"Namjoon diculik."
Nyonya Kim menjatuhkan piring kue yang dibawanya dan membuat serpihan kaca bertebaran di lantai, membuat seluruh perhatian langsung tertuju pada wanita yang sudah jatuh terduduk. Daniel dan Jungkook yang bergerak untuk membantu wanita itu kembali berdiri dan membawanya untuk duduk di sebelah Kim Jinhyuk, Ayah Namjoon dan Taehyung.
"Kim Seokjin, jangan bicara sembarangan!" seru Jinhyuk dengan tegas namun tidak bisa menutupi rasa khawatirnya. "Jika ini salah satu permainan kalian, kumohon untuk berhenti!"
Seokjin menggebrak meja lalu menatap tajam pamannya. Sebenarnya dia tidak mau seperti ini tapi dia juga lelah. Dia khawatir pada keempat temannya yang menghilang tanpa petunjuk.
"Paman," panggilnya dengan suara bergetar, "kapan aku pernah berani bermain-main denganmu? Namjoon dan tiga temanku, mereka diculik."
"Kenapa kau yakin mereka diculik?"
Jimin menarik baju Seokjin agar kembali duduk di sebelahnya. "Taehyung sudah mengkonfirmasinya di kantor polisi. Mereka menemukan rekaman Namjoon dan Hoseok dibawa memasuki ke sebuah mobil."
"Dimana Taehyung sekarang, Jungkook-ah?" tanya Nyonya Kim dengan nada khawatir. Kedua tangannya menggenggam erat tangan kanan Jungkook.
"Dia ada di kantor polisi." Jungkook menjawab sambil berusaha menenangkan wanita yang kini berstatus sebagai bibinya itu.
"Tuan Kim, aku ingin bertanya sedikit. Mungkin ini bisa membantu sedikit tentang kemungkinan siapa yang menculik mereka." Daniel menyahut. Pemuda itu sudah berdiri di belakang Seokjin dan Jimin. "Mereka tidak mungkin diculik tanpa sebab. Jadi apa anda tahu sesuatu?"
Jinhyuk terdiam. Dia tidak yakin tapi ingatannya terlempar pada kejadian seminggu yang lalu, dimana seorang wanita yang menggilainya sejak dulu muncul dan mengatakan berbagai hal yang berhasil memancing emosinya.
"Apa maumu?"
"Sebelumnya aku ingin mengucapkan selamat atas pernikahanmu, Jinhyuk-ah. Sejujurnya aku sedikit kecewa saat kau tidak mengundangku."
Jinhyuk memincingkan matanya. Dia tahu, wanita di depannya ini sangat munafik.
"Aku sedih saat mendengarmu menikah lagi. Hatiku sakit. Aku masih mencintaimu sampai detik ini tapi kau malah mencampakkanku, dua kali."
"Berhenti mendrama, Lee Nayoung! Sebaiknya kau segera pergi dari sini!"
Wanita itu hanya tersenyum. "Aku datang kesini hanya ingin mengatakan sekaligus memperingatkan. Dalam waktu dekat, kedua putramu dan teman-temannya akan bermain denganku. Bolehkan?"
"Sialan!" erang Jinhyuk yang tertahan. Kedua tangannya terkepal untuk meredam emosinya. "Jangan pernah kau menyentuhk putraku!"
"Oh, kau mengancamku? Aku hanya akan mengajak mereka bermain, Jinhyuk-ah, bukan menyentuhnya." Wanita itu ingin menepuk pundak Jinhyuk namun pria itu segera menepisnya. "Ibu Namjoon adalah temanku juga. Jadi salahkan jika aku menyapa putra temanku?"
"Paman, apa ada sesuatu yang mungkin berhubungan dengan penculikan Namjoon?"
Pertanyaan Seokjin berhasil mengalihkan pandangan Jinhyuk. Pria itu menatap keponakan. Dia menjadi yakin, jika wanita itu berhubungan dengan penculikkan putranya.
"Lee Nayoung."
"Apa maksudmu?"
Taehyung memekik setengah tidak percaya. Sorot mata lelahnya menatap tajam Taeyong yang duduk di sebelahnya.
