukan kejahatan lagi."
Mungkin Chanyeol tidak akan pulang untuk malam ini. Ia akan tidur di luar sampai warna biru itu sedikit banyak memudar.
Chanyeol merogoh sakunya untuk mengambil ponsel dan menghubungi Baekhyun. Tapi sebelum itu, ponselnya sudah lebih dulu berbunyi dengan nama Yeobo tertera di layar.
Pria Park itu segera saja menggeser tombol hijau di layar.
"Eoh Baek, aku—"
"Ayo kita bercerai."
"Huh?" Chanyeol langsung mengerjap tak mengerti dengan wajah idiot yang ia perlihatkan kini.
Baekhyun menarik nafas panjangnya di sana. "Kubilang ayo kita bercerai."
Chanyeol mengingat pagi tadi Baekhyun juga sempat mengucapkan kata yang sama, maka ia pun ikut menarik nafasnya seperti Baekhyun namun terdengar lebih tenang.
"Jangan bilang ini karena persoalan pagi tadi."
"Memangnya kenapa? Itu memang benar adanya!" Dari ujung sana suara Baekhyun mengeras. Chanyeol bisa membayangkan seperti apa emosi di wajah suaminya itu kini.
"Baekhyun—"
Dengusan keras Baekhyun cepat memotong apa yang akan Chanyeol persuarakan. "Aku ingin bercerai darimu, Park. Aku sudah tidak kuat lagi seperti ini—HIDUP BERSAMAMU MEMBUATKU MENDERITA!"
Chanyeol terkesiap, telinganya berdengung penuh dengan kalimat terakhir Baekhyun yang membuat Chanyeol tanpa sadar mengeratkan genggamannya pada kotak yang masih ia pegang dari tangan yang lainnya.
"Apa kau pikir aku juga tidak menderita?" Alis Chanyeol berkerut dalam. Gigi geliginya mulai bergemelatuk di dalam—Chanyeol benar menahan emosi yang mulai mencuat kala bayangan seperti apa ia diperilakukan oleh atasannya selama ini melintas di hadapannya. "Aku bahkan diperilakukan seperti anjing di sini, Baek. Kau tidak akan pernah tahu rasanya seperti apa."
"Kalau begitu ayo kita bercerai." Telinga lebar Chanyeol menangkap sebuah isakan dari dalam sana. "Aku tidak bahagia bersamamu."
Dan itu membuat Chanyeol tercenung, ia tak bisa memberikan sahutan apapun kala Baekhyun mengakui hal yang baru ia ketahui.
"Kita sama-sama menderita bertahan seperti ini. Jadi ayo kita bercerai Chanyeol, kita akhiri semuanya di sini. Aku tidak ingin menahan sakit hati ini lebih lama lagi. Aku.. aku juga ingin bahagia." Baekhyun mengisak di sana dan tanpa diketahui Baekhyun sendiri, semua kalimat itu cukup menghancurkan sesuatu di dalam diri Chanyeol.
Untuk beberapa saat tidak terdengar apapun. Chanyeol masih menunggu, dan semua patahan kalimat yang ingin ia ucapkan tertahan di ujung lidah. Sedang dentuman keras dalam dada yang terasa menyempit tanpa disadarinya mulai membuat sesuatu terasa panas.
Chanyeol tidak ingin, tapi juga ia tidak mampu mengutuhkan serpihan hati Baekhyun. Karena sekarang Chanyeol tahu, dialah yang membuat Baekhyun sakit seperti itu.
"Baik, kalau itu maumu."
"Jangan kemari lagi sebelum aku selesai membuat surat gugatan cerai untukmu."
Seperti inikah akhir kehidupan pernikahannya?
...
Foto cantik ibunya yang selalu disimpan Baekhyun di dalam dompetnya kini dia pandangi mendalam. Bagaimana senyuman yang tampak indah di sana itu membuat Baekhyun kini mengingat kapan kali terakhir dirinya melihat senyum Yoona sebelum wanita itu menghembuskan nafasnya.
