Struggling (But Never Been Better)

.

.

Notes: The longest chapter so far. But do not expect anything, ya? Just enjoy^^

.

.

oOo

.

Hidup sering kali hanya berkisar pada hal yang sama. Klise. Itu-itu saja. Sebagian penghuni dunia menolak habis-habisan bahwa dramaturgi eksis. Terpancang pada logika, yang seringnya hanya merupakan persepsi dari diri yang keras. Menyangkal apapun yang tak berentitas, meski kehadirannya nyata berbuah dampak—senang, sakit, buntu.

Tidak ada yang pernah menyangka, Park Chanyeol menemukan kebuntuannya sesederhana karena ketidakhadiran seorang yang lain di sisinya.

Maka bagaimana ia mampu menyangkal lagi saat hati meningkah dalam dunianya yang lama tak terjamah afeksi?

"Chan. Yeol."

Baekhyun melipat bibir. Menahan cengiran yang hendak terbentuk setelah ia berucap pelan, memainkan suku kata dari nama pria yang berbaring di pangkuannya.

"Chan—"

"Mau berapa kali lagi kau mengulangi namaku, Baekhyun?"

Masih, Baekhyun mengulum bibirnya kuat-kuat menahan senyum yang ingin terkembang. Walaupun ia tahu Chanyeol tak dapat melihat wajahnya (yang tak ia sadari tampak begitu berbunga-bunga), ia tetap tak mau menunjukkannya begitu saja. Wajah mereka berhadapan karena Baekhyun yang enggan mengangkat kepala melainkan terus menunduk menatap wajah di pangkuan. Bahkan setelah lama mereka berada dalam posisi tersebut, Baekhyun masih betah memandangi wajah itu.

"Bukankah dulu kau yang memintaku menyebut namamu?" tanya Baekhyun dengan tarikan di kedua sudut bibirnya. Rasanya sedikit aneh, bicara dengan begitu beraninya pada seorang Park Chanyeol yang beberapa waktu lalu masih menjadi objek segan dan takutnya.

Tapi keanehan itu terasa menggelitik. Sebab setelah mereka berbicara begitu banyak selama jam-jam belakangan, semua negativitas luruh satu per satu.

Chanyeol bergumam aneh, seperti tak setuju, namun juga sekaligus membenarkan. "Kau sudah berani menyalahkanku, rupanya," katanya, tanpa sedikitpun membuka mata.

Baekhyun mengekeh. Sedikitnya ia merasa idiot karena terus melakukan itu. Tetapi, ia hanya sedang sangat, sangat bahagia sekarang.

Ruang tengah kembali hening. Dengan senyum tipis serta pipi merekah, Baekhyun mulai bersenandung pelan. Tangan kirinya tersimpan di sisi tubuh, sementara yang satu mulai bermain di antara helai rambut sewarna platina di pangkuannya.

Chanyeol bergerak. Baekhyun mengantisipasi namun rupanya pria itu hanya meraih tangannya yang menganggur untuk digenggam di atas dadanya.

Itu lagi-lagi membuat Baekhyun melipat—tidak, kali ini ia mulai menggigit—bibir. Ini terlalu banyak untuknya. Meski seharusnya, bila diingat-ingat, bukan kali pertama Chanyeol melakukan hal seperti ini.

Hanya saja semuanya memang tak lagi sama sekarang.

"Bagaimana dengan Manajer Do?"

Baekhyun menghentikan gumam senandungnya, namun jemarinya masih menyusuri helai-helai rambut dari pria yang masih mengistirahatkan kepala di pangkuannya itu. Ia tidak tahu sejak kapan, tetapi melakukan hal itu terasa seperti salah satu kegiatan yang mulai ia gemari.

"Aku akan menghubunginya nanti," jawab Baekhyun.

Keduanya kembali terdiam. Tidak dalam canggung, namun justru menikmati setiap tarikan napas yang dibagi bersama dalam ruang yang hanya dihuni mereka berdua.

"Chanyeol,"

"Hm?"

"Kau harus istirahat."

"Aku sedang melakukannya."

"Maksudku, kupikir kau butuh lebih banyak tidur."

Chanyeol menggumam seolah mengiyakan. Meski begitu, keduanya sama-sama tahu waktu ini terlalu berharga untuk sekadar dilewatkan dengan terlelap.

"Aku akan menegur Jun karena telah memberitahumu."

"Chanyeol.." Refleks, Baekhyun menyahut seolah menegur.

Masih terpejam, Chanyeol menghela napasnya lantas menutupi sebagian wajah dengan punggung tangannya.

"Dia terlalu banyak bicara."

Baekhyun mengulum senyum. Chanyeol tidak benar-benar berniat melakukan itu. Bagai tulisan dengan tinta hitam di atas kertas putih, perilaku Chanyeol jauh lebih mudah terbaca olehnya setelah mereka membagi begitu banyak cerita. Membagi begitu banyak—lebih banyak—pengakuan.

Tentang kebenaran di balik kebohongan, tentang kejujuran di balik penyangkalan. Gengsi yang bagai mendarah daging tak lagi dibiarkan mengambil alih. Lagipula, keduanya terlalu dimabuk cinta untuk mengiraukan itu.

"Baekhyun,"

"Ng?" Baekhyun menyahuti panggilan Chanyeol. Namun, pria itu tidak lantas melanjutkan. Kedua mata bulatnya telah terbuka, langsung bersirobok dengan sepasang lain yang lebih sipit, yang tepat berada di atasnya.

Menunggu, Baekhyun turut diam sebagaimana Chanyeol. Ia membalas tatapnya, sembari tanpa henti mengagumi, persis seperti setiap kali ia memperoleh kesempatan untuk melihat dengan begitu dekat paras menawan itu.

Sedikit bingung Baekhyun ketika Chanyeol bangkit dari pahanya. Pria itu beralih mendudukkan diri dan masih saja berdiam, membelakanginya yang semakin bertanya-tanya. Dan sebelum Baekhyun menyuarakan rasa penasarannya, sebuah hela napas samar terdengar.

"Maaf."

Baekhyun mengerjap. Seketika teringat betapa Chanyeol telah banyak mengucapkan kata itu.

Padahal ia pikir, setelah waktu yang mereka habiskan dalam kedamaian setelah saling bicara, kata maaf bukanlah sesuatu yang tepat untuk dikatakan lagi.

Chanyeol, telah mengatakan itu berkali-kali dalam pelukan mereka yang begitu panjang. Bersama sekian penjelasan yang bahkan tak sama sekali Baekhyun rasa perlu pria itu sertai dengan permintaan maaf. Memperoleh Chanyeol sebagai sosok yang luar biasa berbeda dari biasanya, yang memberi penjelasan begitu banyak untuknya, adalah lebih dari seperti sebuah penghargaan.

Chanyeol, mungkin, memiliki perang batin yang sama seperti dirinya hanya untuk menjadi demikian jujur.

Sebab nyatanya memang segala arogansi telah pria itu lepaskan demi Baekhyun.

Bergerak pelan, Baekhyun mengambil selangkah lebih dekat pada pria di sisinya. Sebelum batinnya sempat menimbang—ia mungkin berakhir tak melakukan apapun bila membiarkannya—ia lebih dulu beranjak melingkarkan lengan memeluk Chanyeol dari balik punggung pria itu. Bersandar kepala memejam mata, ingin merasa benar kenyamanan dari punggung itu, sekaligus berusaha membagi ketenangan yang mungkin dibutuhkan.

"Bolehkah aku memintamu untuk berhenti mengatakannya?" tanyanya pelan.

Pertanyaan itu dijawab udara kosong. Ia tak memperoleh jawaban. Namun, Baekhyun tahu bukan sesuatu yang buruk mendapati Chanyeol tidak menyahutinya.

Jemari lentik milik Baekhyun kini berselimutkan milik yang lain. Punggung tangannya terasa hangat, ketika telapak besar milik Chanyeol menggenggamnya dari sisi itu.

Semakin detik berjalan, nyaman yang bersarang seolah semakin enggan pergi. Setiap sentuhan yang tercipta selalu saja membuat keduanya nyaman sampai ingin melupa waktu. Punggung Chanyeol begitu nyaman bagi Baekhyun untuk bersandar, dan keberadaan Baekhyun yang nyata tersentuh oleh Chanyeol sudah bagaikan obat penenang bagi tuntut anonimnya yang selalu ingin merasakan keberadaan penyanyi itu dalam jarak sentuhnya.

Getar ponsel di atas meja mendistraksi. Momen terhenti. Sedikit disayangkan namun, keduanya tahu mereka tak perlu sekecewa itu.

Baekhyun melepaskan lengannya, meski sang direktur rupanya enggan melepas tautan tangan mereka. Pria itu membenahinya, sembari meraih ponsel di atas meja dengan tangannya yang lain. Suku kata nama sang sekretaristampak di layar.

"Sajangnim. Selamat siang." Di seberang panggilan, Junmyeon menyapa cepat.

"Ya. Ada apa?"

"Maaf untuk menghubungi tiba-tiba. Tuan Wu dan Oh Sehun datang dan ingin menemui Anda."

Chanyeol seketika berkerut dahi. Kris Wu dan Oh Sehun?

Meski seharusnya otaknya mampu menerjemahkan hal yang mungkin menjadi maksud kedatangan dua orang itu, ia masih sedikit menerka pula mengapa keduanya harus repot-repot datang.

Setelah sempat tercenung bersama pikirannya, Chanyeol segera menyahut, "Aku akan sampai dalam beberapa menit."

Junmyeon menyatakan tanda mengerti, yang Chanyeol kira sudahlah merupakan akhir dari panggilan yang dibuat. Namun lantas sang sekretaris kembali bersuara dengan ragu, "Sajangnim?"

"Ya?"

"Apakah.. Baekhyun-ssi ada bersama Anda?"

Begitu pertanyaan terlontar, Chanyeol secara refleks menoleh ke arah si penyanyi yang berada di sampingnya. Yang mengerjap bingung saat menyadari tatapnya.

"... Ya. Ada apa?"

