a/n1. ini otak gue yang konslet atau emang zhang bao/ guan yinping itu unyu yah. GAH. ONCE AGAIN AKU MENG-SHIP PAIR ANEH. UH YEAH.
a/n2. dan kenapa berani-beraninya aku mengupload ini hue;; sumveh gak tahan ;A;
a/n3. judul diambil dari lagu berjudul sama; © cyua/hiroyuki sawano. ah yeah.
"Aku… ingin menjadi lebih kuat."
Zhang Bao mengerjapkan kedua matanya. Tidak menyangka bahwa jawaban seperti yang keluar dari mulut Guan Yinping. Setahunya, Guan Yinping adalah gadis yang menyukai banyak hal menarik dan baru; jadi Zhang Bao pikir alasan Guan Yinping belajar bela diri dan ilmu pertempuran karena ia tertarik. Tapi, ternyata tidak.
"Hmm." Gumaman dari Zhang Bao. Ia mengernyitkan alis. Masih heran. "Tapi, kenapa? Jujur saja, kalau aku boleh bilang—bahaya untukmu mengikuti hal-hal seperti ini. Wanita cantik sepertimu lebih cocok bekerja dalam Istana."
"Tidak." jawab Guan Yinping, tegas. "Aku tak mau menjadi wanita hanya mengurusi tetek bengek seperti itu. Aku… Bagaimana bilangnya, ya?"
Guan Yinping menengadahkan kepala, menatap sekilas langit yang begitu cerah pada hari, tanpa ada setitik awan. Kemudian pandangannya berganti fokus, pada bunga-bunga yang bermekaran di taman istana, mewarnai tanah cokelat datar dengan warna-warna yang vibran.
"Aku tak ingin jadi wanita… yang terus-terusan dilindungi." lanjutnya lirih. "Aku juga ingin melindungi apa yang berharga untukku. Ayah, Ping-gege, Suo-gege, Xing-gege, pokoknya… Seluruh Shu akan kulindungi."
Sekarang Guan Yinping menatapnya. Dan Zhang Bao membalas tatapannya. Ia menyukai tatapan teduh dan lembut yang biasa dipancarkan oleh dua lensa Guan Yinping. Namun untuk kali ini, ia tercenung. Ada keteguhan yang terlihat jelas pada kedua mata Guan Yinping, terpancar secara terang-terangan.
Dan Zhang Bao bisa merasakannya. Guan Yinping tidak main-main untuk kali ini.
"Aku mengerti." ujar Zhang Bao akhirnya, manggut-manggut mengerti. "Kau punya niat yang bagus. Sayangnya, kemampuanmu belum seberapa dibanding saudara-saudaramu. Bukannya bermaksud menakut-nakuti, tapi bisa saja kau tewas duluan, tahu?"
Sebab Zhang Bao tahu: dunia ini kejam. Makanya, pertempuran antar Tiga Negara di Cina ini terjadi. Dan, kematian tak pernah pilih kasih memilih siapapun yang akan diajaknya. Mau jelek atau cantik, mau miskin atau kaya, mau tua atau muda.
Bisa saja Guan Yinping mati—dan dia tak mau. Dia khawatir, dia takut. Dia tak mau kehilangan sosok yang sudah ia kenal akrab sejak kecil.
Senyum Guan Yinping mengembang, bersamaan dengan tatapannya yang melembut. "Makanya itu, aku tadi memintamu untuk bertarung denganmu. Kalau dengan Zhang Bao, aku tidak akan takut. Lagipula," tawa renyah lolos dari mulut Guan Yinping. "kalau aku dalam bahaya, pasti Zhang Bao akan melindungiku seperti biasanya. Iya, 'kan?"
Mendengarnya, Zhang Bao menatap gadis itu setengah tiang. Lagi-lagi, dengan mudahnya Guan Yinping berbicara. Selalu saja bertingkah seperti itu, sejak kecil. Tidak pernah khawatir, selalu bersikap optimis—sayang, kadang mengundang malapetaka kecil. Tidak heran kalau orang-orang sekitarnya jadi begitu protektif terhadap Guan Yinping. Termasuk dirinya.
"Bagaimana?" tanya Guan Yinping, setengah mendesak.
Zhang Bao menghela napas, pasrah. "Baiklah." Ia mengulurkan kedua tangannya, mengacak-acak surai hitam obdisian Guan Yinping. "Aku akan ikut bersamamu, asal kau tidak merengek manja atau ngedumel."
Yah, apa boleh buat, pikir Zhang Bao sambil terbahak-bahak melihat reaksi Guan Yinping setelah ia mengacak-acak rambutnya. Seraut wajah manis itu sekarang terlihat menggelikan dengan kedua pipi menggembung dan mulut manyun.
Aku memang tidak pernah bisa menolak keinginanmu, 'kan, Yinping?
