Chapter 1

Hello guys, I'm a newbie here. Jadi mohon bantuannya *bungkuk – bungkuk*. Jangan terlalu keras denganku ya –peace- . Ini adalah fic pertamaku. Sebenarnya aku ingin membuat fic dalam bahasa inggris, karena aku sering membaca english fic juga. Tapi oh well, ternyata kemampuanku masih belum cukup T^T . Btw, aku ini fujoshi. Jadi aku bakal membuat banyak fic yaoi/shounen ai.

Di fic ini aku memasukkan beberapa karakter dari Uraboku. Tapi ini tetap fandom Vampire Knight. Dan pair utamanya tetap Kaname dan Zero. Ceritanya dimulai setelah status Yuuki sebagai adik Kaname terungkap (sebenarnya aku nggak suka & nggak pernah liat animenya, tapi setidaknya tau ringkasan ceritanya ^^).

Well, enjoy..!

.

Title : Silver Petals

Pairing : KanaZero, etc

Disclaimer : I don't own Vampire Knight and Uraboku

Warnings : boyxboy(bagi yang tidak suka, sebaiknya keluar/press 'back' button), rated M, language, lemon (later chapter), Author amatiran T_T, OOC, typo(s), tidak sesuai dengan EYD

"Blablabla" : present

"Blablabla" : flashback

"Blablabla" : dream

.

.

~Silver Petals~

'What the hell?' Dalam hati, Zero berteriak keras. Saat ini, dia berada di ruang makan untuk sarapan. Tetapi, hal yang tidak dia duga adalah vampire pureblood bersaudara duduk dihadapannya. Sarapan bersamanya.

"Kaien, apa yang makhluk vampire ini lakukan disini?", geram Zero sambil menatap Kaname dan Yuuki dengan tajam. Kaname terlihat tidak peduli dengan tatapannya. Sedangkan Yuuki hanya menundukkan kepala dengan senyuman sedih di wajahnya.

"Zero-chan, akulah yang mengundang mereka kesini. Aku hanya ingin sarapan bersama sekeluarga", jawab Kaien dengan nada riang seperti biasa. Wajah Zero mengeras tidak suka.

"Cih.." Zero berdecak kesal berniat untuk bangkit dan meninggalkan ruang makan. Tetapi Kaien mencegahnya.

"Zero, aku mohon hanya sekali ini saja. Makanlah bersama kami."

Zero menatap lekat ayah tirinya. Kemudian beralih menatap vampire kakak beradik di seberang meja. Tidak ada pilihan lain. Berdecih pelan, Zero kembali duduk tanpa menatap dua orang di hadapannya. Zero melakukan ini hanya demi Kaien. Hanya itu saja.

"Baiklah silahkan makan. Makanan ini Zero-rin yang membuatnya loh.", ujar pria berambut pirang dengan bangga.

Mendengar itu, Kaname dan Yuuki menatap Zero. Senyuman kecil dari Yuuki dan tatapan ragu dari Kaname. Yang ditatap tidak menghiraukan ekspresi mereka, hanya bergumam tidak jelas.

"Benarkah?", tanya Yuuki pelan. Senyum masih terpampang diwajahnya. Dia sangat merindukan masakan kakak tirinya itu.

"Aku tidak pernah tahu kau bisa memasak Kiryuu.", ujar Kaname menyeringai kecil.

"Shut up, Kuran!"

Dengan ucapan 'Ittadakimasu', mereka mulai menyantap sarapan di meja makan. Tidak ada kalimat yang terucap. Bahkan Kaien yang biasanya ramai pun tidak mengeluarkan suara apapun. Dan Zero ingin keadaan tetap seperti ini. Moodnya sangat buruk hari ini.

Orang pertama yang selesai adalah Zero. Tidak ingin berlama-lama dengan vampire, Zero segera beranjak menuju dapur untuk membersihkan dapur dan mencuci piringnya. Saat memasuki dapur, Zero menghentikan langkahnya sejenak. Wajahnya sedikit mengernyit kesakitan merasakan sesak dan dingin di dadanya. Menggeleng keras, Zero kembali berjalan dan segera mencuci piringnya.