Terdengar helaan napas samar dari sang sekretaris. "Manajer Do panik karena tidak bisa menemukan ataupun menghubungi Baekhyun-ssi sepagian ini. Saya pikir—"

"Aku akan datang bersamanya. Katakan pada Manajer Do untuk tidak perlu khawatir. Dia baik-baik saja."

"... Saya mengerti."

Satu gumaman, dan Chanyeol lebih dulu mengakhiri panggilan. Sejenak ia tatap layar yang telah berubah hitam. Sedikit tersita fokusnya atas pikiran mengenai kedatangan dua pria itu.

Ia memang belum mengambil tindakan apapun sejak hari itu. Pikirnya, adalah baik untuk menunda dan menimbang sedikit lebih lama karena hubungan antara Byun Baekhyun dan Oh Sehun menyangkut kepentingan dua agensi. Juga banyak pihak lainnya. Hanya karena pria Oh itu memintanya satu kali untuk menghentikan skenario yang telah diatur, segalanya tak akan mudah. Kris Wu bahkan mungkin memiliki penolakan yang keras untuk itu.

Sesegera mungkin ia beranjak. Mengajak lelaki satunya untuk turut berbenah.

"Apakah sesuatu yang genting terjadi?" tanya Baekhyun, ketika akhirnya Chanyeol keluar dari kamarnya setelah berkemas, dengan rambut yang telah tertata rapi juga jas tersampir di lengan.

Meraih kunci mobil dengan sebelah tangan dan menggandeng Baekhyun dengan tangan satunya agar mengikuti langkahnya, Chanyeol menjawab, "Ya. Mungkin."

.

.

Tepat setelah pintu lift terbuka, Chanyeol melangkah lebih dulu. Sebuah bisikan sampai jumpa telah ia berikan pada si lelaki mungil yang berada bersamanya sebelum meninggalkannya di belakang. Mengarah langsung ke arah ruangannya dengan Junmyeon yang telah sigap mengiringi. Membiarkan sang penyanyi terlebih dulu menemui manajernya.

"Yah!" Kyungsoo berseru tertahan, berderap menghampiri Baekhyun yang baru saja tiba dan tertangkap matanya. Segera ia mengoceh tentang betapa menghilangnya Baekhyun nyaris membuatnya menghubungi polisi.

Baekhyun melindungi kepalanya saat tangan Kyungsoo terangkat, hendak melayangkan satu-dua pukulan untuk artisnya itu. Tetapi ia memang hanya menggertak. Tidak benar-benar ingin melakukan karena beberapa hal yang lebih menyita perhatiannya. Day-off langka penyanyi itu seharusnya mereka gunakan untuk mengurus kepindahan. Tidak menemukan Baekhyun di dormitori juga respon untuk pesan dan panggilannya membuat Kyungsoo jelas kalang kabut.

"Mana ponselmu?" tanya Kyungsoo.

"P-ponsel?"

Baekhyun meraba saku celana panjangnya, mencari-cari peranti yang memang tidak sempat ia tengok sejak semalam itu.

Ketika tangannya tak merasakan apapun bahkan ketika mencoba merogoh, Baekhyun mengerjap. Berpikir. Mengingat-ingat bagaimana mungkin ia tak memiliki benda itu bersamanya.

Namun begitu menyadari pakaian yang sekarang melekat di tubuhnya—kemeja biru langit yang bukan miliknya—Baekhyun teringat akan fakta bahwa ia meninggalkan pakaiannya, termasuk jaket tempat ia terakhir kali menyimpan ponsel di bagian saku, di kamar mandi.

Kamar mandi apartemen Chanyeol.

Wajah mengkerut seketika. Menyesali kecerobohan luar biasa yang bisa-bisanya ia lakukan.

"P-ponselnya.. tertinggal,"

Kyungsoo menyahut dengan mata yang kian membulat juga kerut dahi yang tak kunjung pudar, "Di?"

"Di.."

Kyungsoo memicing. Menatap skeptis pada sang penyanyi. "Kau. Berhutang penjelasan padaku," katanya, sebelum menarik cepat tangan Baekhyun menuju lift.

Baekhyun merutuk dalam hati. Sambil berpikir apa-apa saja yang dapat dikatakannya untuk menjelaskan pada sang manajer, ia hanya bisa pasrah mengikuti kemana pria berkacamata itu menyeretnya.

Di ruangan sang direktur, telah duduk dua orang pria tinggi dengan didampingi seorang lain di sisi sofa tempat keduanya duduk. Chanyeol meneruskan langkah yang sesungguhnya amat diliputi keraguan, diikuti Junmyeon di belakangnya.

Ketika baru saja ia menempati sofa, Kris lebih dulu meletakkan map yang dimintanya dari Sekretaris Han.

"Beberapa MoU yang harus dibatalkan," terangnya.

Setengah tak menangkap maksud kalimat itu, Chanyeol segera menarik map tersebut dan melihat isinya.

"Sebaiknya ini jadi yang terakhir kalinya. Benar-benar merepotkan." Sang pria Wu berujar. Sekilas terdengar datar namun timbul pula kesan muak di antaranya. Lagipula, tak ia tujukan untuk siapapun kata-kata itu. Ia bersedekap, bersandar seolah sofa tempatnya duduk adalah singgasana miliknya meski nyatanya ia berada di gedung milik seorang rival.

Mengernyit dalam, Chanyeol bergantian menatap lembaran-lembaran di tangannya juga kedua orang di hadapan.

"Jangan membuatku menjelaskan," kata Kris, memutar bola mata malas-malas. Ia memberi kode pada sekretarisnya yang berdiri di sisinya, yang dengan segera dimengerti oleh pria itu.

"Dokumen itu mencakup semua MoU yang akan dibatalkan besok. Pihak K Entertainment sudah menghubungi beberapa di antaranya. Untuk sisanya kami memohon tindakan dari LOEY-Music atas pertimbangan relasi. Akan lebih baik bila semua diselesaikan oleh pihak yang memiliki hubungan paling baik dengan perusahaan terkait." Sekretaris Han menjelaskan dengan singkat. Pria yang menjadi atasannya mengangguk samar, tanda puas dengan pekerjaan sekretarisnya.

Junmyeon di tempatnya memperhatikan. Mendengarkan dengan saksama. Di satu sisi, ia cukup terkejut seorang Kris Wu dapat membuat keputusan sebagaimana yang baru saja dijelaskan. Namun di sisi lain, ada perasaan tak heran menyaksikan semua ini terjadi pada akhirnya.

Chanyeol menghabiskan beberapa waktu untuk terdiam. Matanya telah rampung menyisir isi map yang diberikan, namun belum ditutupnya benda itu melainkan tercenung memandang tanpa fokus pada baris-baris katanya.

"Oh, astaga. Berhenti menimbang, Park. Kita selesaikan ini segera tanpa membuang waktu." Kris kembali berujar. Jengah. Ia kemudian menambahkan dengan serius, "Ini bukan urusanku. Tapi pastikan kau tidak menyesal dengan pura-pura tak menyetujui. Aku bisa menarik keputusan ini kapanpun bila kau tak segera turut bertindak."

Sekali menelan ludah dan dalam diam membulatkan tekadnya, dokumen di tangan berpindah kepada Junmyeon.

"Akan segera kuselesaikan," kata Chanyeol.

"Kuharap kau memang benar-benar sudah memperjelas semuanya dengan si Byun itu," ujar sang pria tinggi berdarah campuran itu. "Oh, tidak, tidak. Aku tidak peduli. Simpan saja masalah kalian sendiri. Oh, betapa menggelikannya." Ia membuang napas, mengibas sekali telapak tangannya.

Tak lagi banyak selang waktu yang dihabiskan, Kris Wu bangkit dari duduknya.

"Ini sayang sekali untuk dilewatkan. Melihatmu tak berkutik seperti ini untuk satu alasan menggelikan, menyenangkan sekali," katanya. Mendecih. Wajah arogannya tak bertahan lama, seketika justru tergantikan oleh kernyitan tak suka. "Tapi entah kenapa aku benar-benar tidak menyukai keadaan ini," gumamnya.

"Nah, sudah. Ini yang kau mau 'kan?"

Sehun yang sejak tadi belum bersuara sebelum Kris menoleh padanya. Menatap seolah melempar ultimatum. "Sebaiknya kau serius dengan janjimu."

Membuang napas, Sehun mengangguk malas-malas. "Ya, ya. Tentu. Tidak perlu menatapku seperti itu."

Chanyeol tidak dapat menerka apa arti percakapan dua orang itu. Pikirannya sedikit terlalu disibukkan—tanpa sadar—oleh kelebat rencana-rencana yang akan ia lakukan setelah ini. Terlepas dari cukup banyaknya masalah yang akan muncul juga kerugian yang harus ditanggung dengan adanya pembatalan ini, batinnya tak dapat berbohong ketika memunculkan satu perasaan sebagai respon.

Lega. Rasanya seperti sebuah pintu pada labirin gelap tak berujung telah tertutup, menyisakan sedikit untuk dipilih hingga ditemukan jalan yang tepat nantinya.

Ia masih sibuk dengan pikirannya, menempati sofa dalam ruangan bagaikan singgasana ketika Kris Wu dan Oh Sehun berlalu.

"Hey, Sekretaris Han,"

Di luar, Sehun memanggil Lu Han, berusaha menyejajarkan langkahnya dengan pria mungil itu yang betah mengekori sang direktur K Entertainment.

Refleks Lu Han menggumam sebagai respon. Menanyakan apa kiranya yang ingin Sehun katakan.

"Berkenan menemaniku minum kopi setelah ini?"

Sepasang mata dengan binar layaknya anak rusa yang biasanya memiliki sorot yakin sebagai salah satu bagian dari integritasnya kini mengerjap-ngerjap. Lucu—atau setidaknya begitu Sehun berpikir.

Melihat sang sekretaris tampak akan menyuarakan penolakan, Sehun buru-buru menambahkan, "Aku akan meminta izin padanya." Ibu jari menunjuk pada satu yang memiliki jabatan tertinggi di antara mereka, yang melangkah tegap di depan sana.

Setelah raut penuh keragu-raguan, juga sebuah kuluman singkat di bibir kecilnya tanda menimbang, Lu Han mengangguk. Berbuah senyum dari si rapper jangkung, lengkap dengan eye-smile yang menawan.

