YAY! AKHIRNYAA!! Saya bikin fic Eyeshield lagiii!! Tapi in bukan HiruMamo lhoo…

Nyehehee…

Baca aja! CHIAN & SAPPHIRE-CHAN wajib bacaaa! Awas lho, udah minta post teruus, ampe gak baca… khukhukhu! Dan, oh ya, kalo baca harus REVIEW! SAYA MASIH 'KECIL'!! Bantu saya menjadi 'besar', okeh? *wink wink* Untuk mereka yang pengen nge flame, silahkan! Diterima dengan tangan terbuka!

WARNINGS! : Umur di fic ini benar-benar fiksi, menggunakan dunia dri Manga Eyeshiel 21. Straight, bit OOC. DON'T LIKE, DON'T READ. AM I CLEAR? (enggak, masih ada tuh, ketombe nya! X')

Disclaimer[s]: Eyeshield 21 characters and settings © Riichiro Munagata dkk, 'She will be Loved' words © Maroon 5 (so inspires me! X.), MacBook Pro hitam © Apple™, Intel extreme processor series © Intel™, stories, plot, ideas © ME!


X*--"She Will Be Loved"--*X

"She should be."

[A Romance Songfic, with Eyeshield 21's characters, Maroon 5's song, and Angel's Apple's crazy ideas]

YamaKarinTaka

Romance/Hurt/Comfort

Yamato POV

X*---------------------------*X


Ini sore yang tidak-buruk-juga. Banyak awan di langit, anginnya sedikit kencang dan matahari juga tak begitu terang. Di sore inilah aku melihat Karin mengusap air mata sambil berlari dari dalam gedung rapat.

Karin tidak biasanya menangis. Koizumi Karin adalah quarterback spesial di klub Amefuto. Yah… Satu-satunya yang spesial selain aku dan Taka. Kalian pasti berpikir, kenapa nama seorang quarterback American Football seperti nama perempuan. Satu-satunya jawaban yang akan kalian dapat adalah; Koizumi Karin memang seorang gadis. Itulah yang membuatnya spesial. Dan, yah… dia cantik sekali. Manis, polos, cerdas… Bisa main Piano, suka menggambar, melukis, membuat puisi dan cerpen. Hal-hal seperti itu—jiwa seni nya, maksudku— tak pernah mempengaruhi kontrol, kekuatan serta keakuratan yang terlekat pada bola yang di lemparnya. Dia juga sangat penyayang dan dewasa. Yah, kalau masalah dewasanya sih, memang dia setahun lebih tua dari aku. Dia gadis 18 tahun, berambut keemasan panjang yang lembut, pemalu, manis, dan juga tegar serta hebat dalam waktu yang bersamaan.

Itulah kenapa aku heran, apa yang bisa membuatnya menangis? Kuharap kau mengerti, melihat nya menangis itu seperti melihat matahari terbit dari barat dengan bentuk jajar genjang−impossible. Oke, itu berlebihan. Jujur saja, aku sedikit−ya, sangat, amat, menyukainya. Sebagai seorang teman satu tim, sebagai seorang sahabat, sebagai seorang gadis 18 tahun, sebagai dia apa adanya dirinya… Aku ingin ada di samping nya saat dia sedih. Kesimpulan: mungkin karena itu aku menemukan diriku berlari cepat, yang patut di kagumi, tanpa suara. Mengejar Karin. Oke, menguntitnya. (lupa, kalau ada Strada Triton Hitam dan aku menggenggam kuncinya.)

BLAR!! Di perempatan pertama dari SMA ku, petir menyambar bumi, membuat ku kaget, memimpin hujan yang cukup deras. Aku lebih kaget lagi, saat meliat Karin tiba-tiba tersungkur. Jatuh.

X*-:-*X

"ng…?" ah? Karin mengerjapkan matanya. Mungkin dia, dan kau juga kurasa, merasa bingung, dimana dia sekarang.

Well. Dia berada di apartement ku. Orang tuaku di Amerika. Apartemen ku cukup mewah. Gedungnya berada di daerah kota, dengan AC, dua lantai, dua kamar, dan LCD TV. Dinding ber-wallpaper putih motif ivies. Sudah kurasa cukup. Dengan 2 kamar tidur, satu perpustakaan kecil dengan meja kerja yang di jadikan meja belajar, diatas meja itu ada MacBook Pro hitam dengan Intel extreme series processor—ah. Maaf, tidak bermaksud pamer. (c[=)

"Ya-yamato kun!" Karin melompat terduduk. Wajahnya mulai memerah, menghangatkan pipinya yang kedinginan.

"…" aku hanya bisa tersenyum, senyum cool yang biasanya, sambil mengulurkan segelas coklat hangat instant. "Sudah merasa lebih enak?"

"Ah, iya…" Karin tersenyum kecil, sambil meraih segelas coklat hangat dari ku. "Memangnya tadi ada apa? Kok aku bisa sampai−ah. Ini rumahmu, Yamato-kun?"

Aku mengangguk. "Ya. Jelek ya?"

Karin menggeleng gugup, "Ti-tidaak… hanya saja… kau tinggal sendiri ya?"

Aku mengagguk lagi. "Ya. Sudahlah, lebih baik kau ceritakan masalah mu. Ada apa?"

