Fanfiction
Cast : Jongin, Sehun
Genre : Romance, Drama
Summary : Sehun dan Jongin terpaksa terikat dalam sebuah pernikahan yang tidak mereka inginkan karena keluarga Oh, klan serigala elit di Seoul, hanya menginginkan omega terbaik untuk anak mereka. Sehun tidak tahu dibalik wajah lugu dan manis itu tersimpan sosok omega yang selalu ia impikan… HunKai/SeKai/SeJong. Yaoi.
Part One.
Sehun terbangun dengan wangi kopi yang begitu nikmat.
Sehun tahu jika 'istri'nya sudah siap dengan sarapan lengkap juga penampilan rapi yang sempurna. Seperti biasa. Sehun heran bagaimana pemuda itu bisa bangun setiap pagi dan menyiapkan sarapan, seragam sekolahnya—jika mereka sekolah—hingga mempersiapkan diri agar tampil sempurna untuk Sehun.
Kim Jongin.
Itu nama pemuda yang sudah tinggal bersamanya selama dua tahun terakhir. Pemuda yang juga merupakan istrinya. Akh, kepala Sehun rasanya pusing setiap kali teringat akan fakta jika ia dan Jongin adalah pasangan suami istri…
Sehun jadi teringat kejadian tiga tahun lalu ketika ia pertama kali bertemu Jongin. Pemuda lima belas tahun itu membawa nampan besar berisi lima buah cangkir berisi teh hangat dan juga sepiring makanan ringan. Dalam sekali lihat Sehun langsung tahu jika Jongin adalah seorang omega. Ya, omega yang dijodohkan olehnya.
Selama bertahun-tahun keluarga Oh telah menjadi pemimpin klan serigala yang tinggal dikawasan Seoul. Kawasan elit di Korea Selatan yang berarti secara tidak langsung mengepalai seluruh kawanan serigala yang berada di Korea Selatan.
Memang jumlah serigala didunia modern seperti sekarang tidaklah sebanyak dulu dan tidaklah sebebas dulu. Sehingga menjadi pemimpin ratusan kawanan serigala adalah beban yang sangat berat. Harus selalu mengawasi gerak-gerik setiap serigala yang tinggal di Korea Selatan, mengawasi imigrasi serigala yang keluar masuk Korea Selatan dan tentu saja menghindarkan para serigala dari masalah dari manusia atau bangsa lainnya.
Untuk menjaga kualitas keluarga Oh, setiap alpha Oh selalu mendapatkan pendidikan, pelayanan dan pelatihan terbaik yang pernah ada. Sebut saja rumah mewah berfasilitas lengkap, pendidikan dari guru-guru terbaik hingga makanan terbaik yang pernah ada.
Hal-hal terbaik itu termasuk dengan pilihan pasangan hidup.
Perjodohan sudah menjadi hal yang biasa dalam klan Oh. Bahkan jika Sehun mau mengingat-ingat sejarah keluarganya, tidak ada alpha yang tidak dijodohkan oleh para tetua. Dan Sehun pun bukan pengencualian.
Umurnya baru lima belas tahun ketika ia menikah.
Omega yang dijodohkan dengannya adalah Kim Jongin, anak dari keluarga terpandang dari bagian barat Seoul. Kim Jongin itu manis—harus Sehun akui itu, Jongin itu sungguh seorang omega yang sangat ideal untuk seorang alpha terpandang sepertinya. Pandai memasak, sabar, selalu tampil rapi bahkan ketika tidur, rajin dan segudang kelebihan lain yang membuat Sehun tidak bisa menemukan celah untuk menolak Jongin sebagai istrinya.
Namun…
Sehun sama sekali tidak tertarik pada Jongin. Memang Jongin itu sempurna namun kesempurnaan itu malah membuat Sehun tidak tertarik. Bagi Sehun, Jongin itu membosankan. Tidak menarik untuk diajak mengobrol atau berbagi pikiran. Bagaimana Sehun bisa tertarik pada Jongin jika pemuda itu terus menunduk dan hanya membalas seperlunya setiap ia bertanya.
Beruntung mereka masih muda dan tidak perlu banyak berinteraksi, bayangkan jika nanti Jongin sudah memasuki masa heat-nya dan Sehun harus 'melakukan'nya pada Jongin? Saling menatap lebih dari beberapa detik saja tidak bisa apalagi melakukan hal itu? Lalu bagaimana jika mereka sudah punya cub? Keluarga mereka pasti akan sangat awkward.