.

.

"H-hey.." Melihat mata Kyungsoo yang kian membulat setelah mendengar penjelasannya, Baekhyun gelagapan. Sebab benar, mata sang manajer sungguh tampak seperti akan keluar dari tempatnya.

"Dari mana kau mendapatkan keberanian seperti itu?" tanya Kyungsoo. Mata bulatnya sempurna terarah pada sang penyanyi tanpa teralih sedikitpun.

Baekhyun menggigit bibir bawahnya. Pertanyaan itu membuat rasa malu kembali menyeruak. Debar yang entah disebabkan oleh apa kembali muncul. Ini bukan malu seperti ia menyesali perbuatannya, melainkan sama seperti Kyungsoo, ia pun tak percaya telah menjadi begitu beraninya semalam itu.

Kyungsoo menjauhkan wajahnya yang tanpa sadar ia bawa mendekat seiring penjelasan Baekhyun yang bergulir. Ia menghela napas tipis. Bagaimanapun, sesuatu yang baru saja ia dengar ini terasa cukup melegakan.

"Jadi, kau tetap akan meninggalkan dorm atau tidak?" tanyanya, menatap Baekhyun sembari melipat lengan di depan dada.

Baekhyun menggaruk pelipisnya yang tak gatal. Mengeluarkan suara dengung tanda berpikir. "Uh, aku akan memikirkannya kembali nanti."

Sekali lagi sang manajer menghela napas. "Terserah kau saja."

Ia baru akan melanjutkan perbincangan, saat matanya menangkap satu pesan masuk di layar ponsel yang ia letakkan di atas meja kafetaria. Jemarinya cekatan mengambil benda itu, mengetikkan balasan sesegra mungkin setelah menyadari nama si pengirim pesan. Lantas, ia kembali beralih pada Baekhyun di seberangnya.

"Kau sebaiknya bersiap."

"Untuk apa?" Baekhyun mengerjap.

Tak berselang lama sebelum sosok pria tinggi dengan langkah lebarnya muncul dan tertangkap oleh mata si manajer. Kyungsoo berdiri dari duduknya, membungkuk hingga Baekhyun dibuat semakin kebingungan.

"Kyung?"

"Baekhyun,"

Sang pemilik nama tersentak berbalik. Dalam sepersekian detik yang singkat Baekhyun tak percaya akan suara yang masuk ke pendengarannya namun begitu saja keraguan itu dipatahkan oleh keberadaan pemilik suara yang nyata berdiri di belakangnya.

"C-chanyeol?" Ia terbata. Bahkan kakinya berubah kikuk hanya untuk membantu tubuhnya bangkit dari kursi.

Kehadiran sang direktur membawa perubahan suasanya yang cukup signifikan di kafetaria. Namun, Chanyeol tak terlalu peduli dengan hal itu, dan Baekhyun pun tampak tak sama sekali awas.

"Kau keberatan bila aku membawanya lagi?" tanya Chanyeol pada Kyungsoo.

Ketika sempat ia melirik Baekhyun dan mendapati rona merah di wajah penyanyi itu, Kyungsoo tak sengaja tersenyum kecil. "Sama sekali tidak."

"Terima kasih," kata Chanyeol, dibalas sebuah bungkuk hormat lagi dari sang manajer. Sebelum sempat Baekhyun berkata apa-apa lagi, Chanyeol telah lebih dulu menggandeng tangannya. Menariknya pergi, kembali ke ruangannya di lantai eksklusif gedung.

Ia telah secara naluriah menepati perkataannya untuk selalu menemui Baekhyun lebih dulu.

Sesampainya di ruangan yang telah kosong, tautan tangan dilepas. Chanyeol berbalik, membuat mereka tepat berhadap-hadapan. Sejenak ia terdiam menatap Baekhyun. Kedua mata yang mengerjap antara bingung dan penasaran—dan oh, juga sepercik malu. Rambut hitam tanpa sentuhan tatanan apapun. Kesemuanya polos. Tanpa dibubuhi apapun.

Tidak seperti kali pertama Chanyeol menyadari keberadaan sang penyanyi dalam balutan kostum panggung, rambut merah, juga riasan lengkapnya, Baekhyun kini berdiri di hadapannya dalam rupa sebagaimana adanya. Yang—sekali lagi—entah mengapa tampak ribuan kali lebih menarik dengan pancar alaminya.

Baekhyun baru saja akan membuka mulut menyuarakan rasa penasarannya saat Chanyeol akhirnya membuka percakapan.

"Skenario kencanmu dengan Oh Sehun dihentikan. Beritanya akan dirilis segera."

Mata Baekhyun membola. Kabar itu sedikit terlalu tiba-tiba.

"Dihentikan?"

Chanyeol mengangguk sebagai jawaban.

Raut cemas seketika tampak di wajah sang penyanyi. Matanya teralih pada lantai, dan kembali lagi terarah pada Chanyeol. Kian cemas menyorot.

"Apa semua akan baik-baik saja?"

Sejenak hanya menatap dalam diam, Chanyeol menatapi wajah yang tampak begitu khawatir itu. Sebelum ia mengambil langkah maju, menarik bahu sempit milik yang lebih pendek ke dalam rengkuhannya.

Chanyeol meletakkan dagunya di puncak kepala Baekhyun, menghela napas ketika rasa lega yang begitu banyak seolah dapat ia peroleh dari upayanya memeluk si lelaki mungil.

"Bagaimana jika tidak?"

Pertanyaan itu sejenak membuat Baekhyun tertegun. Sepertinya memang bodoh untuk berharap segalanya akan baik-baik saja.

Ia balas memeluk sang direktur. Membawa naik kedua telapaknya agar mencapai punggung pria tinggi itu, dan memberi tepukan lembut berulang-ulang di sana.

Keduanya memiliki kekhawatirannya masing-masing. Tentu. Dari sudut pandang yang berbeda, ada hal besar yang harus dihadapi setelah ini.

Tetapi tanpa ada kata harus terucap, keduanya tahu perasaan identik yang sama-sama muncul di dalam hati; perasaan senang dan lega.

"Chanyeol," panggil Baekhyun, dengan suara redam karena wajah yang ia surukkan di dada yang lebih tinggi.

"Hm?"

"Apa ada sesuatu yang bisa kulakukan untukmu?"

Mendengar pertanyaan itu, Chanyeol justru melepas tawa kecil. "Memangnya apa yang ingin kaulakukan untukku?" tanya Chanyeol balik.

Sang penyanyi membuat suara dengung kecil, "Apa saja."

Tepat setelah jawaban Baekhyun, Chanyeol justru melepas pelukan mereka. Mengundang tanda tanya dari lelaki satunya.

"Kalau begitu apa kau akan memperbolehkanku mencuri sesuatu darimu?"

"A-apa? Mencuri apa?"

Baekhyun tak sama sekali menangkap maksud pertanyaan itu, namun ketika wajah sang direktur mendekat dan berhenti kurang dari setengah jengkal di depan wajahnya, Baekhyun seolah dibuat tahu apa yang Chanyeol maksudkan. Jadi ketika pria itu bertanya melalui tatap, Baekhyun menjawab dengan memejamkan matanya. Membiarkan Chanyeol mencuri sebuah ciuman dari bibirnya.

Oh, ini sebuah kejahatan yang amat menyenangkan.

Bunyi ketukan di pintu terpaksa menyudahi kegiatan yang belum seberapa lama dilakukan itu. Ketika Chanyeol menyudahi dan jarak terurai hingga dua pasang mata bertemu, Baekhyun baru merasakan panas merambati wajahnya. Malu.

"Sajangnim,"

Dengan enggan melepas tangkupannya pada rahang sang penyanyi, perhatian Chanyeol kemudian beralih pada pintu. "Masuk."

Begitu pintu terbuka dan Junmyeon melangkah masuk, Baekhyun bertolak berniat meninggalkan ruangan itu. Selain berpikir bahwa mungkin kehadirannya akan mengganggu pekerjaan sang direktur juga sekretarisnya, malu masih terlalu pekat ia rasa hingga membuatnya salah tingkah.

Tetapi Chanyeol tak membiarkannya. Meraih tangan sang penyanyi untuk digenggam, Chanyeol menarik lelaki itu ke sisinya.

"Ada apa?"

Junmyeon sekilas menyapa Baekhyun dengan sedikit tundukan kepala sebelum menjawab, "Pihak manajemen Tuan Lee baru saja menghubungi."

Menghela napas gusar, Chanyeol lantas mendesis. Ia seharusnya tidak lupa, bahwa masih ada satu lagi pintu paling berbahaya yang belum tertutup.

"Mereka menginginkan pertemuan besok," tambah Junmyeon. Sang direktur jelas tampak tak menyukai berita ini.

Cepat membaca keadaan, Junmyeon buru-buru menambahkan, "Tetapi untuk hari ini, biarkan saya yang menangani. Anda bisa kembali dan beristirahat terlebih dulu."

Cukup besar keinginan untuk sesegera mungkin menuntaskan urusan dengan pria paruh baya itu. Namun perkataan Junmyeon memang cukup memberi pandangan. Maka, ia segera menyetujui.

"Baiklah. Tolong."

Sang sekretaris mengulas senyum tanda paham. Membungkuk, ia kembali undur diri. Meninggalkan ruangan.

"Tuan Lee, ya," gumam Baekhyun pelan.

Chanyeol turut menjawab dengan sebuah gumaman. Namun ia segera menepis pembicaraan akan hal itu.

"Kau akan kembali menemui Manajer Do setelah ini?" tanya Chanyeol, menoleh kepada Baekhyun di sisinya.

"O-oh.. itu.. ya. Tapi.. Chanyeol?"

"Hm?"

"Ponselku.."

Alis Chanyeol terangkat, menunggu Baekhyun menyelesaikan kalimatnya.

"Ponselku.. tertinggal di—apartemenmu," katanya.

Dengus tawa kecil lolos dari sang pria Park. "Kita akan mengambilnya, kalau begitu," katanya, mengusak pelan rambut halus sang penyanyi. "Dan mungkin sedikit makan siang. Meski terlambat."