Taeyong sangat bersyukur jika mereka saat ini sudah keluar dari kantor polisi dan berada di mobil Taehyung. Jika tidak, mungkin dia akan diinterogasi habis-habisan karena baru saja melakukan pencemaran baik.
"Aku sudah menduga jika tidak akan ada yang percaya. Apalagi jika mengingat suaminya adalah salah satu orang yang berpengaruh di negara ini."
"Bukan, bukannya aku tidak percaya. Hanya sa~"
"Aku tahu, Kim Taehyung." Taeyong berucap frustasi. "Tapi semua bukti memang merujuk kepadanya."
"Tunggu!" pinta Taehyung yang merasa pasokan oksigen di mobilnya berkurang drastis. "Lalu apa hubungan mereka dengan wanita itu?"
"Bukan hanya mereka berempat," jeda Taeyong yang memilih untuk menatap teman sekelasnya untuk beberapa saat, "tapi kalian berdelapan." Dia sudah mengeluarkan kertas-kertas yang sudah dicoret-coretnya lengkap dengan foto kedelapan temannya. "Masalah utamanya ada pada empat dari kalian. Ah, maksudku lima."
"Ayahmu dan Namjoon adalah mantan kekasih wanita itu. Wanita itu masih tidak rela saat tahu Tuan Kim menikah dengan Ibu Namjoon. Kemudian menikahi Ibumu. Dia berencana menghabisimu dan Namjoon. Jika berhasil, dia ingin menghabisi Ibumu lalu Ayah kalian agar tidak adalagi yang memilikinya."
Taehyung membulatkan matanya tidak percaya. Bukti apa ini sebenarnya? Dia bahkan tidak tahu jika Ayah tirinya pernah memiliki hubungan dengan wanita itu.
"Yoongi, Hyera dan Hoseok. Mereka saling terhubung karena satu hal." Taeyong mengulurkan kertas-kertas tadi, membiarkan Taehyung memeriksanya sendiri. "12 tahun yang lalu ada satu insiden yang menimpa sepasang suami-istri dan seorang anak laki-laki. Pasangan itu meninggal di tempat sedangkan anak laki-laki itu selamat."
"Yoongi adalah anak laki-lain yang selamat. Wanita itu, dia adalah penyebab insiden yang merenggut orang tua Yoongi dan membuat ketidakadilan harus dirasakan Yoongi sampai detik ini."
"Bagaimana dengan Hyera dan Hoseok?"
Taeyong melemparkan pandangannya keluar kaca mobil dan mendapati hujan yang mulai membasahi bumi. "Ayah mereka yang menangani kasus itu. Mereka disuap untuk membebaskan Lee Nayoung dari hukuman."
"Lalu kenapa mereka menculik Hyera dan Hoseok? Harusnya dia melepaskan mereka karena Ayah mereka sudah membantu dia."
"Wanita itu psikopat dan gila. Dia tidak puas jika ada sisa dari hasil kerjanya. Apalagi saat tahu Yoongi bersekolah di Creighton dan berteman dengan kalian. Obsesinya ingin menyingkirkan Yoongi semakin besar. Dengan bertemannya kalian, maka lebih mudah baginya untuk menyingkirkan kalian sekaligus."
"Apa Yoongi tahu soal ini?"
Taeyong menghela nafas lalu memejamkan matanya selama beberapa saat. "Jika dia tahu, apa kau yakin kalian masih seperti ini? Yoongi membenci segala hal yang berhubungan dengan insiden itu. Bahkan dia sangat membenci keluarganya sendiri."
Taehyung memijat pelipisnya lalu menatap Taeyong. "Kau~"
"Aku mendapatkan ini dari sumber terpercaya dan bukti yang sudah kami kumpulkan. Kau boleh meragukannya tapi yang jelas, teman-temanmu, termasuk kau sedang dalam bahaya."
Entah hanya perasaan atau karena memang terlalu dingin, Namjoon merasa suhu di ruangan ini baru saja naik beberapa derajat. Masih dingin tapi tak sedingin sebelumnya. Dia dapat memperkirakan suhu disini sudah mulai memasuki angka belasan derajat.
Matanya beralih pada Hyera yang masih memejamkan matanya di rengkuhannya. Dia cukup tahu gadis itu tidak tidur tapi menahan suhu dingin. Kemudian berpaling untuk menatap Hoseok yang sedang membantu Yoongi untuk mengobati luka yang didapatnya.
