Momen itu adalah pertama kalinya setelah hampir tiga tahun ia, si tunggal milik keluarga Haruno, Sakura kembali bertatap muka dengannya, Uchiha Sasuke. Dalam persepsi otak yang dikirimkan lewat jalur visualnya, laki-laki itu masih mengagumkan seperti dulu. Ya, memang setelah semuanya tidak ada yang berubah. Meskipun tiba-tiba guratan takdir yang dituliskan oleh Tuhan terasa begitu lucu.
Sakura memerhatikan pergerakan sosok yang sedang duduk di hadapannya. Laki-laki itu nampak sedang serius melakukan scanning pada lembaran menu yang restoran ini sediakan. Air wajahnya nampak datar tapi onyx-nya bergerak ke atas, ke bawah, lalu ke kanan dan ke kiri. Melihatnya mau tak mau membuat angulus bibir Sakura memformasikan seulas senyum kecil.
Seolah memiliki sinyal pendeteksi, radar milik Uchiha Sasuke aktif begitu saja. Ia pun menyadari apa yang sedang perempuan itu lakukan. Onyx-nya langsung menatap lurus emerald jernih yang tersembunyi di balik kacamata lensa tebal dan surai-surai poni yang menjuntai menutupi kedua mata miliknya.
"Ada yang lucu?"
Refleks kedua bibir Sakura terkatup. Ia hanya menggelengkan kepalanya dengan gerak repetitif.
Sebenarnya pada saat ini, ada beberapa hal yang ingin Uchiha Sasuke sampaikan. Banyak sekali tanda tanya yang semakin menumpuk dalam kepala. Pertanyaan-pertanyaan yang hanya bisa disimpan tanpa bisa diutarakan olehnya sejak lama. Sayangnya, lagi-lagi yang mampu ia lontarkan hanyalah jawaban pamungkas cap singkat miliknya.
"Hn."
Dan setelahnya, mereka kembali sibuk dengan agenda buatan mereka masing-masing. Untuk Sakura, perempuan itu lebih memilih untuk menopang dagunya sembari mengedarkan matanya ke segala arah. Membiarkan indera penglihatannya mengeksplorasi suasana restoran yang tergolong mewah ini dari ujung ke ujung sementara Uchiha Sasuke menyebutkan pesanan mereka berdua kepada si pramusaji.
Well, restoran ini sangat mengagumkan. Warna-warna pastel seperti biru muda dan soft yellow dipadukan dengan apik ditambah dengan furniture yang luar biasa. Oh, letak tempat duduk mereka berada di ujung dekat jendela jadi Sakura juga bisa sambil melihat night view dari lantai 57 yang sangat memanjakan mata.
Namun, acara sightseeing by Sakura terpaksa harus dihentikan karena pesanan mereka datang dalam waktu yang cepat. Yang terjadi selanjutnya hanyalah mereka yang menyantap pasta dan meminum anggur. Tidak ada konversasi berarti yang terjadi. Monoton seperti biasanya.
Sampai akhirnya mereka selesai. Tiba-tiba saja ponsel milik Uchiha Sasuke yang terbaring manja di atas meja minta diberi perhatian. Vibrasi panjang bersenandung diikuti dengan ringtone telepon genggamnya yang bernyanyi membuat Sasuke langsung menyambar telepon genggamnya dengan satu gerakan kilat lalu menolak panggilannya.
Ya, meskipun sekilas tapi Sakura sempat melihat sederet nama yang tertera pada ponsel laki-laki itu. Nama perempuan. Dan untuk ke sekian kalinya Sakura hanya mengulaskan senyum pahit. Toh, bukan sesuatu yang aneh. Bahkan Sakura sendiri sudah kenyang menjadi saksi bagaimana laki-laki itu bergonta-ganti perempuan seperti ia mengganti pakaiannya.
"Terima saja, Sasuke-kun. Agenda kita juga sudah selesai 'kan?" Deretan gigi-geligi Sakura pamerkan. Tentu saja ia mengabaikan total berbagai spektrum perasaan ngilu yang menyapa dalam dada. Ia melirik arloji yang terlingkar di pergelangan tangan kiri, "aku juga harus segera kembali ke rumah sakit."
Diam-diam Uchiha Sasuke mengatupkan rahangnya dengan tenaga yang lumayan. "Biar kuantar."
Sakura membangkitkan badannya. Ia menenteng Prada leather crossbody bag berwarna pink pastelnya. Ia tanpa sadar meremas ujung blazer yang senada dengan tasnya. Ia menelan ludahnya, menarik napas, mengumpulkan serpihan kekuatan sebelum memaksakan kedua sudut bibirnya untuk tersenyum lebar. Ia menolehkan kepalanya, menolak mempertemukan kedua irisnya dengan mata Sasuke.
"Terima kasih, Sasuke-kun. Aku bisa sendiri." Ia berucap, kemudian mendongakkan kepalanya, menatap langit-langit restoran sejenak sebelum akhirnya kembali memproduksi sebaris kalimat.
"Happy wedding anniversary yang ketiga, ya."
Dan Uchiha Sakura pun melangkahkan kakinya lebar-lebar.
Sial.
Lagi-lagi Uchiha Sasuke kehilangan abilitasnya untuk berbuat banyak. Ia hanya diam membatu, membiarkan Uchiha Sakura lolos begitu saja bahkan sampai punggung perempuan itu hilang dari lapang pandangnya.
Uchiha Sakura ... apa benar sudah resmi ditandai miliknya?
.
.
.
Disclaimer: All of the characters and Naruto itself are Masashi Kishimoto's but this story is purely mine. Fiksi ini juga dipakai untuk project DonasiSasuSaku.
Summary: Sial. Lagi-lagi Uchiha Sasuke kehilangan abilitasnya untuk berbuat banyak. Ia hanya diam membatu, membiarkan Uchiha Sakura lolos begitu saja bahkan sampai punggung perempuan itu hilang dari lapang pandangnya. Uchiha Sakura ... apa benar sudah resmi ditandai miliknya?/ AU, OOC, etc. Mind to RnR? X)
Warning: AU, OOC, dan jauh dari kata sempurna x")
Rating: T
.
.
You're Mine, Aren't You?
By Ricchi
.
.
Ini sudah kali ketujuh untuk Uchiha Sasuke melayangkan pandangan matanya menuju jam dinding yang terletak di ruang utama kediamannya dan Sakura, istrinya. Demi Tuhan apa yang sedang Uchiha Sakura lakukan sampai-sampai sudah lewat tengah malam tapi sama sekali belum memberikan kabar apapun padanya?
Laki-laki itu paham betul bahwa pekerjaan Uchiha Sakura adalah seorang dokter—yang berarti, bisa saja perempuan itu belum pulang karena mungkin ada pasien yang sedang gawatdarurat dan membutuhkan tindakan emergency. Lantas? Setidaknya bisa 'kan perempuan itu memberikan kabar? Sekadar mengirimkannya pesan 'Halo, Sasuke-kun, maaf aku akan pulang terlambat malam ini.' See? Sesimpel itu apa tidak bisa ia lakukan?
Tidak, tidak. Ini bukan seperti Uchiha Sakura yang biasanya ia kenal. Tapi ... siapa yang bisa menjamin? Mengenal perempuan itu sejak duduk di bangku sekolah dasar sampai sekarang bahkan mereka sampai menikah pada saat usia mereka tiga puluh. Ditambah tiga tahun semenjak hubungan mereka berubah menjadi sepasang suami istri nyatanya ... Sakura masih terlalu jauh dalam jangkauannya.
Masih sangat segar dalam ingatan Sasuke, bagaimana perempuan itu tiba-tiba bertransformasi menjadi nerd saat mereka menginjak tahun pertama bangku sekolah menengah atas. Lucu sekali, perempuan itu tiba-tiba berubah menjadi penyendiri dan benar-benar disibukkan oleh tumpukan buku-buku tebal di perpustakaan. Alasannya? Sakura bilang ingin fokus mengejar cita-citanya untuk masuk universitas nomor satu dalam negeri, tentu saja dengan pilihan jurusan yang memang memiliki banyak pesaing. Ya, kedokteran. Momen itu rasanya membuat mereka berdua semakin saling memunggungi bak magnet dengan dua kutub yang saling berlawanan.
Uchiha Sasuke mengadu jari telunjuknya dengan dataran meja kayu di depan sofa. Menciptakan suara tak-tak khas karena kukunya beradu dengan permukaan dataran keras itu. Lagi-lagi onyx-nya ia gulirkan ke satu objek yang sama. Oh, jika saja jam dindingnya bisa berbicara atau bahkan jika tatapan Uchiha Sasuke memiliki abilitas untuk menembakkan laser, bisa saja jam dinding itu kehilangan wujudnya sekarang.
Ding! Dong!
Ding! Dong!
Ding!
Ding!
Ding!
Ding!
Ding!
Astaga Demi Tuhan siapa yang sengaja semakin menggoda emosi Uchiha Sasuke sampai pada titik maksimalnya? Tunggu. Apa itu ... Sakura? Sejak kapan perempuan itu sangat bar-bar dalam menekan bel apartemen mereka. Hah? Ada yang salah. Untuk apa juga wanita itu perlu menekan bel pintu rumahnya sendiri?