Tok, tok, tok.
"Sehun, sarapan sudah siap."
Sehun mendengar suara ketukan dipintu kamarnya dan juga suara lembut Jongin. Dengan helaan nafas panjang Sehun bangkit dari tempat tidur dan membuka pintu kamarnya. Karena Jongin akan terus berdiri didepan pintu kamarnya dengan membawa nampan berisi kopi sampai ia bangun—well, Sehun tahu itu karena pernah suatu pagi ia menemukan Jongin berdiri didepan pintu kamarnya selama tiga jam hanya untuk menyambutnya dengan kopi pagi.
"Selamat pagi Sehun, ini kopinya." Jongin menyambut Sehun dengan senyuman diwajahnya.
"Ah iya, terima kasih." Sehun mengambil gelas berisi kopi dan berjalan menuju balkon apartemennya dimana Jongin sudah menyiapkan koran pagi juga camilan sehat sebelum sarapan. Seperti hari-hari Sabtu sebelumnya.
Sehun memandang Jongin yang masuk kedalam kamarnya untuk merapikan tempat tidur sekaligus menyiapkan pakaiannya hari itu. Rasanya ia menikahi seorang pembantu. Sehun sekali lagi menghela nafas panjang pagi itu.
"Sehun.." Suara lembut itu lagi. "Apa kau sudah lapar? A-aku sudah membuatkan sarapan…"
Sehun tidak menjawab apa-apa, hanya menganggukkan kepalanya lalu berjalan menuju dapur yang menjadi satu dengan ruang makan. Sehun berusaha untuk tidak terkejut dengan kemampuan Jongin memasak karena ini baru pukul delapan pagi dan Jongin sudah menyiapkan paling tidak dua belas jenis masakan yang tidak usah dia ragukan rasanya.
Sehun duduk dikursi makan kemudian Jongin baru duduk dikursi seberang tempat Sehun duduk. Hal itu mungkin menunjukkan betapa Jongin menghargai dan menghormati Sehun sebagai seorang alpha. Namun sesungguhnya Sehun sangat membenci hal itu.
Sehun tidak ingin menikah dengan seorang pembantu.
Ia ingin jatuh cinta pada istrinya.
Ia ingin hidup dengan orang yang mampu memperlakukannya dengan baik tanpa berlebihan. Memarahinya jika ia salah, mau bermanja-manja dengannya, tertawa bersamanya. Bukan seorang robot pembantu seperti Jongin.
"Hari ini aku akan ke sekolah. Ada latihan memanah." Sehun berkata datar sambil menerima sumpit yang diberikan Jongin.
"Ah iya, kau akan pulang jam berapa? Aku akan menyiapkan makan—"
"Aku akan makan diluar dengan para anggota klub memanah." Sehun mengunyah makanannya dengan kesal. Tidak bisakah Jongin berpikir selain memasak, bersih-bersih rumah atau mencuci pakaian?
"Oh, baiklah." Jongin menjawab lirih dan memakan makanannya perlahan.
"Bukankah kau punya tugas kelompok Sejarah Korea Selatan? Apa kau tidak akan pergi ke sekolah?" Sehun bertanya sok tidak peduli.
"Itu...itu sudah aku kerjakan." Jongin menjawab dengan suara pelan, suara yang sama setiap kali ia bicara dengan Sehun.
"Kau sudah mengerjakan? Bukankah baru diberi kemarin?" Sehun mengernyitkan dahinya bingung. Bukan Sehun perhatian pada Jongin dan mencari tahu apa kegiatan calon istrinya itu tapi karena teman dekat Sehun satu kelas dengan Jongin. Membuat Sehun mau tidak mau tahu seluk beluk kegiatan Jongin disekolah.
"Eh, tadi malam aku mengerjakannya."
"Sudah selesai?!" Sehun bertanya dengan suara keras.
Jongin mengangguk takut-takut.
"Kau mengerjakan lima puluh lembar makalah dalam semalam sendirian?!"
