Read My Music By GoodMornaing
.
.
.
Happy Reading
Chapter 38 : Momento Mori
.
.
Ayo coba hitung berapa jumlah total kata canggung yang ada di chapter ini wahaha
.
.
.
Seoul, Korea Selatan
Akhir Musim Panas, 2011
Canggung.
Bahkan kata-nya pun terdengar tak nyaman didengar. Kata sifat untuk menggambarkan situasi dimana kau merasa tak nyaman, tak kenal, tak terbiasa, tak suka akan suatu hal, orang, tempat, atau situasi dimana kau berada.
Tepat sekali menggambarkan bagaimana situasi kedua pria yang sama- sama menyandang marga Park didepan nama mereka ini.
Keduanya dengan canggung sesekali menatap satu sama lain, sebelum akhirnya dengan kompak menghindari kontak mata satu sama lain.
Lalu menghirup teh di depan mereka dengan canggung.
Terkadang menggaruk belakang telinga mereka yang tetap saja terlihat canggung, bingung harus memulai percakapan dengan bagaimana.
Astaga, mungkin orang- orang di seberang jalan dapat ikut merasakan kecanggungan keduanya hanya dengan melihat dari balik dinding kaca restoran ini.
Chanyeol berdehem canggung.
Lalu matanya mengitari seluruh restoran milik Ayahnya, (juga milik Ibu).
Viva Polo.
Sejujurnya, Chanyeol sangat terkejut akan bagaimana fotonya sejak bayi hingga lulus SMA ada disini. Terpajang rapi dan Chanyeol bahkan dapat merasakan ilusi gambaran keluarga bahagia hanya dalam waktu sedetik setelah memasuki Restoran.
Apa ini?
Cara menarik pelanggan?
"Fotoku.." Chanyeol bergumam.
Mendengar itu Tuan Senior Park langsung bergerak tak nyaman di tempat duduknya, lalu mengeluarkan suara kekehan canggung yang sangat terdengar dipaksakan, "Ah ya, I-Ibumu dulu bilang ingin sekali memenuhi Viva Polo dengan fotomu sejak bayi hingga selama kami masih bisa menemanimu. A-aku berusaha mengabulkan mimpinya."
Aw..
Still better love story than Twilight, pikir Chanyeol.
Ups, Stephenie Meyer tolong jangan marah, percayalah diriku adalah fansmu, titip salam untuk si vampire tampan Edward, walau tetap saja lebih tampan mantan kekasihku, pikir Chanyeol lagi dengan randomnya.
Chanyeol menyisihkan pemikiran randomnya itu dengan cepat, lalu tersenyum canggung kepada pria di depannya. Merasa konyol pada dirinya sendiri, Chanyeol kembali menggaruk bagian belakang telingannya. Dan lucunya Tuan Park justru tanpa sadar melakukan hal yang sama dengan Chanyeol, menggaruk belakang telinganya dengan canggung.
"K-Kapan anda mengambil semua foto itu? Anda bahkan tak datang ke kelulusan saya, tapi foto kelulusan saya bisa ada disana." Chanyeol bertanya sambil menatap salah satu potret diantara banyaknya foto di seluruh sudut restoran, kurang lebih untuk menghindari agar tak menatap pria yang duduk di depannya.
Rasanya Chanyeol tak akan sanggup bicara bila harus melakukan kontak mata dengan pria yang memiliki hubungan canggung dengannya ini.
"A-aku.. selalu meminta orang lain untuk memotretmu. Entah salah satu pegawai restoran ini. Dan dulu, seringnya Nanny-mu lah yang aku pinta." Tuan Senior Park menjawab semuanya dengan kalimat yang hati- hati setiap memilih kata perkataannya.
"Pantas saja dulu Nanny suka sekali memotret saya, dan terus mengatakan 'Ayahmu menyayangimu, dia hanya sibuk Chanyeora.'" Chanyeol bergumam pelan.
Park yang lebih tua menjadi bungkam setelah mendengar itu. Sedangkan Chanyeol menghela napas, setengah pasrah untuk memperbaiki keadaan mereka berdua sekarang. Kecanggungan yang sudah tak dapat diperbaiki lagi, sudah mendarah mendaging.
"Sebenarnya.." Chanyeol berhenti berbicara setelah mengeluarkan satu kata itu. Mencoba memikirkan lagi kalimat apa yang harus diucapkan lebih dahulu. Di depannya Tuan Park menatap Chanyeol dengan sabar, menunggu putra satu-satunya itu mengatakan suatu apapun yang ingin dikatakannya.
