Assalamualaikum,
Hola, readers! Yuki balik lagi dengan fic HiruMamo :D
Fic kali ini terinspirasi dari maha karya (ceilee...) Kuro Ichizaki yang berjudul The music is born again. Imouto-ku tersayang.. (˘⌣˘)ε˘`)
Ohya, saya ingatkan, ini bukan fic romance! Sayang juga sih, biasanya kan Hiruma Mamori bagusnya Romance, tapi lihat saja fic ini... Friendship juga bisa bagus!
Yakk.. Selamat menikmati fic saya..
Ah, jangan lupa review dengan login, ya? ̴̴̴̴̴͡ .̮ Ơ̴͡
Disclaimer :
Yuusuke Murata to Riichiro Inagaki
Pairing :
Hiruma x Mamori
Genre :
Friendship, School-life, Music (emang ada? Ini nambah-nambahin doang ;)), Drama.
Yuki rasa sih itu doang :D
Warning!
OOC :
Hiruma tidak terlalu kejam.
Mamori jadi anak belagu.
Ya, nanti silakan bagi readers yang nemu bentuk ke-OOC-an lain, masukkan juga dalam review kalian ;)
TYPO(s) :
Maybe more typo will be there, because the human can't perfect! Beside it, I write this fic in my father's Blackberry, ehehe. (Yuki, nggak penting banget deh)
Kalo menurut Yuki sih, itu doang :3
Yak kalo gitu kita mulai aja deh fic-nya! :D
Sasaki Yuki present...
An Eyeshield 21 Fanfic..
Our Music, Our Piano, and Our Friendship
A HiruMamo fic
Author's POV
Ting ting ting ting
Tring ting ting
Ting ting ting ting ting
Terdengar suara piano yang amat merdu dari pinggiran sungai Kuromisa. Ah, ternyata ada seorang gadis yang sedang duduk sendirian di sana, tapii.. Darimana datangnya suara piano itu? Ia tak tampak membawa apapun.
Tring ting ting ting ting
Tingting tring ting ting
Ha, ternyata bunyi yang amat merdu itu memang berasal darinya. Melodi yang tercipta oleh gerakan-gerakan tangannya yang lincah, memainkan instrumen Mozart. Tapi, jari-jari itu tidak bermain di atas tuts piano seperti kedengarannya.
Dia sedang memainkannya di Ipad. Hmm.. Teknologi.
Namun, tiba-tiba saja dia menghentikan permainannya sebelum instrumen tersebut lengkap.
"Aaarrghh! Kalau tidak memainkannya di Grand Piano asli memang nggak enak, ya! Uuukkhh.. Padahal aku baru saja menemukan tempat latihan yang nyaman!" Gerutu gadis itu, sambil memukul-mukul rumput di sekitarnya. Merasa bodoh, ia menghentikannya. Lalu malah berbaring dan menikmati angin semilir.
"Bagaimana ini.. Padahal lomba tinggal sebentar lagi..." Kali ini ia menerawang ke arah langit senja yang berwarna ungu kemerahan itu. Indah sekali. Namun, sepertinya ia tak menikmati keindahannya.
"Gawat! Ini sudah senja! Uuhh.. Padahal aku tak ingin meninggalkan tempat ini..." Gadis itu tersentak, karena menyadari suatu hal yang menurutnya tidak menyenangkan ketika senja datang, ia harus pulang.
Gadis itu membuka lagi Ipad yang sempat ditutupnya, lalu mengaktifkan program permainan pianonya lagi.
"Huff.." Ia menghela nafas, dan mulai memainkan instrumen yang sama dengan yang dimainkannya tadi.
Tring ting ting ting ting ting ting ting
Tring ting ting ting ting ting ting ting ting
Ting tring ting
Ting tring ting
Masih semerdu tadi, namun dengan melodi yang lebih sendu. Mungkin karena ia akan meninggalkan tempat ini, tempat kesayangannya.
Tring ting ting ting ting ting ting
Ting tring ting
Ting tring ting
Semakin lama, permainannya semakin keras, emosional. Melodi yang ia mainkan semakin mencerminkan isi hatinya.