"I-iya.." Jongin gelagapan mendengar suara tinggi Sehun. Pasalnya Sehun sama sekali tidak pernah menaikkan suaranya seperti ini. Selama ini Sehun tidak pernah terlihat peduli pada Jongin, setiap kali kesal Sehun hanya diam dan pergi. Senang pun Sehun hanya menelannya sendiri.
"Argh, kepalaku…" Sehun meletakkan sumpitnya dan mengacak rambut hitamnya yang sudah berantakan.
"Kau sakit kepala? Oh, astaga. Obat..obat..obat…" Jongin bangkit dari tempat duduknya, berlari menuju ruang tengah dimana obat-obatan ia siapkan untuk saat-saat seperti ini.
Sehun hanya menggelengkan kepalanya.
Apa Jongin tidak tahu jika kepalanya pusing karena sifat omega tersebut? Bagaimana bisa Jongin mengerjakan semua tugas sendirian? Dalam semalam? Itu kan tugas kelompok untuk enam orang dan baru diberikan kemarin.
"Jongin, apa kau sering disuruh teman-temanmu untuk mengerjakan semua tugas?" Sehun bertanya dengan suara galak, memandang Jongin yang berjalan terburu-buru menuju meja makan membawa kotak putih berisi pertolongan pertama dan obat-obatan.
"Eh, tidak." Jongin terkejut dengan pertanyaan Sehun. "Ke-kenapa?"
"Kenapa kau mengerjakan sendiri tugas yang seharusnya tugas kelompok?"
"Karena…karena…" Jongin tidak berani memandang Sehun. Bahkan duduk pun tidak berani. Ia hanya bisa berdiri membatu disamping Sehun sambil menunduk. "Karena…aku ingin saja."
Dahi Sehun berkerut mendengarnya.
"Semalam aku tidak bisa tidur jadi aku mengerjakan tugas saja." Jongin menjawab dengan suara kecil nyaris berbisik. Rasa takut terdengar jelas disuara Jongin, membuat Sehun berusaha keras meredakan amarahnya.
Tapi kenapa juga Sehun marah?
Jongin kan bukan siapa-siapa.
Paling tidak itu yang selama ini Sehun rasakan.
Jongin hanyalah tukang masak, tukang cuci, tukang bersih-bersih. Jongin bisa diganti oleh siapa saja oleh uangnya. Sehun bisa membeli makanan diluar, membayar tukang cuci dan memanggil cleaning service.
Setahu Sehun, Jongin tidak sekaku ini ketika dengan teman-temannya. Sehun sering melihat Jongin tertawa ketika pemuda itu bersama teman-temannya disekolah. Namun begitu Jongin tahu jika ia memperhatikan dari jauh, Jongin akan langsung diam dan menunduk.
Kadang Sehun bertanya-tanya apakah Jongin membencinya? Atau membenci perjodohan ini? Ingin sekali Sehun bertanya pada Jongin mengenai hal ini tapi entah mengapa melihat Jongin yang selalu menunduk dan bersikap terlalu patuh membuat Sehun kesal sehingga malas membuat percakapan lebih panjang lagi.
"Besok-besok jangan kerjakan tugas sekolah semalaman." Sehun berkata pelan sambil meraih sumpitnya. "Kau butuh istirahat."
Jongin masih diam saja. Kepalanya masih menunduk dan tangannya menggenggam kotak obat erat-erat.
"Duduklah, makan sarapanmu." Sehun berkata sambil lalu.
"Tapi pusingmu…" Jongin kembali mengeluarkan suara cicit ketakutan.
"Kepalaku tidak apa-apa. Makanlah."
"Ba-baik.." Jongin tergagap dan berjalan gugup kembali ke tempat duduknya.
"Nanti aku akan pulang malam, tidak usah menungguku." Sehun berkata dingin dan Jongin sekali lagi mengiyakan ucapan Sehun tanpa berani menatap pemuda yang merupakan suaminya tersebut.
—
"Jangan terlalu kaku Jong, tenang saja. Wajahmu sama sekali tidak terlihat dari masker ini."
"Hm, aku hanya gugup." Jongin menatap pemuda didepannya dengan sorot mata dengan kegugupan yang kentara.
"Gugup karena takut ketahuan atau takut dengan perform pertamamu?" Pemuda tersebut menata rambut Jongin dengan telaten.
"Dua-duanya."