Sasuke membangkitkan tubuhnya. Ia menelan saliva-nya dan menyalakan intercom apartemennya. Adalah momen di mana untuk sepersekian detik, Uchiha Sasuke nyaris tidak bisa menahan dirinya. Momen di mana sepasang jalur visualnya disambut oleh Uchiha Sakura, istrinya yang terlihat seperti ... sempoyongan? Dan yang paling penting fakta bahwa perempuan itu dirangkul oleh laki-laki lain! Apa-apaan si Brengsek berambut kuning jabrik ini?
Tanpa sadar, Sasuke mengadu barisan geligi atas dan bawahnya membuat rahangnya sampai sedikit bergemeletuk. Oh bagus, bahkan tanpa sadar ia menyalurkan rasa kesalnya pada tombol intercom berwarna hitam dengan aksen silver yang terpasang tanpa dosa di dekat pintu masuk.
Pintu apartemen terbuka.
Laki-laki berambut kuning yang membawa Sakura memamerkan cengiran lebarnya. Seperti tanpa beban. "Selamat malam. Aku Uzumaki Naruto dan—"
—Grep!
Dengan satu gerakan, Uchiha Sasuke mengambil alih tubuh Uchiha Sakura dari rangkulan laki-laki yang katanya bernama Naruto itu.
Blam!
Onyx milik laki-laki itu hanya menatap tajam Naruto dengan kedua alis yang berkerut. Setelah setengah menit kemudian ia membanting pintu apartemen mereka di depan wajah Naruto.
Sial, sial. Benar-benar sial.
Rasionalitas baru saja meninggalkan tubuh Uchiha Sasuke dengan kejam. Ia benar-benar kesal dan perasaannya campur aduk. Sesungguhnya tanda tanya yang kian menumpuk bereplikasi di dalam kepala. Seperti kenapa bau alkohol sangat kuat menguar dari tubuh Sakura? Kenapa perempuan itu mabuk di tahun ketiga hari jadi mereka? Kenapa perempuan itu mabuk bersama laki-laki lain? Kenapa harus laki-laki bernama Naruto? Siapa laki-laki itu? Seberapa dekat hubungan mereka bahkan sampai mabuk bersama? Bahkan sampai ... menggerai rambutnya, melenyapkan eksistensi kacamata kudanya. Sesungguhnya, kenapa ia terlihat sangat menawan saat bukan dengan laki-laki selain dirinya?
Uchiha Sasuke menghela napas. Ia mengurut pelipisnya. Mari abaikan sejenak segala pertanyaan yang lahir dari seratus persen murni rasa kalutnya. Saat ini prioritasnya adalah Sakura.
Dengan satu gerakan, laki-laki itu menggendong istrinya a la bridal style. Ia berjalan menuju kamar tidurnya. Sambil melangkahkan kakinya, ia terus menatap wajah Sakura yang tidak sadarkan diri. Tentu saja satu-persatu pikiran lain mulai berterbangan dalam kepala. Oh, halo, overthinking.
Laki-laki itu membaringkan tubuh Sakura di atas kasur king size kamarnya. Ia menilai sejenak kondisi tubuh Sakura, perempuan itu tentu saja perlu membersihkan diri 'kan? Setidaknya biarkan Uchiha Sasuke mengganti pakaiannya.
Lucu sekali. Tiga tahun menikah, mereka punya kamar tidur masing-masing. Tidak pernah satu kalipun mereka tidur bersama—tidur dalam arti yang sesungguhnya. Apalagi tidur yang satu lagi? Jangan harap. Waktu itu setelah menikah, Uchiha Sasuke semakin disibukkan dengan urusan pekerjaannya. Hari pertama mereka menikah, perjalanan bisnis langsung menyerangnya tanpa ampun. Frekuensinya dalam melakukan perjalanan bisnis dari satu negara ke negara lain meningkat drastis, membuatnya jarang sekali tinggal di kediaman mereka. Dan yang kali ini bahkan sudah tiga tahun ia sampai tidak bertemu dengan istrinya secara langsung, meskipun mereka memang melakukan video call.
Sebenarnya, Uchiha Sasuke tidak pernah merasa keberatan kalau harus berada dalam satu ruang tidur dengan Sakura tapi sepertinya Sakura lah yang merasa seperti itu. Ini permintaan Uchiha Sakura. Perempuan itu meminta pisah kamar tidur tepat di malam pertama mereka. Merasa tidak punya alasan kuat untuk melawan, Sasuke pun menyetujuinya. Apapun selama Sakura, perempuan itu nyaman berada di sisinya.
Sasuke berusaha mendudukkan istrinya, menahan punggungnya dengan tangan kirinya sementara tangan kanannya memakaikan piyama miliknya pada tubuh istrinya. Posisi mereka saat ini sangat dekat, seperti nyaris berpelukan. Laki-laki itu menyelipkan kancing terakhir pada piyama biru dongkernya. Jantungnya berdebar kuat, sampai pada titik ia rasa organ vitalnya yang satu itu akan keluar dari rongga dadanya.
Laki-laki itu mendorong punggung Sakura menuju tubuhnya. Ia merengkuh erat perempuan yang katanya sudah menjadi istrinya sejak tiga tahun yang lalu. Tangan kanannya bergerak mengelus surai-surai sewarna permen kapas milik Sakura. Wangi piyama miliknya bercampur dengan aroma tubuh Sakura, menyapa saraf olfaktorius Uchiha Sasuke dan membuat laki-laki itu menghirup wangi Sakura yang sebenarnya sudah sangat ia rindukan.
Masih merengkuh tubuh Sakura, ia mengubah posisi mereka menjadi berbaring. Membiarkan tubuh mereka dihapus oleh jarak, membiarkan kedua tangannya merengkuh sosok yang dekat namun seperti jauh dari jangkauannya sembari mulai turut memejamkan matanya.
Kalau saja ... Sakura sedang terjaga, apakah perempuan itu masih mau berada dalam genggamannya tanpa melarikan diri dari sisinya?
.
;;;;;
.
Pagi hari. Bukannya semangat pagi, sinar matahari yang hangat dengan jutaan positive vibes yang menyambut Uchiha Sakura melainkan ... rasa nyeri hebat pada kepalanya. Seperti seseorang baru saja menjadikan kepalanya sebagai samsak yang dihantam oleh tongkat besi. Kedua matanya mengerjap beberapa kali, menyipit sejenak sembari memroses kejadian apa saja yang ia lewatkan sampai tiba-tiba waktu bergeser menjadi pagi hari.
Eh? Rasanya ada yang aneh. Kenapa tubuhnya terasa ... kehilangan abilitas untuk bergerak? Kemudian iris emerald-nya ia lajukan ke kiri. Seketika tubuhnya semakin membatu, begitu jalur visualnya disambut oleh pemandangan yang menyapanya. Penyebab dari imobilitas tubuhnya. Uchiha Sasuke, suaminya.
Kedua lengan suaminya merengkuh kuat tubuhnya. Kini organ kardiovaskular Sakura yang bertingkah cepat. Jantungnya memompakan darah dengan cepat sampai rasanya wajahnya benar-benar panas. Dijamin seratus persen jika ia berkaca sekarang pasti warna wajahnya sudah menyaingi kepiting rebus. Mendadak isi kepalanya bercampur aduk.
Refleks tubuhnya membawanya untuk melepaskan lengan yang mengunci tubuhnya. Dengan gerakan sangat perlahan, tidak ingin membuat suaminya terbangun karena gerakan kecil yang ia ciptakan. Atau singkatnya, Sakura hanya ingin melarikan diri sekarang juga.
Jantungnya masih berdentum dengan kuat, sampai pada titik ia rasa jantungnya jatuh sampai ke perut. Begitu ia meraih pintu keluar kamar tidur suaminya, perempuan itu langsung kehilangan segala kekuatan di ekstremitas bawahnya. Sakura terduduk lemas di depan pintu, dengan jantung yang memompa cepat sampai takikardi. Dengan napas cepat yang sedang berusaha ia atur mati-matian. Ia menelan ludahnya, membasahi kerongkongannya yang sangat kering.
Sakura memejamkan kedua matanya. Ia mengambil oksigen, membiarkan udara memenuhi rongga dadanya lalu membuang karbondioksida melalui mulutnya. Butuh waktu hampir lima menit untuk mengembalikan tubuhnya dalam state yang stabil. Cih. Sudah menikah tapi berlaga seperti remaja puber yang baru dimabuk cinta. Bagaimana bisa sedikit saja perilaku Uchiha Sasuke mampu memberikan damage besar padanya?
Sadar, Sakura, sadar.
Yang tadi itu bukan apa-apa. Uchiha Sasuke pasti sudah ratusan kali melakukannya dengan perempuan lain. Yang tadi hanyalah suatu rutinitas dan kebetulan Uchiha Sakura harus terlibat. Karena kebetulan saja di momen ini, ialah yang berada dalam jangkauan Sasuke.
Menyadari kenyataan pahit itu membuat Uchiha Sakura merasa pening yang pada saat bangun tidur menghantamnya kembali dengan intensitas berlipat ganda. Nyeri yang sampai menjalar pada dadanya. Ia menggigit mukosa bibir bagian bawahnya. Ia menarik napas. Sebelum akhirnya membangkitkan tubuhnya.
"Ah, waktunya berangkat kerja."
Lalu, Sakura bersegera menuju kamarnya untuk bersiap-siap secara kilat. Setelah ia membasuh wajahnya dengan kilat, perempuan itu mengeringkannya. Pilihan outfit-nya pada hari ini adalah outfit simpel semi-formal seperti biasa. Ia menjatuhkan pilihannya pada kemeja bergaris hitam putih yang dimasukkan ke dalam highwaist pants bahan berwarna hitam yang nantinya akan diikuti dengan sneakers empuk berwarna putih dengan aksen abu-abu.