"Aku merindukanmu, Bu." Baekhyun bergumam sedih. "Maafkan aku karena tidak bisa memenuhi keinginan terakhirmu untuk hidup bahagia."
Sebelum Yoona meninggal, apa yang menjadi kecemasannya adalah kehidupan sang anak. Ia memang belum bisa sepenuhnya mempercayai Chanyeol saat itu. Namun Baekhyun membalas dengan percaya diri bahwasannya ia akan selalu hidup bahagia bersama Chanyeol.
Mengingat hal itu membuat Baekhyun benar menyesali pikirannya yang pendek. Tanpa sadar, lelaki yang kini marganya telah berganti kembali menjadi Byun tersebut mendesis kesal.
"Aku benar-benar telah dibutakan dengan cinta, nyatanya aku di sini berakhir bercerai dengannya." Rutuk Baekhyun.
Sesaat matanya ia edarkan pada kaca bis yang dinaikinya sekarang. Gedung-gedung tinggi berjejeran di sana dan Baekhyun melihat itu seketika teringat pada keinginannya dulu untuk bekerja di salah satu perusahaan hiburan. Namun keputusannya untuk menikah muda saat itu membuat Baekhyun harus meninggalkan keinginannya dan ia sekali lagi mempercayai Chanyeol untuk masa depannya.
Dan sekarang Baekhyun sudah tidak lagi ada di usia muda untuk melamar pekerjaan di perusahaan yang ia inginkan. Baekhyun berpikir apa yang kiranya akan ia lakukan untuk memenuhi janjinya pada Yoona bahwa ia akan bahagia.
Namun kemudian Baekhyun ingat suatu hal. Ia tidak berakhir di sini sendiri.
"Jangan khawatir, Bu. Aku akan hidup bahagia, masih ada anak-anak yang berada di sisiku."
Iya, setidaknya hak asuh Jackson, Jesper, dan Jiwon ada di dalam tangannya. Sisi baiknya, Baekhyun tidak semalang Chanyeol yang tidak mendapatkan sisa apapun dari kehidupan pernikahan mereka.
Huh, salah sendiri mengapa selingkuh dariku! Baekhyun merutuk lagi, tak habis pikir jalan pikir mantan suaminya itu.
...
Chanyeol tiba-tiba bersin keras sekali sampai kepalanya terantuk ke depan, untungnya itu setelah ia memberhentikan mobil di depan rumah orang tuanya. Menggosok hidungnya yang tiba-tiba gatal, Chanyeol lalu keluar dengan satu koper besar berisi pakaian yang ia tenteng di tangan kanannya. Chanyeol memutuskan untuk tinggal sementara di rumah orang tuanya sampai dia mendapatkan tempat tinggal baru.
Namun sebelum Chanyeol memasuki pekarangan kediaman Park, pria itu menyimpang terlebih dahulu ke Toserba di samping rumahnya untuk membeli beberapa bungkus rokok.
"Astaga, tidak baik di usiamu yang sekarang kau sering merokok." Bibi Jang, pemilik Toserba mengingati Chanyeol yang hanya dibalas dengan rotasian bola mata oleh pria bertelinga peri itu.
"Dulu ketika kau di usia sepertiku juga sering merokok, Bi." Sahut Chanyeol.
Ingat betul kebiasaan wanita tua itu selalu ia dapati tengah menghisap nikotin, Chanyeol yang saat itu masih muda-mudanya berjanji untuk tidak melakukan hal yang sama, jika ia tidak dalam keadaan frustasi. Karena dengar-dengar, dengan merokok akan sedikit banyak membuat penatmu terhempas sebagaimana asap yang dihasilkan dari rokok tersebut. Jadi jelas, Chanyeol membutuhkan benda itu saat ini.
"Iya dan sekarang aku menyesali masa mudaku yang seperti itu, Chanyeol."
Chanyeol tersenyum kecil mengerti maksud Bibi Jang, memang dilihat-lihat sekarang wajah Bibi Jang terlihat lebih tua dari usianya. Bahkan ibunya saja yang lebih tua 5 tahun dari Bibi Jang belum mempunyai lipatan kerutan sebanyak itu.
