SATU
TEPCO, Tokyo Electric Power Company adalah sebuah perusahaan pembangkit listri di Jepang Timur. Sebulan yang lalu mereka telah merilis sebuah sistem informasi teknologi raksasa yang keberhasilannya akan membawa keberhasilan besar bagi TEPCO.
Dan bnar saja, dalam jangka waktu sebulan, sudah banyak sekali media masa yang menuliskan keberhasilan TEPCO. Pemilik perusahaanpun menyambut berita bahagia ini dengan sebuah pesta kecil untuk memberikan penghargaan bagi 20 anggota proyek.
Pesta itu berlangsung di kantor cabang Fukushima, dua jam perjalan dari Tokyo menggunakan kereta. Kim Jongin, manajer yang membawahi proyek itu ada di dalam ruangan pesta berdekorasi mewah yang mampu menampung ratusan orang
Cih! Jongin tibba-tiba mendesis. Ia baru saja mendengar nama beberapa pimpinanya disebutkan dalam kata sambutan diiringi ucapan terimakasih.
Hatinya makin sebal saat melihat para pimpinanya itu mengangguk dan tersenyum seakan mereka layak diberikan ucapan terimakasih.
Ini kesuksesan ku! Pikir Jongin. Mereka seenaknya saja memasukan kaki mereka kedalam kesuksesan itu. Dialah yang memimpin 20 orang dan hampir setiap malam lembur di kantor sampai nyaris pagi. Kadang malah dia tidak pulang dan tidur di sofa ruang kantornya demi mengerjakan proyek itu.
Jongin memegang gelas berisi anggur di tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya memegang kue keju. Di sebelahnya berdiri Park Chanyeol-teman baiknya- yang berwajah tampan. Kalo tidak ada orang ini Jongin sendiri tidak yakin apakah bisa memimpin proyek itu.
Setaun yang lalu, seniornya yang memegang proyek TEPCO mendadak mengundurkan diri. Kantor langsung kalang kabut karena proyek TEPCO ini bernilai jutaan yen. Jongin bersama Chanyeol ditunjuk sebagai manajer dan wakil manajer untuk menggantikan senior itu.
"Kita bisa mati." Keluh Chanyeol waktu itu.
Jongin tersenyum dan menepuk pundak Chanyeol, "Tenanglah, kita berdua bisa memimpin proyek ini."
Tapi kenyataannya tidak semudah itu, senior mereka tidak melimpahkan informasi apapun tentang proyek pada mereka. Tim kacau balau karena pergantian pemimpin yang mendadak.
Disaat seperti itu justru Chanyeol yang terlihat tenang. "Kau kerjakan apa yang harus kau kerjakan Jongin." Ucapnya tegas. "Aku yang akan menyatukan tim ini lagi."
Jongin dan Chanyeol bekerja lembur nyaris setiap hari hanya untuk menyatukan informasi yang dulu dimiliki seniornya. Jongin jenius mengurus bidang teknis sementara Chanyeol yang pintar mengambil hati orang mengurus bidang sosial dan mendekatkan lagi para pekerja proyek. Setelah satu bulan bekerja keras menyatukan tim, proyek itu kembali berjalan dan mengejar keterlambatan mereka.
"Piadatonya lama sekali." Keluh Chanyeol dengan menyesap wine. "Aku lebih suka mendengarmu berpdato!"
Jongin mencibir mendengarkan ucapan Chanyeol. Toh nanti dia juga akan diminta untuk berpidato. "Jagoan selalu belakangan." Ujarnya sambil menatap panggung, mendengar pidato seorang eksekutif TEPCO.
Jongin berusia 26 tahun dan memiliki badan yang proposional yang pantas mengenakan pakaian apa saja, apa lagi jika terbalut jas pesta seperti sekarang ini. Yang tidak mengenal Jongin pasti mengeri Jongin seorang model. Ayahnya adalah orang Korea dan ibunya berdarah Jepang. Tidak seperti orang jepang dan korea kebanyakan kulitnya berwarna tan, bibirnya sexy.
"Mereka sedang membicarakanmu!" seru Chanyeol, menuding segrombolan wanita yang duduk di sebrang mereka.
