Read My Music By GoodMornaing
.
.
.
Happy Reading
Chapter 37 : Trauma
.
.
Akhir Musim Gugur
27 November 1992
Xiumin terus merengek bahkan hampir menangis kepada Sohee -sang Ibu- yang mencoba meraih bocah manis berpipi chubby itu.
"Ayolah sayang.." Ujar Sohee yang sedari tadi terus mencoba untuk memisahkan Xiumin dari sang Paman kesayangan si anak, Kim Jongdae.
Bukan tak suka, Sohee hanya merasa tak enak hati kepada Jongdae yang sudah menggendong putranya sejak pagi buta. Xiumin memang susah sekali dilepaskan dari Chen bila sudah berada digendongan paman kesayangannya itu.
"Ayolah sayang, ikut Ibu ya. Paman Jongdae sudah lelah menggendongmu." Bujuk Sohee yang mulai kehabisan kesabaran akan sikap putranya.
Jongdae yang melihat raut wajah lelah bercampur kesal dari sahabatnya itu menjadi tertawa renyah. Baginya wajah Sohee tampak sungguh lucu sekarang. Sepasang mata kucing itu memincing dan kedua alisnya menyatu ke tengah dengan kompak.
Chen menggeleng kecil, sembari dalam hati menggumamkan kalimat simpati kepada si sahabat. Pasti sulit menjadi seorang Ibu di usia sungguh muda.
"Sudahlah Hee-ya, Xiumin bersamaku saja." Ujar Jongdae membujuk sekaligus menenangkan si Ibu muda.
"Tapi dia akan merepotkanmu Dae-ya, oh ya ampun, justru dia sudah merepotkanmu dari tadi! Maafkan aku Dae-ya, aku sungguh tak tahu apa yang membuat anak ini sungguh menyukaimu." Sohee menampilkan wajah sungguh menyesal.
"Ey.. berhentilah mengulangi kalimat yang sudah kau ucapkan beratus- ratus kali itu." Jongdae mengibaskan tangannya yang cukup bebas kearah Sohee.
"Dan beratus- ratus kali pula akan aku jawab dengan sama, tenang saja, Xiumin tak akan pernah merepotkanku dan aku tak pernah merasa direpotkan olehnya." Jongdae menyeringai melihat wajah seimut kucing Sohee yang merengut menatapnya. Mata kucing itu memincing lucu kepada Chen.
Merasa curiga akan bagaimana baiknya Jongdae pada sang putra. "Kau mengatakan itu hanya untuk menenangkan aku saja bukan? Ayolah mengaku saja, kau sebenarnya merasa lelah menjaga Xiumin bukan?"
Jongdae mengabaikan itu, justru mengalihkan pandangannya kepada sang penerus mata kucing milik sang ibu, Xiumin yang berada digendongannya.
"Tentu tidak. Aku menyukai Xiumin sama besarnya seperti dia menyukaiku. Aku bahagia menjaga anakmu Hee-ya." Jongdae mengakhiri ucapannya dengan sebuah senyuman manis lalu diikuti dengan mencium pelipis Xiumin yang baru berumur 3 tahun digendongannya sekarang.
Sohee menatap Jongdae dengan dalam. Entah mengapa Sohee merasa sedikit gelisah untuk meninggalkan Xiumin pada Chen hari ini. Dirinya sendiri juga tak tahu, namun feelingnya sungguh terasa tak nyaman.
"Iya aku percaya padamu, tapi..." Sebelum Sohee dapat melanjutkan perkataannya, Luhan lebih dulu datang dan langsung melingkarkan lengan kirinya ke pinggang sang istri.
"Ada apa sayang? Xiumin tak mau lepas dari Chen lagi?" Luhan bertanya, memanggil sang sahabat dengan nama khas yang telah diberikan oleh dirinya seorang. Chen.
Sohee mengangguk sebagai jawaban pertanyaan Luhan.
"Apa masalahnya sayang? Kau seperti tak tahu saja bagaimana manjanya Xiumin pada paman kesayangannya ini. Aku yang Ayah kandungnya saja sampai iri." Luhan terkekeh diakhir kalimatnya.
Di depan mereka, Chen tak melewatkan bagaimana Luhan mengelus rambut Sohee dengan usapan ringan, bermaksud menenangkan sang istri.
"Tenang saja, Xiumin bahkan lebih menurut dan menjadi sungguh penurut bila dia bersama Chen daripada saat bersama kita." Luhan tertawa lagi lalu beranjak dari sang istri, beralih mendekati Xiumin.
Kali ini giliran surai sutra hitam milik sang putra yang menerima elusan tangan Luhan.
"Xiumin mau berangkat bersama Ayah atau Chen Ahjussi?" Tanya Luhan lembut.
"Ajuci!" Jawab Xiumin dengan lucunya, dan Luhan tertawa keras mendengar itu.
"Lihatlah betapa yakinnya dia ahahaa."
Chen ikut tertawa dan Sohee lah satu- satunya yang tak ikut senang dengan jawaban sang buah hati.
Wanita yang baru memasuki usia 19 tahun namun sudah memiliki anak berumur 3 tahun itu menghela napas. Berusaha menenangkan hatinya yang terus merasa gelisah tanpa alasan yang jelas sejak pagi tadi. Dirinya terus merasakan kekhawatiran kepada putra satu-satunya itu sejak mereka semua bersiap untuk kembali ke Seoul pagi ini, khawatir entah kenapa.
Dirinya terus merasa gelisah akan suatu hal yang tak ada. Dan Sohee menjadi sedikit frustasi karena hal tersebut.
"Hei ada apa?" Kali ini Luhan bertanya dengan nada khawatir pada sang istri.
Kedua suami istri itu berpandangan sebentar. Dan hanya perlu waktu sedetik bagi Luhan untuk langsung mendekati sang istri. Kepekaannya sangat tinggi bila sudah menyangkut suasana hati Sohee yang sungguh sensitif. Sohee memang begitu, dia adalah wanita yang sangat perasa. Lembut sekali hatinya. Mudah menangis, mudah senang, mudah terharu, dan mudah khawatir.