Saat yang sama, pintu ruangan itu terbuka lebar dan menampakkan beberapa orang berpakaian serba hitam masuk dan berdiri di hadapan keempatnya. Hanya berselang beberapa detik sampai tubuh mereka ditarik paksa untuk keluar dari ruangan itu.
Perubahan suhu terasa sangat kentara saat mereka keluar dari ruangan dingin sebelumnya dan sampai di sebuah ruangan besar yang gelap dan panas. Hanya dua lampu menyilaukan yang menyinari satu lokasi yang sama, yaitu pada empat kursi yang berjajar disana. Namjoon hanya berharap dirinya dan ketiga temannya tidak akan mengalami tekanan karena perubahan suhu yang jauh ini.
Tubuh mereka didorong paksa untuk duduk dan diikat di kursi. Tidak ada yang melawan karena terlalu lemah. Mereka terikat pasrah seraya memejamkan mata karena cahaya lampu yang sungguh sangat menyakitkan mata.
Saat yang sama, mereka dapat mendengar langkah kaki yang menuju ke arah mereka dengan suara yang cukup berisik. Disusul langkah kaki lainnya yang sedikit tenang dan satu suara sesuatu yang diseret. Mereka berhenti di belakang tiang lampu, menyulitkan keempatnya untuk mendapatkan bayangan kedua orang itu.
Namjoon berjengit saat merasa ada sesuatu yang dilempar ke bawah kakinya yang terikat. Saat yang sama, suara ketiga temannya terdengar menggema.
"Seokjin?!"
Bukan sesuatu, tepatnya seseorang yang adalah Kim Seokjin. Satu lagi teman mereka yang tertangkap dan kini dalam keadaan setengah sadar karena luka-luka yang didapatnya.
"Kau, kenapa ada disini?" Namjoon bertanya seraya memberontak untuk melepaskan ikatan tubuhnya.
Seokjin tidak menjawab karena terlalu sibuk mengurus rasa sakit yang mendera di seluruh tubuhnya. Matanya juga perlahan sayup namun sebisa mungkin untuk tersadar.
"Kau apakan putramu, Jo Insung?" tanya seorang wanita dengan suara sinisnya. Bibirnya tersenyum, ah, tepatnya menyeringai lebar begitu ketika melihat betapa berantakannya kelima remaja yang ada di depannya.
"Hanya memberi rasa sayangku selama ini." Seorang pria menjawab seraya mengambil langkah untuk menjambak rambut Seokjin dan memperjelas wajahnya di depan Namjoon.
"K-kau?"
"Oh, keponakanku?" Pria itu –Jo Insung menghempaskan kepala Seokjin ke lantai lalu mendekatkan wajahnya ke arah Namjoon. "Kau ada disini juga? Hmm, lalu mana saudara tirimu? Aku ingin berkenalan. Apa perlu aku ajak kesini saja sekalian?"
"Jangan sentuh Taehyung!" teriak Namjoon dengan penuh amarahnya.
"Hmm, aku akan mempertimbangkannya." Insung berucap lalu tersenyum tipis seraya menepuk pipi Namjoon. Kakinya melangkah mundur untuk mengamati tiga orang lainnya. "Hei, gadis itu sudah mati, ya?" tunjuknya pada Hyera yang masih memejamkan matanya dengan kepala tertunduk.
Salah satu anak buahnya mendekat untuk memeriksa keadaan Hyera. Rambutnya dijambak ke belakang untuk memperjelas wajah pucatnya lalu anak buah itu mengulurkan tangannya yang lain untuk memeriksa nadi di leher Hyera.
"Masih hidup."
"Biarkan saja dia mati perlahan!" seru wanita itu tanpa minat untuk menunjukkan wajahnya dari kegelapan.
"Yak! Lee Nayoung!" seru Hyera dengan suara paraunya. "Lebih baik segera bunuh aku atau kau akan menyesal."
"Hmm, tidak." Wanita itu menggelengkan kepalanya. "Kalian akan mati bersama disini walaupun sayang sekali dua lainnya tidak tertangkap."