Jongin mengalihkan pandangannya sejenak dari panggung. Grombolan gadis yang lebih muda dari mereka nampaknya terkejut karena menyadari Jongin menatap mereka. Bahkan salah seorang dari mereka terpekik pelan, kemudian mereka semua terkikik. Iseng, Jongin mengedipkan sebelah matanya pada grombolan gadis tersebut. Gadis yang tadi tepekik pelan, sekarang seperti nyaris pingsan.
Chanyeol menggelengkan kepalanya sambil menatap Jongin yang sedang meringis puas. Jongin sendiri tidak habis pikir kenapa gadis-gadis tersebut memekik pelan seperti anak kucing yang diinjak ekornya.
"Kau ini..." ujar Chanyeol. "Kalo kau menghilangkan sifat playboy dan aroganmu, kau akan menjadi pria sempurna."
Jongin mengangkat kedua alisnya, memandang Chanyeol dengan tatapan tajam. "Jadi, kau mau bilang aku belum sempurna?"
"Jangan memandangku seperti itu, kau tau sendiri kau terlihat sangat mengerikan jika sedang melotot seperti itu. Mau yakitori?" katanya sambil menyodorkan setusuk yakitori pada Jongin.
Jongin menggeleng."Perutku mulas." Ujarnya. "Kapan sih pidatonya selesai? Aku ingin ke toilet."
"Makanya makan yakitori"
Jongin menyodorkan gelas winenya nyaris menyentuh hidung Chanyeol. "Aku sedang meminum wine! Sejak kapan yakitori cocok untuk menemani minum wine? Keju atau roti itu baru cocok dengan wine."
"Yang penting enak." Chanyeol mencibirkan bibirnya. "Lagipula, kenapa tidak ke toilet sekarang?"
"Dan ambil resiko dimarahi?" jongin berdecak. "Kau tau sendiri pimpinan kita keras semua. Banyak aturan. Tadi aku sudah diwanti-wanti agar tidak keluar ruangan sebelum acara selesai."
Perut Jongin menggelegar ringan. Chanyeol nyaris tertawa karena ia mendengar suara mulas perut Jongin.
"Aku harap tidak sampai terlambat." Chanyeol meringis sambil menunjuk perut Jongin. "Aku tidak bisa membayangkan Kim Jongin yang kebobolan."
Jongin memandang Chanyeol dengan galak. Chanyeol meringis sekali lagi dan kembali meminum bir yang ada di tangan kirinya.
Pidato dari eksekutifpun selesai, tanpa mempedulikan acara yang belum selesai Jongin langsung melesat ke toilet untuk menuntaskan hasratnya. Chanyeol hanya memandangnya sambil menahan rasa ingin tertawa.
.
.
.
Sekembalinya Jongin dari toilet, Chanyeol sudah menunggunya di pintu keluar ball room yang dijadikan tempat party. Jongin menghampiri Chanyeol, kemudian mereka memutuskan untuk pulang.
Akhirnya, setelah suara denting lembut, pintu lift membuka. Chanyeol memencet tombol yang menuju lantai dasar.
Grak! Grak!
"Suara apa itu?" Chanyeol bertanya dengan suara kawatir. Dia melebarkan kakinya, sedikit mengambil kuda-kuda.
Lift yang mereka naiki mulai bergoyang ke kanan dan ke kiri.
"Gempa." Komentar Jongin dengan suara pelan. "Sebentar lagi juga reda."
Grak! Grak! GRAK!
Getaran itu semakin membesar dan menjadi goncangan.
"Reda apanya?" gerutu Chanyeol, kali ini menempelkan tangannya pada dinding lift. "Rasanya malah tambah besar."
Dan akhirnya...
GRAK!
Dengan gerakan menghentak, lift yang mereka naiki berhenti. Lampu darurat menyala remang-remang di atas kontak lift itu, seolah lift itu sebuah diskotik kecil murahan.
"Ya Tuhan!" Chanyeol mulai panik.