Beberapa hari sebelumnya, Zero sudah merasakannya. Sesak dan sakit di dadanya bercampur menjadi satu. Ditambah rasa dingin seakan jantungnya membeku membuatnya terkadang sulit bernapas. Zero tidak tahu apa yang terjadi padanya. Dan dia yakin ini bukanlah efek samping akibat tidak meminum darah beberapa minggu ini. Zero tidak berani memberi tahu ayah tirinya. Sudah cukup dengan masalahnya sebagai vampire level D. Dia tidak ingin menambah masalah dan membuat Kaien semakin khawatir dengan sesuatu yang tidak jelas ini.

Tangan Zero yang mencuci piring terhenti sejenak. Merasakan aura vampire yang mendekat ke dapur. Dia membiarkan vampire tersebut mendekat, yang kemudian berhenti dibelakangnya

"Letakkan saja piring itu dan pergilah dari sini, Kuran", ujar Zero dengan nada ketus, kembali mencuci piringnya.

Vampire dibelakangnya itu tidak bergerak atau mengeluarkan suara apapun. Tidak lama kemudian, Zero merasakan udara hangat berhembus dibelakang telinga kanannya.

"Tentu Kiryuu, terima kasih.", suara berat itu terdengar sangat dekat. "Dan makanan buatanmu sangatlah lezat, Kiryuu." Tubuh Zero merinding seketika.

Cklek

Seakan mengetahui apa yang akan dilakukan Zero, Kaname langsung menjauh. Tubuh Zero langsung berbalik dan menodongkan Bloody Rose miliknya ke kepalanya.

"Jangan coba mendekatiku lagi, Kuran sialan!"

"Aku tidak melakukan apapun, Kiryuu."

"Fuck you!"

"Jaga bicaramu, Kiryuu"

"Bullshit, Kuran!"

"Apa aku harus menciummu untuk bisa memperbaiki bahasa bicaramu itu, Kiryuu?" seringaian mulai menghiasi wajah Kaname.

"A-apa!" Zero berusaha keras menahan rona merah muncul diwajahnya. 'What the fuck! Kuran sudah kehilangan akal sehatnya!', dalam hati Zero berteriak. "Apa kau sudah gila Kuran!"

"Terima kasih telah mengkhawatirkan aku, Kiryuu. Tapi aku baik-baik saja.", respon Kaname santai. Itu membuat Zero semakin meledak.

"Aarrgghh.. Fuck!"

Doorrr

Peluru keluar dari Bloody Rose setelah Zero menarik pelatuknya. Tetapi, Kaname berhasil menghindar. Sehingga peluru tersebut menancap pada dinding dibelakangnya.

"Kaname-niisama?" suara itu berhasil mencuri perhatian Kaname dan Zero. Membuat mereka menoleh ke arah datangnya suara.

"Yuuki.." dengan begitu, Kaname memperbaiki postur tubuhnya. Tidak lupa dia memberi senyum kepada adik kesayangannya itu. Zero hanya menggeram kesal. Great, sekarang Vampire bertambah lagi. Dalam hati, Zero mulai mengutuk nasibnya. Menarik napas dalam-dalam, Zero menatap tajam mereka berdua.

"Baiklah. Karena semuanya sudah selesai, letakkan semua piring disini dan kalian bisa keluar dari sini. Biar aku yang membersihkannya.", ujar Zero pelan penuh dengan penekanan disetiap katanya. Masih dengan senjata tertodong.

"Tapi Zero-"

"Shut up Yuuki. Aku tidak ingin mendengar apa yang kau katakan.", potong Zero sebelum gadis itu bisa menyelesaikan kalimatnya. Seketika, ekspresi Yuuki jatuh.

"Kau sangat keras sekali pada Yuuki, Kiryuu. Apa kau tidak tau cara memperlakukan wanita dengan baik?", sela Kaname menyadari ekspresi sedih Yuuki.

"Tidak kepada vampire seperti kalian.", jawab Zero dengan pedas. Napas Zero menjadi terengah-engah. Dan dia tidak ingin menunjukkan kelemahannya didepan mereka. Tetapi, sepertinya Yuuki menyadari hal itu.

"Zero, kau baik-baik saja?", tanya Yuuki perlahan mendekati Yuuki.

"Hehh? Seperti kalian vampire pureblood bisa peduli pada vampire level D sepertiku."