"Lee Nayoung?" Hoseok bergumam lalu mempertajam penglihatannya ke arah juntaian pakaian merah yang bersembunyi di belakang lampu.
"Ck, keluar kau wanita sialan!" teriak Yoongi yang seorang tidak peduli lagi pada sudut bibirnya yang terluka.
"Kalian sudah tahu aku?" tanya wanita itu seraya melangkahkan kakinya dan memperjelas tampilan angkuh dari seorang Lee Nayoung dengan setelan pakaian berwarna merah, kacamata hitam dan seringai yang menyebalkan. "Kalau begitu, mari kita percepat. Byun Hyera, kau setuju, 'kan?"
"Sialan!" teriak Hyera yang tidak setuju dengan nama yang disebut oleh wanita itu. "Namaku Kang Hyera!"
"No, no." Nayoung menggelengkan kepalanya pelan lalu menatap Hyera. "Kau adalah Byun Hyera, puttri kedua Byun Seojoon, mantan hakim terkenal itu."
"Putri Byun Seojoon?" seru Yoongi yang tidak percaya lalu menatap Hyera yang duduk di sebelah kirinya. "Kau putri hakim sialan itu?!"
Hyera tersentak atas suara tinggi Hyera lalu mengernyit tak paham. "Apa maksudmu, Yoon?"
"Hei, hei! Aku yang akan menjelaskan disini." Nayoung menampar pipi Hyera dengan kesalnya. Pandangannya beralih pada Hoseok yang terlihat tidak terima jika temannya baru saja ditampar. "Bagaimana dengan Jung Haejun? Kau mengenalnya, 'kan? Pengacara yang mengurus masalah kematian orang tuamu?"
Pertanyaan itu tertuju pada Yoongi yang masih mengerang kesal pada fakta jika selama ini temannya adalah putri dari salah satu orang yang menciptakan ketidakadilan pada orang tuanya.
"Apa maksudmu menyebut nama ayahku?" teriak Hoseok.
Yoongi mendelik tajam ke arah Hoseok, kedua tangannya terkepal. "Kalian mempermainkanku? KALIAN SENGAJA MEMPERMAINKANKU?"
"Hei, Yoon! Kau kenapa? Wanita itu sedang mempermainkan kita." Namjoon berseru dengan perasaan yang berkecamuk.
"Aku akan membunuh kalian berdua!" Yoongi kembali berteriak.
"Sadar, Yoon! Jangan terprovokasi!" Hoseok berusaha menenangkan pemuda di sebelah kirinya itu.
"Aku tersinggung padamu, putra Haejun!" Nayoung mengambil langkah untuk mencengkram dagu Yoongi. "Aku tidak memprovokasimu. Aku memberi fakta jika selama ini kau bermain dengan dua anak dari orang yang terlibat atas ketidakadilan orang tuamu."
Yoongi menepis wajahnya agar terlepas dari cengkeraman wanita itu lalu menatap Hyera yang masih tidak dapat mencerna apa maksud Nayoung. Begitupula Hoseok dan Namjoon. Seokjin sudah tidak sadarkan diri di bawah sana.
"Oh, sebelumnya aku ingin menyapa putra Kim. Aigo, kau mirip sekali dengan ayahmu." Nayoung mengusap pipi Namjoon dengan lembut lalu menamparnya. "Harusnya ayahmu jadi milikku, bukan milik ibumu! Dia harusnya menjadi MILIKKU!"
"Wanita gila!" teriak Hoseok dengan tidak sabaran. "Selesaikan penjelasanmu, sialan!"
Nayoung tersenyum lalu memberi isyarat pada salah satu anak buahnya. Sedangkan yang diberi isyarat malah melemparkan isyarat lain ke rekannya begitu sampai suara berisik terdengar dari arah belakang wanita itu.
"Terlalu sibuk, aku melupakan satu teman kalian." Insung bersuara lalu menarik sesuatu di belakangnya lalu meletakkannya tepat di depan keempat remaja itu. "Saudara tiri putraku, berarti putra tiriku, 'kan? Sayang sekali nasib mereka harus sama seperti kalian. Berakhir disini."
"Jungkook?!"