Membuat Chen yang berada didepan mereka merasakan sedikit iri akan bagaimana kuat ikatan keduanya. Tak seperti pasangan muda biasanya, Luhan dan Sohee justru seperti pasangan suami istri yang telah melewati puluhan tahun bersama. Keduanya tak perlu berkata- kata, cukup dengan pandangan mata saja, keduanya akan paham hati satu sama lain.
Sungguh ajaib.
Tidak, itu namanya bukan telephati. Mereka hanyalah pasangan yang sudah terlalu memahami.
Pandangan Chen berpindah kepada sang sahabat.
Luhan.
Bagaimanakah kita harus menyebut seorang Luhan? Chen rasa seorang Pahlawan Keluarga adalah julukan paling pas untuk sahabatnya itu. Tidak lebih, tidak kurang.
Chen tak pernah bertemu dengan seseorang yang amat sangat mencintai, berjuang keras, dan bertanggung jawab pada keluarganya setulus dan sekeras Luhan. Luhan berusaha amat sangat keras untuk menjadi seorang suami dan ayah yang baik serta cukup untuk keluarganya, meskipun dalam keadaan umur dan ekonomi yang sungguh kurang cukup.
Seorang suami sekaligus ayah yang mencintai keluarganya tanpa syarat dan pamrih. Itulah Luhan.
Lalu dengan serasinya Luhan bersanding dengan wanita selembut dan sesabar Sohee. Tak pernah sekalipun Chen mendengar keluhan dari Sohee akan bagaimana sulit dirinya hamil dulu. Ataupun mengeluarkan keluhan yang teramat wajar bila Ibu muda itu mengeluhkan kesulitan akan dirinya yang hamil di usia yang seharusnya belum merasakan hal itu.
Sohee tak pernah sekalipun mengeluhkan keadaan.
Menjadi seorang ibu di usia yang cukup muda, di saat orang- orang seumuran dirinya bahkan sama sekali tak memiliki gambaran apa itu berumah tangga. Sohee bahkan sudah melahirkan kehidupan baru dan berjuang keras untuk hidup dari putranya.
Sohee adalah wanita yang sungguh sederhana. Sungguh manis dengan hati yang hangat. Mencintai dan menyayangi semua orang sampai ditingkat Chen kesal akan sikap baiknya yang keterlaluan.
Lihatlah keduanya, seseorang yang sungguh idealis seperti Luhan bersanding dengan orang yang sungguh melankolis seperti Sohee. Sejujurnya, pemikiran pertama Chen saat pertama kali bertemu kedua pasangan itu adalah, Chen merasa keduanya adalah perpaduan yang unik dan tak terlalu cocok untuk disatukan.
Anehnya, tak seperti kesan pertamanya dulu. Sekarang Chen malah tak dapat membayangkan keduanya dapat hidup terpisah. Keduanya terlalu mencintai satu sama lain, tak akan ada yang mempercayai bila ada yang mengatakan kedua sejoli itu akan mampu menjauhi satu sama lain dalam jarak lebih dari 5 Km dalam waktu 24 jam.
Kenapa Chen sungguh tertarik pada hubungan keduanya?
Sebab di Villa Byun, tak ada pasangan menikah yang seumuran dengan Chen saat ini.
Dan juga...
Chen sebelumnya tak pernah percaya, bahwa sosok Ibu yang baik dan Ayah yang bijaksana, itu memang sungguh ada di dunia ini. Di dunia yang penuh akan manusia culas dan kotor ini.
Melihat Luhan, Sohee, serta Xiumin. Chen merasa seperti tengah melihat orang- orang dari dunia lain. Keluarga kecil Xiao tampak terlalu indah untuk menjadi sebuah kenyataaan bagi Chen.
Sebuah keluarga hebat yang Chen tak pernah bermimpi untuk dapat memilikinya.
Satu tahunan awal bersahabat dan menyaksikan langsung kasih sayang Luhan dan Sohee yang seperti pasangan kasmaran di bulan madu walau telah lama bersama. Sering terbesit di dalam hati Chen, apakah dirinya bisa mendapatkan cinta seperti itu. Apakah dirinya akan mendapatkan kasih sayang tak bersyarat seperti Luhan dan Sohee?
Lalu, setelah Xiumin lahir. Pasangan Luhan dan Sohee tak hanya memberi pertanyaan untuk Chen akan bagaimana cinta dan apakah dirinya akan mendapatkan cinta seperti mereka.
Luhan dan Sohee memberikan jawaban, apakah cinta itu?
Membuat Jongdae yang dulunya tak tahu apa itu kasih sayang tanpa syarat. Sedikit banyak menjadi paham bagaimanakah hal abstrak yang tak dapat dijelaskan namun dapat dirasakan itu.
"Akh!"
Tarikan kuat tangan si kecil Xiu dirambutnya membuat Jongdae meringis sekaligus terbebas dari lamunannya.
Pandangan Chen langsung terfokus pada Xiumin digendongannya. Sang jawaban bagi Chen, untuk memjawab pertanyaan apakah cinta itu.
Lalu Chen kembali meringis saat tangan mungil nan gemuk Xiumin menarik rambutnya.
Xiumin kecil terkikik melihat ekspresi sang paman yang baginya itu tampak sungguh lucu. Lalu batita itu semakin tertawa terbahak, kembali menarik rambut Chen, dan sang paman kembali meringis dibuatnya.
Luhan dan Sohee tersenyum melihat sang anak yang tertawa, namun selanjutnya keduanya dengan kompak berdecak sambil menggelengkan kepala. Tak suka akan perilaku sang putra yang tertawa bahagia saat menyakiti orang lain.
"Maaf Xiumin, Paman Chen kesakitan bila kau tarik rambutnya seperti itu sayang. Ayo elus rambut paman Chen ditempat dirimu tadi menarik rambutnya, lalu bilang maafkan Xiumin ya Ahjussi. Ayo Xiumin anak ayah yang baik." Luhan membimbing sang anak dengan lembut namun terselip nada tegas disana.
Mendengar itu Xiumin kecil langsung menatap sang Ayah. Tak perlu waktu lama hingga tawa lucunya tadi berubah menjadi kurva ke bawah. Gemas sekali, sang batita langsung merasa bersalah.
Luhan memang selalu seperti itu, menegur sang anak dengan mengatakan kata 'Maaf' diawal kalimatnya. Membuat si kecil Xiumin yang bahkan baru berumur dua tahun akan langsung paham, bahwa bila berbuat salah maka meminta maaf adalah hal yang pertama dilakukan. Kata maaf Luhan selalu sukses menciptakan rasa bersalah pada sang anak yang masih belum tahu apa itu benar dan apa itu salah.