"Tenanglah. Kau sudah menari sejak kecil dan persiapanmu untuk acara ini sudah sejak enam bulan lalu. Kita juga sudah mencoba semua sudut pengambilan gambar untuk memastikan identitasmu tersembunyi."
"Hyung, aku rasanya ingin muntah."
"Mau ku ambilkan air hangat?"
"Tentu." Jongin mengangguk dan teman baiknya sekaligus pelatih dance-nya keluar dari mini van yang terpakir didepan sebuah stadion besar yang sangat ramai petang itu.
Wait, pelatih dance?
Well, Kim Jongin mempunyai sebuah rahasia kecil yang selama belasan tahun ia tutupi. Ia suka menari. Suka sekali. Jongin sudah menari sejak ia umur delapan tahun. Saat itu, Jongin tidak pernah berniat untuk menutup diri seperti ini. Semua berawal dari keinginan Jongin untuk les menari.
Orang tua Jongin melarang keras.
Jongin kecil dimarahi habis-habisan karena menari tentu saja bukan sesuatu yang penting untuk calon pendamping alpha dari klan Oh. Yah, Jongin memang sudah dijodohkan bahkan sejak ia lahir. Yang harus Jongin pelajari adalah memasak, menjahit, pengetahuan tentang kesehatan, pengetahuan umum hingga cara berdandan yang baik.
Bisa dibilang sejak saat itu Jongin merasa jika menari adalah hal yang memalukan. Menari hanya dilakukan oleh orang-orang yang tidak berpendidikan dan tidak memiliki masa depan. Sayangnya, pemikiran-pemikiran yang ditanamkan orang tua Kim tidak bisa menahan Jongin untuk tidak menari.
Jongin kecil terus menari.
Sembunyi-sembunyi tentu saja.
Hingga suatu saat ia bertemu dengan penari jalanan yang menurutnya waktu itu sangat lah keren. Dari dua belas penari itu tiga dari mereka juga seorang serigala, sama sepertinya. Namun mereka bukanlah dari keluarga terpandang sepertinya atau seperti Sehun. Sehingga mereka bisa melakukan apapun yang mereka inginkan asalkan tidak melanggar peraturan.
Yixing, Luhan dan Tao.
Ketiganya merupakan saudara sepupu berdarah Cina yang berimigram musim dingin dua tahun lalu dan kini menetap di Seoul. Luhan dan Tao kembali ke Cina dua bulan yang lalu untuk bertemu dengan keluarga besar mereka. Meninggalkan Yixing yang dua tahun lebih tua dari Jongin untuk melanjutkan kuliah.
Selama hampir lima tahun keempatnya menjadi sahabat karib karena memiliki hobi yang sama. Jongin seorang omega yang sudah dijodohkan dengan klan Oh, Yixing yang merupakan mahasiswa seni, Luhan si jenius yang berkuliah dijurusan matematika dan Tao si manja yang memilih tidak kuliah dan membuka usaha kuliner.
Semuanya memiliki hobi yang sama yaitu menari. Namun hanya Jongin dan Yixing yang ingin menjadikan menari sebagai pusat dunia mereka. Bukan seperti Luhan dan Tao yang menganggap menari adalah penghilang stress.
Malam ini, Jongin mengikuti lomba menari pertamanya. Setelah bertahun-tahun hanya bisa menonton Yixing dari jauh diperlombaan menari kini gilirannya untuk menunjukkan kebolehan. Entah apa yang membuat Jongin merasa sangat ingin berada diatas panggung dan mempertaruhkan rahasianya terbongkar.
Bisa dibilang Jongin mulai bosan menari didalam studio Yixing. Dia ingin melihat dunia luar. Ingin berkenalan dengan orang-orang berbakat lainnya. Dia ingin merasakan bagaimana rasanya berada dibawah lampu sorot dan semua orang bertepuk tangan untuknya.
Jadi malam ini Jongin berbuat sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan akan ia lakukan seumur hidupnya. Jongin sudah menyiapkan semuanya sejak sebulan yang lalu. Jongin memastikan kedua orang tuanya tidak akan menghubunginya dan juga memastikan jika Sehun sibuk sehingga akan pulang larut.
Semuanya berjalan lancar bahkan Yixing berhasil membuat kostum sangat keren yang juga mampu melindungi identitas dirinya. Bukan Jongin besar kepala ia akan direkam oleh seluruh penonton tapi kan yang namanya lomba pasti akan ada dokumentasi dan Jongin sama sekali tidak ingin meninggalkan jejak jika ia pernah mengikuti lomba menari.