Akhirnya Chanyeol menarik dan menghela napas dengan dalam. Lalu menatap benar- benar kepada pria paruh baya didepannya. Di pangkuannya, Chanyeol memainkan jari- jarinya dengan gelisah.
"Bagaimana anda bisa sangat mencintai Ibu? Apa hal dari Ibu yang membuat anda akhirnya jatuh cinta sedalam ini?"
Tuan Park langsung tersedak ludahnya sendiri. Sama sekali tak menduga pertanyaan itu. Chanyeol diam saja menatap pria didepannya yang masih berusaha menghentikan batuk- batuk kecil. Berusaha mempertahankan wajah datar, walau sebenarnya batin Chanyeol juga tengah berteriak sekarang, tak menyangka pada dirinya sendiri yang akhirnya malah menanyakan hal itu.
Siapa dirimu Park Chanyeol? Anak SD? Pertanyaan macam apa itu?! , Chanyeol meneriaki dirinya sendiri di alam bawah sadarnya.
"Itu... Alasannya.. Karena Ibumu sangat cantik." Tak sesuai dengan umurnya, Tuan Park mengatakan kalimat itu dengan malu- malu.
Chanyeol berkedip sekali.
"Dan juga Ibumu sangat baik, sangat perhatian, dia tak memandang diriku tampan atau tidak, kaya atau tidak, dia menerimaku apa adanya, dia sungguh sempurna."
Chanyeol berkedip dua kali.
"Hah?" Tanpa sadar Chanyeol menganga.
DEMI TUHAN CHANYEOL TAK MENYANGKA AKAN MENDENGAR KALIMAT SEPOLOS ITU DARI PRIA YANG SUDAH BERUMUR KEPALA EMPAT!
Tuan Park senior kembali mengeluarkan terkekeh canggung khasnya, sambil mengusap bagian belakang lehernya, merasa malu dan serba salah.
"Awalnya itu adalah cinta pada pandangan pertama, Ibumu sedang tertidur diatas buku resep makanan Italia di perpustakaan kampus. Dan seperti cerita klasik pada novel- novel di luar sana, aku terus memperhatikannya setelah itu. Aahhh pokoknya begitulah, apakah kau bisa mengerti maksudku? Maaf aku pasti terdengar menggelikan."
DEG.
Tunggu.
Tunggu sebentar.
Kenapa semua itu terdengar familiar?
Izinkan alam bawah sadar Chanyeol mengeluarkan sisi gilanya sebentar. Permisi.
AAAAAAAAA INILAH YANG ORANG BILANG BAHWA DARAH LEBIH KENTAL DARIPADA AIR. BAGAIMANA BISA DIRINYA DAN AYAHNYA JATUH CINTA DENGAN CARA YANG SAMA?! APA AKU MENGERTI KAU BERTANYA?? OH TUHAN, IYA!!, DIRIKU AMAT SANGAT MENGERTI.
"Pft.."
Mata pria paruh baya itu terbelalak. Memandang Chanyeol yang sekarang menunduk menyembunyikan tawa. Beberapa kali berkedip melihat bahu Chanyeol yang bergetar naik turun menahan kekehan tawa. Melihat itu Tuan Park tersenyum, lalu memilih untuk melanjutkan ceritanya.
"Ibumu suka sekali mendengarkanku bernyanyi, dia wanita kutu buku yang suka membaca buku dan puisi."
Oh ayolah hentikan, Chanyeol sudah tak tahan lagi.
"HUAHHAHAHAHHAHAHAHAHAAAA..."
Sekarang, Tuan Park hanya dapat terkesima melihat sang putra, untuk pertama kalinya seumur hidup mereka, Chanyeol tertawa lepas didepannya. Chanyeol terus tertawa hingga memukul pelan meja didepannya. Bahkan sekarang mata Chanyeol mulai berair.
Dan tawa itu menular, Tuan Park merasakan dirinya menjadi ikut terkekeh hingga akhirnya juga tertawa.
Seluruh pegawai restoran yang sedari awal mengintip dengan sunyi dari balik pintu dapur, kearah Bos dan Putra bos mereka yang hari ini untuk pertama kalinya mereka lihat secara langsung. Semuanya tersenyum lalu menatap satu sama lain dengan ekspresi lega. Mereka menyimpulkan, pembicaraan keduanya berjalan dengan lancar dan baik.
Disisi lain, Chanyeol telah menghentikan tawanya.
"Anda... kita.."
