Disclaimer: Bleach itu adalah milik Tite Kubo sensei.

Kalo punya saya, akan saya buat Hitsugaya itu punya kakak dan kakaknya mati karena dia! (Itu mah fanfic elo dodol!)

Hitsugaya itu adalah milik saya.

Ichigo juga.

Begitu pula dengan Byakuya XDD

The Nightmare Invitation yang sebenarnya adalah milik:

Story: Rei Nekoshima sensei

Art: Akira Ootsuka sensei

Noal itu punya saya XDD

Yang digaris miring kebanyakan Rukia POV.

ini fic terakhir saya sebelum hiatus ^^

Cekidot cekidot~

.

.

.

.

The Nightmare Invitation.

Sebuah toko bernama 'The Dream' s Invitation menyediakan benda apa pun yang dibutuhkan seseorang yang sedang dalam kesulitan.

Setiap orang yang berkunjung ketoko tersebut akan mendapatkan benda yang dapat menyelesaikan masalahnya. Namun, penyelesaian itu harus dibayar dengan jiwa orang yang dikasihinya, atau bahkan jiwanya sendiri

.

.

.

Chapter 1

Buku Ramalan Aglippa

.

.

.

.

Rukia memandang keluar jendela. Pandangannya tertumpu pada kelopak-kelopak Sakura yang tengah berguguran. Ia tersenyum.

"Ah, musim semi sudah tiba. Anginnya hangat. ….Hahh…. Seandainya saja disaat seperti ini aku tengah berjalan-jalan ditaman bersama orang yang kusuka. Aku dan…."

"Ichigoooo!"

Rukia tersentak tatkala mendengar sebuah suara nyempreng yang seakan menendang gendang telinganya itu.

Ia melihat seorang gadis berkuncir ekor kuda tengah menghampiri seorang pemuda berambut oranye cerah. Gadis itu membawa sesuatu ditangannya. Sebuah majalah remaja yang akhir-akhir ini sedang in.

"Ada apa, Senna?" Tanya pemuda itu malas. Gadis itu menunjukkan majalah yang dibawanya.

"Lihat deh, Ichigo. Kata ramalan dimajalah ini, aku dan kamu lagi kasmaran berat lho!"

Ichigo mengambil majalah itu dan membacanya.

"Apaan nih? Tulis nama kamu dengan huruf Hiragana lalu dihitung jumlahnya…. Hahhh, majalah beginian kamu percaya…"

"Ini beneran kok!"

Rukia memandang mereka dengan iri. Lebih tepatnya ia memandang sosok pemuda tampan yang tengah beradu mulut dengan gadis berkuncir ekor kuda itu.

Ichigo Kurosaki.

Ketua OSIS disekolahnya, sekaligus orang yang sangat didambakannya.

"Kecentilan amat dia manggil Kurosaki dengan manja!"

"Rangiku?"

Rukia menoleh tatkala menyadari bahwa Rangiku Matsumoto, teman sebangkunya telah duduk disampingnya. Gadis berambut blonde itu mengomel-ngomel sambil menuding wajah Rukia.

"Kamu juga Rukia! Apa kamu mau membiarkan si Senna itu berbuat seenaknya?"

"A… apa maksudmu, Rangiku?"

"Kamu juga menyukai si Ichigo Kurosaki itu kan?"

"Kyaaa!" Rukia membekap mulut Rangiku dengan tangan kanannya.

""Jangan keras-keras Rangiku! Nanti dia dengar!"

Rangiku mengusap-usap wajahnya.

"Ah, Rukia, kamu nggak perlu sungkan sama Senna! Mereka berdua kan nggak pacaran!"

"Aku tahu sih, tapi…."

"Majalah yang dibawa Senna tadi sebenarnya sudah kubaca kemarin…. Aku juga telah meramal tingkat kecocokanku dengan Ichigo dan hasilnya….. 100 persen pacaran… aduhhhh… "

"Dasar , kalau semuanya bisa diselesaikan dengan ramalan, kita nggak perlu susah-susah hidup didunia kan?"

Kata-kata Rangiku itu seakan menusuk jantung Rukia. Membuatnya tersadar dari lamunannya. Rangiku mengambil tasnya dari kolong meja dan beranjak keluar dari kelas. Rukia mengikutinya.

.

.

.

.

"Memangnya kamu benci ramalan ya, Rangiku?" Tanya Rukia ditengah perjalanan. Rangiku hanya membuang nafas.

