Our December


Naruto dan semua karakternya milik Masashi Kishimoto

Cerita ini dibuat oleh Aelona Betsy, saya hanya merevisi


Prolog


27 Agustus 1997

Kelinci-kelinci berlarian di taman, saling mengejar satu dengan lainnya. Beberapa kelinci sibuk dengan wortelnya. Kelinci-kelinci itu kebanyakan berwarna putih, hanya beberapa saja berwarna cokelat lembut. Di tengah-tengah taman, seorang ibu muda duduk di bangku taman sembari mengelus-elus perutnya yang besar.

Rambut wanita itu dibiarkan terurai, kelihatannya lembut. Dia mengenakan baju terusan polos berwarna ungu pucat. Baju itu tak cukup untuk menutupinya sampai mata kaki, sebatas dengkul saja. Dengan perlahan dia menyanyikan lagu anak-anak, seharusnya temponya cepat, karena memang lagu itu lagu ceria.

Nyanyiannya berhenti ketika anak pertamannya berseru memanggilnya. Dia menoleh ke kiri untuk melihat bocah laki-laki berusia delapan tahun berlari-lari menghampirinya sambil terus berseru memanggilnya. Dia menanggapi panggilan itu dengan senyum lebar, hingga gigi-giginya yang putih dan rapih terlihat.

"Kakek bilang adikku perempuan. Benarkah?" tanya bocah itu padanya. Dia mengangguk mengiyakan. "Aku kan sudah bilang, adikku pasti perempuan. Apa dokter bilang tentang waktu kelahirannya?" tanya anak itu lagi. Anak itu duduk di sebeleh kiri ibunya, menatap perut ibunya dengan binar kebahagiaan.

"Akhir Desember. Tapi, itu belum pasti, kan cuma prediksi," jawab wanita itu, suaranya tak kalah lembut dengan rambutnya. Dia mengusap-usap rambut cokelat gelap milik bocah itu. "Kamu mau panggil dia apa, Neji-chan?" tanyanya.

"Hinata," jawab Neji. "Sebentar lagi aku bisa melihatnya. Jadi, apa yang harus kupersiapkan, ya, Kaa-san?"

"Pertama-tama, kamu harus mempersiapkan senyum terbaikmu. Kedua, baju-baju yang lucu, kaos kaki, topi juga, kan Desember musim dingin, agar kepalanya tidak kedinginan. Kamu harus menata kamar yang identik dengan perempuan."

Neji berpikir sejenak, dia tidak suka perempuan yang senang memuja warna merah muda. Kamar adiknya tidak boleh dipenuhi boneka-boneka merah muda, selimut merah muda, dia benci merah muda. "Apa dia akan menangis kalau aku tak mengizinkannya memakai merah muda?" tanya Neji. Warna apa saja boleh, asal jangan merah muda.

Ibu Neji terkikik geli mendengar pertanyaan itu. Dia tahu kenapa Neji tidak suka merah muda. Sebenarnya anak laki-lakinya itu naksir sama bocah Haruno, kalau dia tidak salah ingat nama gadis kecil itu Sakura. Sayang sekali Sakura tidak menyukai Neji, gadis itu suka pada putra bungsu Uchiha.

Beberapa bulan yang lalu, tepatnya musim semi, Neji berteriak-teriak, meminta ayahnya menebang pohon sakura yang ditanam di pinggir danau buatan di halaman belakang mansion Hyuuga. Itu ketika dia baru pulang dari acara main dengan teman-temannya. Neji bilang pada ibunya bahwa Sakura menolaknya dengan kejam, ajakan hanami bersama yang Neji lontarkan ditanggapi begitu kasarnya oleh Sakura.

"Aku kan sudah bilang, aku tidak suka kau, aku suka Sasuke-kun, kau seperti hantu. Apa kau tak sadar?" begitulah kata-kata Sakura menyakiti Neji, melukai bagian hatinya yang terdalam. Cerita Neji hampir membuatnya terbahak-bahak waktu itu, lucu sekali jenis percintaan para bocah.

