Tetapi Tidak Apa Jika Berhenti Hanya Sampai Di Sana
Disclaimer: DMM.
Warning: OOC, typo, crack pair, AkuDa!slight, dll.
Author tidak mengambil keuntungan apa pun dari fanfic ini. Semata-mata dibuat demi kesenangan pribadi, dan untuk ulang tahun Elkan (20/05/2021).
Pisau tampak menghardik sengit talenan. Sementara di samping suara keras itu, Akutagawa Ryuunosuke dapat melihat panci mendidih oleh api berukuran sedang, tatkala ia memasuki dapur yang hanya dihuni Tokuda Shuusei. Tangannya begitu cekatan dalam memotong daun bawang. Akutagawa menontoninya memasukkan itu ke panci aluminium, lantas Shuusei mengaduk-aduk isinya yang ternyata ia memasak sup miso.
"Seharusnya aku menambah sedikit kecap asin lagi, ya ..." gumam Shuusei sendirian. Kuah miso-nya ia tuangkan ke mangkuk kecil. Dicicip sedikit demi sedikit tanpa menyadari, Akutagawa menyaksikannya sedari tadi.
"Shuusei-san kelihatannya sedang sibuk, ya?"
"Sebentar lagi selesai, kok. Tunggu saja di ruang makan, Shimazaki. Nanti ku–" Sembari berkata-kata Shuusei perlahan-lahan menengok ke belakang. Matanya seketika membeliak. Ia sedikit beteriak. Mangkuk untuk mencicip terpeleset dan tenggelam pada panci. Rentetannya mencengangkan Akutagawa juga.
"Maaf karena telah mengagetkanmu, Shuusei-san. Omong-omong mangkuknya masuk ke dalam panci."
Mengetahui itu dengan panik Shuusei mengangkat mangkuknya cepat-cepat. Jari-jarinya sedikit kepanasan yang ia tiup-tiup dahulu, barulah kabarnya memberitahu Akutagawa bahwa ia baik-baik saja. Kompor lantas dimatikan. Setelah menuang sup miso ke tempat yang seharusnya, Shuusei langsung menghampiri Akutagawa lagi.
"Ada perlu apa, Akutagawa-kun? Tumben sekali kau sampai ke dapur."
"Begini, Shuusei-san, singkatnya, ya ... aku mau minta tolong padamu. Boleh?" Keraguan menggeliat nyaman di dalam kata-kata itu. Mata Akutagawa pun jelalatan menjelaskan keresahannya secara singkat, padat, dan cukup jelas juga yang membuat keheranan Shuusei agak khawatir.
"Apakah Akutagawa-kun butuh obat? Insomnia mungkin?"
"Eh? Memang, sih, akhir-akhir ini aku insomnia, tetapi bukan itu poin pentingnya. Shuusei-san bisa membuat biskuit? Aku ingin kau membantuku dalam hal itu."
"Bisa, sih. Biskuit buat siapa memangnya?"
"Dazai-kun."
"Untuk apa kalau boleh tahu?"
Ulang tahun Dazai adalah Juni, sedangkan sekarang ini masih 23 Mei–kemarin malah Sir Conan Doyle yang merayakan hari lahirnya. Akutagawa mendadak berlama-lama di dalam diam. Giginya menggigit bibirnya sendiri sampai tahu-tahu, Shuusei membagikan semangkuk sup miso. Shuusei menggeleng pelan. Bukanlah kelemahan Akutagawa apabila ia tidak bisa bercerita, ataupun belum menemukan jawabannya, karena Shuusei tetap akan menolong.
"Mari buat yang enak, Akutagawa-kun. Akan kubantu sebisaku."
Akutagawa tersenyum simpul mendengar itu. Pastinya tidak salah ia meminta tolong kepada Shuusei, karena baiknya Shuusei memang dapat diandalkan oleh siapa pun.
Hal se-umum biskuit choco cips, bar cookies, sampai ke nama-nama yang aneh macam alfajores, paprenjak, amaretti yang Shuusei ceritakan merupakan cikal bakal macaroon, stroopwafle–semua itu Akutagawa dengarkan secara saksama sambil melihat-lihat resep yang sekiranya, akan ia sukai dan Shuusei menuntun Akutagawa mengolahnya.
"Yang chewy itu maksudnya apa?"