"Jong, lima menit lagi kau tampil." Yixing masuk kedalam van sambil menyerahkan sebuah gelas besar berisi air hangat.
"Aku tahu." Jongin menegak air itu banyak-banyak kemudian turun dari van dengan masker yang menutupi seluruh kepalanya kecuali matanya yang dihias make-up. Yixing berjalan memimpin dan Jongin mengikuti dibelakangnya.
"Kim Kai?" Seorang petugas dengan kaos seragam berwarna hitam menatap kertas yang dibawa Yixing.
"Ini Kim Kai." Yixing menunjuk Jongin yang berdiri dibelakangnya.
"Oh, oke." Petugas tersebut tidak melakukan pengecekan apapun karena bekerja didunia seni memang membuatnya sering bertemu dengan orang-orang nyentrik. Mungkin Kim Kai adalah salah satunya.
Setelah diijinkan masuk kedalam venue melalui pintu khusus, tubuh Jongin tiba-tiba terasa aneh. Rasanya panas dan tidak nyaman seolah pakaian yang kenakan terbuat dari duri.
Jangan nervous Jong, jangan nervous, jangan nervous.
Jongin berusaha menenangkan dirinya sendiri. Belum pernah ia merasa seperti ini seumur hidupnya. Pasti ini semua karena adrenalin yang memacu seluruh tubuhnya menjadi seperti dibakar.
"Jangan tegang dan semoga berhasil." Yixing berbisik pada Jongin yang kini berdiri dengannya dipinggir panggung didekat backstage. Jongin menarik nafas panjang dan mengangguk kecil.
"KINI SAMBUT NOMOR SEMBILAN BELAS! KIM KAAAAAAIIIII!" Suara pembawa suara begitu membahana. Jongin berjalan perlahan menuju tengah panggung. Matanya berusaha melihat kearah manapun kecuali penonton atau juri.
Mata Jongin terpejam dan sekali lagi ia menarik nafas panjang.
Musik pun dimulai.
Dalam hitungan detik setelah musik terdengar, tubuh Jongin seolah terasa lebih baik. Gemuruh didadanya perlahan mulai menyurut walaupun tidak sama sekali. Jongin sudah berubah menjadi Kai.
Dan malam itu Kai memikat seluruh penonton juga juri.
"Kau keren sekali Jong! Aku yakin kau pasti menang!" Yixing terus-terusan memuji Jongin sejak Jongin turun dari panggung. Jongin hanya bisa tertawa pelan dan mengatakan jika semua itu karena Yixing mau mengajarinya.
Euphoria kesenangan Jongin usai turun dari panggung tidak bertahan lama. Badannya kembali terasa memanas dan rasa aneh itu datang kembali. Jongin segera mengajak Yixing kembali ke van karena rasa panas ditubuhnya tidak tertahankan.
"Aku rasa aku sakit Hyung.." Jongin berkata lirih usai ia menghabiskan botol air es keduanya. "Tubuhku rasanya aneh sekali."
"Kau panas sekali Jong." Yixing menyentuh dahi Jongin dan terkejut merasakan betapa panasnya tubuh Jongin dikulitnya.
TRING!
Sebuah pesan masuk kedalam ponsel Jongin di dashboard mobil.
From: Sehun
Aku pulang lebih cepat. Apa kau mau aku bawakan sesuatu?
"Hyung! Sehun sudah perjalanan pulang!" Mata Jongin terbelalak dan menatap ngeri layar ponselnya.
"Oh shit." Yixing mengumpat dan segera menyalakan mesin mobil van.
—
"Aku rasa Jongin adalah pemuda yang baik. Mungkin dia memang pendiam dan juga tertekan harus menikah dengan klan-mu. Coba kau yang berinisiatif dulua mendekatinya. Bukankah kau sendiri pernah bilang jika Jongin itu manis? Kau dan Jongin sudah delapan belas tahun, masa heat Jongin akan segera datang. Jadi saranku kau selesaikan masalahmu dengan Jongin sebelum hal itu terjadi karena kau dan dia akan sama-sama tersiksa." Chanyeol berkata panjang lebar tanpa berhenti bermain game di ponselnya.