"Bukannya benci sih. Aku hanya tidak suka pada orang yang terlalu bergantung pada ramalan tanpa mau berusaha apapun. Itu artinya kita sebagai manusia hanya bisa bergantung kan?"

Rukia hanya mengangguk pelan. Ia menatap sahabat karibnya itu.

"Benar sih… seandainya saja aku secantik Rangiku, aku pasti punya kepercayaan diri untuk membuka jalanku dan tentu saja punya keberanian untuk menyatakan perasaanku pada orang yang kusuka…. Sedangkan aku yang sekarang ini sama sekali tidak mempunyai keberanian untuk melakukan apapun. Rasanya tidak salah kan kalau ramalan akan memberikan sedikit keberanian untukku?"

"Nah, sampai jumpa Rukia." Rangiku berjalan kearah yang berlawanan dengan Rukia. Jalan rumah mereka memang berbeda. Ia terus melangkah sambil merenung. Tiba-tiba matanya menangkap siluet sesuatu.

Sebuah toko dengan bangunan yang nampak kuno.

Didepan toko itu terpampang dengan jelas sebuah papan nama dengan ukiran yang sangat indah.

"The Dream's Invitation…" Gumam Rukia.

Kakinya melangkah sendiri mendekati toko itu. Entah mengapa, rasanya seperti ada sesuatu yang menariknya dan memaksanya untuk masuk kedalam toko.

Seorang pria dengan topi berwarna hijau-putih menyambutnya ketika ia masuk kedalam toko.

"Selamat datang di Dream's Invitation. Ada yang bisa kubantu?" Tanya pria itu sopan.

"Eh? Itu aku…." Rukia menjadi bingung sendiri tatkala menyadari bahwa ia telah masuk kedalam toko itu. Pria itu tersenyum.

"Namaku Kisuke Urahara. Aku adalah pemilik toko ini. Mungkin ada yang bisa kubantu?"

"Emmm anu sebenarnya ini toko apa ya?" Rukia merasa malu ketika menanyakan pertanyaan itu. Ia tidak tahu ini toko apa tapi malah masuk dengan seenaknya.

"Toko ini bernama Dream's Invitation. Toko yang menjual barang-barang yang bisa mengabulkan semua keinginan."

"Kei…nginan?"

Pria itu mengangguk.

"Benar. Apapun keinginanmu, bisa dikabulkan dengan salah satu benda ditoko ini. " Urahara mengarahkan tangannya pada benda-benda yang tersusun rapi didalam toko itu.

Rukia memandang seluruh benda-benda itu. Sebuah buku membuatnya tertarik. Ia pun menghampiri buku yang tertutup debu tebal itu.

"Ini buku apa? Tulisan disampulnya ini artinya apa?" Tanyanya sembari membersihkan debu disampul buku itu. Urahara menghampirinya.

"Itu adalah huruf khusus teknik sihir dan buku ini adalah buku ramalan angka Gumatoria. Ini adalah salah satu karya seorang guru sihir besar diabad keenam belas bernama Aglippa."

Rukia memandang buku itu. Tangannya membelai sampul buku yang terbuat dari beludru lembut.

"Buku ramalan?"

"Benar sekali. Hal-hal yang diramalkan buku ini seratus persen tepat."

"Be…betulkah…?"

Pria itu tersenyum.

"Tentu saja. Kalau aku bohong kau tidak usah bayar kok."

Rukia memutuskan untuk membeli buku itu. Ketika ia bertanya berapa harganya, pria itu hanya tertawa pelan.

"Tidak usah dibayar sekarang. Kalau impianmu telah terkabul, barulah kau boleh membayarnya."

"Ah, terimakasih." Rukia membungkuk dihadapan pria itu sekali.

"Tidak usah sungkan begitu. Aku hanya ingin membantumu kok."

Rukia memandang pemlik toko itu. Ia memancarkan aura keramahan yang kuat.

"Tapi ingat satu hal…." Kata pria itu tiba-tiba.

"Apa…?"

"Cara meramal dengan buku ni sangatlah mudah. Hanya saja, kau harus melakukannya dengan sangat hati-hati. Sebab semua yang diramalkan buku ini pasti jadi kenyataan…"

Rukia mengangguk mengerti dan pergi.

"Semoga Tuhan memberkatimu, ya!" Kata pria itu sambil melambaikan tangannya.

"Terimakasih, Urahara-san."

Urahara masih tersenyum saat tiba-tiba dibelakangnya muncul sesosok gadis berkulit gelap dengan rambut berwarna lavender tua. Gadis itu menyeringai.