Chanyeol menghela napas, lalu berdehem, membenarkan suaranya yang terdengar pecah.
"Kita sungguh mirip." Lalu memberikan senyuman paling tulus yang pernah dirinya berikan pada sang Ayah.
Tuan Park membalas senyum itu, "Aku justru selalu merasa kau mirip Ibumu." Ujarnya sambil memandang wajah Chanyeol dengan ekspresi kerinduan.
Tidak, Chanyeol tak merasakan kerinduan itu tertuju padanya. Namun pada bayangan lain yang Ayahnya lihat pada wajah Chanyeol, wajah Ibunya.
Chanyeol kembali memainkan jari- jarinya dengan gugup dibawah meja.
"Karena itukah anda menghindari saya selama ini? Karena saya mirip Ibu? Anda takut akan merindukannya?" Chanyeol bertanya lirih.
Tuan Park menatap putranya itu dengan tatapan bersalah.
"Bukan seperti itu, namun bisa juga dikatakan seperti itu." Tuan Park memulai penjelasan dari sisinya.
Tuan Park menghela napas, merasa bersalah memikirkan bahwa putranya selama seumur hidupnya 20 tahun ini, mungkin telah menunggu dirinya untuk memberikan penjelasan mengapakah dirinya menghindari sang anak.
"Chanyeora.. kau itu seperti, bagaimana ya menyebutnya, sebuah momento."
Sebuah klik terasa terdengar didalam kepala Chanyeol.
Momento heh?
Kenang- kenangan.
Hal yang membuatmu langsung teringat akan suatu tempat atau sebuah momen besar dan sangat berarti di masa lalumu.
Chanyeol merasa hatinya ditekan dengan sungguh kuat didalam sana. Tiba- tiba merasa sesak, mengetahui bahwa keberadaannya adalah siksaan untuk Ayahnya yang tak ingin mengingat kejadian buruk dimasa lalu.
"Dengan menatapmu maka aku akan kembali mengingat semua darah orang yang meninggal karena kesalahanku. Dan itu rasanya seperti melihat mimpi burukmu terus- menerus."
Chanyeol menjadi sunyi senyap, mendengarkan.
Giliran Tuan Park yang memainkan jarinya dengan gelisah dibawah meja. Berusaha menguatkan hati. Dirinya akan menceritakan tentang hal yang sangat sensitif setelah ini, bahkan untuk dirinya sendiri. Dan pastinya juga untuk Chanyeol. Tak dapat dipungkiri, dirinya akan menyakiti hati Chanyeol disetiap patah kata selanjutnya.
"Ada restoran yang terkenal dan baru saja buka di Bucheon, dan Ibumu entah mendapatkan info darimana, tiba- tiba saja dia mengindam ingin makan langsung di restorannya. Perjalanan 40 menit dari sini kesana hanya untuk seporsi makanan." Tuan Park tersenyum kecil mengingat kembali hari itu.
"Kalau diingat lagi hari itu sungguh sempurna untuk ibumu. Dia sangat bahagia, dan hormon kehamilannya sedang tak membuatnya kerepotan."
"Dia tak perlu bangun pagi karena selama hamil tuanya akulah yang bangun pagi dan membersihkan rumah. Saat Ibumu bangun, sarapan sudah menunggu untuknya. Dia sungguh manja saat hamil, kadang aku bertanya- tanya dia sedang mengandung bayi atau dirinya sendiri yang berubah menjadi bayi. Kenyataannya, akulah yang memandikan Ibumu dan memakaikannya baju. Aku pula yang memilih bajunya hingga sepatu dan tas. Persis seperti bayi." Tuan Park menatap mata Chanyeol, lalu tersenyum.
"Manja sekali bukan?" Tanyanya kemudian, dan Chanyeol menarik senyum hambar, lalu mengangguk.
Tuan Park menghela napas sebentar, lalu menengadahkan kepalanya ke atas. Menahan agar air mata tak keluar didepan putranya yang baru saja kembali.
"Perjalanan menuju Bucheon sungguh lancar. Kami menemukan Restoran yang ingin didatanginya itu, oh ya, tahukah kau bahwa ibumu suka wisata kuliner? Begitulah. Dia tak akan puas sebelum akhirnya merasakan makanan dari Restoran yang ingin dia datangi. Dan aku selalu berusaha memenuhi keinginannya. Hari itu aku merasakan cukup bangga setelah memenuhi salah satu keinginan Ibumu."
Hening memenuhi keduanya sebentar.