Ia memandangi refleksi wajahnya pada dataran cermin meja rias di kamar tidurnya. Lagi, entah untuk ke berapa kalinya Sakura hanya menghela napasnya. Astaga. Dadanya terasa berat padahal kepalanya yang sedang sakit. Tenggorokannya terasa nyeri, padahal perutnya yang terasa penuh. Jujur, ia sama sekali tidak berani berharap.
Karena harapan adalah bumerang yang akan menghempasmu sampai luluhlantak tak bersisa.
Perempuan itu menggelengkan kepalanya kuat ketika ia rasa air mata yang ia tahan mulai bertingkah. Pergerakannya turut membuat helaian surai merah mudanya ikut bergoyang. Ia mulai memisahkan rambutnya, menatanya dalam satu kepangan yang menjuntai sampai ke bawah tulang skapula. Selanjutnya, kacamata kuda kebangsaan. Ya, kacamata yang hanya akan ia gunakan jika harus menampakkan dirinya pada Uchiha Sasuke.
Sakura menyambar asal tas tangan berwarna hitam dari lemarinya. Ia menyampirkannya di bahu kiri lalu melangkahkan ekstremitas bawahnya ke luar kamar. Hal pertama yang menyambutnya ketika kakinya menyentuh zona di luar ruang pribadinya adalah bau masakan.
Refleks, Uchiha Sakura mengikuti aroma sedap yang menggoda saraf-saraf indera penghidunya. Selanjutnya, ia disambut oleh sosok suaminya di dapur yang nampak sibuk dengan alat masaknya, nampak mengaduk sesuatu bak penyihir meramu suatu potion aneh.
Pada momen ini Uchiha Sakura hanya bisa terpaku di tempat. Semua organnya terasa seperti mengalami penurunan fungsi. Di saat yang sama ia sendiri ingin menangis entah kenapa. Apalagi pada saat laki-laki itu menolehkan kepalanya, membuat sepasang onyx-nya bersirobok dengan emerald Sakura di balik lensa kacamata.
Demi Tuhan. Uchiha Sasuke, laki-laki itu nampak sangat menawan saat ia mulai menarik sudut bibir kirinya sedikit lalu mengucapkan, "Pagi."
Sakura masih setia mengekori segala pergerakan Uchiha Sasuke. Saat ia mulai memindahkan masakannya pada mangkuk kecil dan menatanya di meja yang ternyata sudah dimeriahkan oleh beberapa lauk lainnya.
Laki-laki itu memberikan sinyal untuk Sakura agar duduk di kursi yang ia tarik mundur. Sementara Sasuke sendiri mengambil posisi di hadapan istrinya.
Tahan. Sakura harus menahan harapannya, ekspektasinya untuk melambung tinggi ke atas. Ia harus ingat bahwa ini bukanlah apa-apa bagi Uchiha Sasuke. Ini tidak berarti.
"Sudah lebih baik?" Uchiha Sasuke bertanya, memecah hening yang sempat terjadi hampir beberapa menit. Laki-laki itu pun melakukan scanning pada ekspresi Sakura yang nampak datar sejak ia mengucapkan selamat pagi—yang bahkan tidak perempuan itu balas.
Perempuan itu berada di hadapannya. Jarak fisik mereka benar-benar tipis tapi kenapa ... jarak dua kursi yang hanya dipisahkan oleh sebuah meja terasa sangat jauh? Ingin sekali Sasuke mereduksi seluruh tanda tanya yang menumpuk dan hampir erosi dalam kepalanya. Ingin sekali ia vokalkan dan ringkas dalam satu kata. Kenapa?
Tapi dengan melakukan hal itu, Sasuke hanya takut bahwa ia menyeberangi garis barrier Sakura. Jika menembus garis itu membuat Uchiha Sakura semakin jauh dari jangkauannya, semakin melarikan diri darinya ... bukankah pilihan terbaik adalah menahan semuanya?
Laki-laki itu menjulurkan sup pereda pengar yang ia buat secara kilat. Entah akan bagaimana rasanya—semoga Sakura menyukainya.
Belum ada tanda-tanda dari Sakura yang memberikan respons berarti. Perempuan itu hanya menatapi mangkuk berisikan sup buatan suaminya. Dalam hening, ia mulai menyendokkan kuah sup buatan suaminya.
Sejujurnya, Sakura ingin menangis. Ia bahkan tidak berani mengalihkan pandangannya dari mangkuk sup berwarna hitam dan meja marmer berlapis kaca di bawahnya. Jika mereka tidak dijodohkan oleh orangtua mereka ... sudah pasti bukan Sakura yang akan duduk di kursi ini. Bukan Sakura yang menyicipi masakan ini. Bukan Sakura yang seharusnya mendapatkan perhatian seperti ini. Oh. Apa ini bisa disebut dengan perhatian? Ingat. Ini hanyalah rutinitas seorang Uchiha Sasuke. Laki-laki yang sangat sering berganti perempuan.
Nafsu makan Sakura benar-benar terjun bebas. Sudah bagus ia bisa menghabiskan hampir setengah mangkuk sup pereda pengar yang diberikan Sasuke. Oh, rasanya tidak buruk, omong-omong. Sakura menjulurkan tangannya dan mengambil tisu yang berada di meja makan. Ia mengusap bibirnya perlahan, kemudian membangkitkan dirinya.
"Aku berangkat dulu, Sasuke-kun. Terima kasih atas masakannya," cicitnya pelan, masih menolak untuk menatap sosok suaminya.
Ah sial. Suatu perasaan aneh, sakit yang sulit diidentifikasikan baru saja kembali menyapa Uchiha Sasuke. Ia merasa bahwa ia tidak bisa membiarkan punggung itu menjauhi lapang pandangnya begitu saja. Sebelum benar-benar menghilang dari persepsi jalur visualnya, refleksnya mengambil alih.
"Nanti malam kujemput."
Dan berhasil. Ucapannya yang berisikan satu kalimat dengan tiga kata itu mampu membuat Uchiha Sakura berhasil menghentikan pergerakannya. Kemudian menolehkan kepalanya. Meski heran itu jelas tergambar pada wajahnya, tapi perempuan itu tetap menatap Sasuke lalu menganggukkan kepalanya singkat.
Apapun itu. Uchiha Sasuke hanya berharap bahwa hal kecil ini adalah awal di mana ia bisa memperbaiki hubungan aneh mereka. Hubungan aneh yang tercipta dari sekian persen kekuatan paksa.
Sakura tidak benar-benar mengerti apa yang baru saja terjadi. Ketika otaknya dipaksa memroses hal yang sama sekali asing baginya, ia secara refleks hanya mampu mengiyakan ajakan suaminya. Entah apalagi yang sesungguhnya Sasuke berusaha lakukan. Tapi ... mari berharap sedikit. Mungkin saja ini adalah awal di mana ia bisa memperbaiki hubungan aneh mereka yang sama sekali tidak sehat.
Perasaannya campur aduk tapi biar bagaimanapun juga ia harus tetap melakukan kegiatannya. Perempuan itu pun memutuskan untuk move on, dengan mulai memesan taksi dengan aplikasi online dari ponselnya. Karena tadi suaminya bilang akan menjemputnya 'kan?
Well, terlalu larut dalam pikirannya membuatnya tidak menyadari bahwa tiga puluh menit berikutnya ia sudah teleportasi sampai ke Rumah Sakit Pendidikan Universitas Konoha. Mobil yang mengantarnya berhenti tepat di depan lobby rumah sakit. Sebelum benar-benar turun dari taksi, ia segera melepaskan senjata pertahanan yang hanya ia kenakan ketika bersama dengan Uchiha Sasuke.
Ia menarik ikat rambut yang menyanggah kepang satunya. Kacamata kuda yang tadi bertengger angkuh di atas hidung, ia lepas dan masukkan secara cepat ke dalam tasnya. Ia mengurai surai-surai merah mudanya, menggerainya sampai membuatnya menjuntai bebas nyaris sampai punggungnya. Tidak lupa, Sakura memberikan senyuman manis pada siapa saja yang menyapanya selama perjalanan menuju ruang kerjanya.
Oke, saatnya memulai rotasi hariannya di rumah sakit.
.
;;;;;
.
Halo. Kembali lagi dengan Uchiha Sasuke dan teman baiknya; jam dinding. Bagus. Bahkan sekarang tanpa sadar ia menghela napas. Mengapa jarum panjang di sana membutuhkan waktu yang lama sampai pada jam pulang Uchiha Sakura sih?
Bosan. Ya, laki-laki itu benar-benar bosan. Hm, kira-kira setelah menjemput Sakura dari rumah sakit apakah perempuan itu mau kalau diajak ke suatu tempat terlebihdahulu? Karena sejujurnya Sasuke harap Sakura bersedia untuk menghabiskan waktu lebih lama dengannya. Maksudnya, hei, astaga bahkan besok Uchiha Sasuke harus kembali dengan perjalanan bisnisnya. Namun, apa ini? Acara perayaan hari jadi di tahun ketiga mereka di restoran yang gagal? Uchiha Sakura yang mabuk dengan laki-laki berambut kuning? Uchiha Sakura yang terasa semakin jauh...?
Saat ia sedang melakukan traveling, sembari merenung apa yang harus ia lakukan untuk membuat waktu agar jalannya terasa lebih cepat. Lalu ketika pikirannya sedang melalangbuana secara random, akhirnya suatu ide datang. Dibandingkan ia hanya diam saja di sini bukankah mengubah idenya menjadi aksi adalah sesuatu yang lebih baik?