"Kau kakakku, tentu saja ak-"

"Aku bukan kakakmu. Camkan itu", teriak Zero marah. Dia menatap Yuuki tajam, membuat gadis tersebut tercekat dan berhenti mendekat.

"Maa..maa..! Apa yang kalian lakukan disini? Dan turunkan Bloody Rose milikmu, Zero-rin", sela Kaien yang baru saja masuk dapur. "Kau baik-baik saja, Zero?", tanyanya begitu melihat Zero yang masih terengah-engah kehabisan napas, tetapi menurunkan Bloody Rose kesayangannya itu. Pria berambut silver itu hanya menatap mereka sebelum berbalik dan kembali berkutat dengan pekerjaannya.

"Bawa mereka keluar dari sini.", ujar Zero berusaha terdengar tegas.

"Sebaiknya kita kembali ke ruang makan. Kita bisa memiliki 'momen ayah dan anak', kau tidak rindu padaku Yuuki-chan?", ujar Kaien dengan mata berbinar-binar untuk membujuk Yuuki. Menatap Zero sebentar, gadis tersebut segera keluar dari dapur bersama Kaien. Hening sejenak.

"Kenapa kau masih disini, Kuran?", tanya Zero tanpa menatap pria di belakangnya itu. Dia bisa mendengar Kaname tertawa kecil.

"Kenapa kau seperti kehabisan napas, Kiryuu?", tanya Kaname sambil kembali mendekati Zero. Sedangkan yang ditanya hanya diam, berusaha mengatur napasnya. Rasa sakit itu masih belum hilang. Yang ada malah bertambah.

"Membutuhkan bantuan?"

"Itu bukan urusanmu. Enyahlah dari sini, Kuran."

"Kau membutuhkan darah?" Suara itu kembali menggelitik tengkuk leher Zero. Tiba-tiba sepasang tangan melingkar di pinggangnya. Merapatkan tubuh Zero ke dada milik Kaname. Rasa hangat muncul diantara mereka berdua. Zero berhenti sejenak.

"Lepaskan tanganmu."

"Kau sudah tidak minum selama 2 minggu, Kiryuu."

"Itu bukan urusanmu. Lepaskan!", ujar Zero mulai memberontak untuk melepas cengkraman Kaname. Tetapi, sepertinya kali ini dia gagal. Tubuhnya mulai melemah akibat rasa sesak di dadanya. Dan dada Kaname dibelakangnya memberi sebuah kehangatan pada tubuhnya.

'Crap, apa yang kau pikirkan, Zero?' Zero mengutuk dirinya sendiri karena berpikiran seperti itu tentang Kuran. Dia memberontak lebih keras. Tetapi, itu malah menyebabkan sebuah batuk keluar dari mulut Zero. Sontak, pria tersebut terdiam, menutup mulutnya dengan salah satu tangannya.

Disisi lain, Kaname sedikit terkejut. Itu bukanlah hal biasa. 'Apa yang membuat Kiryuu sulit bernapas sampai terbatuk seperti ini?' pikirnya. Tiba-tiba, Zero kembali terbatuk-batuk.

"Khh, lepas..", ujar Zero diantara batuknya. Wajahnya sedikit memerah. Bagaimanapun, Zero tidak ingin menunjukkan kelemahannya didepan pemuda brunet tersebut.

Melihat itu, Kaname menautkan kedua alisnya. Tangan kanannya bergeser menuju dada Zero, menyebabkan sebuah protes keluar dari mulut pemuda silver dipelukkannya.

'Dingin', itu adalah hal pertama yang Kaname pikirkan saat menyentuh dada Zero.

Heh? Bagaimana bisa?

Entah kenapa, Kaname semakin mempererat pelukannya. Seakan untuk memberi kehangatan pada pemuda tersebut.

"K-kuran, ap-", ujar Zero kembali memberontak

"Diam, Kiryuu. Apa kau lebih memilih orang yang ada di ruang makan mengetahui keadaanmu, hmm?", kata Kaname berbisik ditelinga.

Sontak, Zero terdiam. Sudah cukup Kaname yang tahu keadaannya ini. Dia tidak ingin Kaien dan Yuuki mengetahuinya. Menghela napas pasrah, Zero berhenti berontak dan bersandar pada Kaname. Berusaha mencari kehangatan dengan melepaskan sisa harga dirinya dalam pelukan musuhnya.