Meski begitu dua bungkus rokok tetap jadi dibeli Chanyeol. Setelah menukar dengan uang, pria itu pun memasuki pekarangan rumahnya lalu membuka pintu rumah tua itu.
Chanyeol tidak mengharapkan sambutan apapun ketika ia datang menginjaki rumah tuanya. Tidak sama sekali, termasuk dengan teriakan Yoora yang ia dapati pertama kali dari lantai atas namun sampai terdengar ke lantai bawah.
"Yak Park Wonho, kembalikan uangku yang sudah kau habiskan di klub!"
Chanyeol sampai refleks memejamkan matanya untuk gelegaran suara Yoora yang seperti itu.
"Aku tidak bisa, Bu! Itu semua sudah habis!"
"Lihat saja, aku tidak akan memasukkanmu ke universitas!"
"Silahkan saja. Lagipula aku lebih memilih menikah muda ketimbang masuk kuliah."
"YAK PARK WONHO!"
Setelah itu terdengar gedebak-gedebuk dari tangga, juga teriakan Yoora yang semakin nyaring mendekati. Chanyeol bisa menebak di lantai 2 sana, Wonho tengah menghindar dari kejaran Yoora—yang kini semakin dekat saja suaranya.
Terbukti dengan munculnya Wonho yang ribut menuruni tangga. Melihat di depan pintu keluar ada Chanyeol, remaja itu langsung menampilkan senyum giginya tak lupa dengan kesebelah tangan terangat melambai.
"Oh hai, Paman!"
Chanyeol hanya membalas dengan gelengan kepala geli. Ia tahu seperti apa nakalnya Wonho namun dia tetap memberikan anak itu jalan melewati pintu untuk bebas dari amukan Yoora. Setelah suara debuman pintu tertutup, sosok Yoora barulah muncul turun dari tangga.
"Anak sialan." Rutuk kakak Chanyeol itu begitu melihat Wonho yang lagi berhasil meloloskan diri. "Sama saja seperti ayahnya."
"Kau tidak boleh mengatai anakmu sendiri sialan, Kak." Chanyeol menimpal, ia hendak menuju sofa untuk mengistirahatkan diri di sana sejenak, namun tak berhasil berkat sahutan Yoora kepadanya seperti apa.
"Kau pulang kemari rupanya." Yoora bersuara sarkastik. "Oh tentu saja, orang yang berselingkuh tidak akan bisa mendapatkan harta gono-gini dari hasil pernikahannya."
"Apa yang kau bicarakan." Chanyeol lantas mengernyit tak paham, tapi tubuh Yoora sudah terlanjur hilang masuk ke dalam kamar.
"Kau sudah selesai, Yeol?"
Ibunya keluar dari kamar yang lain. Sooyoung sudah memakai baju piyamanya, namun menyempatkan diri untuk keluar ketika tahu anak keduanya datang kemari.
Chanyeol bergumam menjawab Sooyoung, dan senyuman wanita yang sudah melahirkan Chanyeol tersebut berubah meringis disertai decakan pelan di sana.
"Ibu tidak percaya kau bercerai dengan Baekhyun, salahmu sendiri kenapa kau berselingkuh." Ujar Sooyoung.
Hal itu cukup membuat Chanyeol mendesah letih. "Siapa yang mengatakan aku selingkuh, sih."
Sooyoung bergidik bahu, namun Chanyeol menduga ibunya mengetahui hal itu dari gugatan cerai yang diajukan Baekhyun. Chanyeol seketika mendengus kesal, dia sedang tidak ingin membahas apapun yang bersangkutan dengan pernikahannya.
Maka Chanyeol menarik kopernya untuk memasuki kamar terdahulunya, di lantai 2—yang ia dengar sekarang kamarnya sudah ditempati Wonho. Tak apa, mereka bisa berbagi.
Ketika naik tangga, Chanyeol bertemu dengan ayahnya yang hendak turun. Melihat bibir ayahnya terbuka, Chanyeol segera menyela penuh sensi.