Mari kita laksanakan. Uchiha Sasuke bukanlah tipikal laki-laki yang romantis. Meskipun citranya yang nampak sebagai laki-laki yang sering sekali berganti perempuan sangat menonjol, pada akhirnya itu semua hanyalah kedok. Walau begitu, melawan segala kebodohannya demi memperbaiki segalanya tetap ia lakukan. Setidaknya, ia berusaha.
Dan merealisasikan ide dadakannya merupakan langkah awalnya untuk berada sekian sentimeter lebih dekat pada Uchiha Sakura. Bukan bunga, cokelat atau pernak-pernik romantis lainnya. Pilihannya jatuh ke pada mendatangi suatu restoran cepat saji dan membelikan paket makanan untuk istrinya dan staff di rumah sakit.
Membutuhkan waktu kurang dari satu jam untuk restoran cepat saji yang menjual paket bento yang berisikan katsu-don beserta minumannya untuk disiapkan dan dibawa oleh Sasuke ke Rumah Sakit Pendidikan Universitas Konoha. Semoga saja, tindakannya ini mampu mengubah perspektif istrinya terhadapnya. Atau setidaknya, boleh 'kan kalau ia memupuk sedikit harapan?
Mengumpulkan serpihan determinasi, berbekal dengan dua kantung besar berisikan paket makanan. Uchiha Sasuke melangkahkan sepasang ekstremitas bawahnya dengan mantap ke dalam wilayah rumah sakit.
Lucu sekali, baru saja disambut oleh aroma khas rumah sakit, dadanya terasa menggelitik karena perasaan excited samar yang memenuhi rongga dadanya. Sulit untuk menggambarkannya secara gamblang tapi jantungnya melompat kecil. Meskipun ekspresi yang tak berarti terpatri di wajah. Tetap tenang seperti biasa.
Hanya beberapa langkah lagi baginya untuk sampai ke ruang kerja Uchiha Sakura. Tanpa sadar angulus bibir kirinya terangkat sedikit karena membayangkan bagaimana ekspresi terkejut istrinya saat menyaksikan eksistensi dadakannya yang bagai magic show dengan jam tayang acak.
Namun, sayang sekali. Dua langkah sebelum ia mencapai knob pintu ruang kerja Sakura, pergerakannya secara otomatis langsung terhenti. Ah, salah. Ternyata memupuk harapan adalah suatu tindakan yang tidak benar sama sekali. Laki-laki itu hanya mampu menegak saliva-nya, membuat jakunnya naik turun. Sial. Rasanya ternyata menyakitkan, ya? Kalau boleh jujur, hatinya sedang mencelos saat ini.
Pemandangan yang menyapa indera visualnya, di seberang dari tempatnya berdiri. Di sanalah Uchiha Sakura bersama dengan ... laki-laki yang kemarin. Ya, laki-laki yang memiliki rambut berwarna kuning jabrik, laki-laki yang mengantar istrinya pulang ke apartemennya pada saat istrinya mabuk, laki-laki bernama ... Naruto.
Kalau saja mereka berdua—Sakura dan Naruto hanya sekadar berjalan beriringan bersama tanpa jarak yang sangat dekat seperti itu, mungkin Sasuke bisa diam dan menerimanya begitu saja. Faktanya tidak hanya sesimpel itu. Di seberang sana, Uchiha Sakura berjalan sambil berbincang santai dengan Naruto.
Bahkan perempuan itu memamerkan senyum yang sangat lebar sampai membuat kedua matanya menyipit. Bahkan perempuan itu terlihat sangat cantik. Tanpa kepangan pamungkasnya, tanpa kacamata kuda kebangsaannya. Jadi selama ini ternyata Sakura menyimpan wajah ayunya untuk laki-laki itu toh? Bahkan dengan ekspresi sangat ringan dan bahagia ... air wajah yang hampir mustahil Uchiha Sasuke saksikan langsung ketika perempuan itu sedang berada bersamanya.
Sial. Realita yang berada di depan mata kepalanya ini menarik dirinya secara total dari ruang harapannya. Dari ilusi murni ciptaannya. Dari keinginannya untuk mempertahankan hubungannya dengan Sakura. Dari keinginan egois yang sejak dulu ia pertahankan sampai saat ini.
Mereka bilang, sesuatu yang dipaksakan jika dipertahankan terus-menerus hanya akan membuat yang menjalani saling menyakiti. Mau sampai kapan mereka saling melukai? Saling menggerus jiwa tak kasat mata sampai tak bersisa? Untuk apa mempertahankan Sakura di sisinya jika hanya membuat perempuan itu terjerat dalam tali sengsara?
Pada detik ini, Uchiha Sasuke benar-benar terbangun dari mimpi panjang.
Ia pun hanya meletakkan dengan pasrah kantung-kantung besar isi paket makanan di depan pintu ruang kerja Uchiha Sakura. Ia membalikkan tubuhnya, menjauhi ruangan Sakura secara perlahan dan mencegah istrinya melihat dirinya. Langkahnya cukup gontai, lebar-lebar.
Ah. Mungkin ini saatnya untuk melepaskan.
.
;;;;;
.
"Jadi ... kira-kira kapan acara pernikahannya dilangsungkan, Naruto-kun?" Deretan gigi-geligi Sakura dipamerkan, membuat wajah jelitanya sangat manis terlihat.
Berita baik seperti itu memang sangat membuat mood naik. Jujur, perempuan itu pun turut bahagia atas kabar menggembirakan yang datang dari Uzumaki Naruto. Apalagi saat mengingat tiba-tiba laki-laki itu menginterupsinya saat berjalan dari poli menuju ruang pribadinya di rumah sakit.
Kemudian, sahabatnya yang satu itu langsung menyampaikan bahwa ia akan menikahi Hyuuga Hinata, temannya semasa sekolah menengah dulu setelah menjalin hubungan hampir satu tahun. Ia menyuarakan determinasi mantapnya dengan tone suara yang tegas.
Tentu saja Sakura turut bahagia! Bahkan senyumannya yang merekah tidak malu-malu ia tampakkan. Masih segar dalam ingatan Uchiha Sakura bagaimana paniknya Naruto pada saat menerima confession dari Hinata. Mengingat kenangan tersebut membuat perempuan itu kembali tersenyum geli—karena astaga, hal itu sangatlah lucu.
Menggemaskan sekali karena waktu itu tiap langkah yang diambil, pasti terdapat campur tangan Sakura di dalamnya. Padahal siapa yang menjalankan hubungannya? Karena turut andil dalam menentukan keputusan yang Uzumaki Naruto buat, mau tak mau Sakura merasa seperti membesarkan seorang anak.
"Jadi, kapan?" Sakura kembali mengulang pertanyaannya. Langkah kakinya mengarahkan tubuhnya menuju ruang kerjanya yang berada di lantai dua.
Ah, iya. Jika kalian bertanya-tanya siapa sebenarnya Uzumaki Naruto ini, singkatnya adalah teman sejawatnya. Laki-laki itu adalah dokter spesialis bedah umum yang dulu semasa pendidikan profesi dokter spesialis berada satu angkatan dengannya.
Kini gantian. Naruto yang memamerkan senyuman lima jarinya. "Segera. Akan kuberitahukan jika seluruh persiapannya telah selesai."
Sakura mengulum senyum. "Siap!" Sakura memberikan pose hormat, sebelum kembali melanjutkan, "jika butuh bantuan, hubungi aku kapan saja. Karena aku sendiri berutang padamu."
Kedua alis anak tunggal Uzumaki itu nyaris bertemu di satu titik sentral keningnya. "Astaga! Apa yang kau bicarakan, Sakura-chan? Soal yang tadi malam?" Ia berusaha mengartikan maksud dari ucapan sobatnya yang satu itu. Maksudnya, hei mengacu ke mana pernyataan soal utang yang barusan?
Secara refleks, Sakura menggigit mukosa bawah bibirnya. Perasaan bersalah mulai menggerogotinya dalam diam. Ia hanya mampu menganggukkan kepalanya, pelan namun tegas.
Sungguh. Kalau diingat-ingat lagi, yang tadi malam ia lakukan adalah suatu tindakan impulsif akibat kebodohan murni seratus persen.
Bagaimana bisa ia melarikan dirinya dari realita dan melampiaskannya secara naas pada alkohol? Bahkan ia pun sampai merepotkan Hinata segala. Tanpa sadar, tadi malam ia menghubungi Hinata lewat ponselnya karena Hinata adalah orang terakhir yang Sakura kontak.
Mungkin, entah ucapan Sakura yang terlalu melantur atau bagaimana sampai Hinata lah yang menyuruh Naruto untuk menjemput Sakura dan membawanya pulang.
Silakan kutuk Uchiha Sakura sepuasnya, sekarang.
Naruto menepuk bahu Sakura, menyalurkan abilitas comforting-nya agar temannya merasa tenang. "Tidak perlu dipikirkan, Sakura-chan! Sama sekali tidak merepotkan-ttebayo!"
Dalam hati, Sakura masih menghela napas dan merutuki kebodohannya. Pada saat sedang asyik mengumpati diri sendiri, ia pun teringat akan sesuatu.
"Hei, Naruto. Kalau tadi malam kau mengantarku sampai apartemen ... itu artinya kau sudah bertemu dengannya 'kan?" Ia menyuarakan kalimat tanya yang secara acak terlintas dalam kepala.