Karin terkesiap, mendongak menatap ku "Ma-masalah apa? Tidak, tidak ada apa apa…"

"−jangan bohong. Kau tak pandai berbohong, ku beritahu." Sambarku, cepat, dengan volume pelan. "Kumohon. Aku salah satu temanmu bukan? Aku akan senang kalau bisa mebantumu…"

"Well.. ini tentang Taka-kun…"

Taka -- , adalah sahabatku. Kami ikut klub Amefuto, sama seperti Karin. Dan, jujur saja, dia keren. Tapi, aku juga kaan?! Yah, bagaimana pun juga, aku tahu kalau Karin suka Taka, bukan suka aku. Aku membanting kepala ku di stir Strada Triton hitam-ku, tepat setelah Karin masuk ke rumah nya—yang luas dan sejuk—dan aku sadari sesuatu. Kalau kepala di banting itu sakit dan membuat pusing,— apalagi kalau pembanting nya tak tahu alasan yang mana yang membuatnya membanting kepala? Bodoh, eh?

Oke. Saatnya melepas emosi. Aku men-stater mobilku, mengemudikan pelan sampai ke luar perumahan tempat tinggal Karin. Dan… ngebut habis-habisan—like if-I'm-not-fast-I'll-die thing, tahu kan? (Sena pasti tahu, bertanyalah padanya) Sambil memikirkan apa yang Karin katakan tadi. Yang ku dengar tanpa reaksi. Seperti yukata yang di kanji dan sedang di jemur. Kaku.

Karin duduk tegak, sedikit gugup di jok sebelah. "Dia menyenangkan. Dia cerdas, berkarisma, berkepala dingin, pintar menjaga sikap… keren dan angkuh. Ya Tuhan, seven things I like about him! Hihi, gak sengaja lho." Karin tersenyum, kemudian menutup bibirnya dengan tangan kanan. Aku tersenyum juga—bukan untuk pujiannya teradap Taka, tapi untuk senyumnya. Kau tahu, Karin itu seorang pendiam yang jarang mengikik sambil menggosip seperti FanGirls-ku. Haha…

"Dia menyenangkan. Dia cerdas, berkarisma, berkepala dingin, pintar menjaga sikap… keren dan angkuh. Ya Tuhan, seven things I like about him!"

OH, bloody crap. Aku mengerem mendadak. Bukan, bukan karena ada nenek-nenek mau menyeberang, atau kucing Persia yang lewat. Karena ingat hal yang membuat Karin terkikik. Ya AMPUN! Aku menarik nafas panjang. Aku menghembuskannya pelan-pelan. Aku menginjak gas, dan mulai menggila lagi.

"Ah, ya. Apa yang.. emm— menjadi masalah mu?"

"Ah? Sudah lah, tidak pentiing…"

"Katamu tentang Taka? Kenapa? Dia bersikap kelewatan? Atau kenapa?"

"Tidak-tidaak, Taka tak pernah seperti itu, kau tahu sendiri. Kita kan tahu dia memang dingin, tapi dia kan tak pernah melewati batas kedinginan!"

Aku menghela nafas. Taka dekat dengan ku. Aku cukup dekat dengan Karin. Karin cukup dekat dengan Taka. Dan Taka besikap biasa saja pada kami berdua. Tapi aku tahu, Taka selalu mengagumi Karin. Karin adalah satu-satunya quarterback yang membuatnya tertantang. Kata Taka sih, matanya yang polos itu malah seperti menantang; 'Hei! Kau! Coba tangkap lemparanku!'. Oke, itu memang aneh, aku juga tak mengerti. Jadi jangan tanya aku. Bahkan, Karin sudah (seperti) menduduki posisi ke tiga di manusia-ber-hirearki-di-hidup-Taka. Ayah nya, Ibu nya, Karin.

Well, ngomong kesana kemari. Istirahat, Aku mnghentikan mobil ku, mengambil nafas panjang, dan menghembuskannya pelan-pelan. Tunggu? Ini rumah Karin?

X*-:-*X

Sudah seminggu dari insiden itu. Tepat seminggu, sebetulnya. Sore ini sama cerahnya dengan minggu kemarin. Sama melihat Karin pulang bareng Taka. Oke, sebetulnya aku hanya melihat Karin masuk BMW 760 nya Taka. Gak tahu mereka kemana. Yang jelas, aku gak suka. Tidak, tidak, sama sekali TIDAK SUKA!


MUAHAHA! Aslinya siiih… mau di bikin one shot. Tapi ternyata, ternyata nyapter jugaa… (pake nada nya 'Bukan Superman')

Ceritanya begini: versi oneshot sudah selesai di buat. Biasa, di edit dan di baca ulang. Lalu, malah jadi kepikiran; 'Kok plotnya gak banget seeeh? Lompat-lompat! Apa itu?!' maka saya mengulanginya. Daan… masih terasa weirdo. Diulang. Lagi. Tapi, malah stuck. Macet. Di telantarkan seminggu saat UKK. Selesai UKK, di teneruskan. Tapii –lagi—… baru sampai 'adegan' Karin-jalan-ama-Taka, kok… udah panjang, gitu ya? (O_OUu) begitulaah~… maka, saya akan membuat ini CHAPTERD FIC! Kira-kira bakal jadi Trilogi atau Tetralogi… hehe… oh ya, yang udah baca, makasih banget ya, apa lagi yang mau komentar dan ngasih saran…

REVIEW here, honey! =')

ll

ll

\/