"Apa? Ayah juga akan mengatakan aku selingkuh?"
Yunho mengerjap cepat. "Tapi itu memang benar, kan?"
"Ada apa dengan orang-orang di sini sebenarnya." Dengus Chanyeol lalu memilih untuk mengabaikan pula ayahnya, segera melanjutkan langkahnya lalu memasuki kamar.
Tubuh dan pikirannya benar-benar sudah lelah untuk hari ini. Chanyeol bahkan tidak ingin bergerak melepas jas yang dikenakannya, alih-alih mengeluarkan sebatang rokok untuk ia hisap segera dan mendudukkan dirinya di meja belajar Wonho yang menghadap langsung pada jendela.
Pemantik api sudah ada di tangannya, begitupun dengan rokok yang juga telah diapit oleh bibirnya. Namun tahunya Chanyeol urung melakukannya karena tiba-tiba saja ia ingat ucapan Bibi Jang. Dipikir-pikir, ia tidak boleh terlihat menyedihkan dengan menjadi tua secepat itu hanya karena pernikahannya tidak bertahan sebelum ia mati.
Chanyeol berakhir dengan meletakkan kembali pemantik apinya, dan di tengah itu ia tak sengaja melihat jemarinya yang masih ditempeli cincin pernikahan.
Helaan nafasnya serta merta keluar berat dari belah bibirnya sembari menggumamkan, "Kita sudah selesai."
Chanyeol kemudian beranjak menuju jendela lalu membuka pembatas di sana hingga membuat angin malam berlomba-lomba berhembus masuk. Pria berstatus duda itu pun melepas cincin yang terpasang di jari tengahnya dengan begitu berat hati yang dirasakannya. Ketika terlepas, Chanyeol melihat ada bekas melingkar di sana yang cukup kentara karena memang selama ini Chanyeol tidak pernah melepas benda itu sama sekali.
Sesaat Chanyeol memandangi benda yang mengikatnya bersama Baekhyun selama bertahun-tahun, dan itu kini sudah tak berarti lagi. Untuk apa menyimpan hal yang sudah tidak bisa dipertahankan, pikir Chanyeol.
Hatinya benar terasa sakit ketika Chanyeol pada akhirnya membuang cincin itu dan melemparnya jauh-jauh bersama kenangan dimana ketika ia dan Baekhyun dulu bersama-sama memilih cincin itu kemudian mereka tersenyum amat lebar saat memasangkannya satu sama lain di jari-jari mereka. Nyatanya hal itu sudah tak seharusnya Chanyeol kenang. Sebaliknya itu menjadi pesakitan tersendiri untuk selalu ia ingat dalam diri.
Mereka telah bercerai.
Setelah terdiam beberapa saat, Chanyeol lalu menutup pembatas jendela. Ia berbalik dan memutuskan untuk tertidur dengan cepat, tapi tiba-tiba sebuah guncangan hebat terasa.
Chanyeol oleng ke depan dengan mata serta merta membelalak terkejut. Guncangannya semakin membesar dan Chanyeol butuh beberapa saat untuk kemudian menyadari kini sedang terjadi gempa besar.
"Ya Tuhan!"
Segera Chanyeol mencari perlindungan di bawah meja belajar Wonho. Benda-benda di atas lemari benar sampai berhamburan berjatuhan, Chanyeol berdegup kencang merasakan gempa yang kali pertama ia rasakan bisa sebesar ini. Semua doa dirapalkannya dengan acak, meminta perlindungan juga ampunan berpikir mungkin sebentar lagi dunia akan hancur.
Tapi lima menit kemudian guncangan itu berhenti. Chanyeol tak menunggu lama segera mengambil beribu langkah untuk keluar, menuruni tangga terburu-buru sambil berteriak menyerukan ayah ibu juga kakaknya.
"Ada apa, Chan?" Sooyoung yang pertama keluar dari kamar diikuti oleh Yunho di belakangnya. Mereka terlihat sama paniknya menatap Chanyeol.