"Teksurnya renyah di luar, tetapi lembut di dalam. Nanti pas digigit sedikit lengket di bagian tengahnya."
"Tidak ada yang mudah, ya, rasanya. Aku mau biskuit yang langsung jadi tanpa perlu diolah, sebenarnya." Dengan begitu Akutagawa tak perlu lelah, begitu pun Shuusei, dan mereka memiliki happy ending. Shuusei agak tertawa menanggapi khayalan Akutagawa. Sulit dipungkiri ia juga mau, walaupun membayangkannya cukup sulit.
"Kalau begitu Akutagawa-kun harusnya membeli, dong, bukan bikin."
"Uangku habis masalahnya. Mau minta ke Kan padahal, tetapi dia lagi pergi." Sepengetahuan Shuusei, salah satu anggota Shinshicho itu tengah mengurus bazar amal. Sangat sibuk sampai memutuskan menginap. Akutagawa tampaknya segan terhadap Matsuoka Yuzuru. Mana mungkin Masao Kume serta Yamamoto mau mengutangi Akutagawa, sehingga Shuusei bisa memahami aral gendala yang Akutagawa hadapi.
"Biskuit buatan sendiri rasanya lebih enak, Akutagawa-kun. Meski melelahkan, aku yakin hasilnya sepadan."
Makanya Akutagawa harus segera memilih, walaupun terlalu banyak resep mungkin diam-diam membingungkan dia. Padahal tinggal membuat yang sesederhana biskuit choco cips, atau yang bentuknya seperti papan catur itu, sebenarnya. Namun, Shuusei memang sengaja tak menyarankan. Akutagawa haruslah yang paling memahami keinginannya, atau Dazai tidak bisa mengartikan perasaan Akutagawa.
"Rasa-rasanya enggak ada yang pas."
"Pelan-pelan saja. Memangnya buru-buru banget?"
"Malah rasanya aku enggak mau buru-buru juga, deh." Buku resep yang ke sekian Akutagawa letakkan di atas meja makan. Pandangannya nanar yang terasa aneh bagi Shuusei, seperti katakanlah Akutagawa hanya mencari tanpa mau menemukan apa pun. Kalaupun ia memperoleh sesuatu, Akutagawa seolah-olah dengan rela menjemput kembali labirin yang ia lewati–bahkan mungkin ia sengaja berada di sana.
"Kenapa?"
"Aku belum bisa menentukan perasaanku terhadap Dazai-kun. Apa Shuusei-san masih ingat mengenai diriku yang lain yang merupakan shinshokusha?"
Pembicaraan mereka mulai mendapatkan arahnya sendiri. Walaupun insiden itu sudah lama, ditambah lagi kesibukan menyambut para bungou yang baru datang sangatlah padat, Shuusei masih mengangguk ke arah Akutagawa. Ingatan tersebut bahkan menjadi sejernih seolah-olah baru terjadi kemarin. Atau sebenarnya Shuusei, mungkin pula yang lainnya, memang tidak benar-benar melupakan dia yang artinya; tiada yang berubah bahwa dia pun selalu berharga.
"Dengar-dengar, Dazai-kun sangat dekat dengan diriku yang lain itu. Pada akhirnya aku bukanlah dia, bukan? Meskipun kami sesama Akutagawa Ryuunosuke, perbedaannya tetap saja jauh. Aku juga tidak bisa menjadi seperti Akuta."
Bagaimana cara Akutagawa tiba di tempat Shuusei berada pun, pertama-tama ia lebih dahulu didesak oleh Sakaguchi Ango serta Oda Sakunosuke. Semenjak Akuta (begitulah cara Akutagawa memanggil pribadinya yang lain) menghilang usai Akutagawa kalahkan, Dazai benar-benar jatuh hingga seolah-olah tidak dapat ke mana-mana lagi. Ketika melihat matanya hanya melihat-lihat yang berlalu. Adakalanya Dazai lupa yang mana, ia begitu saja menggambar masa lalu mereka sebagai rindu, dan Akutagawa terang-terangan bingung.
"Kenapa kau merindukan seseorang sepertiku yang tidak bisa menjadi siapa pun lagi bagimu?"