Xiumin dengan patuh mengangguk pada sang Ayah.
Tangan kecilnya yang gemuk menggemaskan mulai mengelus rambut Chen yang tadi ditarik olehnya, meniup sebentar, kemudian memberikan kecupan persis seperti yang pernah diajarkan sang Ibu, bahwa bila kau terluka maka lukanya akan cepat hilang bila kau meniup dan menciumnya seperti itu, jangan menangis.
Tak berapa lama, kedua lengan mungil dan gemuk si batita keluarga Xiao itu memeluk leher sang paman.
"Maapkan Min ya Ajuci. Janji tak ulang lagi." Ujarnya dengan memberikan tatapan persis seperti anak kucing meminta sekaleng tuna kepada sang paman yang sepertinya telah bersumpah pada Tuhan ingin mati saja, tak sanggup menerima seluruh kelucuan dan keimutan si kecil digendongannya sekarang.
"Awww imut sekali. Iya Xiu iya paman maafkan. Memangnya apa yang tidak untukmu." Ujar Chen lalu pria itu mulai menghujani pipi si kecil dengan banyak ciuman saking gemasnya. Dibalasi dengan tawa ceria dan sedikit melengking dari si kecil. Merasa geli sebab ciuman gemas si paman.
"Hey Hey Hey! Berhenti menciumi putraku! Dia putraku!" Sohee akhirnya tertawa setelah mendengar keluhan tak terima sekaligus cemburu dari Luhan.
"Nah sekarang Istriku pun menertawakanku." Luhan mulai menggerutu.
Sohee terkekeh pelan, "Eyy.. jangan seperti itu, kau tahukan aku akan selalu berada dipihakmu." Luhan tersenyum lebar mendengarnya.
"Harus itu! Kaukan Istriku." Ujarnya dengan nada bahagia.
Sohee tersenyum lebar menatap wajah rupawan sang suami. Lalu tak berapa lama mengalihkan pandangan pada Chen dan Xiumin yang sekarang sudah bercanda, dimana Chen terus berpura- pura akan menjatuhkan Xiumin dari gendongannya dan Xiumin yang terus tertawa geli sambil memegang kerah baju sang Paman dengan kuat.
Kemudian, dengan sebuah kalimat lembut dan hanya Luhan yang dapat mendengarnya Sohee bergumam.
"Sungguh, sebenarnya apa yang membuatku gelisah? Lihatlah bagaimana aman dan bahagianya putra kita bersama Jongdae. Aku rasa mulai sekarang, aku harus belajar untuk tak khawatir lagi melepas anakku kepada Jongdae, aku harus yakin Jongdae akan terus menjaganya. Putra kita pasti akan baik- baik saja bila dia bersama Jongdae."
Luhan ikut mengangguk. "Kau benar. Putra kita akan baik- baik saja bila dia bersama Chen."
Lalu kedua pasangan suami istri itu bertatapan sambil tersenyum. Sama- sama menyepakati pemikiran keduanya.
.
.
Tak berapa lama terdengar suara pintu utama Villa Byun dibuka. Mengalihkan perhatian seluruh orang yang sudah menunggu di halaman luas Villa Byun sekarang, semuanya dengan kompak menoleh ke arah pintu utama Villa Byun.
"MAAF MEMBUAT KALIAN MENUNGGU LAMA! AKU HARUS MEMBERI ASI DULU PADA BAEKHYUN HINGGA ANAK INI TERTIDUR BARU KITA BISA MEMULAI PERJALANAN DENGAN TENANG. BAGAIMANA? KALIAN SEMUA SUDAH SIAP?" Dari kejauhan, Nyonya Byun berjalan ke arah mereka dengan style elegan musim gugurnya, cukup untuk membuat Nyonya Besar Byun itu tetap hangat di akhir musim gugur ini.
Seperti biasa, wanita diakhir 20-an pemilik mata puppy berwarna coklat caramel itu selalu bersemangat saat berbicara. Dan berjalan lincah dan cepat persis seperti burung bangau yang cantik. Sangat cocok akan kepribadiannya yang periang dan ceria.
"TAK MASALAH NYONYA. KAMI SEMUA SUDAH SIAP!" Dan semuanya ikut menjawab dengan berteriak semangat kepada sang Nyonya. Ada guru ada murid pribahasanya.
Lalu terdengar langkah yang lebih tegas dan kuat dari arah belakang Nyonya Besar Byun, bahkan dari langkahnya saja dapat dirasakan wibawa dari sosok tersebut. Sontak semua yang ada disitu minus Nyonya Besar Byun, menunduk untuk memberikan salam kepada pria tersebut.
Dialah Tuan Besar Byun.
Berjalan tegas lengkap dengan setelan mahalnya dan kaca mata hitam bertengger dihidung mancung sang CEO BB Groub. Keturunan kedua Keluarga Chaebol Byun.
Berbeda dari Nyonya Besar Byun yang selalu menguarkan aura semangat dan meringankan atmosfer pada semua orang. Tuan Besar Byun justru sebaliknya, memberikan kesan dingin dan intimidasi yang kuat pada siapapun yang berada didekatnya.
Keduanya memang sangat kontras, seperti dua sisi koin yang berbeda, namun selalu bersatu.
"Aku sungguh tak paham dengan kalian semua yang selalu berkomunikasi dengan cara berteriak seperti sedang berada dibarak tentara. Kau juga. Ayolah Istriku, kau adalah Nyonya Besar Byun yang terkenal dengan sifat welas asih, lembut, dan anggun. Kau adalah contoh untuk banyak orang. Jaga wibawamu. Berusahalah bersikap seperti seorang Lady (Wanita Bangsawan)." Dingin sekali, setiap patah kata yang keluar dari mulut keturunan kedua keluarga mega milyarder Byun itu entah bagaimana selalu membuat orang lain menahan napas. Cukup menyakitkan bahkan kepada istri sendiri.
Namun tentunya Tuhan akan menakdirkan jodoh yang tepat untuk Tuan Besar Byun yang dingin dan kejam.