"Lalu ditengah perjalanan kembali menuju Seoul. Ibumu mulai merasakan sakit yang hebat diperutnya. Dan terus mengeluarkan cairan ketuban. Kau akan lahir."
Chanyeol menggenggam kedua tangannya erat.
"Aku mengemudi dengan sangat cepat, dan tak terlalu fokus saat ada rombongan mobil didepanku. Dan..."
Tuan Park terkesima memandang putranya.
Chanyeol yang merasa dilihat seperti itu, memberikan ekspresi bingung. Lalu terkejut saat Tuan Park memberikan sekotak tisu dari sebelahnya.
Chanyeol tersenyum getir. Ternyata dirinya sendiri tak menyadari telah menangis.
"Abaikan saja saya, lanjutkan cerita anda. Ini karena saya lupa untuk berkedip." Ujar Chanyeol sambil mengusap pipinya dengan tisu yang sudah disodorkan untuknya.
"Saat aku bangun di rumah sakit BB, ternyata sebulan telah berlalu. Saat itu rasanya seluruh duniaku gelap seketika, diberitahu bahwa Ibumu tak selamat dari kecelakaan itu dan dia telah dikremasi bahkan sebelum aku sempat mengucapkan selamat tinggal padanya." Tuan Park menghela napas sebentar.
"Kau sudah berumur sebulan, dan aku bertemu dengan pria yang sepertinya tak terlalu jauh umurnya denganku bernama Kim Jongdae. Dia yang merawatmu selama aku koma. Dan memberitahuku bahwa ibumu telah memberimu nama Park Chanyeol. Tentu aku langsung percaya bahwa itu adalah nama pilihan ibumu, dia melingkari nama itu dibuku nama- nama anak yang sering dibacanya."
Chanyeol merasakan jantungnya jatuh ke dasar perut. Dirinya pernah dirawat selama satu bulan, oleh pria yang dipanggilnya Chen Ahjussi itu. Chanyeol tertawa miris didalam hati, memikirkan bagaimanakah gejolak hati Chen saat itu, merawat putra dari orang yang menyebabkan kematian empat orang terdekatnya. Cukup hebat untuk mengingat bagaimana Chanyeol masih hidup sampai sekarang. Chen sungguh mulia hatinya untuk dapat menahan agar tak membunuh Chanyeol sejak awal.
"Saat itulah aku jadi tahu, ternyata aku tak menabrak orang biasa. Kedua pasangan yang duduk dibagian belakang mobil yang aku tabrak, ternyata adalah konglomerat pemilik banyak perusahaan besar. Dan saat itu, seluruh dewan direksi perusahaan mereka menuntut agar menangkap diriku dan memenjarakanku."
Tuan Park memandang putranya. "Dan kau yang menyelamatkanku dari semua itu."
"Setelah merawatmu selama sebulan, sepertinya Tuan Kim Jongdae merasa telah dekat denganmu, dirinya menjadi tak tega bila aku yang merupakan satu- satunya keluargamu didunia ini, justru dimasukkan ke penjara. Akhirnya, dirinya memilih untuk melepaskanku dan tidak menuntutku seperti seharusnya yang dia lakukan."
"Dan bertambah lagi kenangan yang aku ingat saat melihatmu, persis seperti momento."
Tuan Park kembali menghela napas.
"Semakin aku melihatmu, semakin aku ingat akan bagaimana aku lepas dari seluruh hukuman yang sebenarnya sangat pantas aku dapatkan."
Chanyeol tetap diam, dirinya ingin mendengarkan sepuas yang dirinya bisa. Sebab, inilah momen yang ditunggu olehnya selama 20 tahunan ini.
"Beberapa minggu kemudian, kita pulang dari rumah sakit, hanya kita berdua yang kembali ke rumah. Saat itulah bayangan akan kematian ibumu mulai menghantuiku, disetiap sudut rumah aku akan melihat seluruh memori kami berdua."
"Rasanya sungguh membuat gila. Tak akan ada yang paham bagaimana mengerikannya merindukan orang yang tak sengaja kau bunuh. Aku tak dapat berhenti menangis dan merindukan dia. Aku juga tak dapat menghilangkan kebencian diriku akan kecerobohanku sendiri. Namun aku menahan itu semua, karena aku punya kau yang harus aku pikirkan bagaimana masa depannya."
"Hingga suatu hari, saat memberikanmu susu, memandikanmu, lalu memakaikanmu baju. Saat itulah batasku. Aku tak bisa berhenti gemetaran dan ketakutan. Rasa kehilangan, ketakutan, merasa bersalah yang tak ada habisnya, aku merasa gila. Rasanya aku memang sudah gila saat itu."
