My deepest apologize and thankfully to all of you, my friends. Tadaima. An UlquiHime fic. Untuk chapter selanjutnya, Cha akan menggunakan pairing sesuai permintaan readers. Hahaha... :) Jadi, mau pair apa?
Anyway, please enjoy this fic, minna!
-Tujuh Tanda Cinta-
[Satu : Selalu Ingin Melihatmu]
Disclaimer : Bleach © Tite Kubo
Rated : T
Genre : Romance/Friendship
Pairing(s) : UlquiHime
WARNING : typo(s), OOC
Summary : Cinta... Apa kita sadar ketika ia datang? Atau, apa kita tahu saat ia menghampiri? Oh, tentu tidak, cinta itu kan aneh.
-Second POV-
Pertama kali kamu melihat dia, adalah saat Aizen-sama memintamu untuk menjemput—ahh, bukan—menculiknya. Dia adalah seorang perempuan berambut panjang dengan warna oranye kalem.
Awalnya kamu menganggap ia seperti sampah-sampah lain yang ada di depan matamu—mengganggu. Tapi, kamu tahu kan, kalau ada pepatah mengatakan, tak kenal maka tak sayang? Atau pepatah yang bilang kalau cinta akan muncul jika sering bertemu. Tentu kamu tahu dan paham jelas artinya, bahkan dapat merasakannya.
Merasakannya?
Tentu. Kamu bahkan tidak bisa menyembunyikan keceriaan dibalik wajah datar tanpa ekspresimu saat melihatnya. Bukankah itu wajar untuk seseorang yang tengah dilanda asmara? Jantung berdetak lebih cepat, bibir rasanya ingin tersenyum terus dan padang kering Hueco Mundo saja bisa jadi taman bunga di bayanganmu.
Sejak kedatangannya—Orihime Inoue, kamu selalu saja menunggu saat-saat kamu akan melihatnya, bertemu dengannya. Entah itu saat mengantarkan makanan untuknya, atau hanya sekedar menengok ke dalam kamar tahanannya. Kamu rela menyisihkan waktumu hanya untuk mendengar ceritanya—cerita tak penting yang bahkan tidak kamu tanggapi dengan serius. Namun anehnya, cerita dari bibir gadis itu selalu menyenangkan hatimu. Menggelitik. Seolah ada yang bergolak di dalam dirimu.
Hari ini, seperti biasanya kamu datang ke kamar tahanannya. Baru saja membuka pintu, mata hijaumu langsung membulat sempurna melihat ia tengah terduduk sambil memeluk lutut dan membenamkan wajah manisnya disana. Kamu tetap memasang wajah tanpa ekspresi—susah payah menyembunyikan perasaan khawatir—lalu berjalan perlahan mendekati gadis itu.
"Kau kenapa, onna?" tanyamu datar.
Dia diam, namun kamu dapat mendengar suara kecil, kecil sekali, tapi cukup untuk kamu dengar, suara tangisnya—Orihime. Dan kali ini kamu tidak dapat lagi menyembunyikan sorot khawatir dari matamu.
"Onna, kau kenapa?"
Masih tidak ada jawaban darinya, hanya sedikit gerakan tak berarti darinya. Tak berarti, Ulquiorra Schiffer? Tentu saja, karena itu sama sekali tidak menjawab rasa penasaranmu.
Pada akhirnya kamu memutuskan untuk berlutut di dekatnya, lalu menarik pelan kedua tangan yang ia gunakan untuk menutupi wajahnya.
"Kau kenapa?" tanyamu saat dapat melihat mata sembabnya.
"Tidak apa-apa," jawabnya lirih.
"Kau menangis."
"Tidak."
"Bohong."
"Ulquiorra-kun..." air matanya mulai luruh lagi.
"..."
"Aku tahu ini aneh, tapi saat aku bangun tadi... tiba-tiba aku rindu pada Kurosaki-kun."
DEG!
Perasaan apa itu? Kamu sendiri tampak tidak mengerti dengan debaran yang berasal dari dalam dadamu. Rasanya kamu ingin sekali marah, tapi untuk apa? Toh, gadis ini bukan siapa-siapamu—bukan kekasihmu, dan kamu hanya senang bila melihatnya.
"Ulquiorra-kun?"
"Sampah itu akan segera datang."
Ya, pada akhirnya, kata-kata itu yang meluncur dari bibir pucatmu, membuat mata gadis itu membulat sempurna dan tersenyum tipis. Kamu amat menyukainya. Senyum itu, senyum yang hanya dimiliki dia—Orihime Inoue.
Kemudian, seperti hari-hari sebelumnya, banyak cerita yang meluncur dari mulut gadis itu, dan kamu tidak keberatan mendengarnya.
Siapa yang paling kamu percaya? Aizen? Baik katakan saja karena ia membuatmu menjadi arrancar, kamu mempercayainya. Tapi, anehnya, kamu lebih percaya pada dia—orang yang baru beberapa waktu lalu dekat denganmu.
Dekat? Karena ia adalah tahanan khusus dan hanya kamu yang diperbolehkan merawatnya, katakanlah kalian menjadi dekat. Setidaknya untuk saat ini.
Hari ini pun kamu berkunjung ke kamar tahanannya, dan ternyata ia tengah terlelap di atas tempat tidur. Kamu mendekati dan memperhatikannya. Sesekali ia menggeliat dan selalu saja seperti ada yang bergolak di dalam dirimu. Rasanya aneh, tapi kamu senang sekali memandangi wajahnya yang sedang terlelap. Manis.
"Ng..." ia lagi-lagi menggeliat.
Kamu sama sekali tidak bergerak mundur sejengkal pun dari tempatmu berdiri, malah mendekatinya dan membungkuk rendah ke dekat wajahnya. Begitu damai dan tanpa beban. Kamu mengulurkan tanganmu ke wajahnya, lalu membelai pipinya lembut dengan punggung jari telunjukmu, membuat dia bergerak sedikit. Sejujurnya saat ini kamu merasa geli dengan apa yang kamu lakukan, seperti ada serangga yang terbang di dalam perutmu. Love bug.
"Aishiteru," tiba-tiba bisikan kata itu keluar dari mulutmu, tak jauh dari telinganya.
Kamu menghela nafas panjang, lalu bangun—beranjak dari ruang kamar tahanan itu. Tentu saja kamu tahu jelas kalau ia tidak akan mendengar bisikmu di telinganya tadi, tidak akan pernah. Tapi, kamu tahu cinta itu diluar logika?
"Aishiteru yo."
Dan gumam dari gadis itu membuatmu terpaku dan menoleh sekali lagi.
.
.
~O W A R I~
.
.
#curhat : Cha mau protes! Kenapa banyak review di 'last' fic Cha? Kan Cha (ceritanya) jadi terharu. Habis, nggak pernah ada teman yang sebegitu carenya dengan Cha. =3= #halah #lebay Oke, maafkan Cha yang ceplas ceplos ini.
Well, pada akhirnya Cha malah nggak tega ninggalin FFn. Cha masih terlalu sayang pada sahabat, kakak, dan adik Cha di FFn. Bah! Silahkan hukum Cha karena cari sensasi kayak artis infotainment (?).
I'm promise that I'll never out (again) from FFn. Terima kasih karena kalian semua—penghuni (?) FFn—dengan suka relanya menjadi teman author-tidak-bertanggung-jawab-ini. (Siapa yang hamil? #salahwoi)
Nee, mind to RnR, readers?