Baekhyun mengangguk, menyetujui, dengan rasa membuncah yang dengan konyolnya tak mau berhenti memenuhi dadanya.

.

.

Nyatanya setelah makan siang yang terlambat dan memperoleh kembali ponsel Baekhyun yang kehabisan dayanya, keduanya berakhir menghabiskan waktu di ruang tengah unit mewah milik Chanyeol untuk beberapa obrolan lagi.

"Dia sedikit licik." Chanyeol memicing. Satu demi satu, ingatan akan urusan bisnisnya dengan pria yang tengah menjadi topik pembicaraan kembali muncul. Tentang ketimpangan beban kerja, tentang bagaimana pria itu menggunakan Baekhyun untuk menahannya.

"Lalu bagaimana?"

"Hm?"

Dengan risau yang tak dapat lagi ia tampik, Baekhyun mengeratkan genggamannya pada tangan Chanyeol. Tanpa mengangkat kepalanya yang masih dalam posisi bersandar di bahu pria itu. Mendaratkan tatapannya pada permukaan meja di hadapan.

"Kau.. tidak berniat menghentikan kerjasama itu juga?"

Terdiam, Chanyeol tidak semerta-merta menjawab. Ia turut menerawang, tidak juga memberi jawaban yang pada dasarnya memang belum ia temukan.

Sebab jawaban dari pertanyaan itu adalah karena sang penanya itu sendiri. Dan Chanyeol tak berpikir ia dapat mengatakan secara gamblang, begitu saja, bahwa ia tidak ingin lagi Baekhyun digunakan, bahkan disentuh seujung rambut pun.

"Ada kemungkinan konsekuensi yang besar bila aku menghentikannya," kata Chanyeol. Baekhyun yang tidak sama sekali menangkap maksudnya tentu bertanya.

"Konsekuensi? Seperti apa?"

Dua pasang mata masih betah saling bertambat. Sepasang yang lebih kecil menyorot penuh rasa ingin tahu, sementara yang lebih besar nan tajam menampilkan sorot tak terbaca.

"Kau."

"Huh?"

Hela napas samar terdengar bersamaan dengan Chanyeol yang kembali menatap ke depan, beralih dari sang penyanyi. Baekhyun menunggu Chanyeol menuntaskan, namun tak kunjung itu terjadi.

"Chanyeol?" Baekhyun mengangkat kepala. Memanggil.

"Kau ingat pesta malam itu?"

Baekhyun mencoba mencari yang Chanyeol maksudkan dari dalam memorinya namun belum juga mendapatkannya.

"Pesta kolega saat kau diminta datang sebagai perwakilan agensi."

Tidak teringat akan apapun, Baekhyun nyaris menyuarakan kebingungannya. Namun tidak saat akhirnya ia berhasil mengingat. Meski, potongan yang muncul adalah bagian yang tidak tepat.

Ingatan samarnya akan malam itu berkelebat. Saat tubuhnya terasa panas, gerah, dan begitu haus sentuhan tanpa ia tahu penyebabnya.

Dan saat Chanyeol memberikannya kecupan, ciuman, hingga isapan di sekujur leher dan tulang selangka yang, anehnya, begitu disambut baik oleh tubuhnya ketika itu.

Baekhyun mengerjap. Seketika panas merambat naik ke wajah. Ia menggeleng-geleng cepat. Menampik keras-keras ingatan itu yang meski menunjuk pada garis waktu yang benar, memunculkan fokus ingatan yang sama sekali tidak tepat.

Ia mengembuskan napas yang tahunya sempat tertahan. Berusaha kembali pada kenyataan.

"I—itu.."

"Sedikit sulit menjelaskannya. Hanya.. yang jelas," Chanyeol menghenti sejenak, "dia bisa melakukan hal yang lebih buruk bila aku memutus kerjasama."

"Tapi.. aku merasa Chanyeol dibuat sangat kesulitan.." gumam Baekhyun, menyuarakan kerisauannya di luar sulitnya ia menangkap arti sebenarnya mengapa memutuskan kerjasama agensi dapat berhubungan dengan dirinya.

Chanyeol kembali menoleh. Mendapati Baekhyun yang setengah tertunduk, tampak sibuk dengan pikirannya sendiri. Bibir separuh mengerucut. Mungkin tanpa sadar.

Dan itu sedikit membuat suasana hati Chanyeol berputar, hingga sudut bibirnya tertarik membentuk seringai tipis. Ia terkekeh kecil. Mengusak gemas pucuk kepala sang penyanyi.

"Kau tidak perlu memikirkannya."

"Aku—"

"Baekhyun,"

"Ng?"

"Kau keberatan, bila suatu saat aku membuat karirmu berhenti sampai di sini?"

Baekhyun mengernyit tak mengerti, tetapi tak ada prasangka buruk sama sekali di dalam hatinya dengan kalimat yang seharusnya terdengar kejam.

Chanyeol membenahi posisi duduknya. Secara tidak langsung merubahnya menjadi lebih dekat kepada Baekhyun. Hingga tak sengaja, tubuh tingginya tampak lebih menjulang meski masih duduk di sofa yang sama.

Baekhyun sedikit mendongak. Menyesuaikan jajar pandangnya dengan sang direktur. Kesenjangan tinggi di antara mereka kembali membuatnya sedikit ciut. Tidak dalam artian buruk, hanya saja itu cukup membuatnya berdegup akibat aura yang seakan menguar kuat.

Posisi yang sama menyamping mengizinkan keduanya duduk berhadapan.

"Maksudmu..?" cicit Baekhyun. Dibanding terkejut terlebih takut, ia lebih merasa gugup dengan kemungkinan kelanjutan perkataan Chanyeol.

Tatap Chanyeol menguncinya. Ia tak tahu apa pastinya yang akan Chanyeol katakan pada akhirnya, namun tatapan itu kian membuat darahnya berdesir aneh.

Chanyeol, melanjutkan dengan pelan, mengungkapkan perlahan maksud dari pertanyaan yang sebelumnya ia lontarkan.

"Kalau aku mengumumkan pada dunia," katanya, "bahwa aku ingin membuatmu menjadi milikku," punggung telunjuknya mengusap pelan pipi gembil sang penyanyi, "aku bisa-bisa menghancurkan karirmu."

Tangan kiri Chanyeol yang tak pria itu gunakan untuk menyangga tubuh pada sandaran sofa beranjak meraih sebelah telapak milik Baekhyun. Menggenggam lembut dan mengangkatnya perlahan.

Untuk mendaratkan sebuah kecupan di sana.

"Aku tidak ingin menghentikan karirmu sebesar apapun keinginanku memilikimu," bisiknya.

Baekhyun merasa seluruh tubuhnya memanas. Seperti akan meleleh. Tak lagi sebatas pipi atau wajahnya, darah yang berdesir membuat panas menjalar hingga ke seluruh bagian.

"Chan—chanyeol.."

Ini tidak semata hanya karena perlakuan yang Chanyeol berikan padanya. Bukan kecupan yang pria itu berikan di telapak tangannya. Bukan suara lembut yang pria itu gunakan untuk bicara padanya. Namun juga apa yang pria itu katakan, tentang bagaimana Chanyeol menyatakan keinginan untuk memilikinya.

Apa yang dapat membuat jantung berdegup lebih daripada pernyataan cinta semacam itu?

Ini terlalu banyak untuk Baekhyun.

"Chanyeol—"

Ucapan Baekhyun terhenti oleh senyuman kecil yang pria itu berikan padanya. Seperti sebuah upaya implisit untuk menenangkan.

"Aku akan memikirkannya nanti. Kau lakukanlah persiapan albummu dengan baik."

Mendengar itu, Baekhyun seperti merasa sesuatu meledak-ledak dalam dirinya, hingga ia harus menggigit bibir untuk menahan. Dan yang ia dapat lakukan hanya mengangguk kecil, menerima satu usakan lagi dari sang direktur.

Aku akan memikirkannya nanti.

Tidakkah itu terdengar seperti Chanyeol yang akan memikirkan masa depan mereka?

Semakin melantur pikirannya, semakin Baekhyun merasa pipi memanas. Sepertinya dia terlalu percaya diri. Mungkin, ia hanya salah mengartikan perkataan itu saja.

Sebuah hela napas dan Chanyeol menjauhkan diri. "Kuantar kau kembali ke asrama."

Lagi, Baekhyun mengangguk. Kembali ke dormitori mungkin akan membantunya kembali memijak pada daratan. Lagipula ia telah memutuskan untuk menunda kepindahan.

Sedikit kepayahan Baekhyun menangani degup jantungnya. Terlebih, ketika melihat Chanyeol yang telah lebih dulu berdiri dari duduknya, mengulurkan tangan memintanya menyambut. Hingga Baekhyun harus memaksa diri untuk berani meraihnya, menjadikan tangan mereka bertaut.

Chanyeol menggandengnya beranjak dari ruang tengah. Sekaligus mengambil kunci mobil, menuntun Baekhyun menuju pintu.

Nyaris sempurna mencapai pintu, Baekhyun menyadari sesuatu dalam dirinya yang membuatnya menghentikan langkah. Ia tak benar-benar sadar saat jemarinya mengeratkan genggaman pada tangan besar Chanyeol, meremat kuat sebagai wujud keinginan besarnya untuk berhenti.

Chanyeol menoleh. Turut berhenti sebelum tangannya meraih gagang pintu.

Ia ingin bertanya, namun urung ketika melihat Baekhyun bergeming di tempat, dengan bibir tergigit penuh keragu-raguan. Lelaki mungil itu menatap lantai di antara pijakan mereka. Dengan rematan yang semakin erat di tangan mereka yang saling bertaut.

Sepersekian menit yang singkat, Chanyeol pula, turut sadar bahwa dirinya merasakan sebab yang sama dengan yang membuat Baekhyun menahannya.

Mereka sama-sama tidak menginginkan perpisahan.

Sesuatu yang tak bernama itu, kini sama-sama dirasakan keduanya. Semakin intens dan bergolak.

"Chanyeol, aku—"

Perkataan Baekhyun terhenti. Bila sejujurnya pun ia tak tahu apa yang ingin dikatakan, Chanyeol telah lebih dulu melakukan sesuatu yang rupanya juga diinginkannya. Menarik dan membungkam bibirnya. Menangkup kedua rahang, mencium bibirnya dengan menggebu.