Nyaris saja Uzumaki Naruto mengeluarkan tawa hambar. "Oh, suamimu menyambutku dengan baik. Bantingan pintu di depan wajah pada pertemuan pertama-ttebayo!"
"Maksudmu?"
Naruto mengendikkan bahu. "Iya. Begitu ia membuka pintu, alisnya mengerut dan dia menatapku tajam. Demi Tuhan benar-benar menyeramkan! Lalu ia menarikmu kemudian membanting pintu apartemen kalian di hadapanku sampai bunyi 'blam!' keras. Aku sampai lemas-ttebayo!"
Sakura termangu dibuatnya. "Maaf." Ia hanya mampu memvokalkan rasa bersalahnya dalam satu kata. Ia menundukkan kepalanya, mewakilkan suaminya. Namun, di sisi lain juga ia kembali bertanya-tanya.
Sesungguhnya apa maksud seluruh perlakuan suaminya? Bolehkah ia benar-benar mulai berharap? Apa boleh Sakura menyimpulkan bahwa suaminya bahkan merasakan perasaan cemburu? Apa Sakura terlalu berlebihan?
Naruto kembali menenangkan Sakura. Bahwa perempuan itu tidak perlu menanggapinya secara serius karena sesungguhnya Naruto sama sekali tidak mengambil hati. Toh, Naruto sendiri tidak terkejut karena seringkali mendengar cerita dari Sakura secara langsung. Meskipun tindakan Sasuke yang tadi malam termasuk sesuatu yang baru sih.
Dua kantung besar di depan pintu ruang kerjanya menyambut jalur visualnya membuat Sakura sampai kembali terheran. Ia dan Naruto hanya saling melemparkan tatapan yang sarat akan rasa bingung.
"Maaf, Uchiha-sensei, tadi kulihat suamimu ke sini dan meletakkan semua ini di sini." Sang penyelamat, perawat bangsal bedah yang memegang tumpukan rekam medis menginterupsi memberikan secercah cahaya dari gelapnya tanda tanya.
"Ah, begitu? Lalu ke mana dia sekarang. Apa kau melihatnya, Ayame-san?"
Perempuan yang dipanggil Ayame itu menganggukkan kepalanya dengan gerak repetitif.
"Ke lantai satu, tadi nampak sedang menghubungi seseorang dan akan bertemu di kafetaria."
"Baik. Terima kasih banyak atas informasinya, Ayame-san. Jadi ada apa?" Emerald Sakura berpindah ke tumpukan rekam medis dan mata Ayame secara bergantian.
Sedangkan Ayame mengulum senyum. "Maaf, Sensei. Ini beberapa resume pulang pasien yang tadi terlewat dan belum ditandatangani."
"Oke. Ingin di dalam saja?" tawar Sakura sembari menunjuk pintu ruang kerjanya.
Ayame menggelengkan kepalanya. "Di sini saja, Sensei. Hanya tiga pasien kok—lagipula Anda ingin bersegera untuk menemui suami Anda 'kan?" Senyuman jenaka dengan kadar menggoda yang kental, perempuan itu tampilkan.
Ucapan dan air wajah perawat bangsal bedah itu membuat Sakura langsung salah tingkah. Ia secara asal menyambar rekam medis dan menandatangani lembar resume pulang secara kilat.
Hal ini membuat Ayame mau tak mau jadi menahan tawanya. Perawat bangsal bedah itu mengucapkan terima kasih, memberikan ojigi sebelum akhirnya benar-benar pamit undur diri untuk kembali ke bangsal. Dan Sakura segera saja memberikan kantung besar berisikan makanan itu pada Ayame untuk dibagi-bagikan di bangsal.
Karena Ayame tadi menahan tawa, yang sekarang meledak adalah tawa dari UzumakiNaruto yang habis-habisan mengejeknya karena salah tingkah.
Kalau bisa diibaratkan, Sakura menatap galak Naruto. Seolah menembakkan laser kuat dari sepasang matanya. Bibirnya mencebik.
Ia mengambil salah dua paket makanan dari kantung tersebut, sebelum akhirnya menyerahkan sisanya pada Naruto."Buatmu dan silakan sisanya bisa kaubagikan untuk yang di poli."
Naruto terkekeh pelan. Yang dengan cepat segera dibalas oleh pelototan maut Sakura lagi. "Apa? Puas?"
Laki-laki berambut blonde itu melanjutkan kekehannya. "Lihat 'kan? Suamimu tidak seburuk itu kok. Mulai percayalah padanya, Sakura-chan."
Diam-diam, Sakura mencoba untuk meresapi ucapan Uzumaki Naruto. Bahwa suaminya memang tidak seburuk itu. Coba ingat-ingat lagi, kalau melakukan perjalanan waktu mundur ke belakang, laki-laki itu selalu berada di sisinya membantu dan memberikan segala perhatian untuknya.
Sakura menghela napas. Ia benar-benar ingin melangkah keluar dari zona nyamannya. Ia ingin mampu secara penuh memercayai suaminya. Sayang sekali, seluruh keinginan dan harapanya selalu dijatuhkan oleh satu fakta yang sejak dulu menancap kuat bak mantra abadi.
Realita bahwa, Uchiha Sasuke dan label sering bergonta-ganti pasangan yang erat kaitannya dengan rutinitasnya bersama dengan perempuan. Di mana kebetulan saja Sakura menjadi bagian dari rutinitas tersebut dengan kausa ikatan pernikahan karena dijodohkan.
Perempuan itu menggelengkan kepalanya, berusaha merontokkan pikiran negatif yang melemah sebelum semakin kuat menancap. Sakura menepuk-nepuk pipinya sebanyak dua kali. Ia memindahkan emerald-nya menuju blue saphire Naruto. "Akan kucoba. Memercayainya, meningkatkan harapanku padanya, Uchiha Sasuke."
Naruto membalas ucapan Sakura dengan mengacungkan jari jempolnya. "Bagus. Semuanya akan baik-baik saja. Semangat." Laki-laki itu turut menganggukan kepalanya dengan mantap, menyalurkan keyakinan untuk sobatnya satu kali lagi. "Omong-omong terima kasih untuk makanannya. Sampaikan juga pada suamimu, ya!"
Dan dengan begitu Uzumaki Naruto membalikkan badannya. Menggerakkan tubuhnya kembali ke poli bedah umum karena jadwalnya praktik akan segera dimulai.
Sekarang, yang Uchiha Sakura harus lakukan adalah menemui suaminya. Mari coba memperbaiki hubungan yang terlanjur sakit parah ini. Meskipun prognosis akhir dari hubungannya adalah dubia—meragukan—tapi setidaknya mari dicoba. Perlahan dan pasti karena sesungguhnya tidak ada yang mengejar mereka.
Ia membawa dua paket makanan yang dibelikan oleh Sasuke di tangannya. Sembari secara hati-hati berjalan menuju kafetaria di lantai satu. Untung saja saat ini mereka hidup di masa modern di mana semua serba praktis dan cepat. Jadi tidak membutuhkan waktu yang lama bagi Sakura untuk sampai ke kafetaria. Ucapkan terima kasih pada lift lantai dua yang langsung mengantar ke tujuannya tepat di depan kafetaria.
Begitu pintu elevator terbuka, kedua emerald-nya langsung menjalankan fungsinya. Ia menjelajahkan pandangannya ke seluruh penjuru kafetaria rumah sakit. Maklum saja, kafetaria ini cukup luas sehingga butuh sedikit effort untuk Sakura. Karena waktu sudah menunjukkan dini hari, suasana kafetaria cukup ramai. Meja-meja saling terisi oleh para pengunjung yang hendak melangsungkan makan malam mereka.
Sakura jadi tidak enak karena membawa makanan dari luar. Mungkin ia akan membeli minuman tambahan atau sedikit kudapan kecil untuk disantap bersama dengan suaminya. Eh, sebentar. Omong-omong, berdasarkan pernyataan Ayame katanya Sasuke hendak bertemu dengan seseorang, ya?
Astaga. Uchiha Sakura baru menyadarinya.
Apa ia boleh bergabung dengan suaminya begitu saja? Bagaimana kalau ternyata itu pertemuan penting dengan seorang klien? Tapi masa iya di ... kafetaria rumah sakit? Sakura mengarahkan kepalanya, mencari sosok suaminya.
Membutuhkan beberapa waktu sampai akhirnya ia menemukan keberadaan suaminya. Meja paling ujung yang terletak dengan jendela kaca besar yang tehubung dengan pintu tembus ke luar. Sakura segera tersenyum tipis. Ia mulai melangkahkan kakinya secara ringan. Meski kedua matanya memandang Sasuke tapi atensinya teralihkan karena pemandangan di balik jendela sana. Ternyata sedang hujan lumayan deras. Pantas saja seharian ini terlihat mendung.
Sakura terus melangkahkan kakinya mendekati meja tempat suaminya yang nampak sedang ... berbincang serius? Kurang dari satu meter lagi meraih tempat Sasuke duduk, lawan bicara suaminya nampak semakin jelas. Sosok yang jelas, duduk di hadapan suaminya dan sedang asyik berbincang itu sangat jelas. Saking jelasnya sampai Sakura rasa bisa menjawab penyebab tingkah laku baik suaminya beberapa hari terakhir ini.