"Semoga Tuhan memberkatimu? Darimana kau mendapatkan kata-kata itu, Kisuke?"

Urahara menurunkan tangannya dan memasukkannya kelengan bajunya yang panjang sambil tersenyum.

"Yah, tidak ada salahnya kan aku berkata seperti itu?"

Gadis itu melangkah kedalam toko.

"Tentu saja sangat salah. Karena kau tahu, orang yang mengambil barang dari toko kita tidak akan pernah diberkati, oleh mahluk bernama Tuhan itu…."

.

.

.

.

Rukia keluar dari kamar mandi. Dilihatnya buku bersampul merah itu tergeletak begitu saja diatas meja belajarnya. Ia duduk diatas kursi dan mulai membuka buku itu.

"Hmmm menurut petunjuknya… mula-mula aku harus menuliskan namaku dan nama orang yang ingin kuketahui nasibnya dengan huruf latin…. Lalu, dari huruf latin tadi harus diubah menjadi huruf sihir ini. Kemudian huruf-huruf sihir harus diganti dengan angka peruntungan nasib dan dijumlahkan…."

Rukia menjalankan intruksi dalam buku itu dengan hati berdebar-debar. Batinnya ragu, benarkah dengan melakukan hal ini ia bisa mengetahui nasibnya?

"….Hm…. dari angka-angka yang dijumlahkan tadi, aku bisa mengetahui peruntunganku…."

Rukia mulai membolak-balik buku itu dan mencari halaman yang sesuai dengan perhitungannya. Ia terkejut saat melihat hasil ramalannya.

Dalam waktu dekat ini kamu akan didekatinya secara tiba-tiba dan kalian tidak akan terpisahkan untuk selamanya.

"A… apa…? Ini mustahilkan?"

Gadis itu melengos dari kursinya. Wajahnya yang manis memerah.

"Ukhh… bodohnya aku… kok percaya yang beginian ya?"

Rukia menatap buku itu.

"Semoga benar-benar jadi kenyataan ya…."

.

.

.

.

Keesokan harinya, saat ia tengah berlari terburu-buru karena telat masuk kelas, ia menabrak seseorang. Betapa kagetnya ia saat mengetahui bahwa orang yang ia tabrak itu adalaah Ichigo.

"Ah, kau tidak apa-apa kan Rukia?"Tanya pemuda itu sambil membantu Rukia berdiri.

"A… aku tidak apa-apa kok…Ichi…go…" Jawabnya dengan wajah memerah.

Rukia segera membereskan buku-bukunya yang berhamburan dilantai. Ichigo turut membantunya.

"Eh, ini kan novelnya Robert A. Heinlein? Jadi kamu juga suka novel karyanya ya?" Tanya Ichigo bersemangat. Ia memegang novel milik Rukia yang ikut terjatuh tadi.

Rukia mengangguk.

"Enggg aku suka Science Fiction. Aku juga punya beberapa karyanya yang lain…"

"Benarkah? Boleh aku pinjam? Aku juga suka Heinlein tapi ada beberapa bukunya yang belum aku baca."

"Tentu saja. Lusa kubawakan, ya?"

"Terimakasih, Rukia!" Ichigo menggenggam tangan gadis itu. Rukia blushing.

"Ichigo, kemana aja sih kamu! Pertemuan OSISnya mau mulai tahu!" Bentak seorang gadis pada Ichigo. Gadis dengan rambut diikat ekor kuda.

"Ah maaf Senna, aku lupa. Bye Rukia!" Ichigo melambaikan tangannya pada Rukia dan berlari menuju ruang OSIS. Sekilas, Rukia melihat Senna mendelik padanya. Namun gadis itu akhirnya pergi begitu saja menyusul Ichigo.

"Wah hebat juga kau Rukia. Salut deh." Rangiku menggamit pundaknya.

"Apaan sih Rangiku." Tanyanya sebal dengan wajah masih memerah.

Rangiku hanya tersenyum-senyum.

"Hmmm, gimana kalau kita ngadain kencan ganda?"

"Eeh?"

Rangiku berbisik ditelinga Rukia.

"Gini, aku bakal ngajak pacarku, si Gin. Kamu ajak si Ichigo juga. Terus entar kita pisah jalan biar kalian bisa berduaan. Ide yang bagus kan?"