Dan Baekhyun tahu memang keintiman itu yang hati dan tubuhnya inginkan. Seperti sesuatu yang terkabulkan ketika akhirnya bibir mereka bertemu, tubuh saling merapat, merasakan kehadiran satu sama lain tanpa ada cela barang satu inci.

Kedua tangan Baekhyun yang menganggur tak lagi memiliki tambatan mulai merangkak naik. Menjamah sepanjang kain kemeja sang direktur, terus naik hingga berganti meremat bagian kerahnya.

Baekhyun tidak peduli bila gerakannya begitu tak terarah, tetapi upaya Chanyeol melumat miliknya dengan begitu dalam membuatnya ingin terus mengimbangi. Mewujudkan hasrat terpendam yang seringnya tak dapat terungkapkan satu sama lain.

Keduanya tak dapat berhenti. Ketika napas nyaris habis, tautan dilepas dan mata bertemu. Hanya sejenak, sebelum kembali memejam dan saling memagut bibir.

Niat mengakhiri sua hari ini menguap. Hilang tak bersisa, terganti dengan keinginan yang sesungguhnya untuk tetap saling memiliki kehadiran satu sama lain dengan nyata.

Di detik yang sama, Chanyeol mengangkat tubuh Baekhyun dalam gendongannya dan Baekhyun nyaris saja lebih dulu melompat kepada pria itu jika Chanyeol tak lebih dulu mengangkatnya.

Pintu keluar semakin jauh. Chanyeol membawa si mungil dalam gendongan menuju kamar di dalam unit tersebut. Hingga begitu tersadar, Baekhyun telah merebah sempurna di bawah kungkungan Chanyeol.

Di tengah temaram cahaya, yang dapat Baekhyun lihat dengan jelas hanyalah Chanyeol. Dua mata yang tertuju langsung padanya. Menyorot lembut.

Sekaligus bergairah.

Persis seperti Baekhyun sendiri.

Maka ketika Baekhyun menerima permintaan izin untuk melakukannya, ia tak pernah kepalang terpikir untuk menolak. Bahkan menjawab, ia lakukan dengan sesuatu lain yang lebih konkret.

Dengan pasti, jemarinya ia angkat menuju dada Chanyeol yang berada nyaris rapat dengan miliknya. Dan tanpa sama sekali melepas tatap mereka, meski sedikit malu, ia raih kancing teratas kemeja pria itu dan mengurainya perlahan.

Baik Baekhyun juga Chanyeol, keduanya mengartikan bahasa itu sebagai hal yang sama.

Baekhyun juga menginginkannya, sama seperti Chanyeol. Pemuda mungil itu memberi izin untuk apapun yang ingin Chanyeol lakukan karena ia sama inginnya. Ingin melepas sesuatu yang seolah tertahan begitu lamanya.

Dan Chanyeol tidak lagi membuang waktu untuk meragu.

Ia menekan bibir Baekhyun dengan miliknya, melumat dengan dalam dan sedikit terburu. Baekhyun membalas dengan sama terburunya. Sedikitnya ia dapat menangkap bahwa Chanyeol tidak dapat lagi menahan hasratnya, karena demikian pula dia. Ia membuka begitu saja akses bagi Chanyeol untuk bertindak lebih jauh dari sekadar dua bilah bibirnya. Membiarkannya menjelajahi seisi mulutnya, sembari ia berusaha mengimbangi dengan sedikitnya pengalaman tentang itu.

Sebelah tangan Chanyeol yang tidak pria itu gunakan untuk menyangga tubuhnya ia alihkan pada tangan Baekhyun yang masih bertengger di kancing kemejanya. Mengarahkan jemari lentik itu untuk meneruskan pekerjaannya, membuka keseluruhan kaitan kancing tanpa terkecuali. Baekhyun dengan mata terpejam menurut dan melakukannya dengan cepat, secepat aktivitas mencumbu yang bibir mereka lakukan satu sama lain.

Hanya sesekali waktu mereka ambil untuk bernapas. Sebelum kembali menyatu, meraup bibir yang lainnya seperti tak akan ada kesempatan lain untuk melakukan itu.

Jemari Baekhyun tanpa sadar menelusuri perut hingga dada bidang milik pria di atasnya begitu semua kancing telah terurai. Kain itu masih bertengger di tubuh tegap Chanyeol, namun telah cukup menampakkan tubuh eksotisnya, hingga Baekhyun leluasa menarikan jemarinya tanpa penghalang.

Setiap lumat dan hisapan yang Baekhyun terima dari Chanyeol pada bibir juga lidahnya membuatnya mabuk kepayang. Dia tak tahu persis bagaimana namun hal tersebut nyata membuat darahnya semakin berdesir panas. Meski ini pertama kalinya, Baekhyun tahu apa yang tubuhnya inginkan.

Sesuatu menelusup ke balik kain kemeja biru langitnya. Menggerayang naik, dari perut hingga ke dua tonjolan kecil yang begitu tersentuh, langsung membuat empunya menggelinjang. Sebuah efek luar biasa atas sentuhan sederhana. Menggambarkan betapa inginnya Baekhyun saat ini.

Dua tonjolan itu dimainkan. Baekhyun semakin terengah di tengah ciuman yang terus berlanjut karena pergerakan jemari Chanyeol di putingnya terasa terlaluintens. Semua itu membuatnya hanyut lebih dalam lagi. Apakah memang secandu ini rasanya?

Belum sempat Baekhyun membuka matanya kala Chanyeol memutus ciuman mereka tiba-tiba, pria itu telah berpindah ke rahangnya. Memberi satu-dua kecup basah sebelum beralih ke lehernya. Bekerja di sana, mengecup, menjilat, mengisap bagian tersebut hingga Baekhyun tak kuasa lagi membuka mata. Yang ia lakukan hanya kembali memejam dengan mulut terbuka kecil untuk mengais lebih banyak udara, karena semua panas ini membuat napasnya beurbah satu-satu akibat hasrat yang menggulung-gulung.

Sengatan yang Chanyeol berikan bertubi-tubi di lehernya seperti mengirimkan sensasi panas yang semakin-makin ke seluruh tubuh Baekhyun, hingga memusat di suatu bagian di bawah perutnya. Ia dibuat merasakan sensasi menggila hingga miliknya di bawah sana mulai berkedut aneh.

Baekhyun memejam erat dengan bibir membuka semakin lebar. Enggan mengatup. Mendongak kepayahan akan sensasi yang menggelora di dalam tubuh. Chanyeol baru saja mengerjai lehernya dan tubuhnya sudah bereaksi demikian hebat. Ciuman dan isapan itu terus turun ia rasakan. Ke tulang selangka, dan ketika sampai di dadanya, Baekhyun baru sadar bahwa sama seperti Chanyeol, kemejanya telah sempurna terbuka. Hanya tersangkut di kedua lengan karena posisi rebahnya.

Kaki Baekhyun semakin bergerak gelisah. Pusat tubuhnya mulai terasa ngilu bahkan sakit meminta dibebaskan saking semua kenikmatan yang ia terima di berbagai bagian tubuhnya berkumpul di sana. Dan ketika sesuatu yang hangat dan basah melingkupi puting dadanya, Baekhyun refleks memekik. Melengkungkan tubuh atasnya mengikuti sensasi luar biasa yang timbul akibat perbuatan itu.

Tubuh seperti tidak sabaran. Menginginkan pemuasan sesegera mungkin.

Atau dibanding menyalahkan itu, mungkin memang keduanya yang sudah terlalu ingin bercumbu.

Chanyeol mengulumi putingnya. Mengisap, dan itu sungguh menimbulkan sensasi lain yang jauh berbeda dibanding ketika pria itu melakukan hal yang sama pada bibir, rahang, juga lehernya. Semakin Chanyeol memainkan bagian itu dengan mulutnya, berpindah dari puting satu ke yang lainnya, Baekhyun merasakan panas di tubuhnya semakin meningkat hingga taraf tak tergambarkan. Kepala terlempar jauh ke atas, terbenam di bantal yang menyangganya. Ia tak tahu tubuhnya sesensitif ini.

"A-ah!"

Satu hisapan kencang membuat Baekhyun melepas desahan keras. Kecupan-kecupan Chanyeol lantas turun ke garis perutnya. Terus, hingga nyaris ke perpotongan celana jins hitam yang masih melekat di bagian bawah tubuhnya. Mata Baekhyun mulai berair, tak tahan dengan sensasi yang terus menghujani tubuhnya.

Ketika semua kecupan itu berhenti, barulah Baekhyun membuka matanya. Dengan wajah merah juga mata menyayu, ia menatap wajah Chanyeol yang telah kembali berada tepat di atasnya. Hanya sejenak, karena pria tinggi itu kembali mendekatkan wajah mereka, dan lantas menghujani wajah Baekhyun dengan ciuman-ciuman berikutnya. Hidung, pipi, bibir. Baekhyun kembali memejam dan menerima dengan suka hati semua perlakuan Chanyeol. Ia tidak akan berbohong bahwa ia sangat amat menyukai ciuman pria ini.

"Beautiful."

Di tengah kegiatan mereka, Chanyeol membisik sebelum kembali membawa Baekhyun dalam sebuah ciuman dalam. Baekhyun kian merona mendengarnya. Ilusi ataupun bukan, suara bass Chanyeol yang membisikkan pujian itu membuat hatinya terasa penuh. Ia memalu dalam ciuman mereka, apalagi ketika kedua lengannya diarahkan untuk melingkari leher pria di atasnya.

Chanyeol kembali turun mencumbu lehernya. Menenggelamkan wajah di ceruk kiri leher Baekhyun. Isapan yang menghujani membuat Baekhyun tak sadar mendongak agar Chanyeol lebih leluasa, mengeratkan pelukannya pada leher pria itu, menekan seolah menginginkan lebih dan lebih lagi. Meremat surai platinanya tanpa sadar.

Pada dasarnya Baekhyun telah lebih dulu kehilangan dirinya yang biasa. Ia terlalu menyukai semua sensasi ini. Ia terhanyut pada perlakuan Chanyeol, juga perasaannya yang meluap-luap untuk pria itu. Desahan lirih terus keluar dari mulutnya tanpa malu lagi.