Namun, seorang pemuda berambut spike pirang yang sedang lewat di pinggir sungai Kuromisa itu merasa terganggu dengan melodi-melodi merdu yang didengarnya.
"HEI KAU! HENTIKAN PERMAINANMU ITU!" Bentak si pemuda berambut spike pirang dengan kesal sambil menghampiri si gadis yang masih saja asyik memainkan piano Ipadnya. Yang dipanggil tidak bergeming.
Tring ting ting
Tring ting ting
"Hei! Gadis auburn!" Bentak si pemuda berambut pirang itu lagi. Sepertinya ia memilih untuk memanggilnya begitu karena melihat rambut sebahu si gadis yang berwarna auburn.
Tring ting ting ting ting ting ting
Si gadis tetap fokus pada permainan pianonya. Ia mengabaikan suara-suara lain selain melodi yang dibuatnya sendiri itu.
Dan tentu saja, membuat si pemuda berambut spike pirang itu kesal karena diabaikan. Menggeramlah ia, dan terlihatlah deretan giginya yang runcing-runcing itu. Hiii..
Ting ting ting ting ting ting ting ting ting ting ting ting ting ting ting ting ting ting ting ting ting ting ting ting ting ting ting ting ting ting ting ting ting!
"Huff.. Fuwaaah! Leganya!" Si gadis pun akhirnya menyelesaikan permainan pianonya yang penuh ego. Ia mengangkat kedua tangannya untuk meregangkan tubuhnya, lalu berdiri, menutup Ipad, dan baru menyadari kehadiran si pemuda berambut spike pirang itu di sampingnya.
"Eeehh? Kau... Sejak kapan kau ada di sini?" Tanyanya panik. Ia tidak pernah suka kalau orang lain mendengar permainan pianonya. Tidak pernah. Kecuali untuk beberapa orang tentunya.
"Sejak kau menggangguku dengan musik sialanmu itu, Gadis auburn sialan." Jawab si pemuda berambut spike pirang dengan wajah jutek. Mendengarnya, si gadis merasa kesal, sangat kesal. Namun ia menyadari suatu hal ketika mendengar kalimat itu.
"Logat itu... Kau pasti si raja setan dari SMA Deimon! Hiruma Yoichi! Ya ampun kenapa aku sampai bisa bertemu dengannya siih.. " Keluh si gadis sambil memeluk Ipad yang dilindungi dengan case berwarna merah itu. Hiruma, si pemuda berambut spike itu, malah mengambil Ipad si gadis dengan cepat.
"Hei! Apa-apaan kau! Kau ingin mengambil Ipad-ku ya! Heei dasar preman! Itu benda berhargaku tau! Kau tidak tau kan berapa harganya dan itu..." Tiba-tiba, omelan panjang si gadis terhenti karena mendengar Hiruma mengucapkan sebuah nama.
"Anezaki Mamori, Ongaku gakuen."
"Ya, itu aku dan sekolahku. Sini! Kembalikan Ipadku!" Bentak Mamori dengan kasar, sambil merebut kembali Ipadnya. Dan Hiruma bahkan tidak berusaha untuk mencegahnya.
"Kekekeke... Anak Ongakuen ya.. Pantas saja. Lagaknya tinggi banget!" Komentar Hiruma tanpa diminta. Alih-alih berterimakasih, Mamori malah mendecak kesal, tentu saja.
"Kau tidak mengerti, tahu! Bagaimana rasanya menjadi calon pianis sepertiku!" Labrak Mamori, sambil menunjuk-nunjuk Hiruma dengan kesal.
"Hmm.. Jari sialan ini.." Hiruma menyentuh jari telunjuk Mamori, "Bukankah harus dijaga baik-baik, mademoiselle*?" Goda Hiruma sambil menurunkan jari Mamori yang teracung. Mendengarnya, Mamori merasa malu. Bahkan mukanya sampai memerah, hanya karena kata 'mademoiselle' yang diucapkan Hiruma.