"Tapi, bagaimana jika dia bukan omegaku? Maksudku, aku tidak pernah mengalami getaran atau apapun saat melihatnya." Sehun berkata pelan.
"Kau bercanda?" Kali ini ucapan Sehun membuat Chanyeol mengalihkan pandangan dari ponselnya. "Para tetua tidak mungkin menjodohkanmu dengan Jongin asal-asalan! Tentu saja dia omegamu! Para tetua tidak pernah salah, kau tahu itu kan? Mereka sudah berkonsultasi dengan bulan bahkan sejak kau masih didalam kandungan."
Kata-kata sahabatnya itu terngingang ditelinga Sehun. Sahabat baiknya sekaligus teman sekelas Jongin bernama Chanyeol itu mungkin memang sering terlihat selalu bersikap konyol dan banyak bercanda. Namun dibalik sikapan kekanakannya itu Chanyeol adalah teman yang baik dan terkadang bisa jadi bijaksana.
Sehun menatap jawaban dari Jongin yang ia dapat.
From: Jongin
Tidak, terima kasih.
Jawaban yang sangat singkat dan sama sekali tidak hangat. Sehun menghela nafas panjang dan tetap berjalan masuk kedalam sebuah toko roti. Sehun tidak tahu apa roti kesukaan Jongin dan hanya mengambil beberapa jenis yang merupakan best seller dari toko tersebut.
Tidak sampai setengah jam, Sehun sudah sampai diapartemen miliknya dan juga milik Jongin. Saat ini masih pukul sepuluh malam, Jongin biasanya baru selesai membersihkan dapur dan akan mandi. Ah, mulai besok apa ia harus menyuruh Jongin agar tidak mandi malam-malam ya? Apalagi ini sudah bulan Oktober, udara sudah mulai dingin.
Sehun masuk kedalam apartemennya.
Gelap.
Jongin sedikit terkejut mendapati hal itu. Biasanya Jongin akan menunggunya diruang tengah sambil membaca buku atau menonton televisi. Tapi kini kegelapan yang menyambutnya.
Aneh.
"Jongin?" Sehun memanggil nama istrinya.
Tidak ada jawaban.
Oke, ini semakin aneh.
Jongin tidak pernah menghiraukan panggilannya.
"Jongin?" Sehun memanggil Jongin sekali lagi sambil berjalan menuju kamar Jongin yang tidak tertutup rapat.
"Jongin? Kau sudah tidur?" Entah bagaimana Sehun merasa lega melihat Jongin yang berbaring diatas kasur dengan selimut menutupi seluruh tubuh pemuda tersebut.
"Hmm.." Jongin bergumam kecil dan membuka lemah matanya.
"Tidurlah lagi." Sehun berkata pelan kemudian berjalan meninggalkan kamar Jongin. Tapi, tunggu dulu. Kenapa tadi Jongin terlihat berkeringat begitu banyak? Apa Jongin sakit?
"Jongin.." Sehun masuk kembali ke kamar Jongin dan menyentuh dahi Jongin yang penuh oleh keringat.
"Ja-jangan.." Jongin berusaha menepis tangan Sehun namun tentu saja ia kalah.
"Kau panas." Sehun bergumam pelan dan memandangi wajah Jongin lekat-lekat. Sehun bangkit dari duduknya dan setengah berlari menuju dapur untuk mengambil air juga handuk kecil.
"Sehun aku baik-baik saja." Jongin berkata dengan bibir gemetar.
"Kau jelas tidak baik-baik saja." Sehun memandang kesal Jongin yang menurutnya sangat tidak masuk akal.
"Please, aku sedang…sedang…" Jongin tidak melanjutkan kata-katanya dan membuat Sehun mengerutkan dahinya bingung.
"Tidurlah dengan tenang dan biarkan aku merawatmu." Sehun berkata tegas dan mendorong Jongin yang sudah akan bangkit dari tempat tidur. Jongin yang memang tubuhnya sudah lemah dengan mudah didorong Sehun agar kembali berbaring.
"Kau terlalu banyak bersih-bersih rumah sampai sakit seperti ini." Sehun berkata kecil seraya meletakkan handuk basah didahi Jongin. "Tunggu disini aku akan mengambilkan obat penurun panas. Ah, apa kau sudah makan? Biar aku buatkan bubur."