Adalah apa yang Akutagawa ucapkan kepada Dazai, dan begitulah adanya ketika yang Dazai pikirkan sampai ia melahirkan sedu sedan rindu hanyalah Akuta–bukan Akutagawa yang sebenarnya. Samar-samar Akutagawa tertawa miris. Shuusei lebih dahulu menggenggam tangan Akutagawa karena merasa, Akutagawa teringat lagi akan hancurnya Dazai.
"Memang seharusnya aku tidak berkata begitu. Dazai-kun terlihat lebih parah ketika ia tak menangis. Ia juga tak marah, ataupun menegaskan aku ini Akuta, tetapi malah tertawa. Amat kencang sampai terkadang-kadang, aku merasa masih bisa mendengarnya."
Dazai tertawa karena ia tak mengetahui air mata.
Dazai tertawa sebab di hadapan Akutagawa, adalah satu-satunya tempat di mana Dazai tidak bisa menjadi manusia.
Dazai Osamu itu sendiri bahkan merupakan bukan lagi manusia. Selama ini Dazai pun telah memerankan karyanya sendiri, yaitu Ningen Shikakku pada realitas, dan ia tak sanggup berpura-pura lagi karena Dazai pun tak mau Akutagawa mengetahui, topengnya terlalu banyak untuk wajahnya yang hanya satu. Enggan jua menjadikan Akutagawa bagian dari cerita Ningen Shikkaku ini yang pemerannya memang Dazai Osamu–membuang nama Oba Yozo.
Semua hal itu tentu mengejutkan Akutagawa. Apalagi ia tiba-tiba melukai yang terlalu baik, dan sejak awal hancur seperti Dazai. Mendadak sekali menginjak-injak Dazai yang hanya serpihan-serpihan yang setiap saat kehilangan arti.
Oleh karena itu, Akutagawa langsung menyetujui Ango serta Oda. Bahwa ia harus segera berangkat untuk kembali terhubung dengan Dazai, dan membuat biskuit adalah cara yang Akutagawa temukan. Seharusnya Akutagawa membuatkan Dazai cerita, menilik mereka adalah sastrawan, memang. Namun, setiap Dazai terlihat walaupun hanya di dalam benak, rasa-rasanya Akutagawa sekadar mampu memikirkan kesedihan; mengungkapkannya sebagai satu-satunya hal di dunia.
"Lalu kenapa biskuit?"
"Niimi-kun yang menyarankannya padaku. Semua orang menyukai biskuit, dan hal tersebut pasti berlaku untuk Dazai-kun juga."
"Jadi Akutagawa-kun melakukan semua ini karena desakan Odasaku-san, Sakaguchi-san, dan Niimi-kun?" Ilustrasi biskuit yang warna-warni jadi hambar, ketika Shuusei memperhatikannya lagi. Mata Akutagawa sendiri malah kabur dari Shuusei yang tampak campur aduk. Meskipun dia adalah Shuusei, sepertinya Akutagawa tetap bisa disebut berlebihan.
"Shuusei-san ... aku ..."
"Artinya Akutagawa-kun juga terpaksa berhubungan dengan Dazai-kun, ya .."
Tangan Akutagawa meremas kimononya. Jika sudah begini ia tidak pantas ditolong, bukan? Padahal Shuusei selalu disertai ikhlas. Hatinya hanya dipenuhi oleh kebaikan dari dirinya sendiri, sedangkan niat yang Akutagawa taruh untuk menghidupkan degupnya malah milik orang lain.
"Maaf, Shuusei-san. Sungguh maaf. Yang kulakukan memang tidak pantas pada akhirnya." Keringat dingin cukup mengucur deras. Tetap mengalirkan kejujuran seperti ini, setidaknya agak melegakan Akutagawa walaupun juga menyiksanya dengan takut.
"Memang, sih, jadi tidak baik karena Akutagawa-kun terpaksa begitu. Namun, kurasa Akutagawa-kun salah juga kalau berpikir, aku sekadar membantumu membuat biskuit."
Gestur yang mempertunjukkan telunjuk mengusap-usap pipi, masih sempat-sempatnya membuat Akutagawa berpikir bahwa itu cukup menggemaskan, ketika diperagakan oleh Shuusei. Mendadak Akutagawa menunggu Shuusei. Menunggu karena ia bisa merasakan, sesuatu dari dirinya dibawa pergi untuk berubah–melihat baik atau buruk, semua tergantung lagi kepada Akutagawa.