"Tapi…"

"Ayolah Rukia. Hanya inilah kesempatanmu untuk berbicara banyak dengan Kurosaki tanpa harus diganggu Senna. Tenang aja, Kurosaki pasti mau kalo aku yang minta. Kita kan teman sejak kecil."

"Baiklah…."

"Ok, jadi besok datang jam 10 pagi ditaman Karakura ya. Jangan terlambat lho!"

"Terimakasih ya, Rangiku."

"Sama-sama."

.

.

.

.

Rukia menunggu dengan perasaan tidak karuan. Ia sudah mencuci rambutnya kemarin. Ia juga telah mengenakan baju barunya yang baru saja dibelikan sang ibu minggu lalu. Gadis itu mengecek jam tangannya.

Baru pukul sepuluh lewat lima menit. Rupanya ia datang terlalu cepat.

"Duhh…. Gimana nih? Nanti aku harus ngomong apa ke Ichigo? Gimana nih…?" Rukia bergumam gelisah. Tiba-tiba, dari arah gerbang taman, ia melihat sesosok pemuda.

Ichigo.

"Ah, I… Ichigo…? Anu si Rangiku belum datang, jadi…."

Pemuda itu hanya tersenyum dan memeluk Rukia. Gadis itu terkejut.

"I…Ichigo….?"

"Kita akan bersama selamanya…" Kata pemuda itu pelan. Rukia tersentak kaget.

"Semua yang diramalkan buku ini pasti jadi kenyataan…"

"Dalam waktu dekat ini kamu akan didekatinya secara tiba-tiba dan kalian tidak akan terpisahkan untuk selamanya."

Ucapan pria pemilik toko dan hasil ramalan yang ia dapatkan itu terngiang-ngiang dikepala Rukia.

"Benar, semua yang diramalkan pasti jadi kenyataan…" Ucapnya dalam hati. Ia balas memeluk pemuda itu dengan erat.

"….Iya, Ichigo…. Kita takkan terpisahkan, selamanya….."

.

.

.

.

"Ah, Gin kamu kok telat banget sih jemputnya! Kan kasihan si Rukia dia pasti udah nunggu lama disana!" Gerutu Rangiku pada pemuda berambut silver disampingnya. Pemuda itu hanya menggaruk-garuk kepalanya.

"Maaf, Rangiku. Tadi aku ada urusan penting…"

"Huhh!"

Tiba-tiba langkahnya terhenti tatkala melihat dua orang yang tengah berpelukan ditaman yang sepi itu. Ia menarik lengan baju Gin dan bersembunyi dibalik pohon Flamboyant yang tumbuh subur disana.

"Kenapa sih, Ran?" Tanya Gin heran. Rangiku menaruh telunjuknya didepan bibir.

"Ssshhh…. Itu si Rukia sama Ichigo."

Gin mengalihkan pandangannya pada arah yang ditunjukkan Rangiku. Ia menyeringai.

"Wah, nampaknya gadis itu tidak sepolos yang kau kira, Ran."

Rangiku menginjak kaki Gin dengan kesal, membuat pemuda itu menjerit pelan.

Ia tersenyum-senyum dan menarik Gin pergi dari tempat itu.

"Hebat Rukia-chan. Kutunggu laporanmu besok ya!"

.

.

.

.

"Ichigo..." Rukia menghampiri pemuda berambut oranye itu. Pemuda itu menoleh padanya.

"Ada apa Rukia?" Tanya Ichigo ramah. Senna yang berada tepat disamping pemuda itu menekuk alisnya dan memandang Rukia sebal.

"Ini, buku Heinlein yang aku janjikan padamu." Rukia menyerahkan buku bersampul hijau muda itu pada Ichigo. Ichigo tersenyum senang.

"Wah, makasih ya."

Rukia mengangguk.

"Oh iya, hari minggu nanti kita mau kemana Ichigo?" Tanyanya riang. Ichigo menatapnya tidak mengerti.

"Hari minggu?"

"Iya, kemarin kan kita udah janji minggu depan mau jalan-jalan. Aku sih maunya ke museum di Ueno…"

"T… tunggu dulu. Apa maksudmu dengan kemarin? Kemarin aku pergi dengan orangtuaku."

"Eh, tapi kemarin kan…."

"Ahahaha! Pasti kamu mimpi deh! Ya ampun, mimpi dikirain nyata. Kasihan banget deh." Celetuk Senna sembari tertawa keras.

"Bo…bohong…."

Rukia merasa sangat dipermalukan. Ia berlari keluar kelas sambil membawa tasnya padahal jam pelajaran baru akan dimulai. Didepan pintu ia menabrak Rangiku.

