Dingin malam itu. Kelelawar beterbangan di atas metropolitan. Semua orang telah selesai dengan kegiatan mereka, dan kebanyakan sedang menikmati makan malam dengan keluarga dan pasangannya.

Ya … hampir semua orang.

"Kau tak sedang bercanda kan?"

"Tidak, aku pikir kau sudah mengerti itu dari saat aku mengetuk pintu."

". . ."

Seorang pemuda mengangkat sebelah alisnya, mulutnya seperti mau mengatakan sesuatu tetapi berhenti–tak sanggup berkata. "Kenapa tidak yang lain saja? Masih banyak orang yang dapat menyelesaikan ini lebih cepat." Dengan kesal, melempar file yang sedang digenggamnya.

"Kita sudah mencoba beberapa pembunuh kelas atas. Tebak berapa yang berhasil."

"Kau tak bisa melangkah masuk ke apartemen seseorang, dan menaruh nasib dunia ke telapak tangannya begitu saja!" Ia menggelengkan kepala. Kipas using berputar di atas kepala, membuat bunyi memekik setiap putarannya. Tetapi kedua pria dalam ruangan itu tak peduli, dapat dikata, suasana ruangan itu lebih mencekik daripada kamar usang yang terlihat seperti adegantayangan horror.

"Percayalah padaku saat aku mengatakan atasanku melakukannya pada puluhan anak di sekolah itu …." Pria berbaju jas itu membetulkan dasinya. "Kami berharap seseorang yang masih dalam usiamu dapat mengerti monster itu lebih baik, dan dapat mengakhiri semua ini."

Pemuda itu mendesah. "Baiklah … untuk teman lama aku akan melakukanya. Mungkin."

"Aku tahu kau pasti berkata begitu." Tampak senyuman tipis di bibir sang pria, "Jadi intinya. Kau mau aku membunuh seorang monster yang dapat terbang dalam kecepatan 20 mach dalam waktu dua minggu? Dan kau mau aku melakukanya dalam kedok seorang siswa?"

"Kurang lebih."

"Baiklah aku akan melakukanya …." Mendengar itu pria tersebut sudah berdiri dan bersiap pergi. "—asal aku mendapat peralatan yang sesuai, Karasuma." Ia menahan pria itu dengan syarat mutlaknya.

"Kau ini teralu banyak maunya … peralatan apa?"

"Nanti akan ku kirim surat elektronik ke e-mailmu. Dan hati-hati di jalan, dengar-dengar aku bukan satu-satunya pembunuh bayaran disekitar sini." Sepasang iris matahari menatap Karasuma.

Pria itu hanya tersenyum, dan melambaikan tangan.

"Ya, kita lihat saja nanti, Sigil .…"

.

.

.

Assassination Classroom © Yusei Matsui

.

.

Cover isn't mine.

.

.

Lux by Fortsong & Saaraa

.

.

.

Prolog

.

.

.