Yang dipanggil hanya mengangkat kepalanya lalu tersenyum tipis. Wajahnya sangat kacau, lebih parah daripada Seokjin. Jungkook masih dapat tersadar walaupun keadaannya tidak meyakinkan.
"A-aku baik." Ucapnya dengan percaya diri.
Nayoung mengalihkan pandangannya pada Yoongi yang terlihat sudah terpancing. "Kau ingin membunuh mereka, 'kan? Ayo, aku akan membantumu!"
"Min Yoongi! Jangan dengarkan dia!" teriak Hyera.
"Salah satu atau keduanya? Terserah kau saja." Nayoung mengeluarkan pisau lipat dari sakunya lalu memutuskan ikatan pada Yoongi. "Setelah itu dendammu akan terbalaskan."
"Yak! Sialan, jangan dengarkan dia!" Jungkook tak mau kalah untuk meneriaki Yoongi. "Sadar, bodoh! Dia hanya memanfaatkanmu!"
Yoongi yang sudah beranjak dari posisinya kini menatap nanar pisau yang sudah ada di kedua tangannya. Pandangannya beralih pada Hoseok dan Hyera yang terus meneriakan namanya.
"Yoongi! Harusnya kau sadar yang melakukannya bukan mereka tapi ayah mereka. Apapun itu aku tidak tahu. Kau harusnya sadar, Yoon!"
"Maaf, Joon. Aku sudah lelah dipermainkan sejak lama. Aku ingin mengakhiri semuanya." Yoongi berucap lirih.
Satu helaan nafas mengudara. Pelakunya, Hyera terlihat sudah lelah karena terus berteriak sumpah serapah. Dia menatap Yoongi lalu tersenyum miring.
"Lakukan sesukamu!"
"Yak! Hyera!"
"Kau pasti gila!"
"Kau benar-benar ingin Yoongi membunuh kita?!"
Hyera kembali menghela nafas lalu menatap Jungkook yang menatapnya dengan marah. "Percuma saja dihentikan. Dendam tetaplah dendam. Jika dia ingin membunuh aku, aku silahkan saja. Tapi aku peringatkan, jangan pernah menyesal saja."
Jungkook mencengkeram erat tali yang mengikat pergelangan tangannya. Dia tidak menduga tujuan penculikan ini tidak hanya karena satu hal, melainkan banyak hal yang sampai melibatkan ketujuh temannya. Baiklah, sebenarnya dia sudah mendengar satu alasan tentang kenapa dirinya ikut berakhir disini dari salah satu pelaku yang menghajarnya tadi. Dan Jungkook masih tidak mengerti kenapa pelaku itu melakukannya.
"Aku akan mengurusnya."
Jungkook cukup ingat saat Seokjin ditarik oleh pria yang dia perkirakan adalah ayah kandung saudara tirinya, sedangkan dirinya ditarik oleh pria lain yang lebih muda. Mungkin seumuran dengan Chanyeol? Pria tampan berkulit putih dengan mata sipit. Lebih mirip seorang model daripada pelaku kejahatan.
Seluruh tubuhnya nyeri karena dipukuli pria itu tapi dia tidak tahu tujuan awal pria itu memukulinya. Melawan? Tenaga Jungkook sudah berkurang sejak mereka datang ke tempat ini.
"Minimal aku harus memberi sedikit bukti jika kau habis dipukuli."
Pukulan terhenti dan Jungkook merasa tubuhnya dipaksa duduk. Pria itu mengeluarkan seutas tali dan mungkin akan mengikat kedua tangannya. Tapi faktanya, pria itu malah hanya melilitkannya secara asal lalu kembali berdiri.
"Kau berniat menculikku atau tidak? Kenapa tidak menghabisiku?" tanya Jungkook dengan suara sinis.
Pria itu tampak menggeleng lalu merogoh sesuatu dari sakunya. "Pastikan tali itu tidak terlepas saat kau dibawa kepada mereka." Kemudian mengeluarkan sebuah pisau lipat yang diselipkan ke dalam lengan baju Jungkook. "Buat jaga-jaga sampai teman-temanmu datang membawa polisi."