Tanpa terasa, surya pun telah tenggelam seutuhnya di ufuk barat.
"Kyaaa! Ya ampun, sudah gelap! Bagaimana ini? Kenapa aku bisa sampai seceroboh ini? Aaah lupakaan.. Bagaimana caraku pulang ke rumaahhh..?" Mamori yang panik menyadari hari telah gelap, mulai berjalan tak tentu arah, masih di tepi sungai Kuromisa.
"Kekeke.. Dari pada kau meratapi bagaimana cara kau pulang, lebih baik kau langsung pulang saja. Jalan kaki bisa. Dasar gadis piano sialan. Aku duluan. Jaa ne." Dengan santainya, Hiruma berjalan pergi menjauhi Mamori yang masih meratap. Tapi, Mamori mulai memakai akal sehatnya dan berlari menyusul Hiruma.
"Hiruma-san! Aku mohon antarkan aku pulang!" Teriak Mamori sambil berlari menyusul Hiruma. Hiruma berhenti berjalan. Menatapnya jutek. Sementara Mamori? Biar segan, dari pada kenapa-kenapa mungkin lebih baik kalau ada si raja setan. Kalau ia menggunakannya dengan baik, maka tak ada yang dapat mengganggunya saat pulang sekarang.
"Apa katamu? Mengantar kau pulang? Untuk apa? Aku baru saja mengenalmu, gadis piano sialan. Dan juga kau yakin aku tidak akan berbuat macam-macam padamu selama perjalanan? Kekeke.." Goda Hiruma lagi. Eh, benar juga. Apa jangan-jangan Mamori yang sudah menjerumuskan diri sendiri pada bahaya itu ya?
"Ayolah, ini akan kuterima sebagai permintaan maafmu karena sempat mengambil Ipadku!" Mamori berjalan pelan menyusul Hiruma yang juga sudah mulai berjalan, "Dan juga.. Karena sudah mengataiku sialan!" Tukas Mamori dengan kesal lagi. Sementara Hiruma, hanya terkekeh seperti biasa.
"Kekeke... Sombong sekali kau, gadis piano sialan. Hanya bisa bermain piano sedikit saja sombong." Balas Hiruma yang membuat Mamori kesal lagi. Ia lalu menggembungkan pipinya.
"Mou! Sedikit, katamu? Kau tidak dengar tadi aku memainkannya ya, di tepi sungai Kuromisa tadi? Permainan terakhirku itu tadi sempurna tanpa miss!" Sangkal Mamori dengan bangganya. Sebenarnya mudah baginya untuk tidak melakukan kesalahan dalam bermain piano biasa, namun untuk piano di Ipad ia masih kurang menguasai.
"Aku saja tidak tahu apa yang kau mainkan itu, gadis piano sialan! Mana aku tahu apakah kau melakukan miss atau tidak!" Jawab Hiruma dengan kesal. Ini aneh sebenarnya, karena seumur hidup Hiruma tidak pernah mau mengaku apa-apa hal yang tidak dikuasainya kepada orang lain. Apalagi kepada gadis yang baru dikenalnya ini.
"Wah.. Kau tak tahu ya? Tadi itu instrumen ciptaan Mozart. Piano sonata di f mayor, kochel 280! Instrumen mayor favoritku!" Mamori pun berpromosi. Ya, ya, Hiruma sudah pusing mendengar istilah musik begitu. Dia paling tidak mengerti musik.
"Berisik! Ternyata Mozart tak terlalu pintar ya. Apa-apaan musik semacam itu. Musik yang terlalu bernafsu, dan kau suka yang semacam itu, gadis piano sialan?" Cela Hiruma dengan gusar. Wah, rupanya Hiruma kembali membangkitkan emosi Mamori. Bayangkan saja, anak ini mengata-ngatai Mozart!
BUAKK!
"Jangan pernah mengata-ngatai Mozart! Musik kreasinya tidak ada yang jelek, tahu! Mungkin kau merasa begitu karena tadi aku memang memainkannya dengan ego. Jadi.. Terdengar agak bernafsu..." Aku Mamori dengan wajah memerah. Lagi-lagi Hiruma terkekeh mendengarnya.