"Perasaan kehilangan Ibumu bukannya berkurang setiap harinya, justru semakin bertambah. Dan yang lebih membuat gila lagi karena kematiannya adalah hasil kebodohanku, lalu kematian banyak orang lainnya yang juga karenaku, aku juga mendapatkan informasi bahwa putra dari konglomerat yang aku tabrak mendapat cidera yang sungguh parah hingga dibawa ke luar negeri, semua itu sungguh mimpi buruk. Ah tidak, bahkan lebih parah, karena semua itu adalah kenyataan. Ini adalah mimpi buruk yang nyata."
"Aku berusaha melawan semua itu. Berusaha tetap bangkit. Berusaha melupakan segalanya. Berusaha untuk terus menanamkan pikiran, 'Itu bukan salahmu, itu adalah kecelakaan, kau sendiri juga tak ingin itu terjadi.' Tapi tak bisa Chanyeora, maafkan aku, selama aku menatap wajahmu, maka aku akan semakin menbenci diriku sendiri. Maafkan aku Chanyeora. Aku menghindarimu selama ini tak lain adalah, begitulah cara Ayahmu yang tak berguna dan pengecut ini berusaha untuk tetap hidup."
Chanyeol tersenyum pahit, mengetahui bagaimana akhir cerita ini. Tuan Park membalas itu dengan senyum yang sama.
"Akhirnya aku memilih untuk menjauhimu dan menganggapmu tak ada. Berusaha hidup seperti bahkan sebelum aku bertemu Ibumu. Aku bahkan tak pantas untuk meminta maaf padamu. Jadi, jangan maafkan aku Chan. Aku pantas dibenci olehmu."
Wajah Chanyeol menjadi kosong. Sepertinya saraf di wajah Chanyeol sudah tak berfungsi untuk menghasilkan berbagai ekspresi lagi, atau Chanyeol sendiri yang bingung. Harus berekspresi seperti apakah dirinya sekarang?
Dengan gerakan kaku dan patah- patah Chanyeol mengangguk beberapa kali. Lalu dengan tangan gemetaran, meraih cangkir teh yang sudah mendingin didepannya. Menyeruput pelan teh pahit itu, kemudian menoleh kearah dinding kaca disampingnya, memandang luar restoran yang penuh dengan orang berlalu lalang orang.
Hahhh..
Lihatlah orang diluar sana. Sama sekali tak peduli dan tak tahu akan apa yang terjadi disini. Mereka sama sekali tak punya gambaran tentang apa saja yang sudah terjadi pada dua pria yang duduk dengan canggung berhadapan pada meja nomor 4 di Restoran Italia bernama Viva Polo ini.
Begitulah kejamnya dunia.
Apapun yang terjadi, dunia terus berputar.
Chanyeol kembali menghela napas. Rasanya dirinya ingin tertawa gila saja. Ahh.. inikah alasan Ayahnya mengindari dirinya selama ini? Untuk tetap hidup? Bagaimana Chanyeol harus menanggapinya sekarang, apakah dengan, 'seharusnya kau mati saja?' Begitu? Tentu saja Chanyeol tak bisa.
Keheningan menguasai kedua pria ini selama beberapa menit, hingga akhirnya dengan suara pelan Chanyeol bersuara.
"Apakah kau masih mengingat nama keluarga konglomerat yang kau tabrak itu?" Chanyeol bertanya sambil menghadap keluar, menghindar untuk menatap sang Ayah.
Meski Chanyeol tak melihatnya, Tuan Park mengangguk, "Tentu saja, kau dapat melihat nama keluarga mereka dibanyak sekali gedung- gedung dan berita di televisi. Mereka mempunyai perusahaan hampir disemua bidang."
"Keluarga BB Byun." Bening seperti kristal, nama keluarga itu keluar dari bibir Ayahnya.
Chanyeol mengangguk sambil tersenyum tipis. Rasanya tak pernah membayangkan marga dari mantan kekasihnya akan terucapkan oleh mulut Ayahnya di hari cerah akhir musim panas seperti ini.
Ahh.. Dengan begini, semuanya benar- benar jelas. Perkataan Kyungsoon memang benar. Ayahnya memanglah orang yang menyebabkan kecelakaan itu terjadi, membuat Mantan kekasihku menjadi seorang tuna netra sampai sekarang, Pikir Chanyeol.