Dibalik cengkeraman kedua tangannya itu, Jungkook hanya memegang untaian tali yang bergulung di pergelangan tangannya. Ya, sejak awal dia diseret kehadapan kedua temannya, tali itu tidak pernah mengikatnya. Hanya digulung begitu saja. Kemudian dibalik seragam lengan panjangnya, seperti yang dilakukan pria itu, ada sebuah pisau lipat yang diberikan pelaku menghajarnya.
"Lakukan sekarang, Min Yoongi!"
Teriakan Nayoung menyadarkan Jungkook dari lamunannya. Dia dapat melihat temannya itu sudah berjalan ke arah Hyera dengan seluruh tubuh yang bergetar dan Jungkook masih tidak tahu timing yang tepat untuk jaga-jaganya. Bisa saja Hyera ditusuk dengan bodohnya oleh Yoongi dan mati kehabisan darah, karena memang itu kemungkinan paling besar detik ini.
"Yoongi, berhenti!" teriak Namjoon dan Hoseok.
Yoongi tidak peduli dan terus melangkah sampai tubuhnya kini berada di belakang kursi Hyera. Pisau yang diberikan Nayoung masih digenggam dengan kedua tangannya. Pancaran amarah masih terekam jelas di wajah pucat yang dipadu kebiruan itu.
"Maafkan aku." Gumamnya yang kemudian mengayunkan pisau itu ke belakang Hyera.
Namjoon dan Hoseok berteriak, Jungkook memilih untuk memejamkan matanya, sedangkan Nayoung sudah tertawa menggema. Wanita itu berpikir jika dia sudah menang melawan semuanya. Tidak tahu saja Hyera sudah merenggangkan kedua tangannya sedangkan Yoongi beralih untuk melepaskan ikatan Namjoon dan Hoseok.
Tawa yang menggelegar telah berakhir, raut wajahnya berubah keras. Nayoung kalah telak karena berpikir Yoongi akan terpengaruh akan ucapannya. Nyatanya, pemuda bermarga Min itu sudah berhasil melepaskan kedua temannya.
"Aku turut prihatin padamu tapi Yoongi tidak semudah itu dipengaruhi oleh kau." Hyera berucap seraya beranjak dari tempatnya, hendak menghampiri Jungkook sedangkan yang dihampiri sudah berdiri dengan tali yang terjatuh di lantai. "Bagaimana bisa?"
"Aku juga punya rencana rahasia." Jungkook berucap tenang lalu menarik tangan Hyera dan mengambil langkah lebar untuk menjauh dari Nayoung.
Namjoon dan Hoseok segera membantu Seokjin berdiri lalu bersama ketiga temannya, mereka melangkah mundur begitu menyadari jika belasan anak buah wanita itu sudah melangkah. Terus mundur sampai tubuh mereka tersudut di dinding.
Nayoung memimpin barisan anak buahnya. Dia melangkah dengan senyum penuh amarahnya. Di tangan kanannya, sudah ada senjata api yang siap diarahkan kapan saja.
"Kalian pikir bisa bebas begitu saja?" ucapnya dengan nada angkuh seolah dia sudah mempersiapkan kemungkinan jika rencananya gagal. "Kalaupun Yoongi tidak membunuh kalian, kalian akan tetap mati disini."
Jungkook mengeluarkan pisau lipatnya dan mengarahkan ke depan mereka. Bersama Yoongi, dia berusaha menahan pergerakan anak buah Nayoung agar tidak semakin mendekat.
"Ambil Seokjin!" perintah Insung yang sedari tadi terdiam di tempatnya.
Dua anak buah mereka melangkah maju seraya menodongkan senjata ke arah Namjoon dan Hoseok yang berusaha tidak melepaskan teman mereka.
"AMBIL KIM SEOKJIN!"
Teriakan Insung berhasil membuat pergerakan Namjoon terhenti. Dia menatap Seokjin yang setengah tersadar lalu menggelengkan kepalanya. Sedangkan Seokjin sendiri memberikan tatapan agar Namjoon melepaskannya.
"Jangan lepaskan Seokjin!" seru Jungkook dengan nada lantang.
Saat yang sama, satu peluru lepas dan mengenai lengan atas Jungkook. Hanya menggores tapi berhasil membuat pemuda itu meringis.
Perhatian yang teralih digunakan oleh kedua anak buah tadi untuk menarik Seokjin dari kedua temannya lalu menyeretnya menjauh. Bersamaan itu, langkah mereka menghilang, dipimpin oleh Insung.