"Tidak usah terburu-buru, dia kan belum lahir, kita tak tahu apa dia akan suka merah muda, tidak suka, atau biasa saja," jawab ibu Neji pada akhirnya.


5 September 1997

Seperti tahun-tahun sebelumnya, keluarga Hyuuga akan pergi ke kebun bunga milik mereka di awal September, saat itu adalah akhir musim panas, awal musim gugur. Bunga-bunga di sana bukan untuk dijual, hanya untuk dinikmati oleh para Hyuuga dalam serangkaian acara pesta kebun. Macamnya sangat banyak. Itu terdiri dari bunga-bunga yang umun sampai yang langka.

Sopir nampak sedang membersihkan mobil yang akan digunakannya untuk mengantar majikannya pergi ke kebun bunga. Kebun itu terletak di sebelah timur Konoha, itu adalah daerah pinggiran Konoha, jaraknya lumayan jauh dari mansion Hyuuga. Biasanya para tetua dan keluarga-keluarga kecil Hyuuga pergi bersama-sama dengan keluarga Neji. Tetapi, kali ini tidak, dua hari yang lalu ibu Neji menjalani pemeriksaan kadungan, ada sedikit masalah. Karena itulah mereka tidak ikut acara tahunan itu, hingga hari ini terpaksa mereka saja yang pergi.

Neji terlihat sangat kacau dalam balutan kemeja biru tua. Rambut panjangnya diikat tanpa disisir, dia tadi masuk kamar mandi, tetapi cuma memandangi air, tak berniat menyiramkan air itu ke tubunya. Kemarin dia pergi ke rumah Sakura, dia tahu banyak orang yang rela membayar demi melihat koleksi Hyuuga di kebun bunga itu. Dia berharap, kalau dia ajak Sakura, gadis itu akan tertawa bahagia, rupanya penolakan yang Neji hadapi.

"Jangan kusut begitu, Neji-chan, nanti Hinata jadi sedih. Meski Sakura tak mau ikut, Kaa-san dan Hinata kan mau ikut." Mendengar ibunya menyebut-nyebut adiknya, Neji jadi ingat untuk tersenyum. Neji naik ke mobil dengan semangat baru, rupanya ayahnya sedari tadi menunggunya. Dia dan ibunya duduk di jok belakang, sementara ayahnya duduk di depan.

Dalam perjalanan mereka yang lumayan panjang itu, Neji menempelkan telingannya untuk mendengarkan Hinata. Neji menyanyikan lagu gembira untuk adiknya. Dia ingat malam saat dia bertanya pada ibunya, apa adiknya bisa mendengar kakaknya, dia semakin sering bernyanyi di depan perut ibunya, karena ibunya bilang, "Tentu Hinata dengar."


Neji mendengar Hinata bergera-gerak di dalam perut ibunya. Sekarang mereka hampir sampai, jalanan yang mereka lalui saat ini cukup lengang, hanya ada beberapa mobil yang melintas. Wajarlah, pinggiran, orang-orang yang lewat pun pasti hanya berlibur. Suasananya tenang, di sebelah kiri tak ada satu pun rumah yang berdiri. Sepanjang jalan ini hanya ada pohon beech. Neji menoleh ke kanan untuk melihat apa yang paling diasuka dari perjalanan ke kebun bunga, yaitu sungai yang mengalir mengikuti jalan ini. Jalan ini pun agak berkelok-kelok seperti sungai yang dia lihat itu.

"Kaa-san mendengarnya? Sepertinya dia gelisah," kata Neji dengan nada kuatir. Gerakan-gerakan itu semakin lama semakin membabi buta. Neji pikir adiknya mungkin terlalu bahagia, soalnnya sejak ibunya mengandung, Hinata belum pernah dibawa ke kebun.

Sekitar dua ratus meter di depan mereka, sang sopir dapat melihat truk melaju dengan kecepatan penuh. Dia membawa mobil minggir ke kanan agar tidak terjadi hal yang tak diinginkan. Tanpa diduga truk itu mengikuti tindakan si sopir, sehingga truk itu kembali berada tepat di depan mobil mereka. Dia ingin membawa mobil ke kiri, namun di sebelah kiri ada mobil yang hendak mendahului mereka atau sengaja berada di sana untuk menahan mereka.