Sedang Yoora yang sedang berbaring di atas sofa ruang tengah memprotes kesal untuk keributan yang dibuat oleh adiknya. "Apa yang terjadi? Kenapa kau berteriak kesetanan segala, sih?"
"Kalian baik-baik saja, kan? Tidak ada yang terluka? Gempa tadi benar-benar sangat besar seperti akan kiamat saja." Borongan kalimat Chanyeol keluar dalam satu tarikan nafas tersengalnya, kemudian ia pandangi satu per satu wajah keluarganya dengan khawatir.
Tapi tahunya tanggapan yang Chanyeol dapati benar-benar jauh dari ekspektasi.
"Apa otakmu baru saja kabur?" Yoora malah menghinanya seperti itu.
"Err.. Tidak ada gempa apapun di sini, Chan." Sedang Sooyoung menatap puteranya itu keheranan.
Jelas Chanyeol merasa tersinggung. Dia tidak sedang mengada-ada cerita omong-omong. Keringat sebiji jagung yang keluar dari pori-pori kulitnya sekarang juga mengatakan hal yang serupa.
"Ayah, kau juga merasakannya kan?"
Yunho menggeleng miris, tak lupa decakan ia ikutsertakan di sana. "Apa kau berharap gempa besar terjadi di sini?"
Chanyeol melotot mencolos. Bahkan ayahnya pun tidak merasakan hal yang sama. Sekarang, semua orang di sini menatap tajam dirinya. Mengerti itu, jelas Chanyeol tidak terima.
"Aku tidak berbohong. Tadi terjadi gempa di kamarku, bahkan sekarang jantungku masih keras berdetak!" Elak Chanyeol keras sambil menyentuh dadanya sendiri yang serius, itu masih keras adanya berdetak seperti mau meledak.
"Sepertinya perceraian membuatmu gila." Yoora lagi menyindir.
Yang gila itu kalian, gempa sebesar tadi tidak terasa! Chanyeol berakhir dengan berbalik kembali ke kamarnya dengan hentakan kaki kesal.
Dia tidak berbohong sungguh, dan itu juga tidak mungkin hanya bagian dari ilusinya saja. Begini-begini juga Chanyeol tidak mungkin mengimajinasikan sesuatu yang buruk seperti tadi.
Lihat, bahkan benda-benda yang berjatuhan tadi juga nyata. Tapi tidak mungkin bila gempanya hanya terjadi di dalam di kamarnya saja, kan?
...
Tapi itu juga tahunya terjadi dan dialami oleh Baekhyun.
"Apa maksudmu, Paman? Tadi itu benar terjadi guncangan besar di dalam bis. Lihat dahiku." Baekhyun menyibak poni hitamnya untuk membuktikan kalau ia benar baru saja terbentur kursi penumpang di hadapannya karena guncangan yang terjadi itu.
Namun responsif yang sama masih ditunjukkan dari supir bis itu. "Tapi tidak terjadi apapun tadi. Bis dalam keadaan berhenti sejak lima menit yang lalu."
"Mustahil." Baekhyun menggeleng keras tak percaya. Lebih daripada itu Baekhyun ingin tertawa saja rasanya mengapa guncangan sebesar tadi hanya dirasakan olehnya saja.
"Anda bisa turun saja kalau begitu." Ujar sang supir melihat rambu telah berwarna hijau kembali.
Dan Baekhyun memilih untuk turun saja, dia tidak mau guncangan itu terjadi lagi. Kakinya bahkan masih dalam keadaan bergetar karena berpikir bis yang dinaikinya itu akan kecelakaan. Dan konyol sekali bagaimana supir bis itu mengatakan tidak terjadi apa-apa di sana.
...
Chanyeol merasa seperti ia baru saja tertidur lima menit yang lalu ketika suara cicitan burung kenari memasuki alam kapuknya. Aneh sekali, seingatnya alarm seperti itu sudah tidak ada lagi di rumahnya. Matanya masih sangat sulit untuk dibuka lebar-lebar, tapi Chanyeol tetap memaksakan tubuhnya untuk bangun.