Lalu seperti ada sebuah klik dikepala Tuan Park. Sebuah kesimpulan langsung datang ke kepalanya.
"A-Aku sudah mendengar beritanya! Kau kekasih Do Kyungsoo? Kau trainee di BB sekarang? Kau masih menjadi Trainee disana saat ini? Bukannya bos disana itu Tuan Kim Jongdae? Kau tak apa? Apakah mereka melakukan sesuatu padamu? Apa mereka menyakiti atau mengancammu karena apa yang sudah aku lakukan pada mereka? Anak konglomerat yang dibawa ke luar negeri itu pasti sudah seumuran kau sekarang, dia tak menyakitimu karena dendam padaku-kan?" Tanya Tuan Park bertubi- tubi.
Chanyeol menjadi tertunduk. Memandang cangkir teh nya yang sudah hampir habis dengan pandangan hampa.
Park yang lebih muda itu menggeleng.
"Tidak, sama sekali tidak, mereka..., mereka sangat baik padaku. Amat sangat baik. Sampai rasanya aku yang merasa bersalah sudah menerima kebaikan mereka."
Tuan Park menjadi bungkam. Lalu tersenyum pahit memandang putranya. "Maafkan aku Chanyeora, tak usah kau maafkan. Namun aku hanya ingin mengatakannya, maafkan aku yang telah menghancurkan hidupmu yang harusnya lebih indah dari ini. Maafkan aku yang membuat hidupmu tak bahagia saat hidup bersamaku, dan bahkan juga menghancurkan hidupmu saat hidup tak bersamaku."
"Appa.."
Deg
Tuan Park terbelalak mendengar panggilan itu, "I-iya.."
Chanyeol menunduk, dan tak perlu menunggu waktu lama hingga akhirnya bahu itu bergetar hebat. Park yang lebih muda itu menangis tanpa isakan didepan Park yang lebih tua.
"Aku membencimu. Sangat membencimu hingga gila rasanya. Aku membencimu sampai rasanya aku mau mati saja. Maafkan aku. Maafkan aku yang tak bisa berhenti membencimu..." Ujar Chanyeol disela tangisannya.
Setelah mengucapkan kalimat itu, seluruh restoran menjadi fokus pada tangisan Chanyeol yang bagi siapapun mendengar betapa sakitnya hati musisi muda itu sekarang. Dan Tuan Park, hanya dapat memandang putranya dengan ekspresi bersalah yang sungguh mendalam. Dirinya tahu, kesalahannya pada putranya itu, baik dulu maupun sekarang. Sama sekali tak termaafkan. Dirinya merasa pantas untuk dibenci.
Tuan Park menunduk sedih sambil mendengarkan tangisan Chanyeol, dirinya merasa pantas.
.
.
.
Sambil menarik koper besarnya, Chanyeol mengikuti pria paruh baya didepannya. Berjalan melewati jalan yang sangat familiar ini, melewati rumah- rumah yang Chanyeol bahkan tahu siapa saja didalamnya.
Wah, inikah akhirnya.
Setelah 2 tahun tinggal sendiri, dan beberapa bulan tinggal di Mansion mewah Byun, dirinya kembali ke Rumah yang dulu selalu dirinya anggap penjara ini.
Chanyeol terkekeh, dan Tuan Park yang sedang memasukkan pin keamanan pintu jadi menoleh heran.
"Ada apa?" Tanya Tuan Park kepada Chanyeol yang masih terkekeh dibelakangnya.
"Pin rumah ini masih sama seperti dulu, 21081965, ulang tahun Ibu. Seharusnya saya diam- diam masuk dan mencuri uang di dalamnya saja sejak awal, karena saya bahkan bisa menebak pin dari brankas milik anda pasti juga ulang tahun ibu."
Tuan Park menatap putranya, lalu dengan pelan berkata.
"Pin rekening dan Brankasku adalah 271192."
Mata Chanyeol terbelalak.
"I-itu.."
Tuan Park mengangguk.
"Hari ulang tahunmu, sekaligus Hari peringatan kematian Ibumu. Itu adalah hari yang penting untukku."
Rasanya seseorang telah mengambil napas Chanyeol pergi. Ini terlalu mengejutkan.
"Saya.. tak menyangka anda ingin terus mengingat tanggal itu." Ujar Chanyeol akhirnya, canggung mulai merasuki suasana kedua orang ini lagi.
Tuan Park berdehem. Lalu dengan terburu memasukkan pin rumah dan membuka pintu untuk Chanyeol.