"Ah!" Baekhyun kembali menjerit. Sesuatu terasa menyentuh pusat tubuhnya di bawah sana. Tanpa penghalang. Kulit ke kulit.

Dengan napas terengah, ia berupaya melihat ke bawah namun Chanyeol kembali membungkamnya dengan ciuman panas. Begitu saja ia dibuat semakin mabuk dan teralih dari keterkejutan akan sentuhan di kemaluan miliknya. Menjadi sepenuhnya melayang oleh sentuhan yang Chanyeol berikan.

Kait celana Baekhyun telah terlepas. Sedikit turun dari garis pinggangnya entah sejak kapan. Tangan besar Chanyeol meremas lembut miliknya, dan tak ayal ia dibuat merengek dalam ciuman mereka yang tak berkesudahan. Ini terlalu banyak. Ia seperti tidak lagi berada di daratan. Bahkan ketika Chanyeol berusaha melepaskan celananya, Baekhyun mengangkat pinggulnya untuk memudahkan. Turut menendang-nendang agar bawahan itu segera terlepas dari tungkai kakinya.

Baekhyun berakhir hanya dengan sehelai kemeja yang nyaris lolos dari kedua lengan, di bawah kurungan tubuh tinggi Chanyeol yang tak henti memberikan sentuhan di sana-sini.

Ciuman terlepas. Dengan Baekhyun yang tampak tidak rela karena si mungil itu turut memajukan wajahnya saat Chanyeol melakukan sebaliknya untuk melepas tautan bibir mereka.

Baekhyun membuka mata. Terengah. Mata sipitnya jelas tampak sayu dengan semburat kemerahan di kedua bongkah pipi. Matanya hanya tertuju lurus pada Chanyeol. Pada kedua mata elang yang sama berkilatnya dengan miliknya. Bahkan minimnya cahaya dalam kamar itu tidak menghalangi mereka untuk bertukar perasaan melalui tatap itu.

Chanyeol tampak berpeluh. Lagi, sama seperti dirinya. Kamar terasa begitu panas. Gerah. Entah benar karena suhu, atau gejolak dalam tubuh keduanya yang sudah terlalu membara.

Masih saling menyelami mata masing-masing, Baekhyun mendapatkan pemandangan yang baru pertama kali dilihatnya. Sesuatu yang bahkan tak mampu dibayangkan benaknya. Undercut pirang milik Chanyeol sudah tak berbentuk—itu mungkin ulahnya karena Chanyeol masih memilikinya tertata sebelum ini. Kulitnya—dari wajah, leher, dada, seluruh yang tampak di mata Baekhyun—kesemuanya tampak lebih tan karena temaram ruangan juga warna terang dari rambutnya.

Itu membuatnya tampak begitu panas.

Baekhyun tak tahu jantungnya telah berdegup begitu kencangnya sejak kapan. Tapi semua pemandangan itu membuat nalurinya semakin menggila. Detak jantung semakin terburu, seiring napas yang juga memburu. Dan entah apa yang merasukinya saat ia dengan begitu berani menangkup rahang pria itu. Meminta ciuman selanjutnya.

Gejolak dalam dirinya semakin tak tertahankan lagi.

Bahkan saat Chanyeol mengarahkan tangannya ke bagian selatan milik pria tinggi itu, Baekhyun tak lagi pikir panjang. Segera ia menemukan gundukan yang rupanya telah begitu keras di sana. Inner yang diam-diam penasaran dengan itu tanpa sadar membuat jari-jari lentiknya meraba-raba. Merasakan kontur kejantanan itu di balik kain celana.

"Buka."

Mata masih terpejam. Baekhyun dengan jelas menangkap bisikan itu di sela-sela ciumannya dengan Chanyeol. Dengan segenap hasrat tak tertahankan dalam dirinya, Baekhyun dengan cekatan mencari kaitan celana pria itu. Membukanya tanpa sekalipun menghenti tautan bibir dan lidahnya dengan Chanyeol, dan dengan dibantu pria itu, membebaskan kejantanan yang sudah terlampau keras.

Baekhyun merasakan adrenalinnya semakin terpacu. Darahnya semakin berdesir. Tubuhnya tak sedang menerima cumbuan selain bibir yang menyatu dengan milik Chanyeol, namun efek dari tangannya yang merasakan betapa besarnya benda yang kini berada dalam genggamannya sama mendebarkannya seperti saat semua cumbuan tadi mendarat di kulitnya.

Jantung semakin berdebar. Baekhyun merasakan panas di dalam tubuhnya semakin intens saat Chanyeol melingkupi tangannya dan membantu mengarahkannya pada cara memberi servis untuk kejantanan pria itu.

Merasakan tekstur permukaan milik Chanyeol membuat Baekhyun semakin berdesir. Memunculkan inisiatif untuk memberi remasan pada benda itu, hingga geraman rendah terdengar dari pria di atasnya. Itu menciptakan antisipasi lebih dalam diri Baekhyun. Mendorongnya untuk melakukan hal yang sama. Lagi dan lagi, hingga gerakannya berubah naik-turun memompa benda itu perlahan. Sebuah dorongan alami untuk menyenangkan partner bercintanya.

Hal itu memancing Chanyeol untuk melepas bebas kendali dirinya sedikit demi sedikit. Akibat perbuatan Baekhyun, libidonya naik—semakin naik—dan yang Chanyeol lakukan adalah memberikan remasan gemas di pinggul Baekhyun. Menelusup, berpindah ke bongkahan bokong sintalnya dan meremas bagian itu lebih keras lagi.

Baekhyun melenguh dalam ciuman mereka. Remasan tangan besar Chanyeol mengirimkan friksi aneh lain hingga kejantanan mungilnya semakin berkedut. Juga lubangnya. Tangan Chanyeol yang terus-terusan meremas pipi bokongnya terasa menggairahkan. Baekhyun bahkan mengangkat pinggul demi menerima perlakuan yang lebih intens lagi di bagian itu.

Ini kacau. Baekhyun menemukan tubuhnya semakin gelisah seperti mencari-cari penuntasan.

Tangan Baekhyun kini bekerja sendiri pada kejantanan milik Chanyeol sementara empunya semakin sibuk dengan bokongnya, dan lantas menghampiri kembali milik Baekhyun yang sudah dibasahi amat banyak precum. Baekhyun melenguh. Chanyeol membuat gerakan sensual di miliknya hingga ke ujung hingga ia yakin tangan pria itu pastilah terbasahi oleh cairannya yang melumer.

Baekhyun melenguh di tengah pagutan, terlalu terangsang oleh perlakuan Chanyeol. Sentuhan itu lantas berhenti. Hilang dirasa. Dan yang terjadi selanjutnya membuat Baekhyun tak sengaja menggigit bibir tebal milik Chanyeol. Ciuman terputus segera. Dahi Baekhyun mengernyit bersama ringisan kecil kala ia rasakan sesuatu menerobos lubang anusnya.

"A-ah..," rintihnya. Jemarinya yang semula bekerja pada milik Chanyeol berhenti. Sepenuhnya teralih pada sesuatu yang terasa mengganjal belahan bokongnya.

"Hey, lihat aku."

Dengan dahi berpeluh yang berkerut kian dalam, Baekhyun membuka mata. Chanyeol berada teramat dekat dengannya. Pria itu menyatukan dahi mereka, menatap matanya dalam, sembari ia rasakan sesuatu di bawah sana mulai bergerak.

"A-ah.. C-chan—yeol," Baekhyun meringis. Merasakan perih di bagian bawahnya.

"Katakan. Kau ingin kita melakukannya atau berhenti sampai di sini?" bisik Chanyeol, dan tepat setelahnya, menambah satu lagi jari ke dalam lubang Baekhyun sehingga dua miliknya kini bergerak konstan di jalan masuk tersebut hanya dengan bermodalkan lelehan precum Baekhyun di jari-jemarinya sebagai pelumas.

"Argh! Sshh.. Chanyeol.. sakit.." Genangan semakin menumpuk di pelupuk. Kedua mata Baekhyun kini berair karena menahan sakit.

Melihat itu, Chanyeol meragu. Meski tak begitu saja ia tampakkan hal tersebut melalui raut wajahnya. "Kau ingin kita berhenti? Hm?" tanyanya.

Namun, ia mencoba peruntungan dengan mengubah arah gerak jari-jari panjangnya.

"A-aku—angh! O-OUH! CHANYEOL!"

Chanyeol meningkatkan kecepatan jarinya begitu Baekhyun memberi tanda bahwa ia telah menyentuh bagian yang tepat. Ini lebih cepat dari perkiraannya.

"Kau ingin kita berhenti?" Lagi, ia bertanya. Dengan dua jari yang semakin giat menumbuk titik yang sama berkali-kali.

Kepala Baekhyun kembali terlempar ke belakang. Bibir terbuka lebar-lebar dan mata terpejam erat-erat. Ini tidak seperti rasa sakit dan perih itu telah hilang. Tetapi sesuatu yang disentuh Chanyeol di dalam sana jauh mengalahkan semua rasa sakit itu. Ia bahkan tanpa sadar membuka kakinya lebih lebar, tak lagi mampu membohongi tubuhnya bahwa pergerakan Chanyeol di bawah sana memberi kenikmatan yang amat sangat.

Desahan keras mulai Baekhyun lepas kembali. Ia setengah merengek merasakan sesuatu baru pada tubuhnya. Ia bahkan tak ingat untuk menjawab pertanyaan Chanyeol. Tetapi seharusnya, Chanyeol lebih dari paham akan bahasa tubuh Baekhyun yang semakin tidak keruan akibat perbuatannya.

Semakin cepat jari di dalamnya bergerak, semakin Baekhyun merasakan sesuatu menumpuk di pusat tubuhnya. Ia bahkan hanya bisa menjerit tertahan saat Chanyeol menambahkan satu lagi jarinya. Bergerak semakin cepat. Lagi. Menumbuk titik yang tepat.