Lawan bicara suaminya. Seorang perempuan yang sangat cantik. Rambutnya panjang, berwarna merah menjuntai sampai punggung. Kacamata yang bertengger di atas hidung mancungnya membuat aura perempuan itu sangat elegan, feminim sekaligus dewasa. Kalau tidak salah, perempuan itu adalah dokter Uzumaki Karin, spesialis patologi anatomi yang merupakan kerabat jauh Uzumaki Naruto 'kan?
Lonjakan emosi yang besar menghantam Uchiha Sakura dalam satu sapuan. Ia tertawa sangat hambar. Kedua matanya secara otomatis dipenuhi oleh likuid bening karena glandula lakrimalisnya secara dramatis memproduksi air mata dalam jumlah besar. Bahkan air matanya sudah terjun bebas di pipinya. Kedua bahunya bergetar hebat. Sakura berusaha mati-matian untuk menahan isakannya.
Pantas saja. Ternyata ini 'kan tujuan suaminya saat berkata akan menjemputnya di rumah sakit? Semata-mata hanya kedok untuk bertemu dengan Karin 'kan? Pada akhirnya keputusannya untuk mulai memercayai Uchiha Sasuke, meningkatkan harapannya pada suaminya dan memperbaiki hubungan mereka yang sudah lama sakit hanyalah angan kosong.
Maka dari itu. Harusnya Uchiha Sakura memang menahan semuanya. Menahan perasaannya untuk tetap terkontrol. Melangkahkan kaki keluar dari zona nyamannya adalah kesalahan fatal. Lihat akibatnya 'kan?
Dada Sakura terasa sangat sakit. Tenggorokannya sangat nyeri dan air matanya secara deras mengalir non-stop. Entah bagaimana wujud wajahnya saat ini, ia benar-benar tidak peduli. Persetan dengan semuanya.
Sakura tetap melangkahkan kakinya maju dan melakukan hal impulsif lainnya.
Dengan satu gerakan cepat, ia meletakan paket makanan yang tadi ia bawa ke atas meja. Membuat perempuan itu mendapatkan atensi dari Sasuke dan Karin secara bersamaan.
Baik Sasuke maupun Karin sama-sama terkejut, masih memroses segala kejadian ini dalam otak mereka. Ingin mereka menuturkan penjelasan tapi menilai air wajah Sakura yang sama sekali jauh dari kata baik, membuat mereka mengurungkan niat.
Sakura menggigit bibirnya, wajahnya sudah memerah. Air matanya masih menetes. Ia menatap nanar ke arah suaminya. "Jadi ini alasanmu yang sebenarnya ketika kau bilang ingin menjemputku? Kenapa kau tidak mengatakannya padaku sejak awal? Kenapa kau harus menggunakanku sebagai alasan?" Sakura terus menyuarakan emosinya dengan suara yang bindeng, lirih, sarat akan sakit yang nyata. Cahaya matanya menjelaskan segala perasaan sakit dalam berbagai definisi.
"Kenapa kau membuatku meningkatkan rasa percayaku padamu? Kenapa kau membuatku ... berharap?" Pada detik ini, tangisan Sakura semakin sulit untuk dikontrol. Meski begitu, Sakura berusaha menelan bongkahan di tenggorokannya bulat-bulat, mengabaikan rasa sakit di sana. Ia kembali mengumpulkan sisa-sisa rasionalitas dengan memejamkan matanya sejenak. "Jika ini yang memang kauinginkan, aku bisa mengabulkannya sekarang juga—bahkan sejak dulu."
Pada momen ini, Uchiha Sasuke hanya mematung, Memerhatikan segala gestur dan perubahan wajah istrinya. Tanpa sadar bahkan kedua alisnya sedikit mengerut, ikut sakit melihat kondisi Sakura yang seperti ini. Ia ingin memecah hening. Uchiha Sasuke ingin sekali menarik istrinya, membawanya ke dalam pelukannya. Ia ingin sekali menghajar siapa saja yang membuat istrinya sampai seperti ini.
Namun masalahnya, ia lah si brengsek yang ingin dihajar oleh dirinya sendiri.
Sakura masih menangis. Perempuan itu nampak sangat berusaha mengontrol dirinya, sebelum suaranya yang lemah dan pecah mengalun ngilu. "Aku pamit duluan. Selamat makan. Maaf mengganggu kesenangan kalian."
Dan dengan satu gerakan cepat, Sakura melarikan dirinya. Ke luar menggunakan pintu kafetaria. Menembus hujan yang sangat deras.
Menyisakan banyak pasang mata yang turut menyaksikan drama kecil-kecilan yang tayang secara live di kafetaria Rumah Sakit Pendidikan Universitas Konoha.
Sasuke membeku. Organ-organ vitalnya baru saja mengalami penurunan abilitas karena membatu. Laki-laki itu mengerjapkan matanya beberapa kali. "Karin. Sakura, dia ... baru saja meluapkan emosinya padaku."
Bug!
Satu tinjuan keras di bahu dilayangkan oleh Uzumaki Karin secara brutal. "Kau pikir aku tidak melihatnya? Lantas apa yang kautunggu? Kejar dia, Bodoh! Jelaskan kesalahpahaman ini! " Tone suara Karin meningkat drastis, ia pun turut emosi menyaksikan kelakuan sahabatnya. Jenius yang mendadak idiot kalau berurusan dengan istrinya sendiri.
Kurang lebih beberapa belas menit yang lalu, Uchiha Sasuke menghubunginya. Laki-laki itu berkata bahwa ia ingin menayakan beberapa hal terkait istrinya. Sebagai saksi dari tindakan idiot Uchiha Sasuke selama bertahun-tahun jika menyangkut Sakura, Karin pun menjawab segala pertanyaan Uchiha Sasuke dengan detail.
Pertanyaan pertama Uchiha Sasuke adalah siapa Uzumaki Naruto. Yang dijawab lancar oleh Karin, teman satu angkatan Sakura pada saat melanjutkan studi pendidikan profesi dokter spesialis bedah yang dulu memang pernah menyukai Sakura. Namun Karin juga menjelaskan bahwa Sasuke tak perlu khawatir karena Naruto sekarang ini sudah memiliki pasangan dan terdengar kabar bahwa ia akan segera menikah.
Lalu pertanyaan kedua adalah, sosok seperti apakah Uchiha Sakura jika di rumah sakit? Karin kembali menjelaskan bahwa Sakura adalah sosok idola dan panutan di sini. Sudah cantik, baik dan ramah dan nyaris tidak memiliki kekurangan. Kecuali satu. Sudah menikah.
Pertanyaan terakhir, pertanyaan yang sangat mengganjal bagi Uchiha Sasuke. Apakah Sakura sering melepas kacamata tebal dan menggerai rambutnya selama di rumah sakit? Pada momen ini, Karin justru balik bertanya. Memangnya sejak kapan Sakura suka memakai kacamata tebal dan mengepang rambutnya seperti nerd tahun 80-an?
Dan saat itu Sasuke tersadar bahwa ternyata perempuan itu berpenampilan demikian hanya di hadapannya saja. Maka dari itu, Sasuke sendiri harus meminta jawaban langsung kepada yang bersangkutan, kepada istrinya, Uchiha Sakura.
Anak bungsu dari keluarga Uchiha itu membangkitkan tubuhnya dari kursi kafetaria. "Terima kasih banyak, Karin."
Karin mengangguk mantap. "Sama-sama." Perempuan yang baru saja mengembalikan akal sehat Uchiha Sasuke dengan bogemnya kembali mengalunkan suara yang agak lantang karena Uchiha Sasuke sudah nyaris mencapai pintu keluar.
"Pastikan aku mendapatkan keponakan tahun ini!"
.
;;;;;
.
Tempat yang dipilih sebagai tujuan dari aksi melarikan dirinya adalah apartemennya sendiri. Pada akhirnya Uchiha Sasuke pasti akan menemukannya di sini tapi memang itu tujuan Sakura. Ia memang bermaksudkan untuk mengakhiri segalanya, saat ini juga.
Untuk apa saling mempertahankan jika yang didapat hanyalah rasa sakit?
Perempuan itu masih terisak kencang. Siapa yang menyangka bahwa segala emosi yang ditahan bertahun-tahun lamanya akan meledak hanya karena trigger kecil seperti ini? Kesalahan terbesar yang Sakura lakukan adalah berharap. Ternyata ekspektasinya benar-benar terlalu tinggi sampai membuat rasa kecewa itu menyerangnya tanpa ampun.
Sakura masih sama sekali tidak memedulikan pakaiannya yang basah. Raganya menggigil tapi sukmanya merasakan sakit yang lebih dari ini. Jadi, ini bukan apa-apa. Lagipula seharusnya memang ini bukanlah apa-apa, kenapa juga reaksi Sakura harus berlebihan begini?
Perempuan itu menepuk-nepuk dadanya menggunakan tangan kanan yang dikepal. Berharap dengan melakukannya, rasa sakit yang dirasa berkurang intensitasnya. Pandangan matanya memaku pada sebuah map yang ia letakkan di atas meja. Map berwarna bening berisikan berkas-berkas penting yang sudah hampir satu tahun ia siapkan, dibiarkan berbaring manis di dalam lemarinya.
Seharusnya Uchiha Sakura tak perlu terkejut bahwa suatu saat berkas dokumen ini harus menampakkan wujudnya, melakukan tugasnya sebagaimana mestinya. Outcome dari suatu hubungan hanya akan memberikan hasil akhir dengan dua rute; bertahan atau melepaskan. Mungkin inilah momen di mana rute kedua adalah akhir dari hubungan sakit yang dipaksakan untuk bertahan selama ini.