Jongin tidak menjawab dan hanya menggerakkan kepalanya antara menggeleng dan mengangguk. Sehun menganggap Jongin belum makan dan segera menuju dapur untuk menyiapkan bubur.
Seumur hidupnya, Sehun belum pernah membuat bubur.
Jadi berbekal informasi internet Sehun membuat bubur untuk istrinya. Aneh sekali ketika menyadari jika Jongin itu istrinya. Biarpun mereka belum resmi menikah tapi seluruh klan serigala di Korea Selatan sudah tahu jika Jongin adalah istrinya.
"Jongin, ayo makan dulu." Sehun mengguncang tubuh Jongin yang terlihat lemas.
"Hmm…" Jongin membuka matanya perlahan-lahan.
"Kau bisa duduk?" Sehun merasa sangat cemas melihat keadaan Jongin seperti ini. Pasalnya Jongin tidak pernah tampak sakit, bahkan Sehun tidak pernah melihat Jongin bersin sekalipun. Kenapa malam ini Jongin bisa mendadak panas tinggi seperti ini?
"Bisa.." Jongin menjawab dengan suara lemah. Sehun membantu Jongin duduk kemudian mulai menyuapi Jongin.
"Aku bisa—"
"Biar aku Jongin. Tanganmu gemetar." Sehun menepis tangan Jongin yang sudah akan mengambil sendok ditangannya. Jongin tentu saja menurut. Sehun kan alpha-nya. "Katakan padaku, apa yang kau lakukan dirumah sampai bisa sakit begini? Apa pemanas ruangannya rusak jadi kau kedinginan? Apa kau salah makan?"
Jongin hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Aku tidak tahu.." Jongin menjawab pelan.
"Minumlah obat setelah ini dan langsung tidur." Sehun dengan sabar menyuapi Jongin. Terbersit rasa senang dalam hati Sehun. Entah karena apa. Senang saja rasanya bisa melakukan sesuatu seperti ini untuk Jongin. Rasanya Jongin bukan lagi seperti pembantunya. Rasanya ia dan Jongin memang selayaknya seorang pasangan.
"Besok tidak usah bangun pagi-pagi dan memasak. Biar aku panggil salah satu pelayan dari rumah untuk melakukan semua pekerjaan rumah."
"Tapi—"
"Menurutlah padaku Jongin." Sekali lagi Jongin hanya menganggukan kepalanya kecil. "Sekarang minum obatmu dan tidur."
Sehun menyerahkan sebuah gelas berisi air dan dua buah tablet obat. Jongin menerimanya dan meminum kedua tablet itu dengan kerutan didahinya.
"Selamat tidur Jongin." Sehun mendorong Jongin agar beraring kembali lalu menyelimuti tubuh Jongin dengan selimut hingga dagu.
"Kau tidak tidur?" Jongin menatap Sehun yang tidak beranjak dari tempat tidurnya.
"Aku harus mengompresmu."
"Sehun aku—"
Sehun menatap Jongin dengan tatapan galaknya, membuat Jongin terdiam. Tidak sampai sepuluh menit Sehun bisa mendengar suara nafas Jongin yang teratur. Sehun menatap wajah damai Jongin. Dalam hatinya ia berharap jika malam ini menjadi titik balik hubungannya dengan Jongin.
Pagi itu Sehun bangun lebih cepat dari biasanya. Rasa cemas mengisi hatinya. Cemas akan Jongin lebih tepatnya. Sehun segera menuju kamar Jongin dan menemukan pemuda itu masih tidur dengan nyenyak ditempat tidurnya.
Sehun menghela nafas lega.
Sehun memeriksa suhu tubuh Jongin.
Tidak banyak berubah.
Rasa cemas kembali menyelimuti Sehun. Ada apa dengan Jongin? Setelah semalam ia mengompres Jongin sampai pukul tiga pagi. Juga obat yang sudah ia berikan. Kenapa panasnya sama sekali tidak turun?
"Jongin.." Sehun menatap Jongin yang perlahan membuka matanya. "Badanmu panas sekali. Bagaimana jika kita menemui kakekku?"
"Tidak, tidak. Aku tidak apa-apa." Jongin berusaha duduk.
"Jongin, berbaringlah lagi. Badanmu panas." Sehun benar-benar cemas sekarang. Jongin pagi ini tampak berbeda. Tapi apa yang berbeda? Sehun tidak tahu. Hanya terlihat berbeda saja.