Goncangan gempa masih saja belum reda. Lift bergoyang lagi. Meskipun Jongin berusaha untuk terlihat tenang, tapi sebenarnya dia bergidik ngeri. Dia tidak tau sekarang mereka berada di lantai berapa. Kalau mereka terlalu tinggi dan lift ini jatuh... Jongin tidak yakin mereka bisa keluar dari lift ini hidup-hidup.
"Kita harus keluar dari sini." Ujar Jongin cepat.
"Bagaimana caranya?"
GROK
Lift terhentak kebawah, seolah seutas tali baja yang menahan lift terputus. Denyut jantung Jongin seakan berhenti. Dia tidak pernah suka dengan roller coaster. Dan lift ini lebih mengerikan dari roller coaster..
GROK
Lift itu terhentak sekali lagi.
DUK!
"Aduh!" karena hentakan tadi, Chanyeol kehilangan keseimbangan dan dahinya membentur tembok lift. Terhuyung-huyung, Chanyeol menarik dasi Jongin, berusaha untuk menahan tubuhnya, tapi tidak bisa. Dia terus melorot sambil terus menarik dasi Jongin.
"Chanyeol hyung! Aku tercekik1" jongin memprotes mencondongkan tubuhnya ke depan. "Hyung!" teriaknya tapi tidakada gunanya.
Chanyeol pingsan
Sialan, pikir Jongin. Sial!
Gempa masih belum reda. Jongin membiarkan Chanyeol tergeletak di lantai. Dia menekan tombol darurat yang berada di dekat pintu lift.
Jongin mulai gelisah, karena tidak ada orang yang menjawab panggilan darurat. "HALOOO!" Jongin berteriak kearah microphone yang terletak di atas tombol darurat itu. "ÁDA ORANG? TOLONG!"
"Hyung!" Jongin mencoba membangunkan temanya lagi. "Sudah kuduga yakitori tidak baik bagimu." Tambahnya lagi sambil menepuk pipi Chanyeol.
Baru pertama kali ini Jongin mengalami gempa sebesar ini. Selama ia tinggal di Jepang belum pernah ada listrik padam karena gempa.
Gempa dimana? Apa sumber gempanya sedekat itu? Bagaimana kalo ada gempa susulan?
Jongin bergidik ngeri membayangkan adanya gempa susulan. Apa lift ini mampu menahan bobot mereka berdua? Sudah berulang kali ia mencoba memencet tombol darurat, tapi tidak ada orang yang menjawab. Apa mereka akan mati di dalam lift?
Padahal hidup Jongin baru saja akan dimulai. Belum pernah ada orang yang menjadi menejer semuda dirinya. Dengan keeberhasilanya di TEPCO, pasti banyak orang yang rela bekerja di bawah pimpinanya.
Aku masih belum mau mati di sini, ujar Jongin pada dirinya sendiri. Aku masih belum melakukan sesuatu yang besar. Dan lagi...
Jongin berhenti berpikir saat sekelebat bayangan masuk ke dalam otaknya. Ada sesuatu yang mengganjal hatinya. Sebuah kenangan lama.
Grak...grak! Grak!
Gempa susulan!
Jongin berdiri dan menekan tombol darurat itu dengan panik. 'HOOOI! ADA ORANG TIDAK?! KAMI TERJEBAK DI DALAM!"
GRAK! GRAK!
Gempa susulan lumayan besar. Lift bergoyang-goyang dengan kencang kali ini.
Krieetttt! Krieettttt! GRAK!
Sebuah hentakan keras menghantam lift sekali lagi, membuat tubuh Jongin terhuyung dan BRUK! Dia tersandung tubuh Chanyeol dan kepalanya menghantam dinding lift.
Jongin mulai kehilangan kesadaran. Tanpa sadar dahinya berkerut saat sebuah nama keluar dari salah satu lipatan otaknya. Kenangan yang sudah lama terpendam seolah bangkit kembali dari kuburnya.
Oh Sefun.
Ah, perasaanya terhadap gadis itu masih mengganjal. Gadis yang tiba-tiba menghilang dari kehidupanya tujuh tahun belum meminta maaf, belum meminta penjelasan...
Lalu semuanya gelap.