Namjoon mengambil alih pisau yang dipegang Jungkook dan membiarkan pemuda itu jatuh tersandar di dinding. Pikirannya terpecah. Menyelamatkan dirinya, menyelamatkan teman-temannya dan menyelamatkan sepupunya.
"Sebenarnya apa maumu?" sahut Hoseok yang terlihat geram. Dia sedang berusaha menghentikan darah yang mengalir dari lengan Jungkook.
"Menghabisi kalian semua?!" ucap Nayoung seolah berpikir untuk beberapa saat lalu tertawa. "Aku ingin menyingkirkan kalian semua. Kalian menggangguku. Kalian merusak rencanaku. Kalian menghancurkan semuanya."
Hyera mengernyitkan keningnya tidak mengerti. Menghancurkan dalam artian apa? Bahkan dia tidak tahu jika mereka pernah terlibat rencana apa yang dibuat oleh wanita itu. Sejauh yang dia ingat, ya, memang tidak ada. Oh, kecuali kasus sekolah tapi memang perlu sampai seperti ini?
"Kau!" Nayoung menodongkan senjatanya ke arah Yoongi. "Harusnya kau mati bersama orang tuamu! Harusnya kau tidak adalagi disini! Kenapa kau masih hidup? Kenapa kau ada di sekolah itu?"
Hyera menarik Yoongi agar mundur. Dia merasa wanita itu tidak beres. Dia sedikit menggeser tubuhnya untuk berdiri di depan Yoongi. "Apa maksudmu?" tanyanya dengan suara pelan.
Bukan jawaban yang diterima, melainkan tawa yang menggema seisi ruangan. Nayoung melangkahkan kakinya, mendekati Hyera lalu menempelkan moncong senjata apinya tepat di wajah Hyera.
"Kau! Kalian semua adalah pengganggu! Kalian adalah perusak! Kalian harus mati disini!"
"Kau tidak waras!" sahut Namjoon.
"Aku memang tidak waras!"
Taeyong terus mengamati layar notebook-nya dan terus mengotak-atiknya, sedangkan Taehyung hanya bisa terdiam dibalik setirnya. Dia terus bertanya tapi Taeyong malah meneriakinya untuk diam.
"Aku akan bertanya lagi," ucap Taehyung yang sudah cukup dengan kesabarannya untuk menahan diri, "sebenarnya apa rencanamu?"
"Sial!" umpat Taeyong yang langsung menutup layar notebook-nya dengan kasar. "Hubungi Jungshin-ssaem! Aku sudah dapat lokasi mereka."
Taehyung terperanjat. Tangannya meraih ponsel miliknya yang terletak di dasbor lalu melemparnya ke pangkuan Taeyong. "Berhenti mengumpati setiap hal, sialan!"
Taeyong mencibir seraya mengambil ponsel Taehyung yang dilempar ke arahnya. "Kita ke alamat ini!" suruhnya seraya menunjukkan sebuah peta pada ponsel miliknya. "Mereka disana!"
"Sebenarnya apa rencanamu?" sela Taehyung disela kegiatan melajukan mobilnya. Dia melirik Taeyong dengan tatapan sengit lalu kembali berucap, "apa rencanamu mengirim Seokjin dan Jungkook kesana?"
Taeyong tak menjawab. Dia sibuk mengotak-atik ponsel Taehyung sambil sesekali mengumpat dengan segala bahasa kasar.
"Lee Taeyong, aku bersumpah jika mereka terluka, kau yang akan aku gantung!" ancam Taehyung yang sudah jengah untuk kesekian kalinya.
Next chapter
"Paman, aku sebenarnya sudah tahu semuanya tapi aku hanya ingin paman menceritakan semuanya. Aku ingin mendengar langsung dari mulut paman soal perkara yang dilakukan oleh ibuku."
"Kenapa? Apa ayah tirimu tidak memperlakukanmu dengan baik?"
"Kau menyerahkan mereka berdua?"
"Rasanya kita perlu bergerak sekarang,"
"Lihatlah, betapa lemahnya putra semata wayangku! Kau itu tidak pantas menjadi putra ibumu!"