"Bagaimana kalau, Akutagawa-kun jangan memberikan biskuit itu untuk kembali terhubung dengan Dazai-kun? Lakukan karena Akutagawa-kun menaruh respek pada Dazai-kun sebagai penulis. Bahwa kau menghormati karya-karyanya juga."
"Terus bagaimana dengan anak-anak Buraiha yang memintaku kembali berhubungan dengannya?"
"Lakukanlah pelan-pelan. Jika Akutagawa-kun merasa tidak cocok untuk menjadi lebih dekat dengan Dazai-kun, bukankah itu tak apa? Dekat dengan semua orang menurutku terlalu muluk-muluk."
Jumlah bungou semakin bertambah dari musim ke musim. Sering kali, baik itu Akutagawa maupun Shuusei, tentunya tidak selalu menyambut sahabat mereka. Namun, gelenyar hangat tetap dapat dipancarkan. Siapa pun yang disambut yang baru saja diwujudkan sang alkemis, pada akhirnya adalah rekan seperjuangan yang berharganya begitu hebat. Terlepas dari apakah Akutagawa atau Shuusei dapat akrab, dengan bungou yang mungkin belum pernah keduanya temui di masa lalu.
Tidak dapat akrab pun selalu saja tidak apa-apa, sebenarnya.
Bahkan Shuusei yang kerap diandalkan para bungou dalam berbagai urusan pun, tidaklah berarti ia dekat dengan semua bungou yang jumlahnya sudah empat puluh lebih, kemungkinan besar. Ada beberapa kepribadian yang kurang cocok dengan Shuusei. Ia pun tak melulu berharap untuk mengeratkan putih agar menjadi benang merah, dan apabila ada yang menginginkan tentang Shuusei supaya lebih akrab; karib; Shuusei tinggal mengikuti alurnya saja.
Ada waktu untuk dekat pasti dekat.
Ketika waktunya untuk berdekatan tidak pernah ada pun, itu bukan salah siapa-siapa. Dunia takkan runtuh, karena ada yang lain yang sebelumnya sudah ditakdirkan untuk bersama kita.
Akutagawa tetap bisa berhati baik kepada Dazai. Selama ia terus tersenyum, menyapa ramah, khawatir di saat-saat tertentu, marah demi kebaikan, hubungan mereka tetap sangat berharga meskipun tidak pernah menyentuh persahabatan. Ikatan berbentuk apa pun semuanya luar biasa. Bahkan walaupun itu hanyalah sekecil dari mata turun ke hati, kemudian pupus begitu saja, seseorang setidaknya sudah memberanikan diri untuk menciptakan benangnya, meski hanya sepihak.
"Karena apa Dazai-kun menghormatimu, Akutagawa-kun?"
"Karya-karyaku luar biasa, katanya. Mendengar itu kadang aku malu, jujur. Bahkan aku sendiri masih sering merasa tulisan-tulisanku hanyalah sampah."
"Perbedaaanmu dengan dirimu yang lain adalah, dia tidak menulis sedangkan Akutagawa-kun, pasti kau bisa melakukannya. Oleh karena itu, bukankah Akutagawa-kun tak perlu menjadi dirimu yang lain, untuk akrab dengan Dazai-kun?"
Jadilah dirinya sendiri yang benar-benar menulis Rashomon, Torokko, Hana, Kumo no Ito, Jigokuhen, serta lainnya.
Di perpustakaan misterius ini, Akutagawa berkarya-lah lagi dan lahirkanlah keajaiban, dari caranya bercerita yang hanya ia yang memilikinya; sebagai satu-satunya Akutagawa Ryuunosuke di muka dunia.
Ujung-ujungnya walaupun Shuusei bilang; tak apa obrolan Akutagawa tak merasai dekat dengan Dazai; dari sana pada akhirnya Shuusei tetap berharap, semoga Akutagawa dan Dazai bisa terhubung lagi. Akutagawa adalah Akutagawa Ryuunosuke yang terlepas dari bayang-bayang Akuta. Dazai ingat bahwa dia merupakan Dazai, di mana Akutagawa yang mana pun itu, tetaplah menjadi Akutagawa yang ia hormati serta sayangi sampai kapan pun.