Seperti, "SORRY HYUNG!!" Teriak Nyonya Byun acuh tak acuh membalas ucapan kejam suaminya, sama sekali tak peduli, justru terus berjalan mendahului sang suami menuju mobil mereka. Tak ada secuilpun rasa takut. Nyonya Byun sudah memiliki imun yang kuat untuk melawan sifat keras suaminya.
Atau bisa dibilang disini, didalam dirinya, justru Nyonya Byun lah yang lebih keras daripada sang suami. Terbukti bagaimana wanita itu dapat berjalan bebas mendahului Tuan Byun, dan suaminya lah yang mengikuti dari belakang sambil menggendong putra mereka. Sungguh pemandangan yang tak biasa. Sangat tak biasa.
"Sudah aku bilang ratusan kali, panggil aku Oppa!! Atau setidaknya Suamiku! Oh Tuhan, aku tak tahu kenapa aku bisa beristrikan wanita setomboy dirinya." Balas Tuan Byun yang berjalan perlahan mengikuti sang istri dari belakang sambil menggendong putra tunggal mereka yang baru berumur 6 bulan. Sang pewaris kerajaan bisnis BB selanjutnya, Tuan Muda Byun Baek-Hyun.
Mendengar itu Nyonya Besar Byun menoleh jengkel kepada sang suami. Lalu mengerucutkan bibirnya seperti anak kecil. Tampak sangat lucu sebenarnya, untuk dilihat dari wajah baby face Nyonya besar itu. Namun tentunya Tuan Besar Byun kita sudah hatam dalam masalah ini, yaitu ntuk mengingat mati hal ini didalam hatinya, bahwa: "Dibalik wajah menggemaskan dan tak berdosa seorang Byun Sulli a.k.a Choi Jinri, tersimpan iblis yang tak terbayangkan betapa mengerikannya. Lebih mengerikan daripada dirinya sendiri yang terkenal dingin dan kejam. Jangan tertipu wajah malaikat itu, dia bisa membunuhku, hemm.. pastinya dengan cara menyenangkan. Menyenangkan bagi seorang Byun Sulli. Sweet But Psycho adalah julukan yang paling pas untuk wanita itu."
Sudah dibilang, mereka pasangan serasi.
"Apa katamu tadi? Jadi, kau sedang mengeluhkan aku kepada Tuhan sekarang Byun Baek-Beom!!? Kau suamiku, jadi terimalah sifatku apa adanya!! Itulah resiko menjadi suamiku, terima saja nasibmu!" Teriak Nyonya Byun dari depan mobil hitam yang pintunya telah dibukakan oleh Butler Keluarga Byun kepadanya.
"Iya Byun Sulli!! Aku mengeluhkan dirimu kepada Tuhan sekarang!"
"Namaku adalah Choi Jinri! Dasar kau Byun Baekboom!"
"Tak seperti itu di Kartu Keluarga kita."
"Aishhh.. Kartu keluarga kotor sialan!!"
Sontak saja Tuan Byun langsung menutup telinga milik Byun kecil yang sedang tertidur digendongannya.
"Sulli, bahasamu! Jangan mengumpat didepan anakku!" Peringat Tuan Byun sambil berjalan semakin dekat kepada mobil yang akan membawa mereka ke Seoul.
"Secara teknis aku dibelakangnya, dia tidur membelakangiku! Dan dia bukan anakmu, dia anakku juga."
"Tetap tak menjadi alasan yang bisa membenarkan bahasa kasarmu didepannya!"
"Baiklah aku kasar! Aku memang kasar maka kau adalah pria gila yang justru cinta mati dan menikahi wanita kasar sepertiku!"
"Kata siapa aku cinta mati padamu?! Kau saja yang berkhayal."
"Oh begitu? Aku berkhayal? Cih, ingatkah kau Tuan Besar Byun yang terhormat, bagaimana kau melamarku di Kedai Es Krim itu sambil mengatakan kalimat kuno menggelikan yang mungkin sudah digunakan sejak zaman Goryeo seperti, 'Kau adalah orang pertama yang berani memarahiku dan berkelahi denganku. Kaulah satu-satunya yang menatapku sebagai aku, bukan sebagai seorang Byun. Bersamamu sungguh menyenangkan. Kau adalah cinta pertamaku. Maukah kau menjadi istriku?' Astaga kau gila, hanya kaulah orang yang justru melamar seseorang yang terus berkelahi denganmu."
"Lalu mengapa kau menerimanya? Hebat bukan? Kau menikahi dan sekarang memiliki anak dengan musuhmu." Tanya Tuan Byun dengan suara rendah dan dalam, persis didepan wajah sang istri yang telah berhasil disusul olehnya. Sambil melepas kaca matanya dengan salah satu tangannya yang bebas, Tuan Byun menatap Nyonya Byun dengan dalam.
Bagaimanapun Tuan Byun telah berusaha bersikap lembut kepada keluarga kecilnya ini, tetap tak dapat menghilangkan bagaimana watak dasar sang Tuan Besar itu. Beliau tetaplah orang yang keras dan tegas.
Tak berlebihan bahkan bila kita ingin menyebutkan dirinya sebagai seorang Tiran. Tuan Byun sesungguhnya lebih dari pantas menyandang sebutan itu.
Namun, kesan dingin dan bengis dari sang Mega-Milyarder Byun itu akan langsung luntur bila kita berhasil melihat bagaimana dalamnya tatapan Sang Pangeran Chaebol kepada sang Putri tomboy yang telah diperistri olehnya itu. Nyonya Besar Byun akan selalu menjadi pencair yang melelehkan hati dingin Tuan Besar Byun.
Dan juga, selama beberapa bulan ini, kesan dingin Tuan Besar Byun hampir tak terasa lagi. Melihat bagaimana lucunya sang bos besar menimang putranya, dan menunjukkan secara terang- terangan bagaimana kasih tak terhingganya pada sang anak. Membuat Chen menyeringai dari jarak 50 meter dari keduanya.
"Tuan Byun memenangkan perdebatan mereka kali ini." Ujar Chen pelan, dibalasi anggukan Luhan dan Sohee yang dapat mendengar gumaman Chen.
Pernahkah kalian melihat pasangan yang selalu berkelahi namun disaat yang sama justru saling mencintai. Begitulah gambaran hubungan Tuan dan Nyonya Byun. Di umur pernikahan yang sudah hampir menginjak 7 tahun, keduanya masih sama saja seperti itu.