"Chan—chanyeol.. angh! Ah! Aku—"

Tepat sebelum Baekhyun mencapai puncaknya, Chanyeol menarik ketiga jarinya keluar. Membiarkan kekosongan pada lubang Baekhyun hingga si mungil tersentak dalam kecewa. Namun Chanyeol telah lebih dulu membawanya ke dalam ciuman berikutnya. Jauh lebih dalam dan liar karena pria itu begitu saja melesakkan lidah ke dalam mulut Baekhyun dan mengisapnya.

"Katakan apa yang kau ingin aku lakukan," bisik Chanyeol di sela ciuman mereka. Baekhyun kepalang kalap. Orgasmenya tertunda dan tubuhnya benar-benar berusaha mengais apapun itu yang dapat lanjut memuaskan tubuhnya. Bahkan hanya dengan mengingat bagaimana jari-jari Chanyeol bergerak tadi, lubangnya berkedut lagi seolah memang benar-benar menginginkan sesuatu untuk mengisi.

Di tengah kabut napsunya, Baekhyun mengarahkan tangannya ke kejantanan Chanyeol. Kembali bergerak naik-turun, kali ini dengan terburu.

"Apapun. Lakukan apapun.. Chanyeol," jawab Baekhyun sembari terengah. Matanya masih terpejam. Karena keduanya memang hanya sesekali melepas tautan bibir untuk saling bersahutan. Baekhyun kemudian membisik pelan, menambahkan, "Aku menginginkannya.."

Chanyeol semakin terpacu. Sejak awal pergumulan ini, setiap bagian dari diri Baekhyun sungguh seperti ingin membangkitkan monster dalam dirinya. Mata cantiknya, kulit putihnya, tubuh moleknya, suara desahnya, Chanyeol merasa hebat karena mampu menahan diri begitu lama untuk tidak langsung menyerang pemuda ini habis-habisan. Ia hanya tidak ingin menyakiti pemuda ini.

Namun kendali itu tidak lagi begitu berguna sekarang. Dengan cepat ia arahkan kedua lengan Baekhyun agar kembali memeluk lehernya, dan ia berpindah dari mencumbui bibir lelaki itu menuju leher yang telah dipenuhi jejaknya.

Sembari mengarahkan ujung kejantanannya pada pintu masuk liang Baekhyun, Chanyeol menenggelamkan kepalanya di ceruk leher si mungil, mengisap kencang—lebih dari yang telah ia lakukan sebelumnya—sekali lagi hingga desah keras kembali terdengar. Dan bersamaan dengan itu, ia mendorong masuk miliknya ke dalam lubang Baekhyun. Lagi, hanya dengan precum di ujung kepemilikannya untuk membantu penetrasi.

Baekhyun memekik. Itu jelas sakit. Amat. Matanya terpejam erat, menggeram lirih menahan sakit. Lengannya memeluk semakin erat pria di atasnya. Semakin menenggelamkan pria itu di ceruk lehernya.

Tubuh keduanya kini menempel lekat. Baekhyun masih memejam erat merasakan milik Chanyeol seakan membelah tubuhnya. Panas. Sakit luar biasa. Tetapi entah bagian kesadaran yang mana menginginkan Chanyeol terus mendorong.

Chanyeol turut terengah. Ia sedikit kewalahan karena lubang Baekhyun terlalu menjepitnya. Sempit. Sensasi itu seperti bisa membuatnya keluar dengan segera. Tetapi ia tidak ingin.

Sejenak, ia berhenti. Belum setengah dari miliknya berhasil masuk.

"Letakkan telapak tanganmu di punggungku," pintanya pada Baekhyun. Tanpa mempertanyakan lebih jauh, Baekhyun mematuhinya. Dan segera, Chanyeol menghentak kejantanannya hingga tertanam sempurna. Berbuah jeritan keras dari Baekhyun, juga cakaran di punggungnya sebagai pelampiasan.

Baekhyun tak lagi mampu menahan tangisnya. Air matanya mengalir turun saking sakitnya bagian bawah tubuhnya. Isak kecil terlepas, dan Chanyeol dengan segera kembali menyangga tubuh dengan kedua siku di sisi-sisi kepala Baekhyun, memberi kecupan-kecupan lembut di seluruh permukaan wajahnya.

"Relax. Aku akan berusaha sebaik mungkin," bisik Chanyeol. Ia masih mendiamkan miliknya tanpa pergerakan, membiarkan Baekhyun terbiasa meski ini sungguh sebuah siksaan baginya.

Setelah beberapa waktu, Chanyeol menghentikan hujanan kecupannya di dahi Baekhyun. Berdiam di sana cukup lama untuk menenangkan sekaligus mengungkapkan betapa ia menyayangi empunya.

Mereka kembali bertukar pandang begitu Chanyeol mengangkat wajahnya. Mata milik yang lebih mungil berkilauan akibat air mata yang menggenang.

"Kita bisa berhenti kalau kau mau." Chanyeol merapikan anak rambut Baekhyun yang menempel di dahi karena keringat. Sekaligus menghapus bulir air mata yang akan mengalir keluar dengan punggung telunjuknya.

Menerima tatap yang begitu lembut, Baekhyun tentu tidak akan menyetujui bila mereka harus berhenti. Chanyeol tampak jelas menahan hasratnya habis-habisan. Dia tidak ingin menjadi satu-satunya yang dimanjakan.

Jadi alih-alih menjawab, Baekhyun meraih rahang Chanyeol dengan kedua tangannya. Menangkup menariknya mendekat, melumat pelan kedua bilah bibir tebal milik pria itu. Dan perlahan, mulai menggerakkan pinggulnya meski diiringi rintihan pelan sebagai lampu hijau untuk Chanyeol melanjutkan.

Membalas pagutan amatir Baekhyun, Chanyeol lantas mulai memaju-mundurkan pinggulnya. Pelan, berniat membuat Baekhyun terlebih dulu terbiasa dengan ukurannya. Terus demikian, hingga kecepatan gerak pinggulnya mulai ia tingkatkan.

Itu membuat Baekhyun melepas tautan bibir mereka untuk kembali mendesah. Sakit dan perih di bawah sana mulai memudar kalah. Tergantikan sensasi yang lain. Hingga tanpa benar-benar sadar, tubuhnya mulai bereaksi sebaliknya dari ketika benda itu pertama memasukinya.

"AH!" Baekhyun menjerit. Chanyeol menumbuk keras sesuatu di dalam sana dengan telak. Dan itu seperti semakin membuatnya melayang. Terasa nikmat. Mirip seperti saat Chanyeol melakukannya dengan jari, namun jauh lebih dari itu.

Dan ia ingin Chanyeol terus melakukannya.

Desah rendah Chanyeol terdengar di telinganya. Amat jelas. Pria itu kembali menenggelamkan kepala di sisi wajahnya, hingga masing-masing dari mereka dapat mendengar dengan jelas suara yang dikeluarkan lainnya tepat di samping telinga.

"Ah! Ah! Chan—angh!" Racauan semakin tak terkendali. Baekhyun hanyut dalam kenikmatan yang ditimbulkan oleh tumbukan tepat Chanyeol pada titik manisnya.

Chanyeol bangkit. Ia menahan kedua paha Baekhyun agar membuka semakin lebar tanpa sekalipun menghentikan pergerakannya atau menurunkan kecepatan. Dari tempatnya berbaring terhentak-hentak, Baekhyun membuka mata. Bibirnya masih meloloskan desahan-desahan tanpa henti.

Chanyeol di atasnya tampak sejenak terfokus pada bagaimana persatuan mereka terjadi di bawah sana. Sesekali memejam, menggeram, dengan dahi berkerut dan berpeluh. Dan sekali lagi, dengan temaram cahaya juga warna terang surai platinanya, kulit Chanyeol tampak lebih gelap dari yang seharusnya. Sembari terus berdesah lirih, Baekhyun tak dapat melepaskan matanya dari pria di atasnya.

Chanyeol dengan undercut pirang yang tampak kacau.

Chanyeol yang terus bergerak memaju-mundurkan pinggul melesakkan kejantanan ke dalam lubangnya.

Bahkan peluh di dahi juga sepanjang dada bidang pria itu membuatnya terlihat sangat, sangat panas.

Dan Baekhyun tidak tahu mengapa semua perpaduan pemandangan itu membuat miliknya semakin mengacung tegak.

Chanyeol kembali menjatuhkan diri di atasnya. Menyangga dengan kedua siku agar tetap tersisa ruang bagi Baekhyun untuk bernapas. Kembali, engah dari suara berat Chanyeol menyapa telinganya.

"Kau menikmatinya?" Ia meraih jemari Baekhyun, menautkannya erat dengan miliknya di sisi tubuh mereka.

Suara bass Chanyeol sama sekali tidak membantu. Itu hanya membuat Baekhyun semakin terangsang, entah seperti apa caranya. Ia tidak tahu. Tetapi Chanyeol sudahlah bagaikan perwujudan mimpi yang menjadi nyata. Membawa kesenangan. Bagi tubuhnya. Bagi hatinya.

Benda yang keluar-masuk lubangnya terasa bergerak semakin cepat. Yang tidak ia tahu bagaimana bisa memberikan nikmat teramat sangat dengan menumbuk bagian yang tepat.

Baekhyun semakin meremat kuat kain seprai di sisi-sisi tubuhnya. Ia sudah dekat.

"A-ah, Chanyeol.. aku—"

"Keluarkan, Baekhyun," bisik Chanyeol di tengah napas memburunya. Ia mempercepat tumbukannya mengetahui Baekhyun menunjukkan tanda-tanda orgasme.

Dan, begitu saja Baekhyun meraih pelepasannya bersama sebuah lenguhan panjang. Pandangan berubah putih selama sesaat. Pahanya bergetar. Tubuhnya melengkung bersama kenikmatan yang datang membanjiri bersamaan dengan miliknya yang masih menyemprotkan cairan pelepasan.

Chanyeol melambatkan gerakannya hingga lantas berhenti, membiarkan Baekhyun menikmati pelepasannya.

"Fuck," umpatnya tanpa sengaja. Lubang Baekhyun berubah luar biasa mengetat saat lelaki itu orgasme. Miliknya benar-benar terasa dipijat oleh kedutan di dalam sana.