"Aku tidak apa. Aku tidak merasa pusing atau mual atau apapun. Aku merasa…" Jongin tidak melanjutkan kata-katanya.
"Jongin berba—"
"Sehun, aku baik. Aku akan ke kamar mandi." Jongin tersenyum lemah kemudian berjalan meninggalkan kamarnya menuju kamar mandi. Sehun menggelengkan kepalanya, kenapa Jongin keras kepala sekali?
Apa dia harus menghubungi kakeknya? Sehun tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Jongin memang tidak terlihat pucat atau sakit tapi suhu tubuhnya sangat panas. Sehun sekali lagi menarik nafas dalam dan berusaha membujuk Jongin untuk menemui kakeknya yang merupakan seorang tabib.
Baru saja Sehun akan bangkit dari kasur Jongin untuk mengecek keadaan Jongin, sesuatu yang berkilau tertangkap matanya. Sesuatu yang berada dibawah tempat tidur Jongin. Sehun menunduk dan menarik sesuatu yang menarik perhatiannya itu.
Sehun terkejut dengan apa yang ia temukan. Sebuah jaket berwarna perak dengan payet mengilap diseluruh permukaan. Bukan masalah besar sebenarnya ia menemukan jaket dengan gaya yang menurut Sehun bukan Jongin sekali seperti ini, tapi begitu Sehun melihat bagian punggung jaket tersebut matanya membelalak lebar.
Kim Kai.
Dan nomor punggung delapan puluh delapan.
Baru saja semalam Ravi, teman satu gengnya, mengirimi video dance keren dari sebuah kompetisi. Sehun semalam tentu saja tidak sempat melihat semua video yang dikirim Ravi namun ada sebuah video yang ia lihat. Video si pemenang kompetisi, Kim Kai. Sehun ingat betul bagaimana semalam ia bergumam tentang betapa kerennya si Kim Kai ini.
Sehun tidak tahu bagaimana ia harus bereaksi akan hal ini.
Marah? Ya, ada rasa marah yang mulai menjalari hatinya. Jadi selama ini Jongin banyak berbohong kepadanya? Alpha-nya? Sehun yang selalu dihormati dan disegani merasa marah karena ada orang yang berbohong kepadanya, terlebih orang itu adalah istrinya sendiri.
Namun selain rasa marah ada sesuatu yang membuat Sehun merasa...senang? Senang karena Jongin bukanlah seorang kaku dan membosankan yang ia pikirkan. Kemarin-kemarin ia memang berusaha memperbaiki hubungannya dengan Jongin namun melihat bagaimana kakunya Jongin, ia jadi malas. Tapi sekarang Sehun sedikit lebih bersemangat. Jongin bukanlah seorang omega yang hanya bisa mematuhi alphanya, atau peraturan kaku dari para leluhur.
BRAK!
Sehun terkejut.
Jongin! Kamar mandi!
Sehun berlari keluar kamar Jongin masih membawa jaket Kim Kai ditangannya.
"Jongin? Jongin?" Sehun mengetuk pintu kamar mandi dengan keras.
Tidak ada jawaban.
"Jongin! Jongin! Jawab aku!" Sehun menggedor pintu kamar mandi dengan kasar. Rasa khawatirnya akan Jongin semakin memuncak ketika mendengar suara erangan penuh rasa sakit dari dalam kamar mandi.
"JONGIN!"
To Be Continue
Halo, apa kabar semua temen-temen?
Sejujurnya Author lagi engga baik-baik saja.
Masih shock dan sedih berat karena Jonghyun...
Tapi...yah, jangan sedih lama-lama yaa /pukpuk diri sendiri
Author doain aja yang terbaik buat Jonghyun disana.
Btw, ini cuma two shots.
Sejujurnya Author ga begitu pede mau nulis abo tapi karena waktu itu ada reader yang bolak-balik req abo jadi Author cobain deh hehe. Terus Auhtor juga lupa siapa yang req itu wkwkw. Semoga kamu baca ff ini ya wahai readerku yang req ff abo...
Mohon maaf kalo ngga sebagus author lain nulis abo-nya.
Mohon kritik dan saran yaaaa
Dan jangan lupa review!
Gomawo!