Telunjuk Shuusei tahu-tahu jadi menunjuk biskuit yang sedari tadi, katakanlah tidak terlalu mendapatkan panggung. Di bawah gambarnya terdapat keterangan fortune cookie. Apakah yang Shuusei maksud itu kue pembawa keberuntungan atau bagaimana?
"Bukan benar-benar membawa keberuntungan, sih. Sederhananya, kita membuat kue ini dan nanti, menyelipkan pesan motivasi di dalamnya. Cocok untuk kau dan Dazai-kun, bukan?"
"Punya saran pesan yang bagus?"
"Giliranmu untuk memikirkannya. Sekarang aku hanya membantu Akutagawa-kun membuat fortune cookie ini, dan, ya … kalau nantinya kau memiliki keinginan untuk dekat dengan Dazai-kun tanpa membawa-bawa Buraiha, bakal kutolong lagi. Menurutku kalian bisa sebenarnya."
Kata-kata Shuusei yang terus membawa hati Akutagawa agar melayang-layang ringan, kini seolah-olah pecah yang pada epilognya, membuat Akutagawa terharu. Ia tahu Shuusei baik. Namun, mana Akutagawa sangka-sangka, ia benar-benar mendengarkan dan membiarkan nasihat demi nasihat Shuusei meresap, padahal biasanya Akutagawa begitu bebal. Ada saja seribu satu cara untuk membalas
Kira-kira kenapa bisa begitu?
Mungkin karena Akutagawa mendengarkan yang ingin ia dengarkan–bahwa bukan salahnya ataupun keharusannya, untuk dekat dengan Dazai seperti yang Akuta perbuat–yang kalau dirinya sendirilah yang mengucapkannya, Akutagawa jadi merasa bersalah. Rasa-rasanya seolah-olah ia berkata begitu, demi melarikan diri dari hal yang menekannya.
Sepanjang itu keluar dari mulut orang lain, siapa pun dia asalkan bukan dirinya sendiri, Akutagawa akan berlapang dada. Yang terbit sungguh-sungguh merupakan kelegaan, sebab ia berakhir tak merasa bersalah.
Fortune cookie yang Akutagawa buat dengan Shuusei pun sepertinya benar-benar mendekatkan mereka. Buktinya setelah Akutagawa memberikannya kepada Dazai, dan Dazai bersikukuh untuk memberikan balasan, Akutagawa turut menceritakan dag-dig-dugnya kepada Shuusei. Bahwa ia senang semuanya berjalan lancar, tetapi juga masih bertanya-tanya, bisakah yang selanjut-selanjutnya pun tetap mulus?
"Dazai -kun pasti menghargai kata-kata yang Akutagawa-kun tulisan, kok. Kurasa bakalan berhasi."
Akutagawa menuliskan, "Aku memang bukan Akutagawa yang Dazai-kun kenal, tetapi kita bisa memulainya dari awal, 'kan?".atas inisiatifnya. Benar pun bahwa Akutagawa yang asli hanya akan mengenal Dazai sebagai Dazai, bakalan Akutagawa ingat nasihat-nasihat Shuusei. Setidaknya ia tetap baik dan mendukung Dazai.
Tamat.
A/N: Buat elkan aku ucapkan HBD lagi. Maaf juga karena hadiahmu telat, soalnya aku juga gak nyangka malah kena masalah lain-lain yang untungnya, seenggaknya udah selesai. Awalnya mau bener2 bikin AkuDa, tapi gak tau mau omongin apa dan rasanya jadi males banget. Meski fic ini bukan bener2 fic AkuDa, kuharap elkan tetap suka karena ya … masih membicarakan AkuDa juga.
Nulis fic ini lumayan lancar, karena aku juga tau mau mengungkapkan apa di sini. Untuk AkuDa yang karena aku ambil referensi dari anime, hal2 kayak aktgw yang asli gak perlu kayak akuta, menurutku relate banget. Kalo aku gak males, rencananya aku mau bikin fic di mana aktgw langsung ngasih biskuit ke dzi tanpa ada obrolan sama shuusei. Tadinya juga mau menghadiahkan ide kayak gitu ke elkan, tapi masih belum tau mau nulis apa aja di situ, makanya pake ide AkuShuusei ini biar lebih lancar.
Thx buat yang udah baca, fav, follow, review, atau numpang lewat doang. Karena komisiku seenggaknya udah selesai dikerjain, aku bakal kembali produktif buat fandom ini (semoga).