Suara dari tombol kunci apartemennya membuat Sakura mengambil ancang-ancang siaga. Tenggorokannya kering, begitu ia menelan saliva-nya lehernya benar-benar terasa sakit. Kini pintu apartemennya terbuka, disusul dengan penampakan Uchiha Sasuke beberapa saat kemudian.
Pada detik ini, jantung Sakura berdentum kuat. Tiap detaknya menjalarkan perasaan nyeri yang membuatnya semakin terasa sesak bahkan untuk sekadar meraup oksigen untuk kesejahteraan organ pernapasannya.
Laki-laki itu mengambil posisi duduk di sofa, tepat berada di sebelah Sakura. Sebenarnya, perempuan itu bingung bagaimana harus mengawali perbincangan serius mereka untuk yang terakhir kalinya ini. Tapi dibandingkan ia kembali goyah akan ucapan yang akan dituturkan oleh suaminya nanti, bukankah lebih baik jika Sakura yang memulainya terlebihdahulu?
Sakura memakukan emerald sayunya ke lantai beralas karpet hitam di bawah sofa. Ia berdeham, menarik napas. "Kita menikah karena dijodohkan. Tidak terasa, sudah tiga tahun berlalu dan sampai saat ini progress dalam hubungan kita tidak menunjukan adanya tanda-tanda ke arah yang baik." Suaranya lirih, terdengar sangat lelah.
"Selama tiga tahun bahkan kita tidak pernah melakukan apapun, Sasuke-kun. Lihat 'kan? Sesuatu yang dipaksakan jika tetap dipertahankan akan berakhir seperti ini. Aku menyakitimu, berlakon sebagai garis pembatas nyata yang membuatmu terkekang." Kini Sakura memindahkan emerald-nya menuju onyx yang memandanginya lekat-lekat. Ia mengacungkan telunjuknya tepat di hadapan suaminya. "Dan kau ... juga membuatku sakit. Kau lihat 'kan, tidak ada yang diuntungkan dari mempertahankan hubungan ini."
Atmosfer dalam ruangan mendadak turut berubah menjadi dingin. Uchiha Sasuke meraih pergelangan tangan Sakura yang tadi menunjuk wajahnya. "Jelaskan padaku, di mana aku menyakitimu, Sakura."
Tidak ada tanda-tanda bahwa Uchiha Sasuke akan melepaskan genggamannya pada pergelangan tangan Sakura. Sementara respons Sakura atas pertanyaan Sasuke barusan adalah kembali menangis karena satu persatu memori menyebalkan itu membanjiri sampai memenuhi isi kepalanya. "Aku mengenalmu sejak lama, Sasuke-kun. Akui saja. Aku adalah rantai bagimu. Aku merenggut kebebasanmu—kebebasanmu untuk bersama perempuan lain di luar sana."
Uchiha Sasuke memiringkan kepalanya, masih menggenggam pergelangan tangan perempuan itu. Masih setia memerhatikan bahkan setitik perubahan pada air wajah perempuan itu. "Itu yang membuatmu merasa tersakiti? Fakta bahwa aku berganti perempuan sejak dulu bahkan sampai sudah memilikimu sebagai istriku?"
Sakura mengangguk tegas. Ia sudah lelah akan semua keadaan memuakkan ini. Biar kita selesaikan semuanya saat ini juga. Di tempat ini. Supaya Sakura bisa segera menentukan langkahnya selanjutnya.
"Lalu, kenapa kau tidak pernah marah?" Laki-laki itu menyahut laggi setelah melihat respons Sakura yang menganggukkan kepalanya.
Di momen ini Sakura menarik paksa tangannya yang tadi diculik oleh Sasuke. Ia tersenyum sakit. Mendengus. "Memangnya aku ini siapa bisa melakukan hal seperti itu?"
Kedua tangan Uchiha Sasuke sekarang memegang kedua bahu Sakura. Ia mendekatkan wajahnya pada wajah Sakura, menyisakan sekitar lima sentimeter. Ia menatap lurus iris hijau milik lawan bicaranya. "Kau adalah istriku. Milikku. Begitu juga sebaliknya. Jelas?" Tiap penuturannya diberikan penekanan dengan harapan maksud Sasuke tersampaikan oleh Sakura.
Setelahnya, Sakura menepis kedua tangan suaminya. "Jangan lupa kalau kita ini dijodohkan, Sasuke-kun."
Sasuke kembali melayangkan satu pertanyaan. "Biarkan aku bertanya. Kenapa hanya di hadapanku kau berubah menjadi seorang nerd?"
Tiap Uchiha Sasuke melempar pertanyaan, respons awal Sakura selalu sama. Air matanya langsung bertingkah dengan liar. Perempuan itu mengusap matanya dengan satu gerakan cepat, sebelum kembali menjawab. "Kau menyukai perempuan cantik tapi selalu cepat bosan dan menggantinya sesuka hatimu. Kalau aku mempercantik diriku untukmu bukankah kau akan bosan dan membuangku sama seperti perempuan-perempuanmu yang lain?"
Jawaban barusan adalah serangan mendadak dengan damage luar biasa. Tidak pernah Sasuke menyangka bahwa alasan istrinya selama ini adalah demi mempertahankan laki-laki itu di sisinya—sama seperti dirinya yang menjaga Sakura supaya tidak lari dari sisinya.
Beban Uchiha Sasuke terasa seperti berkurang banyak bobotnya hanya dengan mendengar pernyataan barusan. Kalau laki-laki itu berharap sekarang, apa masih boleh?
Sakura berusaha menstabilkan napasnya, menahan isak tangisnya. "Lihat 'kan? Aku pasti benar. Maka dari itu, mari kita akhiri saja, Sasuke-kun. Kau lihat map di atas meja itu? Aku sudah menyiapkannya sejak tahun lalu karena aku tahu hal seperti ini pada akhirnya pasti akan terjadi."
"Apa itu?" Sasuke menyilangkan kedua tangannya di atas dada. Pandangannya tajam saat melirik objek berbahan plastik yang berisikan dokumen di atas meja.
"Tentu saja dokumen perceraian. Dengan begitu, kau bisa bebas kembali bersama perempuan-perempuanmu."
"Hn. Itukah yang benar-benar kauinginkan? Bercerai denganku?"
Sakura mempertemukan emerald sayunya dengan onyx yang ternyata memamerkan kilatan yang sangat sendu saat mengonfirmasi hal tersebut padanya. Kenapa begitu? Bukankah harusnya Uchiha Sasuke merasa senang sekarang? Kenapa laki-laki itu terlihat sangat tersakiti? Sesungguhnya, plot hole macam apa yang selama ini ia lewatkan?
Tanpa sadar Sakura menggigit bibir bawahnya, melampiaskan segala perasaan gelisahnya. "Kukembalikan pertanyaanmu. Apa yang sesungguhnya kauinginkan dariku, Sasuke-kun?"
"Kau." Satu kata singkat diproduksi oleh pita suara Sasuke. Tanpa ada keraguan sedikitpun, suara baritone-nya menyahut lantang. Berusaha menyuarakan perasaannya tulusnya.
"Coba jelaskan maksudmu tetap ingin mempertahankanku—di saat hubungan kita saja diawali oleh seratus persen murni dipaksa karena dijodohkan. Coba jelaskan definisi bagaimana kau menginginkanku? Untuk apa? Atas dasar apa?" Maaf. Sakura pun harus keras pada dirinya sendiri karena ia sudah terlalu lelah atas harapan palsu yang berulang kali mebawanya membumbung tinggi sampai menembus awan lalu menghempaskannya secara naas tanpa ampun.
Ini adalah saat di mana semua kesalahpahaman harus segera dibersihkan. Sasuke tidak mau menyesal untuk selamanya. "Biar kuperjelas. Sejak awal tidak ada perjodohan. Aku sendiri yang datang menemui ayahmu, memintamu untuk menjadi pendamping hidupku."
Sakura menutup mulutnya, tak mampu menyembunyikan rasa terkejutnya. "Kenapa?"
"Kau pasti akan menolak untuk menikah denganku jika tahu aku yang memintamu secara langsung pada ayahmu. Maka dari itu aku membuat permintaan pada orangtuamu untuk membuatnya seolah seperti perjodohan karena kau adalah anak penurut."
"Kenapa aku...? Kenapa bukan salah satu dari sekian banyak pacarmu?" Lagi-lagi, Sakura menyuarakan tanda tanyanya.
Laki-laki itu mengendikkan bahunya. "Bukan hanya kau saja yang bodoh. Aku pun begitu. Perempuan-perempuan itu bukan pacarku."
"Lantas?"
"Bukan siapa-siapa. Aku bersama mereka karena hanya sedang mencari perhatian pada seseorang yang bahkan tidak memedulikanku sama sekali." Sasuke menatap Sakura lekat-lekat, ia menarik sudut bibir kirinya sedikit memamerkan senyuman tipis yang membuatnya nampak jutaan kali lipat sangat menawan.
"Mustahil. Tidak mungkin kau ... menyukaiku." Kedua mata Sakura memicing penuh dengan curiga.
Sasuke mengangkat alis kirinya. "Menurutmu?"
Jujur. Sakura belum bisa sepenuhnya memercayai ucapan Sasuke. Tapi fakta bahwa ternyata laki-laki itu sendiri yang mendatangi ayahnya untuk meminta Sakura menjadi pendamping hidupnya membuat jantung Sakura berdebar-debar sangat kuat. Jujur, di satu sisi semua ini terdengar seperti bualan seorang buaya tapi di sisi lain Sakura pun ingin memercayai Uchiha Sasuke.