Sebenarnya pertarungan keduanya sama saja setiap harinya, peraturannya adalah siapapun yang lebih dulu mengatakan 'aku mencintaimu', maka dialah yang kalah.
Baiklah, ayo kita lihat ending dari perdebatan Tuan dan Nyonya Byun pagi ini.
"Ayo cepat jawab Nyonya Byun-Choi Jinri, mengapa kau menerimaku sebagai suamimu? Mengapa kau rela mengandung dan melahirkan anakku? Mengapa kau tetap setia padaku, bahkan kau sendiri yang mengatakan bahwa seluruh tata krama dan kehidupan Sosialita yang harus kau jalani ini sangat melelahkan. Kenapa kau tetap bersedia menganggung semua itu dan menjadi istriku?"
Wajah Nyonya Besar Byun itu memerah dan semakin memerah seiring dengan pertanyaan- pertanyaan yang diajukan oleh Tuan Byun.
"BAIKLAH! AKU KALAH!! MAAFKAN AKU YANG MENGUMPAT DIDEPAN BAEKHYUNNIE! PUAS KAU?!"
Tuan Besar Byun menyeringai penuh kemenangan, lalu mengangkat bahunya seolah- olah menyiratkan dirinya tak terlalu peduli dengan apa yang mereka perdebatan tadi.
Sukses menciptakan rengutan diwajah Nyonya Besar Byun. Dirinya telah kalah dan dirinya tak diakui kalah, itu pastinya terasa sangat menyebalkan.
Sulli memasang wajah masam. Lalu mulai menghentakkan kakinya kesal ke tanah.
"Arggg menyebalkan!! Aku tak mau satu mobil denganmu!!" Teriak Sulli sambil menunjuk wajah Tuan Byun.
"Baekhyun mungkin akan lapar diperjalanan Sulli, kau harus menyusuinya nanti. Dan aku tak percaya menyerahkan Baekhyun hanya padamu saja, kau sungguh buruk dalam mengurus bayi. Kita harus berangkat satu mobil." Tuan Byun mengatakannya dengan sangat tenang sekali.
Mendengar itu Sulli menghela napas dengan keras dan kesal.
Dirinya sendiri tak bisa melawan perkataan Baekboom. Sulli dibesarkan sebagai pemimpin perusahaan keluarga Choi yang sekarang sudah bangkrut dan berpindah kepemilikan menjadi salah satu cabang perusahaan milik Byun. Dirinya hebat dalam segala hal, namun bila itu menyangkut mengurus anak, Sulli sangat menyesali bahwa dirinya sangat payah dalam hal itu. Walau dirinya telah belajar sebaik yang dirinya bisa, namun tetap saja Sulli tak merasa percaya diri akan kemampuannya mengurus anak sendiri.
Nyonya Besar Byun itu terdiam sebentar. Lalu kemudian pandangannya berpindah pada Luhan, Sohee, Xiumin, dan Chen yang berdiri beberapa puluh meter dari dirinya.
"Luhan! Kau ikut mobil mana?!" Tanya Sulli sekali lagi berteriak lantang.
Luhan sedikit terkekeh melihat bagaimana ekspresi Tuan Besar Byun yang menghela napas melihat perilaku bar- bar sang istri.
"Yang ini Noona, saya yang mengemudi, Sohee, Xiumin, dan Chen bersama saya." Ujar Luhan sambil menunjuk salah satu mobil yang berada didekatnya dengan kunci mobil ditangannya.
Sulli merengut.
"Bisakah Kau, Sohee, dan Xiumin ikut kami saja? Aku tak mau satu mobil dengan Byun ini! Chen kau menyetir mobil sendiri saja!" Sulli merengek, lalu memberikan tatapan kesal pada suaminya. Bagaimana Tuan Besar Byun? Pria itu hanya dapat memutar bola matanya kesal.
Luhan dan Chen sontak terkekeh dengan kompak. Oh tak hanya mereka berdua, namun hampir semua orang yang ada disitu. Tuan dan Nyonya mereka memang persis seperti duo komedi. Selalu mengundang tawa.
"Tentu saja bisa, permintaan anda adalah kewajiban bagi kami Nyonya besar." Sulli tertawa setelah Chen mengucapkan itu sambil berkedip kepadanya.
"Berhenti menggodaku kau cassanova! Aku wanita yang telah bersuami!" Sulli meneriaki Chen yang terkekeh geli.
Hubungan Chen dan Sulli memang seperti itu. Seperti kakak adik. Karena, Sulli lah yang membujuk sang suami untuk membawa Chen bergabung dalam lingkaran lindungan keluarga besar Byun. Sulli adalah penyelamat hidup Chen.
Hemm.. bisa dibilang hubungan Sulli memang seperti keluarga dengan semua pekerjanya.
Buktinya dirinya memperbolehkan para pekerjanya untuk memanggilnya nak, dik, ataupun kakak tanpa harus menggunakan embel- embel Nyonya Besar.
"Ayo sayang, kita berangkat ikut mobil Tuan dan Nyonya." Ujar Sohee kepada Xiumin yang masih berada digendongan Chen.
Xiumin kecil merengut. Lalu mengalihkan pandangan dari sang Ibu. Serta semakin mengerutkan pelukannya pada leher si Paman, membuat si Paman merasa sedikit tercekik.
Sohee menghela napas menyerah. "Baiklah aku menyerah. Dae-ya jaga dia ya." Ujar Sohee dengan suara pasrah, Chen membalasnya dengan senyuman dan anggukan pasti.
"Tenang saja Hee-ya."
"Xiumin ikut Chen?" Luhan bertanya pada sang istri, setelah tadi sempat berbincang dengan pekerja Mansion Byun lain, berpamitan dan mengatakan salam sampai jumpa di Seoul.
Sohee mengangguk mengiyakan, "Sudah aku coba membujuknya tadi, tapi tak berhasil." Luhan mengangguk paham mendengarnya, sembari mendekati Chen lalu menyerahkan kunci mobil yang tadinya akan dibawa olehnya. Chen menerima kunci itu tanpa mengatakan apapun. Terlalu sibuk menenangkan Xiumin digendongannya yang takut akan dibawa oleh sang Ayah.