"Baek, buatkan aku kopi." Pria itu menguap lebar sambil menggaruk-garuk rambutnya.
Tak adanya sahutan untuk beberapa lama cukup membuat Chanyeol sadar. Ia sudah bercerai. Tidak akan ada lagi Baekhyun yang menyediakan kopi untuknya.
Sialnya Chanyeol malah benar-benar ingin kopi sekarang, ini merupakan hal yang sudah menjadi kebiasaannya di pagi hari semenjak ia menikah dulu.
Chanyeol kemudian terpaksa beranjak dari ranjang dan menyeret langkahnya keluar kamar. Terseok ia menuruni tangga dengan mulut yang tidak hentinya menguap lebar seakan-akan dunia bisa tersedot ke dalam mulutnya saat itu juga.
Dari arah dapur, Chanyeol bisa mencium aroma masakan ibunya. Tapi ia tidak berbelok ke sana, atau bahkan ke kamar mandi. Karena Chanyeol tahu betul di sana tidak ada kopi yang menjadi keinginannya sekarang. Jadi Chanyeol keluar untuk mendatangi Toserba Bibi Jang.
'Seorang musisi yang telah mendunia ini disambut hangat oleh warga Korea Selatan ketika sampai di Bandara Incheon'
Suara dari dalam TV Toserba, Chanyeol dapati pertama kali. Refleks kepalanya menoleh ke asal suara tersebut dan heran menemukan isi berita di sana membahas seorang musisi yang sudah meninggal lama, Michael Jackson. Chanyeol bergidik bahu tak peduli dan membawa masuk kakinya untuk menuju susunan rak kopi.
Omong-omong, ini sudah menjadi hal yang biasa ketika Chanyeol mendatangi Toserba dengan wajah bantal seperti ini. Toh, Bibi Jang juga sudah mengenali dirinya dari sejak lahir. Bahkan ketika Chanyeol lupa membawa uang, bibi itu tak apa ketika ia membayarnya belakangan.
Namun meski keadaannya baru bangun tidur begini, Chanyeol bersumpah ia tidak salah melihat ketika ia dapati kaleng kopi yang hendak dibelinya ini sudah expired. Chanyeol cepat mengucek matanya takut-takut ia keliru.
25 Mei 2001
Ini sudah kedaluwarsa 17 tahun yang lalu. Hell, yang benar saja, Chanyeol mendengus.
"Bibi Jang, kenapa kau tidak membuang semua makanan yang sudah lama kedaluwarsa?"
Bibi Jang tidak menyahut, mungkin suara TV yang cukup besar volumenya cukup menyumpal telinga wanita itu. Jadi Chanyeol menghampiri tempat dimana wanita tua itu berada.
Tapi tahunya Chanyeol malah mendapatkan kejutan yang luar biasa dari Bibi Jang. Bulat matanya serta merta menarik diameter berlebih ketika menangkap Bibi Jang di tempatnya, kini telihat jauh lebih muda dari kemarin Chanyeol lihat.
"Oh ada apa, Chanyeol?" Bibi Jang sontak menoleh ketika merasa ada penampakan lain di sampingnya.
"Wow." Chanyeol tanpa sadar berdecak, matanya bahkan tak berkedip melihat perubahan yang terlampau jelas dari bibi pemilik Toserba ini.
"Huh? Ada apa?" Tanya wanita itu keheranan.
"Kau terlihat lebih muda dari kemarin, Bi." Aku Chanyeol.
"Oh benarkah?" Jelas bibi bernama lengkap Jang Sooah itu tertawa dan menanggapi dengan jenaka. "Setiap hari aku memang bertambah muda."
"Beneran. Kau jadi terlihat seumuran denganku, Bi."
Chanyeol membicarakan soal kerutan di wajah Sooah. Itu semua sudah tidak terlihat lagi. Ajaib sekali.
Dikatakan seperti itu, Sooah merasa hidungnya akan terbang bila saja dia tidak ingat siapa bocah yang mengatakannya demikian. Ini Chanyeol, anaknya Kak Sooyoung.