Chanyeol memasuki rumah yang sudah 3 tahun tak didatanginya ini. Tersenyum tipis saat mengetahui bahwa tak ada yang berubah dari sejak dirinya pergi. Aroma yang sama. Perabotan yang sama. Segalanya terasa sangat familiar.
Pandangan Chanyeol beralih pada sang Ayah yang masih berdiri canggung didekat pintu yang sudah tertutup dibelakangnya. Dengan senyuman tipis, Chanyeol berkata, "I'm home."
Mata Tuan Park melebar sebentar karena terkejut, namun hanya sebentar, sebelum akhirnya berubah menjadi melengkung saat senior Park itu tersenyum, lalu dengan suara sehangat musim panas, suara teramah yang pernah diucapkannya pada sang putra.
Tuan Park membalas, "Welcome back, son." Chanyeol tersenyum cerah.
Untuk pertama kalinya bagi Chanyeol. Rumah ini tak terasa canggung dan dingin lagi. Tak lagi terasa seperti penjara lagi.
Untuk pertama kalinya, Kediaman Keluarga Park, terasa seperti Rumah.
.
.
.
- Seoul, Korea Selatan -
Musim Semi, 2014
Musim semi tahun ini tampak sungguh indah, bunga sakura bermekaran dengan sangat lebatnya dan petal- petal kecil berwarna pink terus berjatuhan bagaikan hujan bunga di sudut jalan. Dan seluruh pohon sakura itu menghiasi samping jalan yang Baekhyun lalui sekarang.
Selanjutnya Tuan Muda kesayangan kita itu berhenti, lalu berbelok melangkah menuju samping jalan yang bersebrangan dari barisan pohon sakura yang sedang bermekaran tadi.
Dengan langkah perlahan dan tangan yang telah dimasukan ke dalam saku celananya. Baekhyun mendekati pagar pembatas antara jalan dan tepi sungai.
Senyuman terbit dari bibir cerinya. Cantik sekali. Baik pemandangan yang sedang Baekhyun saksikan, ataupun si Baekhyun sendiri yang sejak kedatangannya mencuri pandangan semua orang. Keduanya tampak cantik.
Hari ini Baekhyun tampak seperti biasanya, biasa terlihat indah lagi rupawan. Hingga membuat pengunjung lain yang juga mengunjungi taman Cherry Blossom samping sungai Han ini selalu mencuri pandang padanya. Dan sekarang Baekhyun telah sangat terbiasa ditatap seperti itu.
"Siapa dia? Apa dia Idol? Model?"
"Dia pria? Cantik sekali. Ini pertama kalinya aku melihat seorang pria yang dapat langsung membuatku berpikir bahwa dia sangat cantik."
"Aku melihat beberapa bodyguard mengikutinya dari jarak agak jauh. Apakah dia orang penting?"
Baekhyun tak menghiraukan seluruh bisik- bisik yang masih dapat didengar oleh telinganya yang sensitif.
Namun sayangnya, sikap acuh tak acuhnya itu justru membuat Baekhyun tampak semakin misterius, membuat banyak orang semakin penasaran padanya.
Di dukung dengan petal bunga sakura yang berjatuhan disekitarnya, lalu cahaya senja berwarna jingga lembut memapar wajah putih porselin Baekhyun yang tampak bersih tanpa cela, membuatnya terlihat lebih mengagumkan, seakan memang dialah pahatan Tuhan paling sempurna.
Dan seakan semua itu masih tak cukup untuk mempesona, Baekhyun ternyata masih dapat membuat semua orang- orang menjadi lebih terkesima akan pesonanya.
Pantulan cahaya matahari dari sungai Han yang kini terpantul ke iris abu-abu milik Baekhyun, memberikan efek bercahaya dan berkilau setiap Baekhyun memandang apapun yang berada di depannya. Dan rasanya semua orang disana bersumpah akan pingsan bila mata indah itu berpindah fokus pada mereka.
"Chanyeol benar, warna jingga terasa sungguh hangat, seperti matahari terbit, atau matahari tenggelam. Mulai sekarang ini warna kesukaanku setelah merah dan pink." Gumam Tuan Muda Byun Baekhyun, kemudian dengan tak terduganya berbalik badan, membalas pandang pada seluruh mata yang menatapnya.
Dengan kompak semua orang langsung terkesiap dan mematung memandangnya.
Tak ada yang dapat bernapas saat suara serenyah biskuit berlapis karamel milik Baekhyun mulai menyapa semua orang, "Selamat sore semuanya."