"Dia sungguh tak ingin lepas dari Chen. Baiklah, ayo.." Ujar Luhan, sambil menggandeng tangan Sohee menuju mobil milik sang atasan.
Dibelakang mereka, Xiumin dan Chen menatap punggung kedua suami istri itu yang berjalan menjauh menuju mobil milik Tuan Byun yang mana sudah ada Tuan Besar Byun dan Nyonya Besar Byun yang duduk di jok belakang. Luhan akan mengemudi dan Sohee duduk disamping pengemudi.
"Ayo Xiumin, kita juga berangkat!" Ujar Chen sambil membawa Xiumin kedalam mobil yang akan dibawanya selama selama 40 menit menuju Seoul dan Bucheon.
Chen memastikan Xiumin aman. Mendudukkan bayi umur 3 tahun itu dikursi khusus anak di jok bagian belakang. Memastikan seat belt Xiumin terpasang dengan benar. Dan saat baru saja menstarter mobilnya.
Tin tin!
Jongdae membuka kaca mobil yang dikendarainya, dan menoleh pada mobil mewah warna hitam yang mengklaksonnya dari sebelah itu. Tak berapa lama kaca mobil disebelahnya ikut turun dengan perlahan, menampilkan wajah Luhan yang sedang menyupir mobil sang majikan.
"Jongdae-ya! Aku titip Xiumin ya. Tolong jaga dia, jangan buat dia menangis!"
Jongdae mengangguk dengan senyuman. Lalu menjawab dengan lantang.
"Tenang saja Hyung, serahkan saja padaku. Aku jaga Xiumin sebaik mungkin, mungkin lebih baik darimu." Chen menjawab dengan setengah bercanda.
"Hey!" Luhan berseru protes, dan hanya dibalasi tawa oleh Chen.
Namun setelah itu Luhan mengangguk puas, dirinya percaya pada Chen. Lalu dengan senyum sayang menatap sang putra yang kaca mobil bagian belakang juga telah Chen turunkan, "Anak Ayah baik- baik bersama Paman Chen ya, jangan nakal.. Sampai jumpa di Seoul ya sayangnya Ayah." Xiumin mengangguk semangat.
"Sampai jumpa Ayah!"
Sohee juga ikut bersuara, "Xiumin anak Ibu, Xiumin sungguh tak apa bersama Paman Jongdae? Kenapa tak ikut Ayah dan Ibu saja?" Sohee menanyakan keputusan sang Anak sekali lagi.
Namun tak seperti yang Sohee harapkan Xiumin tampak menggeleng bersemangat, "Min sama Chen Ajuci Bu! Tak apa!" Sohee menghela napas mendengar itu, kalau sudah begini ya mau bagaimana lagi, begitulah pikir si Ibu muda.
"Baik- baik ya sayangnya Ibu. Sampai jumpa di Seoul. Jongdae-ya tolong titip Xiumin ya." Hanya itu yang dapat Sohee katakan sekarang. Dan Jongdae mengangkat jari jempol tangannya tinggi- tinggi sebagai persetujuan.
Dan setelah itu, mobil yang dikendarai Luhan, membawa serta Sohee, Tuan dan Nyonya Byun itu berangkat. Meninggalkan Chen dan Xiumin yang juga ikut menyusul beberapa menit selanjutnya.
.
.
.
Ditengah perjalanan Xiumin dan Chen dengan semangat menyanyikan salah satu lagu anak- anak yang terputar dari tape mobil.
Xiumin sungguh menikmati perjalanan mereka, akan bagaimana kencangnya angin musim dingin yang mulai datang, sungguh menusuk berlawanan dengan cerahnya mentari musim gugur. Membuat Xiumin merengek untuk dinaikkan temperatur penghangat mobil.
Bagaimana suara daun bergesekan serta aroma khas daun- daun yang sudah membusuk ditanah setelah berjatuhan.
Dan bagaimana dirinya bersemangat menuju Seoul. Tempat kelahiran sang Ibu.
"Ajusi bisa lebih cepat? Min mau lihat mobil Ibu dan Ayah." Ujar si kecil dan dengan nakalnya berdiri dari tempat duduknya. Berusaha melihat dengan jelas jalanan didepan dari tempatnya berdiri. Dua tangannya bertumpu pada sandaran kursi kemudi didepannya.
"Maaf Xiumin sayang, ayo duduk lagi lalu pasang sabuk pengamanmu, berdiri seperti itu sangat berbahaya." Dan lihatlah bagaimana Chen meniru gaya Luhan dalam membimbing Xiumin untuk melakukan hal yang benar dan seharusnya.
Namun perbedaannya adalah.. efeknya.
Xiumin tak terpengaruh bila yang mengatakannya adalah si Paman Jongdaenya.
"Min tak mau." Bocah manis berpipi chubby itu dengan menggemaskannya menolak sambil menggelengkan kepalanya lucu.
Chen yang awalnya ingin marah itupun jadi tak berdaya.
"Astaga, sungguh sulit untuk marah padamu." Gumamnya kepada diri sendiri.
Namun tetap saja Jongdae yang menjadi khawatir, dan tak berapa lama meminggirkan mobil yang sedang membawa mereka. Berhenti sebentar dipinggir jalan.
Chen keluar dari mobil, lalu membuka pintu bagian belakang. Membenarkan cara duduk Xiumin, mencoba mencari akal agar anak tiga tahun yang mulai pintar itu tak tahu lagi bagaimana cara membuka seat belt nya.
"Maaf Xiu sayangnya paman bisa minta tolong Xiu duduk manis seperti anak baik?" Ujar Chen dan sangat bersyukur kali ini Xiumin mendengarkan perkataannya.
Bertepatan dengan Chen yang mencondongkan diri memasuki bagian jok belakang mobil? Mencoba mengikat seat belt Xiumin dengan ikatan rumit sehingga si kecil tak lagi dapat membukanya.
Wussssssssssss...
Sebuah mobil silver melaju dengan teramat cepat melewati mereka berdua.
"Nah sudah selesai. Sabar yaa.. perjalanan ke Seoul hanya setengah jam saja lagi, Xiumin duduk seperti anak baik selama 30 menit, lalu kita semua sampai." Xiumin mengangguk lucu sambil merasa bahagia dan tersipu saat rambutnya di elus oleh sang paman.