"Lucu sekali kau menggombal padaku." Sooah memutuskan candaan itu dengan gelengan kecil. "Jadi apa masalahmu dengan kopi itu?" Tunjuknya pada kaleng di tangan Chanyeol.
"Oh ini." Chanyeol beralih kembali pada tujuannya. "Kopi ini sudah lewat dari masa kedaluwarsa, Bi."
"Benarkah?" Sooah berjengit alis, ia mengambil kopi itu untuk melihat masa expired yang nyatanya itu masih lama. "Ini masih terhitung 2 tahun lagi, Chanyeol." Sooah memutar bola matanya.
"Hae?!" Kini bergantian Chanyeol yang berjengit alis terkejut. "Apa maksudmu? Sekarang tahun 2018 sedangkan itu expired 2001 yang lalu."
Sooah membuang nafasnya malas. "Chanyeol, itulah kenapa ketika kau bangun tidur hal yang harus kau datangi adalah kamar mandi bukan tokoku."
"Hey, Bibi. Aku tidak—"
Protesan yang hendak Chanyeol berikan kontan saja terhenti di tenggorokan ketika tak sengaja matanya menemukan cermin di arah jarum jam dua. Tidak, bukan cerminnya yang membuat Chanyeol terkejut. Tapi objek yang dipantulkan di sanalah yang membuat bola mata pria Park itu nyaris meloncat keluar.
"Astaga! S-Siapa dia, Bi?" Tunjuk Chanyeol pada cermin itu.
Sooah lagi menatap Chanyeol datar setelah dia melihat siapa yang dimaksud Chanyeol. "Oh dia? Dia bukan siapa-siapa. Hanya orang amnesia yang tidak mengenali wajahnya sendiri."
"I-Itu aku?" Chanyeol mengerjap horror. Matanya masih tidak lepas dari cermin yang sama, dan memang ia pun tidak buta ketika cermin itu memantulkan hal yang serupa yang ia lakukan. "Tapi ini wajahku ketika muda!"
Iya, masalah adalah itu! Jantung Chanyeol hampir copot ketika melihat rambut keriting berwarna cokelatnya di sana, karena sungguh itu adalah model rambut yang ia kenakan belasan tahun yang lalu.
"Tentu saja itu kau. Memangnya kau pernah tua!"
Mengabaikan Bibi Jang yang mulai kesal, Chanyeol segera saja berlari keluar dari Toserba untuk menuju rumahnya.
"Ibu!" Lalu membanting pintu dengan wajah horror ia perlihatkan sampai-sampai Sooyoung tersentak dibuatnya.
"Astaga, Chanyeol! Kau mengagetkan Ibu. Kapan kau turun dan ada di luar?"
Namun nyatanya keterkejutan Chanyeol tidak sampai di situ saja. Di sini bahkan ia mendapatkan sesuatu lagi yang lebih memutarkan tempat pijakannya. Ibunya... pun kembali pada usia muda tanpa kerutan di wajah.
"Apa yang terjadi?" Chanyeol tanpa sadar mengeluarkan rengekan dalam gumamannya.
Sooyoung tidak cukup sampai mendengar hal itu, namun ia benar peka pada Chanyeol yang sedang tidak dalam keadaan baik dengan wajah ketakutan seperti itu.
"Apa ada sesuatu, Chan?"
Yoora keluar dari kamarnya. Chanyeol dibuat meringis melihat lagi-lagi semua berubah. Yoora bahkan masih dengan rambut keritingnya ketika wanita itu masih muda.
"Kakak pun berubah."
Dan sebenarnya, semuanya pun berubah. Suasana rumah ini berubah. Pekarangannya juga berubah. Dan bahkan, mobil bagus keluarganya berubah menjadi mobil butut jaman dulu.
"Tumben kau memanggilku begitu." Yoora menanggapi Chanyeol keheranan. "Padahal kemarin kau yang bilang tak pernah akan sudi untuk memanggilku Kakak." Yoora berjalan santai ke meja makan.