Lalu Baekhyun mengembalikan napas semua orang disana lengkap dengan jantung yang berdetak tak karuan, dengan memberikan satu buah senyuman manis yang sungguh menyegarkan.
Senyum secantik sakura yang mengelilinginya.
Seindah senja di belakang Baekhyun sekarang.
Sesegar udara musim semi tahun 2014.
Senyum yang sangat indah hingga kau ingin menangis setelah melihatnya.
.
.
.
TBC
.
.
.
Author note :
Jadi, berapa kata canggung yang kalian dapatkan?
:D
wehehe gak dihitung juga gpp kok ;)
Pertama- tama, maaf maaf maaf maaf telat banget gak sesuai janji. Aku selalu bilang untuk jaga kesehatan, lah aku sendiri yg drop. Maaf banget semuanya /sungkem/
Terima kasih untuk semua pembaca setia Read My Music.
Aku ucapkan selamat datang ke New Era READ MY MUSIC wohoho
Tau aja kan maksudnya? Udah dikasih hint pada scene terakhir, masa sih gak paham :)))
Oh ya, aku sebenernya udah mau bilang ini sejak lama tapi lupa terus. Dunia di RMM itu sepenuhnya ciptaan aku ya, gak ada hubungan sama dunia nyata. Jadi, lagu- lagu yang mereka nyanyikan, atau buku yang mereka baca, idol-idol yang debut, itu semua aku yg atur waktu rilis dan penciptanya, gak ada yang sama dengan kenyataannya. oke ;)
Semua penulis lagu dan buku yang aku masukkan dalam cerita ini. Saya pinjam dulu ya karyanya. Terima kasih banyak.
Salah satu hal yang membuat cerita ini sangat tidak orisinal :)
Lalu..
Makasih kepada yang udah review di chapter sebelumnya :
channieraa, ChanBaek09, skyofbbh, Chanbeepark, chenderellakim, Ryu Cho, langit98, and Guest.
Karena ini Reviewnya dikit, jadi langsung aku jawab aja satu- satu.
1. Channieraa: haiii, makasih udah bilang bagus, makasih udah baca cerita aku, love you too ;)
2. Chanbaek09 : Hai hai, aku sampe hapal loh sama uname kamu say, makasih udah setia baca RMM dari awal banget sampe sekarang ya, iyaaaa ih, aku juga kangen chanbaek huaaa :"(( mudahan mereka cepet balikan, huee balikan gak yaaa
3. Chanbeepark : Chanbee, mau kita tukeran nomor aja biar kalo kamu pengen RMM cepetan di apdet tinggal spam ke aku? wkwk. Gpp, kadang-kadang aku emang perlu diingetin gitu kok biar sadar kalo masih punya utang FF sama kalian. Makasih udah baca dan nunggu apdet RMM ya, lufya
4. Chenderellakim : Gini ya rasanya dapet komen dari sohib wkwk, MANA ADA BAWANGNYA AELAH, ELU AJA LEMAH Wlek :P, semangat kerjanya babe, fighting!!
5. Ryu Cho : Kaka Ryuuuu, kaka tuh selalu dapettt aja gitu detail- detail kecil cerita aku. Jadi seru banget kalo dapet review dari kaka. Hooh, aku awalnya pengen bikin karakter Sulli tuh kayak Nyonya- nyonya sosialita di drama Sky Castle, ehh.. pas nulis malah jadi gitu. Pas aku baca lagi ternyata bagus aja. Yaudah wehehe. Makasih udah baca RMM dan setia nunggu apdetnya ya kak. wufyu
6. langit98 : Ini si langit mutual twitter aku dulu bukan? Enw, ini udah lanjut ya, makasih udah baca RMM dan setia nunggu apdetnya. luv luv
7. Guest : Hayok matikan hpnya 30 menit sebelum waktu tidur. Cuci kaki, cuci tangan, cuci muka, trus bobo. Jangan begadang terus, nanti sakit sakitan kayak aku loh hmpt!
.
.
Oke itu aja, sampai jumpa di chapter selanjutnya.
Be Happy Be Healty Eri.
Lets Love! /bow
Oh ya, mau rekomendasi lagu?
Aku dengerin lagu Palette by IU sejak tahun 2021 dimulai. Karena umur aku udah pas untuk dengerinnya sekarang wkwk. Lagu yang bikin mood jadi easy dan calm banget, bikin pengen pake piama seharian sambil makan sereal dan maraton drakor.
Sip, kali ini beneran, Bye!