Keduanya kembali melanjutkan perjalanan, tentunya sambil menyanyikan lagu anak- anak kesukaan Xiumin.
Lalu tak berapa lama kemudian.
GAARRRR!!!!!
Suara petir menggelenggar, tanda hujan akhir musim gugur mulai datang.
"Akh!" Xiumin kecil menutup kedua telinganya saat suara petir itu tiba- tiba datang dengan nyaring.
Chen mengintip dari kaca spion, "Xiumin tak apa? Tenang saja sayang, itu hanya petir, pertanda mau hujan."
Chen kembali fokus mengemudi, hingga akhirnya mengerem tiba- tiba sebab mobil didepannya yang juga mobil dari rombongan Byun itu berhenti mendadak, oh tak hanya satu, namun banyak sekali mobil dari rombongan Byun yang berhenti mendadak. Tak hanya mobil dari rombongan, namun juga ada kendaraan lain, bahkan kendaraan angkutan besar juga ikut berhenti.
Mereka semua sedang menghindari kecelakaan.
CKITTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTT
"Akh.. sakit, itu suara petir juga?" Xiumin bertanya dengan suara polos sambil menutup kedua telinga dengan tangan mungil dan gemuk miliknya.
Sedangkan Chen telah membeku dikursi pengemudi. Menatap pemandangan didepannya dengan mata tak dapat berkedip. Bukan, itu bukan suara petir, namun suara decitan ban yang berdecit keras diatas aspal saat rem mobil diinjak dengan sekuat tenaga namun mobil tetap terdorong kuat untuk terus bergerak.
GAARRRRRRRRRRR!!!!!!!!
Kali ini Xiumin mulai ketakutan. "Itu suara petir ya Ajuci?" Tanyanya, dan mulailah batita itu menangis saat tak ada tanggapan apapun dari si paman.
"Mobil Ayah putar-putar..." Xiumin bergumam pelan dengan polosnya sambil berusaha mendongak sebisa mungkin untuk melihat ke depan.
Selanjutnya yang terdengar serta terlihat oleh Chen serta Xiumin menjadi lebih buruk lagi. Lebih banyak suara keras dan mengerikan dari dua mobil bertubrukan dan berguling bergantian serta suara decitan mengerikan mobil yang kentara sedang direm dengan sungguh kuat.
Mata jernih dan bulat melengkung milik Xiumin tampak berair saat melihat mobil hitam yang mengangkut sang Ayah dan Ibu terseret kejam ke sisi pembatas jalan oleh mobil silver yang menabrak salah satu sisi mobil tersebut, tepat dibagian Luhan sang Ayah Xiumin berada.
Sepertinya.. supir dari mobil hitam tersebut sudah tak dapat mengemudi lagi. Menyebabkan mobil hitam itu mengemudi dengan tak terkendali sebelumnya.
Sedangkan sekarang.
Segalanya telah terlambat, hanya dalam hitungan detik, mobil hitam milik keluarga Byun itu terjatuh ke bawah tebing samping jalan yang mereka lewati sebelumnya.
Dan seperkian detik setelah mobil Tuan Byun jatuh, terdengar suara ledakan sangat kuat dari bawah sana. Setara dengan kuatnya suara bom yang meledak.
"AAAAAAAAAAAAaaaaaaaaaaa!!!!!!!!!"
Xiumin berteriak dengan sungguh kuat lagi melengking. Itu terlalu banyak.. terlalu banyak untuk disaksikan seorang anak umur 3 tahun. Chen yang awalnya juga membatu menyaksikan kejadian mengerikan yang terlalu kejam untuk diterima sebagai kenyataan itu akhirnya tersadar setelah mendengar teriakan Xiumin kecil.
"AYAH IBU HUAAAAAAAAAAAAAA!!!"
Meski tak mengerti akan semua kejadian yang terjadi disekitarnya, Xiumin paham satu hal. Ayah dan Ibunya sedang berada dalam bahaya. Ayah dan Ibunya sedang tak baik- baik saja.
Dengan badan berguncang kuat, dan gerakan gemetaran serta ceroboh, Chen melepaskan sabuk pengamannya, lalu keluar dari mobil, membuka pintu mobil disebelah Xiumin dan langsung meraih tubuh mungil yang terguncang hebat itu kedalam pelukannya.
Lalu dengan tubuh gemetar seperti demam tinggi serta tangan sedingin es, disertai suara serak hampir tak terdengar tertelan shock Chen bersuara, "Tak apa Xiumin tak apa, tenanglah Paman ada disini, tadi itu bukan apa- apa, ITU BUKAN APA-APA. Itu hanyalah suara petir. Itu hanya suara petir! Sebentar lagi akan hujan, sehingga ada petir. Tak apa... semua akan baik- baik saja..."
Dan suara tangisan bayi yang menggelegar disepanjang jalan itu membuat Chen terdiam.
Dengan sigap pria 20 tahun itu menggendong Xiumin keluar dari mobil, lalu mendatangi salah satu Maid dari mobil rombongan Byun lain yang ikut berhenti dan shock akan kejadian di depan mereka.
"A-Aku titip Xiumin sebentar. Maafkan aku meninggalkannya sebentar. Namun aku ingin memeriksa keadaan disana. HUBUNGI 911 SECEPATNYA!!!" Pria 20 tahun itu menyerahkan Xiumin yang ternyata sudah pingsan karena shock pada salah satu Maid yang meraih Xiumin dengan sigap dan memandang Chen dengan wajah pucatnya.
"Ta-Tapi disana bahaya- Jongdae!!" Terlambat, Jongdae sudah berlari pergi kearah kejadian kecelakaan.
.
.
.
Dengan langkah kaki yang sebenarnya tak terasa berpijak pada tanah lagi, Jongdae melangkah mendekati mobil silver penyebab kecelakaan yang terjadi. Mobil itu terus mengeluarkan asap dari bagian bawah mobil yang sekarang menjadi bagian atas, sebab posisi mobil yang telah menjadi terbalik tersebut.
Jongdae menunduk, dan melihat seorang pria di kursi kemudi yang tampak sudah kehilangan kesadaran dengan darah yang terus menetes dari kepalanya.
Lalu disampingnya SEORANG IBU HAMIL yang terus merintih dan bergumam dalam tangisan tak sadarnya.