Dan ini bukan saatnya untuk Chanyeol tersinggung oleh perkataan wanita 5 tahun di atasnya itu. Chanyeol alih-alih berpaling pada ibunya.
"Sekarang tanggal berapa, Bu?"
"Tanggal 5."
"Bulan?"
"April."
"Tahun?"
"Kenapa kau tidak melihat sendiri kalendernya, Chanyeol." Yoora memutar bola mata jengah.
Dengan begitu bola mata Chanyeol sukses bergulir pada kalender jadul yang tertempel di dinding rumahnya.
Tahun 1999.
Semua keanehan ini benar membuat kepala Chanyeol langsung diserbui kepeningan. Lunglai tungkainya lantas terseret begitu saja menuju tangga, tak ia indahkan sama sekali bagaimana Yoora di belakangnya merutuki dirinya.
"Chanyeol benar-benar manusia berotak ayam."
Pintu kamar, Chanyeol tutup kemudian. Ia baru menyadari bahwasannya kamarnya pun kini bernuansa sama seperti dulu. Dengan berbagai kaset musik yang utuh disimpan di tiap rak, bahkan semua koleksi barang-barangnya yang pernah dibuang Baekhyun dulu kini tersimpan lagi di tempat yang sama.
"Sebenarnya apa yang terjadi padaku?"
Fokus Chanyeol jatuh pada pantulan dirinya sendiri di cermin yang ada.
"Apakah yang sekarang terjadi padaku adalah mimpi?"
Tapi ini terlalu nyata untuk disebut mimpi. Chanyeol bahkan merasa sakit saat menampar pipinya sendiri berulang kali.
"Atau aku yang memang memimpikan semua itu selama ini?"
Teringat sesuatu, lantas Chanyeol mengangkat tangan kanannya untuk memastikan—
Cincin yang kemarin dilepasnya masih tertinggal membekas.
Itu berarti semua yang terjadi padanya bukanlah mimpi. Sebaliknya mungkin sekaranglah ia yang bermimpi.
"Bangun Chanyeol, banguuuun." Lagi Chanyeol menepuk-nepuk pipinya dengan keras, berharap ia akan segera bangun dari mimpi yang terasa nyata ini. Lagipula mana mungkin ia kembali ke masa lalu, tapi tunggu dulu—
"Bukankah ini bagus? Aku kembali ke masa mudaku yang itu berarti aku punya kesempatan untuk menikmatinya kembali."
Perlahan-lahan senyum di wajah Chanyeol mulai terlihat. Ia menyeringai—ingat betul dulu masa mudanya Chanyeol menghabiskannya dengan menjadi seseorang yang konyol, pengecut, dan memalukan. Namun seiring berjalannya waktu, Chanyeol pun bisa menjadi seorang pria.
Benar...
Chanyeol bisa merubah kekonyolannya di masa muda dengan pribadinya yang sekarang ini, bukan?
Tapi—
Senyum lebar Chanyeol seketika luntur ketika ia lihat kembali pantulan dirinya di cermin. Cepat saja dia mendekat lalu menyingkap kaosnya ke atas.
"TIDAAAAAAK!"
Semua abs-nya yang terbentuk sempurna yang juga telah dibangun Chanyeol selama berbulan-bulan pun kini ikut menghilang.
...
Di lain tempat...
Baekhyun masih memandangi jari manisnya yang kini tidak lagi dihiasi cincin pernikahannya, namun bekasnya masih terlalu jelas tertinggal di sana.
"Perceraian itu nyata. Lalu kenapa aku bisa kembali ke umur 19 tahun?"
Baekhyun tidak mengerti. Keningnya berkerut dalam memikirkan apa yang sebenarnya terjadi ketika ia bangun dan ia berada di dalam kamar masa remajanya.
"Apakah ini yang disebut dengan mesin waktu?"
Bersambung—
...
FF ini adaptasian dari KDrama GoBack Couple, tentu isinya tidak semua hampir sama dengan dramanya. Kalau pembaca penasaran dengan versi Chanbaek buatan aku, dimohon kerja samanya untuk saling mendukung.
Bikiya.