Nyonya Hyuuga dan suaminya panik, Neji kebingungan. Tidak ada cukup banyak waktu untuk sopir memikirkan cara mengeluarkan mereka. Sebelum truk di depan benar-benar menabrak mereka dia membawa mobil terjun ke sungai.

Mobil yang berpacu di sebelah mereka berhenti, begitu juga dengan truk yang ada di depan mereka. Supir pun turun dari kedua alat transportasi itu. Sopir truk bertampang sangar, seperti orang-orang dalam cerita bajak laut. Sopir mobil tersenyum bangga, perut buncitnya hampir membuat kancing kemeja hitam yang ia kenakan terlepas. Dia seorang pria bertubuh gemuk dan pendek.

"Tuan, tidak ingin memastikan kematian mereka?" tanya supir truk.

"Kau cepatlah pergi dari sini sebelum ada yang melihat." Supir truk itu pun pergi meninggalkan tempat itu, sementara pria pendek tadi menelepon, dia berbicara dengan nada panik yang dibuat-buat.


Orochimaru mengetuk-ngetukkan bolpoinnya di atas meja dengan tangan kanannya. Dia memijat-mijat pelipisnya dengan jari-jari tangan kirinya. Dia bingung harus menyampaikan hasil pemeriksaannya dengan cara seperti apa. Bagaimana dia harus memulai? Berbicara di hadapan Hyuuga Hiroki, tetua Hyuuga yang paling terhormat akan sangat sulit.

Dokter paruh baya itu mendesah pasrah ketika dia mendengar suara ketukan dari arah pintu. Dia merapihkan rambut panjangnya, menegakkan posisi duduknya, berusaha terlihat profesional sebelum dia mengizinkan orang di balik pintunya masuk.

Seorang pria berambut panjang, dengan wajah yang dipenuhi kerutan di sana-sani. Bibirnya pun terlihat begitu keriput. Namun, pria itu tetap terlihat berwibawa dengan garis rahangnya yang tegas serta tubuhnya menjulang di depan Orochimaru dengan begitu kokohnya. Dia menarik kursi, kemudian duduk, menunggu Orochimaru bicara.

"Begini," ujar Orochimaru. Pria itu terlihat takut untuk melanjutkan. Tatapan tajam Hyuuga Hiroki memaksanya untuk melanjutkan. "Menantu anda berada dalam bahaya kalau bersikeras melanjutkan kehamilannya. Kecelakaan itu membawa dampak yang sangat buruk bagi kandungan menantu anda. Sekali pun dipaksakan lahir, anaknya lahir tidak normal. Banyak sekali saraf anaknya yang rusak karena kecelakaan itu."

Hiroki tak mengatakan apa pun, dia langsung keluar dari ruangan Orochimaru. Matanya sedikit berair, Orochimaru bersumpah melihat itu. Orochimaru melemaskan bahunya saat pintu kembali menutup. Sejak anak pertama Hikari, sekarang anak kedua, Orochimaru selalu menjadi dokter kandungan khusus untuk menantu si konglomerat.

Pria paru baya itu sudah bekerja di Hyuuga Hospital sejak dia berusia dua puluh tahun. Dulu Hiroki datang secara pribadi ke rumahnya untuk melamarnya menjadi dokter di Hyuuga Hospital. Hiroki memuji Orochimaru karena bakat yang langka. Dia berhasil menyelesaikan kuliahnya di usia sembilan belas tahun. Dia awalnya belum tertarik bekerja tetap, dia lebih suka mengurusi pet shop milik ayahnya. Namun, karena itu Hiroki, dia tak kuasa menolak.


30 November 1997

Hiroki mengintip ke kamar anak dan menantunya, melalui celah yang tercipta karena pintu kamar itu sedikit terbuka. Neji juga ada di dalam, anak itu biasanya tak banyak berbicara, sekarang dia berbicara dengan penuh semangat. Neji bilang kamar adiknya sudah dia tata sedemikian rupa, seperti yang dia mau, tidak ada warna merah muda. Neji berbelanja banyak sekali boneka yang lucu awal November lalu. Neji akan tertawa, tidak, mereka semua tertawa kalau sedang membicarakan Hinata.