"Agak? Agak bernafsu? Kau memainkannya bernafsu sekali, tahu! Kekeke... Dasar gadis piano sialan!" Ejek Mamori lagi. Nah, kalau sudah mendengar julukan itu, emosi Mamori bangkit. Tentu saja.
"K..kau...!" Omelan Mamori tertahan, saking kesalnya. "Kau belum pernah mendengar, kan, permainan pianoku dengan grand piano yang asli! Kau pasti akan mendecak kagum dan mencabut semua ejekanmu soal Mozart!" Lanjut Mamori.
Tap. Hiruma berhenti berjalan di sebuah rumah, dan Mamori pun mengikutinya.
"Kenapa berhenti?" Tanya Mamori bingung.
"Ini di depan rumahmu, gadis piano sialan." Jawab Hiruma singkat. Kali ini Mamori terbengong.
"Kenapa bengong?" Hiruma mulai berjalan. "Jaa ne." Dan pergi meninggalkan Mamori sendirian di depan rumahnya.
Mamori tersenyum.
"Arigatou ne, Hiruma-kun!"
Hiruma hanya melambaikan tangannya dari jauh, tanpa membalikkan tubuhnya.
_ Our Music, Our Piano, and Our Friendship_
_Keesokan harinya_
Tring ting ting ting ting!
"Mamori! Kenapa jadi banyak sekali miss? Lomba tinggal satu minggu lagi, dan kemampuanmu malah semakin memburuk! Kau sih! Semalam pulang terlalu malam!" Anezaki Mami, ibu dari Mamori, memarahi Mamori yang baru saja selesai memainkan pianonya. Mamori menundukkan kepalanya. Kecewa. Padahal ini grand piano keahliannya, tapi.. Kenapa ia tidak bisa bermain baik hari ini?
"Sumimasen, Okaa-san. Ak.. Aku akan berlatih lebih giat lagi.." Tanpa sadar, air mata Mamori menetes juga. Ia sedih, karena mengecewakan ibunya.
Tiba-tiba terbayang olehnya pemandangan di tepi sungai Kuromisa yang nyaman.
"Akh! Okaa-san! Aku.. Aku harus pergi!" Mamori pun bangkit dari kursinya, lalu pergi meninggalkan ibunya marah-marah sendirian di ruang musik di rumahnya. Mamori ingin ke sana. Bukan. Ia harus segera ke sana. Tepi sungai Kuromisa.
_Tepi Sungai Kuromisa_
Mamori berlari sekencang mungkin untuk bisa secepatnya sampai di tepi Sungai Kuromisa. Ia merasa jika berada di tempat itu sajalah dia bisa memainkan permainan pianonya yang paling sempurna. Ia juga merasa sangat nyaman di sana.
Karena itulah ia harus cepat sampai ke sana!
Dan saat Mamori mendekati tempat favoritnya itu, ia melihat seorang pemuda berambut spike sedang berdiri diam memandang sungai. Dengan Ipad di tangan kanannya.
Hiruma.
"Ah! Hiruma! Kau sedang apa di sana?" Panggil Mamori dari kejauhan.
_Chapter. 1 END_
Yaa Multichapter lagi nih! Yuki emang senengnya bikin multichapter, ya! Ehehe
Hmm.. Kira-kira lagi ngapain ya si Hiruma di sungai Kuromisa sambil megang Ipad?
Readers tertarik ingin menjawab? Yuki yang lagi nganggur pengen bikinin fic buat orang lain nih o_o.
So? Readers who answer this question, can request a fic to me! OwO/*
*gomen nasai kalau bahasa inggrisnya salah ya, Yuki nggak jago bahasa inggris :D*
Mata ashita! Sampai ketemu di chapter.2!
Oh iya jangan lupa baca dan review The Music is Born Again karya Kuro Ichizaki ya!
Tentu saja setelah me-review Our Music, Our Piano, and Our Friendship ini :3