"Park Chanyeol.. putraku. Park Chanyeol.. putraku. Tolong selamatkan.. Siapapun.. Tolong... Tolong..."
Mengenaskannya, kedua orang itu, berada dalam posisi terbalik.
Chen meremas rambutnya, kepalanya pemuda itu terasa kosong dan penuh disaat yang sama. Semua kejadian ini terlalu cepat hingga dirinya tak dapat memproses apapun.
Dan ditengah kekalutan itu. Chen kembali mendengar suara tangisan bayi, yang sekarang mulai terdengar samar tak senyaring tadi.
Astaga bagaimana Chen bisa melupakan suara tangisan bayi itu.
Dengan berlari Chen menuju sumber suara.
Dan disitulah, akhirnya.
Seorang Chen, Kim Jongdae.
Terduduk diaspal yang sekarang mulai bergelimang darah dari mobil terbalik dibelakangnya.
Di depannya saat ini, tampak sang Tuan Muda terakhir Keluarga Byun, dengan kain selimut yang sudah acak- acakan dan penuh debu jalan. Baekhyun kecil tak ubahnya seperti boneka bayi di film horor yang terus mengeluarkan suara tangisan dan yang mengerikannya mengeluarkan air mata darah.
Jongdae terisak hebat sambil berlutut didepan Baekhyun.
"Hiks.. Tu-Tuan Muda.." Dengan perlahan mencoba meraih sang bayi ke dalam gendongannya.
Dan setelah itu... seakan alam ingin ikut mendramatisir kenyataan yang sudah terlalu tragis. Hujan lebat penanda akhir musim gugur itu turun dengan derasnya. Mencampur aroma amis busuk darah dengan aroma asam air hujan. Menyamarkan suara banyak ambulance yang terus berdatangan.
Dan juga, menyamarkan air mata dari pria malang yatim piatu yang baru saja kehilangan seluruh sahabatnya.
"AAAAARRRGGGGGGGGGGG!!!"
Jongdae berteriak melampiaskan frustasi. Dan sebelum mengamuk, salah satu tenaga medis telah merebut Baekhyun dan gendongan Chen, sigap memberikan pertolongan pertama.
Jongdae meraung diaspal tanpa peduli seluruh tenaga medis dan pemadam kebakaran yang sekarang berjalan silih berganti disekitarnya. Seluruh orang sedang berusaha mengeluarkan suami istri didalam mobil silver yang terbalik itu. Dan beberapa mencoba untuk melihat keadaan mobil milik keluarga Byun yang jatuh ke jurang.
Tak perlu waktu lama untuk media mulai datang. Kejadian pilu ini justru akan menjadi sasaran empuk dan pundi- pundi uang bagi para reporter.
Chen menangis dan meraung. Namun tak ada yang peduli. Tak ada yang mengerti. Sekelilingnya seakan tak melihat dirinya.
Umpatan demi umpatan Jongdae teriakkan. Meski Jongdae sendiri tak dapat memutuskan kepada siapakah dirinya mengumpat, kepada pengemudi ceroboh yang mungkin telah mati didalam mobil terbalik itukah? Kepada Luhan yang ternyata tak pandai mengemudikah? Atau kepada dirinya sendirikah? Namun yang pasti, doa tersuci apapun, atau umpatan sekotor apapun, keduanya sama- sama menjadi omong kosong yang tak dapat merubah, mengurang, ataupun melebihkan apapun yang sudah terjadi sekarang.
Salah satu hukum dunia. Suatu hal yang telah terjadi tak akan pernah bisa diubah atau diulang kembali.
Kecelakaan itu telah terjadi.
Dan Jongdae telah kehilangan seluruh sahabatnya.
Begitulah kenyataannya.
Tak akan ada yang bisa diubah.
Dirinya telah kehilangan teman sejati.
.
..
...
...
...
..
.
- Akhir Musim Panas 2011 -
Dengan tangan gemetar Chanyeol meraih cangkir teh di depannya. Menghirup cairan hangat berasa asam pahit namun beraroma sedap itu untuk tenggorokannya yang tiba- tiba menjadi sangat kering.
Dan pria di depan Chanyeol hanya dapat tersenyum getir melihat bagaimana tak nyamannya Chanyeol sekarang, walau hanya untuk duduk berhadapan dengannya.
"Lama kita tak bertemu Chanyeora.." Ujar pria itu dengan suara pelan.
Chanyeol menampilkan senyum canggung.
"Lama tak bertemu, Abeoji."
.
.
.
.
.
T B C
AN : Hemmm ada feelnya gak sih? Gue merasa ini kurang, jadi rada kayak main judi untuk apdet chapter ini, gue sedang bertaruh keberuntungan wkwk.
Makasih untuk ripiyu chapter sebelumnya:
owhsehun, overdsky, skyofbbh, someflufi, reall any, ChanBaek09, eunhyeshi, Biyulaut, Puffy BaekBy, Ryu Cho, chenderellakim, myasmee9, Anita Tok, ByunB04, syafitrilusi2608, ellangrey614, Zhafiraep, yeonwookim, parkyla, Agustusan, imasrostika07, Guest614, mitochondria456, ffayyy, langit98, eris aries, baekluvs, Chanbeepark, dan semua Guest.
Review kalian selalu terasa manis dan memberi semangat walau ditelah dibaca berulang-ulang ratusan kali. Hiks, makasih yaa, bahkan ada yang ripiyu berulang- ulang dan balik kesini lagi karena kangen CEO Byun dan Musisi Park.
Ayo ngaku siapa yang nyariin aku di base chanbaek?! Cefat Ripiyu!!, gue mau tau siapa orangnya?! Tunjukan dirimuh! /emot gertakin gigi/
wehehe becanda.
Makasih udah nyariin aku ya
Makasih udah baca ff yang sungguh berantakan ini.
INFO PENTING : CHAPTER SELANJUTNYA AKAN DI APDET SEHARI SETELAH CHAPTER INI, YAITU BESOK. STAY TUNE! uwu.
enw, #EXOLEAVINGSM #EXOFREEDOM
:D
Jaga kesehatan semuanya, banyakin minum vitamin atau makan buah di musim pancaroba ini, jangan telat makan dan jangan begadang.
Bahagia selalu yaaa
See you Eri, Lets Love!! /Bow