Baekhyun terengah dengan mata setengah terpejam. Seluruh tubuhnya berkeringat. Ia merasa begitu ringan. Cukup lama keduanya menghabiskan waktu dalam diam, tanpa pergerakan. Hanya napas terengah dengan sisa desah lirih dari Baekhyun yang jelas terdengar.

Baekhyun nyaris memejamkan mata sepenuhnya dan menyerah pada rasa lelah, sampai desisan dari pria di atasnya tertangkap oleh pendengaran. Ia menoleh lemah, mencari-cari wajah Chanyeol yang tepat berada di sisi wajahnya sendiri.

Chanyeol belum mendapatkan pelepasannya.

Baekhyun segera tersadar. Ia masih dapat merasakan milik Chanyeol yang keras di dalamnya.

Desisan kembali lolos saat Baekhyun mencoba menggerakkan pinggulnya lagi. Perih. Tapi itu tidak lagi menjadi perkara.

"Chanyeol, biarkan aku melakukannya untukmu."

Setelah sebuah kalimat, Baekhyun berusaha mendorong Chanyeol dengan sisa tenaganya. Lebih kepada meminta pada yang lebih tinggi untuk mengabulkan agar ia dibiarkan menukar posisi mereka.

Sebelum benar menangkap maksud Baekhyun, Chanyeol menuruti kemauan lelaki itu untuk menyingkir dari atasnya. Ia berguling ke samping mengikuti dorongan Baekhyun yang sesungguhnya tak seberapa hingga penyatuan mereka terlepas. Namun dalam waktu yang begitu cepat, Baekhyun telah kembali memasukkan benda yang masih keras tersebut ke dalam lubangnya. Dan Chanyeol hanya bisa menggeram rendah untuk itu.

"B-baekhyun,"

"A-ah.." Menunduk, Baekhyun beralih menumpu tangan pada perut Chanyeol setelah berhasil membenamkan kembali kejantanan pria itu ke dalam lubangnya. Mulutnya kembali membuka melepas desahan samar, seiring pinggul yang ia naik-turunkan perlahan hanya berdasarkan instingnya.

"Baekhyun—" Suara Chanyeol terputus saat ia merasa miliknya semakin dimanjakan oleh dinding bagian dalam Baekhyun. Desah beratnya tak terelakkan lagi. Posisi ini membuatnya serasa terhisap ke dalam lubang si lelaki mungil.

Baekhyun kian giat menggerakkan pinggulnya naik-turun. Sesekali maju dan mundur. Memutar. Tak keruan. Ia tidak tahu apakah ia melakukan dengan benar tetapi ia menemukan kenikmatan pula melalui itu semua. Jadi ia terus bergerak tak teratur. Tanpa sadar turut berupaya memuaskan lubangnya sendiri.

"Baek—ah,"

"Chanyeol—hhh, angh.. Ini.. ah, ah," Baekhyun mulai kembali meracau tak jelas. Ia ingin mengungkapkan betapa ia takjub pada sensasi yang berhasil ditimbulkan oleh kegiatan semacam ini. Kenikmatan yang ia peroleh dari kegiatannya sendiri membuat isi kepalanya kembali mengabur. Gerakannya semakin acak selama ia tahu milik Chanyeol dapat menyentuh titik yang tepat.

"Hhh.. Chanyeol.." Ia menjatuhkan diri ke atas dada Chanyeol, dengan pinggul yang bergerak memutar tanpa benar-benar ia niatkan. Lantas, kembali berubah naik dan turun.

Yang Baekhyun tahu, kali pertama dalam hubungan badan seperti ini akan menjadi pengalaman yang begitu menyakitkan. Tetapi nyatanya sakit yang ia rasa tidak sebanding dengan nikmat yang diperoleh. Ini mungkin kali pertama terbaik sepanjang hidupnya.

Atau, karena dengan Chanyeol-lah ia melakukannya.

Chanyeol mendesis tak tahan. Gerak amatir Baekhyun membuat miliknya seperti diperas. Lekuk tubuh yang terasa di bawah telapak tangan yang ia bawa menyusuri sepanjang punggung si mungil bahkan lagi menyumbang birahi.

Maka ia memeluk pinggang Baekhyun, telapak turun menangkup dua bongkahan berisinya. Mengangkat pinggul, Chanyeol begitu saja bergerak memaju-mundurkan kejantanannya dengan begitu cepat. Baekhyun memekik. Menjerit. Gerakan Chanyeol amat tiba-tiba dan ini jauh lebih cepat dari sebelumnya.

Chanyeol terus meningkatkan kecepatannya. Baekhyun tak lagi mampu mendesah selain memejam erat dengan mulut terbuka lebar-lebar. Ini terlalu cepat.

Tubuh Baekhyun kembali bergetar. Kali ini hampir seluruhnya. Cairannya menyemprot deras membasahi perutnya juga Chanyeol.

Chanyeol mendesis. Ia seperti tidak ingin ini berakhir. Terlalu nikmat.

Baekhyun memeluk leher Chanyeol. Semakin melekatkan tubuh mereka, menerima setiap tumbukan yang masih Chanyeol berikan. Ia kemudian mengangkat wajah, mencium bibir Chanyeol, melumatnya sembari membantu pria itu dengan menggerakkan pinggulnya berlawanan arah.

"H-hey, Baek.. Argh.."

Baekhyun mengangguk, berbisik memalu memberitahu bahwa Chanyeol boleh melepaskannya, lantas kembali mempertemukan bibir mereka. Maka dengan tiga tusukan terakhir, Chanyeol benar-benar menyemprotkan cairannya ke dalam lubang Baekhyun.

Tautan bibir terlepas. Ia menggeram, menambah satu, dua hujaman terakhir menikmati pelepasannya. Baekhyun mendesah lirih merasakan lubang hingga perutnya seperti dibanjiri sesuatu yang hangat. Penuh. Sisa pelepasannya sendiri pun masih menyumbang rasa nikmat bagi dirinya. Menenggelamkan kepala di ceruk leher Chanyeol, pelukannya kian mengerat. Seolah-olah lekatnya tubuh mereka belum cukuplah dekat baginya.

Sebelum jatuh tertidur, Baekhyun sempat merasakan saat Chanyeol dengan lembut membantunya kembali merebah ke atas ranjang dan menyelimuti tubuh mereka berdua. Membawanya ke dalam sebuah pelukan, yang bahkan dengan keadaan tubuh mereka saat ini, bisa terasa begitu nyamannya.

"Apa aku menyakitimu?"

Baekhyun menggumam bingung saat bisikan itu tertangkap oleh pendengaran. Matanya yang sudah nyaris terpejam ia paksa tetap terjaga demi menatap Chanyeol.

Dan sebab ia rasa pertanyaan itu sama sekali tak membutuhkan jawaban—karena, tentu sajaia berpikir tidak, tidak sama sekali—Baekhyun hanya melirih kecil melontarkan satu-satunya hal yang melintas di kepalanya sebelum memeluk Chanyeol dan jatuh tertidur.

"Aku benar-benar menyukai Chanyeol."

Decihan samar bercampur hela napas lega terdengar dari pria yang lebih tinggi. Setelah mendaratkan kecupan yang cukup lama di puncak kepala si pemuda mungil, Chanyeol turut menjemput lelapnya.

Dengan hadirnya malam ini, sebuah kesepakatan telah terbentuk di dalam benak keduanya, bahwa mereka akan menghadapi apapun yang akan terjadi. Demi satu sama lain.

.

oOo

.

Struggling [adj.] striving to attain something in the face of difficulty or resistance

but never been better than this, I told you.

.

.

Next chap will be the last (but not real 'last' bcs there will be an epilog, tho). Buat semua pembaca cerita ini, saya bener2 minta maaf sebesarbesarbesarbesarbesarnya kalo cerita ini nggak memberikan ending atau penyelesaian yang diharapkan, ya? Ini fict pertama saya dengan length sepanjang ini dan plot pun udah diatur sejak awal. Premisnya sederhana dan kebanyakan hanya berpusat di kedua tokoh utama aja. Yah, saya biasanya nulis yang pendek2 aja, kan. It was very challenging for me to write a long-chaptered fict like this

Dengan kekurangan sana-sini, saya yang sempet bener2 nggak pede sama cerita ini dan mau berhenti (I even once cried bcs of this insecurity), berusaha commit nyelesein karna berdosa banget ya kan kalo dibiarin discontinued huhu. Saya nemu banyak banget celah waktu nyoba baca dari awal. Tapi udah terlanjur jadi.. mungkin bakal saya jadiin pelajaran aja buat tulisan selanjutnya, hehe

Btw, ini bener2 pertama kalinya saya bikin adegan eksplisit begitu. Aslinya bener2 nggak bakat nulis adegan itu tp dari awal udh nge-set mau ada bagian ini but oh astaga I found it so difficult. Gatau itu hasilnya gimana huhu. Im truly sorry pokoknya! /bow/

Makasih banyakbanyakbanyak juga buat semua yang udah baca. Yang mau saran atau kritik, boleh banget disampaikan. Lewat review, pm pun boleh. Siapa tau bisa jadi tolok ukur saya buat memperbaiki tulisan. If only y'all know, saya bener2 seneng dan berterima kasih (biarin ya, saya mau bilang makasih berkali2 pokoknya) sama siapapun yang baca tulisan2 di sini. Yang review, fav, follow, atau yang sekadar iseng2 baca aja. Makasih pokoknya! /kasih coklat satu2/ See you di chap depan alias chap terakhir, ya!

Special shoutout for halloinidwisa | Lucyanaa | lighdelight | Fatihah Kim | bbaekhyunfans | skyofbbh | kafthya | ByunBaeChiecy | Zyumi | Nitha Gaemgyu | izzahnurul034 | ChanBaek09 | jinahyoo | oktaaa | Ryu Cho | freakeness | Kenzoevaa

P.s.: I dont really know how to react today's news about chanyeol's enlistment. I cried a lot but I think it can be good since military will keep him away from the cruel entertainment world for a while. I wish, he will stay healthy, and is given more and more happiness from now on. Amen.

P.s.s.: Oh, Im very sorry for adding too many notes here

P.s.s.s.: Adakah sesuatu yang kalian pengen saya tambahin sebelum ending?