"Lantas Karin?" Sakura balas bertanya.
Laki-laki itu secara refleks memencet cuping hidung Sakura dengan kuat menggunakan jari jempol dan telunjuknya. "Sama sepertimu dan Naruto."
Sakura menepuk-nepuk tangan Sasuke yang nakal memencet cuping hidungnya. "Lepas. Aku jadi kesulitan bernapas."
Lawan bicaranya menuruti Sakura untuk sepersekian detik sebelum akhirnya memindahkan kedua tangannya, menangkupkan kedua tangan di pipi Sakura. Ia mendekatkan wajahnya pada wajah istrinya. "Aku akan melakukannya lagi. Membuatmu kesulitan bernapas."
Sebelum Sakura benar-benar mampu mengolah maksud dari Uchiha Sasuke, pergerakan laki-laki itu lebih cepat. Ia mempertemukan bibirnya dengan bibir Sakura, memagutnya. Menyalurkan perasaannya yang sudah ditahan mati-matian selama ini. Lengan kirinya ia gunakan untuk merapatkan tubuh mereka yang masih basah karena menerpa hujan agar saling bertukar kehangatan. Sementara tangan kanannya menahan tengkuk perempuan itu, memperdalam ciuman mereka.
Cukup lama, mereka saling mengadu bibir mereka. Sampai pada akhirnya Sakura menepuk-nepuk bahu suaminya, memberikan sinyal agar ia diberikan ruang untuk bernapas. Sasuke menangkap sinyal tersebut. Ia melepaskan persatuan bibir mereka.
Napas Sakura terengah-engah, baru beberapa detik ia meraup oksigen tapi Uchiha Sasuke kembali menghampiri bibirnya, mengecupnya singkat sebanyak dua kali. Tentu saja hal ini membuat Sakura sangat salah tingkah.
Sasuke benar-benar tidak mau melepaskan Sakura. Laki-laki itu melingkarkan lengannya, merengkuh Sakura dalam pelukannya.
"Sasuke-kun, dengan perempuan-perempuan yang selama ini bersama denganmu. Apakah kau melakukan hal sama seperti yang barusan denganku?"
Mendengar pertanyaan naif Uchiha Sakura membuat laki-laki itu nyaris saja menarik sudut-sudut bibirnya. Astaga. Kenapa bisa Sakura semenggemaskan ini?
Kini Sasuke meletakkan jari telunjuk dan tengahnya pada kening Sakura. "Tidak. Isi kepalaku hanya dipenuhi olehmu."
Secara otomatis wajah Sakura memerah. Benar-benar skill natural seorang playboy. "Sejak kapan kau menyukaiku?"
Uchiha Sasuke menatap istrinya. Sempat hening beberapa saat karena ia mempertimbangkan apa harus ia benar-benar membuka semuanya sekarang juga? "Kalau kubilang sejak bangku sekolah dasar apa kau percaya?"
Gelengan cepat langsung mewakilkan respons Sakura. "Tidak."
"Hn."
"Apa kau bersungguh-sungguh?" Perempuan itu menangkupkan kedua tangannya pada pipi suaminya. Emerald Sakura menatap lurus, mencari kebenaran dari iris jelaga jernih miliknya.
Kali ini Uchiha Sasuke hanya megendikkan bahunya.
Sakura merentangkan tangannya, memeluk bahu lebar suaminya dengan lengannya yang kecil. "Maafkan aku, Sasuke-kun. Aku minta maaf karena terlalu banyak meragukanmu. Aku minta maaf karena terlalu banyak menyakitimu. Di atas semua itu, aku pun menyukaimu sejak lama."
Kata-kata yang diucapkan oleh Sakura tepat di sebelah telinganya membuat segala rasa sakit, beban menahun dan segalanya terasa hilang dalam satu sapuan. Laki-laki itu membalas pelukan erat dari istrinya.
"Mari mulai dari awal kembali, Sasuke-kun."
"Hn."
"Pertama-tama bagaimana kalau kita membersihkan diri dan bersalin terlebihdahulu, Sasuke-kun? Jangan sampai kita sakit hanya karena ini."
Sasuke tersenyum kecil. Dalam hati benar-benar merasa lega luar biasa karena mulai melihat sosok Uchiha Sakura yang mulai kembali terbuka padanya seperti dulu.
"Sakura. Setelah membersihkan diri dan bersalin, pindah ke kamarku. Nanti malam packing, besok kau ambil cuti dan temani aku melakukan perjalanan bisnis."
"Eh?"
Dan malam itu, mereka melanjutkan obrolan mereka. Melengkapi kepingan puzzle pada plothole yang mereka buat. Perlahan tapi pasti. Meski tidak sempurna tapi pada akhirnya Uchiha Sakura benar-benar sudah resmi ditandai sebagai milik Uchiha Sasuke. Begitu pula sebaliknya.
.
.
.
.
.
end
.
a/n: Haiii! Ya ampun udah lama nggak mampir ke sini :")) Fiksi ini kutulis beberapa bulan yang lalu untuk project SasuSaku Donasi! Tapi bedanya versi yang ku-upload ke sini adalah yang belum disunting :") semoga nggak terganggu dengan versi ini, ya. Aku punya alasan sendiri kenapa versi ini yang ku-up hehehe.
Dan btw—beberapa adegan pas aku baca lagi bikin aku mau gigit bantal saking cheesy-nya T_T dan aku ngerasa kurang nampol di ending. Kayak apa si yang kurang huee T_T maafin aku ya, apapun itu semoga kalian tetap bisa terhibur dengan fiksi ini. Mohon maaf atas segala kekurangan!
OHIYA. INI FIKSI KE-50! Terharu banget, asli. Terima kasih banyak untuk kalian yang udah keep up sama karya-karyaku dari jaman 2012-2013an di mana tulisannya masih bikin bergidik geli lalu ke era penistaan Uchiha Sasuke dengan segala modusnya dan ke era sekarang aku ilang-ilangan, kadang bawa OS yang condong drama kayak gini haha. Gak kerasa ternyata waktu udah berjalan segini lamanya, ya? ;-; ah aku makin tua. Kadang kalo baca komentar kalian yang bilang baca fiksiku dari perawan sampe punya anak bikin aku tercengang sendiri—kayak, ya ampun! Udah selama ini T_T terima kasih banyak yaa buat kalian yang masih baik banget baca-baca karyaku, kasih komentar, fave/follow dan bahkan suka teror aku di PM atau medsos untuk update fiksiku yang lain. Jujur, seneng banget. Aku cuman bisa bilang, terima kasih banyak. Terima kasih! :""))
Okee! Terima kasih juga buat yang udah baca dan yang nanti meninggalkan jejak di fiksi ini! Semoga kalian semua sehat-sehat selalu, yaa! X)
.
omake
.
Uzumaki Naruto baru saja dikabari perihal Sakura yang akan mengambil cuti untuk satu minggu ke depan. Karena sahabatnya itu mengambil cuti dalam jangka waktu yang cukup lama, akhirnya pasien-pasien Sakura mau tidak mau harus dititipkan pada Naruto. Karena perlu operan atau turunan perihal pasien-pasien Sakura, detail perawatan, riwayat dan rencana tindakannya akhirnya dokter bedah umum itu memutuskan untuk bertemu langsung dengan Sakura agar diberi informasi sejelas-jelasnya.
Ya, dan karena kebetulan juga ia hendak mampir ke tempat Hinata yang tidak jauh dari apartemen Sakura, jadi sekalian saja. Oh iya. Karena kemarin Uchiha Sasuke secara tidak langsung memberikan paket makanan kepadanya tentu saja Uzumaki Naruto harus membalas budi 'kan? Hitung-hitung sekalian berkenalan dengan proper dengan Uchiha Sasuke. Sebenarnya, Naruto sudah pernah bertemu dengan Sasuke dulu saat menikah dengan Sakura tapi hanya selintas saja dan sampai kemarin mereka tidak pernah bertemu lagi. Maka dari itu perlu dilakuka perkenalan ulang.
Karena bingung harus membawakan apa, ia pun membekali dirinya dengan parsel snack yang sekaligus untuk dibawa selama perjalanan ke luar negeri. Katanya mereka mau ke London, ya? Lumayan 'kan snack ini setidaknya bisa menemani Uchiha Sasuke dan Sakura untuk mengganjal perut?
Ding dong!
Ding!
Ding!
Ding!
Begitu sampai di kediaman Uchiha, segera saja Naruto memencet belnya dengan semangat. Bukannya apa tapi saat memencet bel kediaman Uchiha ini memiliki sensasi menyenangkan tersendiri, membuat Naruto gemas mempermainkannya.
Pintu apartemen terbuka.
Sosok Uchiha Sasuke langsung menyambut indera visual milik Naruto. Pemuda dengan rambut blonde itu secara refleks memamerkan senyuman lebar lima jarinya. "Selamat malam. Aku Uzumaki Naruto dan—"
Selama sepersekian detik, Sasuke hanya menatap datar Naruto sebelum akhirnya–
—Blam!
Pintu apartemen kediaman Uchiha yang dibanting di depan wajah Naruto lagi-lagi menjadi souvenir untuk pemuda itu. Kalau Sasuke sampai membanting pintu apartemen kediamannya kembali di depan wajah Naruto untuk yang ketiga kalinya apakah Uzumaki Naruto akan mendapatkan piring?
.
x)