Hiroki tak sanggup mengatakan, "Menantuku, untuk keselamatanmu, kau harus … me …" Pria tua itu menggeleng-gelengkan kepalanya. Bukan itu yang terpenting, tetapi cucunya. Sampai sekarang dia bisa menjaga menantunya, dia yakin menantunya akan terus baik-baik saja hingga Hinata lahir. Dia menguatirkan Hinata.

Dulu adiknya yang paling kecil mati karena bunuh diri. Adiknya itu lahir dengan kelainan karena dokter bilang ibunya sudah terlalu tua untuk melahirkan. Adiknya memiliki kelainan di kakinya. Orang mengenal Hyuuga sebagai klan yang kuat, mereka memiliki tempat khusus untuk melatih tubuh mereka.

Adiknya pintar, sangat malah, mungkin mendekati jenius. Tetapi keadaan kakinya yang tidak normal membuat kemampuan berpikirnya diabaikan oleh semua orang. Orang-orang selalu mengabisinya secara psikis, mengatakan adiknya bukan Hyuuga. Bahkan ibu mereka pun mendapat omongan tak sedap, orang menganggap wanita yang ia hormati itu selingkuh dengan pria lain.

Suatu hari, karena adiknya sudah tak betah lagi hidup, Hiroki menemukan adiknya dalam keadaan tak bernyawa. Urat nadi terpotong, tangan adiknya benar-benar merah dilumuri darah. Waktu itu dia hanya ingin menghibur adiknya itu, dia ingin memasuki kamar adiknya, tetapi dikunci. Dia pergi untuk melihat apa yang terjadi melalui jendela.

Darah yang mengotori sprei, selimut dan bantal membuat Hiroki tergesa-gesa menghampiri pintu kamar lagi, tanpa memberitahu orang dewasa di sana, dia langsung menerjang pintu, Hyuuga kuat, tidak heran pintu langsung terhempas. Dia menangis mengingat itu.

Hiroki mengepalkan tangannya erat-erat, "Maaf," bisiknya.


27 Desember

Di luar sedang ada badai salju. Kelahiran Hinata yang telah diperkirakan jatuh di akhir Desember membuat Hiroki mempersiapkan segala sesuatunya dengan rapih. Sudah seminggu Orochimaru yang akan membantu kelahiran cucunya menginap di mansion Hyuuga. sekarang dia sedang mondar-mandir di depan pintu kamar menantunya.

Suara pintu terbanting menambah suara ramai di sini. Kamar Neji terletak di sebelah kamar menantunya. Neji baru saja membanting pintu karena mendengar teriakan ibunya. "Kakek, apa Hinata sudah lahir?" tanya Neji terburu-buru. Dia mengusap kepala Neji sembari menggeleng. Neji hampir menerobos masuk, untung dia menariknya kembali. "Kenapa?"

"Kita tunggu di sini saja, ya. Kau belum boleh melihat itu." Neji tertunduk, bocah itu meremas-remas tangannya.

Hati semua orang hancur saat Orochimaru bilang Hinata tidak selamat. Hikari pingsan ketika mendengarnya, Neji terus berteriak "Tidak mungkin!" Sementara Hiashi berusaha tetap tegar agar bisa menguatkan istri dan anaknya.

Berhasil rencana Hiroki, semuanya benar-benar berjalan lancar. Orochimaru berada di kamar yang sudah seminggu ini ia tempati, di dalam sana dia menyembunyikan Hinata. Bayi itu tidak menangis sesering anak normal, itu membuat paru-paru anak itu belum mengembang sempurna. Salah sedikit saja, bayi itu pasti langsung mati.

Keesokan harinya, ketika masih subuh, tak ada seorang pun yang sudah bangun, Hiroki keluar dari mansion dengan membawa Hinata. Di pintu gerbang dia bertemu dengan satpam. Satpam itu tidak berani bertanya mengenai keanehan Hiroki. Dia menjalankan mobil dengan lambat.