"Ru… Rukia…? Kenapa?"

Rukia tidak menggubris gadis itu dan berlari pergi, airmatanya mulai menetes. Rangiku menghampiri Ichigo yang diam mematung dan Senna yang masih tertawa terbahak-bahak.

"Apa yang sebenarnya terjadi?" Tanyanya marah. Senna menjawab sambil tertawa geli.

"Hahaha, bodoh sekali dia. Masa dia bermimpi kencan sama Ichigo dan mengira itu nyata! Hahaha!"

Rangiku menatap Senna tajam.

"Itu memang benar kok. Aku sendiri yang melihatnya kemarin."

"A…apa…?" Ichigo memegang pundak Rangiku. Tangannya gemetar.

Rangiku menepis tangan pemuda itu.

"Jangan berlagak nggak tahu deh! Aku lihat kemarin kalian berdua pelukan tahu!"

Ichigo jatuh terduduk. Wajahnya pucat pasi.

"Ada apa Ichigo…?" Tanya Senna cemas. Ichigo memegang kepalanya.

"Itu… itu bukan aku! Mungkin itu adalah kakakku yang hilang 3 tahun lalu!"

.

.

.

.

Rukia melangkah menuju The Dream's Invitation. Ia meletakkan buku itu diteras toko sambil menangis.

"Seharusnya aku tidak percaya pada benda seperti ini. Seharusnya aku….."

Tiba-tiba, dikaca etalase toko muncul bayangan seorang pemuda. Rukia kaget dan menoleh kebelakang.

"I…Ichigo… kenapa kamu kesini? Kenapa kamu mengejarku!" Katanya histeris. Airmatanya kembali mengalir. Pemuda itu memeluknya lembut. Merengkuhnya dalam pelukan yang hangat dan nyaman.

"Kita akan selalu bersama, selamanya…." Bisik pemuda itu ditelinga Rukia.

Rukia balas memeluk pemuda itu erat.

"Jangan-jangan, karena ada Senna ya? Jadi kamu berkata seperti itu?" Tanyanya pelan.

"Tidak kamu salah. Karena pemuda itu, BUKANLAH Ichigo."

Urahara muncul dari dalam toko. Ia menggenggam buku ramalan itu.

"A… apa….?" Rukia menoleh kepada pria itu. 'Ichigo' masih memeluknya erat.

Urahara membuka lembaran buku itu dan membacanya sambil menyeringai.

"Rukia, kamu melakukan kesalahan dalam mengubah huruf latin menjadi huruf sihir dan kalau dibaca huruf ini berbunyi 'Hichigo'. Nama kakak kembar Ichigo yang telah meninggal 3 tahun yang lalu."

"Apa?" Rukia memandang pemuda didepannya dan menjerit keras. Tubuh pemuda itu mulai membusuk, bola matanya lepas dari rongga tengkorak kepalanya, belatung-belatung bergelayutan ditubuh pemuda itu.

"Khukhukhu, sudah kubilang kamu harus hati-hati kan?" Kata Urahara sambil tertawa kejam.

"KYAAAAAAA!"

"Kita akan bersama, selamanya….."

.


Nah, selesai sudah?

Ini bukan Oneshoot lho~

Ini harusnya berchapter tapi tiap chapter ceritanya beda.

Mungkin mii bakal ngapdet fanfict ini cuma kalo ada ide aja XDD

Oh iya, Nightmare Invitation itu adalah sebuah manga lama lho~

Gambarnya masih jadul and lawas-lawas gitu XD

Tapi yang namanya maniak buku mau diapain lagi?

Selain Nightmare Invitation, Mii juga suka sama Pengantin Demos dan komik-komik jadul misteri lainnya .

Soalnya kalo komik Jadul itu adegan bloody-bloodynya nggak disensor (berburu komik jadul)

Lagipula kalo ada komik jadul yang nggak laku harganya bisa turun drastis lho~

Terakhir Mii beli sekilonya (?) lima ribu.. (PLAKKK!)

Bohong!

Terakhir mii beli sepuluh ribu dapet empat!

Wakakakakaka XDD

(lho kok malah curhat?)

Mii udah berusaha ngubah fic ini dengan cerita aslinya~

Banyak banget cuma jalan ceritanya aja yang sama

Lalala~

Mii minta maaf soal kata-kata si Yoruichi yang diatas itu ya T^T.

Soalnya mereka kan iblis?

Ah pokoknya review sajalah~ m 0m