.

.

Setelah menutup pintu kamarnya, Zero menjatuhkan tubuhnya di kasur miliknya. Pikirannya kembali lagi pada kejadian di dapur tadi pagi. Pipinya merona merah mengingat perlakuan Kaname. Pelukkan tersebut membuat Zero bisa merasakan detak jantung Kaname. Entah kenapa, apa yang dilakukan Kuran itu berhasil mengatasi sesaknya.

Menggeleng keras, Zero menutup matanya, berusaha untuk tidur. Mengabaikan kedinginan yang serasa mencengkram jantungnya. Membiarkan rasa sesak di dadanya. Tidak menyadari seseorang tengah mengawasinya dalam tidur.

.

Kelopak Bunga Sakura. Itu adalah hal pertama yang Zero lihat. Melihat sekeliling, dia melihat banyak pohon sakura yang bunganya yang berjatuhan. Dan bunga tersebut mengingatkannya seseorang yang sangat Zero benci. Vampire Pureblood, Shizuka. Menautkan kedua alisnya, Zero mulai berjalan untuk mencari jalan keluar mimpinya saat ini. Dia baru menyadari Bloody Rose tidak ada bersamanya. Sudah sangat jelas ini adalah mimpi, iya kan? Tetapi Zero mulai sedikit takut. Sejauh apapun dia berjalan, Zero tidak menemukan apa-apa. Tidak bertemu dengan siapapun. Lalu bagaimana dia bisa keluar?

Tak lama kemudian, langkah kaki Zero berhenti. Dari kejauhan, Zero bisa melihat seorang pria tinggi berpakaian serba hitam. Pria tersebut juga memiliki rambut hitam. Zero tidak tahu pasti bagaimana wajahnya, karena pria asing tersebut membelakanginya. Pria berambut hitam tersebut menatap ke sebuah bola permata yang disangga oleh tumbuhan merambat dibawahnya. Dan apa yang Zero lihat itu? Permata itu terlihat retak, bercahaya dan... melayang?

Pria tersebut mengangkat tangan kanannya yang memegang sesuatu. Karena tidak jelas, Zero berjalan sedikit mendekat. Kelopak silver. Indah dan bercahaya. Itulah pikiran pertamanya tentang kelopak tersebut. Kelopak bunga berwarna silver itu memiliki ukiran-ukiran kecil berwarna keemasan. Tiba-tiba kelopak tersebut melayang menuju menuju bola permata. Bersinar dan terserap kedalam permata tersebut.

Hangat. Itu adalah hal pertama yang dirasakan Zero begitu kelopak tersebut terserap. Hangat tersebut menjalar ke seluruh tubuhnya, seakan bagian yang hilang kembali dalam tubuh Zero. Matanya terasa sangat berat untuk tetap terbuka. Apakah dia akan keluar dari mimpi ini?

"Sudah merasa hangat?"

Zero merasa tubuhnya dilingkup dalam sepasang tangan. Tanpa melihat siapa pemilik tangan tersebut, dia menyandarkan tubuhnya kedalam pelukan tersebut. Dengan sedikit energi, Zero mengangkat wajahnya untuk menatap wajah pemeluknya. Sepertinya, pria tadi menyadari keberadaan Zero. Dan sekarang dia bisa melihat dengan jelas wajah pria asing tersebut.

Silver bertemu dengan amethyst. Pandangan Zero terpaku pada wajah pria tersebut. Wajah yang sangat tampan dibingkai dengan rambut hitam legam. Dan bibir tipis dengan senyuman yang menambah pesonanya.

Kesadaran Zero direbut paksa. Memejamkan mata, Zero membiarkan tubuhnya bersandar dalam pelukan pemuda tersebut. Di detik akhir, Zero bisa mendengar pria berambut hitam itu mengeluarkan suara.

"Father"

.

.

TBC.

Well, chapter 1's done. Bagaimana menurut kalian? Karena aku masih baru, jika ada kesalahan mohon bantuan dan saran – sarannya juga. ^_^

Kalau masalah chap selanjutnya, itu tergantung kalian juga. Kalau banyak yang suka, yaa aku lanjutin. Kalau gak ada yang suka, percuma dah kalau aku lanjutin.

Review?