Mobil Hiroki terparkir di sekitar panti asuhan Happy Places beberapa menit berikutnya. Panti itu adalah tempatnya membagi rezeki, namun dia belum pernah melihat seperti apa penampilan dalam tempat itu. Dia selalu mengirim asistennya ke sana. Dia menunggu waktu yang tepat untuk meninggalkan cucunya di depan gerbang tempat itu. Dia tak akan mungkin meletakkan Hinata di sana sekarang, belum ada yang bangun.

Hiroki melakukan ini bukan karena dia membenci Hinata atau dia malu memiliki cucu tidak normal. Dia takut Hinata akan bunuh diri seperti yang dilakukan adiknya kalau dia menjadi bagian Hyuuga. Di panti asuhan tidak akan ada yang mengejek cucunya, dia pun bisa bermain dengan anak-anak lainnya dengan normal. Lagipula, banyak anak panti asuhan yang juga tak normal. Dia akan punya banyak keluarga.

Keranjang tempat ia meletakkan Hinata berada di jok sebelahnya. Ia memandangi pipi bayi mungil yang masih sangat merah itu seraya menyunggingkan senyum. Perlahan tangannya terulur ke sana, menyentuh kulit lembut yang masih rentan itu. "Kakek janji akan mengirimkan banyak uang untukmu," ujarnya.


01 Pebruari 1998

Keriuhan terdengar dari halaman sekolah dasar Konoha Primary School. Baru saja bel pulang berbunyi, menaikkan semangat para murid. Mereka langsung saja berhamburan keluar, berlari-lari tak sabaran.

Di depan gerbang, mantan siswa di sekolah itu berdiri sambil terus mengawasi setiap siswi yang melewati gerbang. Matanya semakin menajam saat siswi berambut merah muda berjalan riang bersama teman pirangnya. Gadis kecil itu sama sekali tidak memperhatikannya, karena banyak orang yang berjalan di antara mereka.

"Lihat keceriaan si jelek itu. Bahkan sedikit pun dia tidak merasa sedih." Dia berujar kecewa. Maunya melihat kemurungan di wajah gadis itu, karena dirinya yang menghilang. Dengan begitu, dia bisa menyimpulkan gadis itu rindu padanya.

"Tuan Muda, Hiashi-sama meminta Anda untuk segera pulang," kata sopir yang baru saja menghampirinya.

Dia menurut, mengikuti sopirnya, masuk ke mobil, duduk dengan wajah datar, namun dalam hati merasa sangat kesal. Melihat Sakura yang seperti itu membuatnya malas bilang kalau dia akan pindah jauh dari Konoha. Dia takut, ketika dia bilang begitu, Sakura akan membalas, "Baguslah, dengan begitu tidak ada lagi pengganggu di sekitarku. Jangan kembali lagi, ya."

Itu sakit sekali. Ia mendengus kesal.

Sesampainya di rumah, ia langsung ke kamarnya, bersiap-siap untuk keberangkatan ke Cina. Barang-barangnya sudah dikemas, kecuali beberapa kado yang ditolak Sakura. Dia membiarkan semuanya tetap di lemari kayu.

Setelah dia rapih, dia mencari ayahnya, untuk mengatakan pada ayahnya kalau dia sudah siap. Dia berpapasan dengan seorang pelayan dan langsung saja menanyakan di mana ayahnya yang tak kunjung ketemu. Kemudian dia berjalan ke halaman belakang. Ayahnya sedang membicarakan sesuatu dengan kakeknya di tepi danau.

"Masalah itu tak perlu kau cemaskan, aku akan mengurus mereka. Saat ini kalian perlu ketenangan." Dia mendengar kakeknya berujar demikian. Ah, kerusuhan ini, kalau saja tidak pernah ada orang jahat di luar sana yang berniat membunuh mereka, dia tak harus pergi ke mana-mana. Kalau saja dia lebih besar, dia pasti bisa melindungi adiknya. Dengan begitu, adiknya pasti masih ada … mungkin Sakura juga suka adik kecil. Sakura tidak punya saudara maupun saudari.


Berikutnya chapter satu dimulai