Disclaimer : Naruto belongs to Masashi Kishimoto. I don't take any material profit from it

Pairing : SasuFemNaru

Rated : M+ (Mature Content!)

Genre : Hurt Comfort, Family, Angst, Romance, Mature

Warning : Gender switch, OOC, OC, typo (s)

Note : Dilarang copy paste sebagian maupun keseluruhan isi fict ini maupun fict milik saya lainnya!

.

.

.

The Last Promise

Prolog

By : Fuyutsuki Hikari

.

.

.

Naruto mengembuskan napas panjang, sesekali melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Wanita berusia dua puluh tahun itu duduk di atas lantai dingin bangunan fakultasnya, menunggu kedatangan seorang pria yang telah menjadi kekasihnya selama dua tahun.

Ia mendongak, menatap senja yang telah datang menghiasi langit yang sebentar lagi akan gelap sepenuhnya. Naruto berdecak, melihat ke kanan dan ke kiri, kedua tangannya disilangkan, mengusap lengan atasnya beberapakali.

"Naruto?" Panggilan itu membuat si pemilik nama menoleh, menatap lewat bahunya. Senyumnya perlahan terkembang saat pandangan mereka bertemu. "Kau belum pulang?" Sakura bertanya dengan kening ditekuk dalam. Mereka berada di kelas yang sama, dan kelas terakhir sudah berakhir hampir dua jam yang lalu. "Perlu tumpangan?"

Naruto menggelengkan kepala. "Aku sudah meminta untuk dijemput," jawabnya.

Sakura masih menekuk keningnya dalam. "Sasuke?" tanyanya, penasaran.

"Supir keluargaku," jawab Naruto, berbohong. Sudah dua tahun ia menjalin hubungan romantis dengan Sasuke, dan selama itu juga keduanya menutupi hubungan itu dari semua orang. "Aku tidak bisa menghubunginya karena telepon genggamku kehabisan baterai."

Mulut Sakura membentuk huruf 'O' besar setelah mendengar penjelasan Naruto. Ia duduk di samping Naruto lalu mengeluarkan telepon genggamnya dari dalam saku. Untuk beberapa saat wanita berambut merah muda itu memusatkan perhatian ke benda pipih di tangannya. "Aku kira kau menunggu Sasuke," ucapnya sembari memperlihatkan layar telepon genggamnya ke depan wajah Naruto. "Jika memang kau menunggunya, sebaiknya lupakan saja!" lanjut Sakura, memasukkan kembali benda pipih itu ke dalam saku.

Sakura menjeda, mengembuskan napas panjang. "Untuk apa kau menunggu seseorang yang bahkan lupa untuk menjemputmu?"

"Aku menunggu supirku." Naruto bersikeras. Batinnya terus menampik kenyataan jika Sasuke tengah bersama Naruko saat ini. Unggahan di media sosial Naruto memperlihatkan jika keduanya tengah menghabiskan waktu bersama. "Pulang saja!" pintanya kepada Sakura yang terlihat masih tidak percaya jika wanita berambut pirang itu tengah menunggu supir pribadinya.

"Kau sedang tidak berbohong, kan?"

Naruto menggelengkan kepala.

"Mau meminjam telepon genggamku untuk menghubungi supirmu?"

Naruto menyeringai. "Aku tidak ingat nomor telepon genggam supirku." Ia mengaduh saat Sakura mengetuk pelan keningnya. Cemberut, ia mengelus pelan keningnya. "Bukankah kau harus mengajar les? Apalagi yang kau tunggu? Kau bisa terlambat!"

Sakura masih bergeming. Ditatapnya lekat kedua netra Naruto, berusaha mencari setitik saja kebohongan di sana. Namun, lagi-lagi yang ditemukannya hanya luka. Sakura tidak tahu kenapa Naruto tidak mau jujur tentang hubungannya dengan Sasuke? Atau kenapa Sasuke begitu dekat dengan Naruko? Ya, Sakura tahu jika ketiganya bersahabat sejak kecil, tapi hal itu tidak membenarkan sikap Sasuke yang terkesan plin-plan. Namun, di sisi lain Sakuratahu jika dirinya tidak memiliki hak untuk bertanya kepada Naruto tentang masalah itu.

"Aku pergi!" Kata Sakura pada akhirnya setelah melepas napas panjang. Ia pun bangkit berdiri lalu pergi dengan enggan setelah Naruto menganggukkan kepala.

Selepas kepergian Sakura, Naruto kembali menunggu. Ia berkata kepada dirinya sendiri untuk memberi kepercayaan kepada Sasuke. Kekasihnya sudah bersedia untuk menjemputnya sore ini. Seharusnya Sasuke tidak lupa, kan?

Dan saat langit sudah gelap seutuhnya, Naruto pun memutuskan untuk pulang. Wanita itu pulang membawa perasaan yang kembali harus dinodai oleh kecewa.

.

.

.

"Aku pulang!" Naruto bicara dengan nada rendah saat kakinya melangkah masuk ke dalam rumah. Dari arah ruangan santai, ia bisa mendengar suara tawa renyah dari beberapa orang yang berbeda. Untuk beberapa saat wanita itu berdiri di depan pintu, menatap datar orang-orang yang berada di dalam ruangan.

"Kenapa baru pulang?" Minato menoleh ke arah pintu. Pertanyaannya membuat beberapa kepala menoleh ke arah yang sama.

"Ada kerja kelompok," jawab Naruto tanpa menatap Sasuke yang juga berada di dalam ruangan itu.

"Kenapa tidak member kabar?" Kali ini Kushina yang bertanya. Raut cemas mewarnai wajah cantik wanita paruh baya itu.

"Telepon genggamku kehabisan baterai," jawab Naruto lagi. "Aku naik dulu," lanjutnya tanpa ingin menatap wajah Sasuke yang masih memasang ekspresi datar andalannya.

Wanita itu berjalan sangat cepat, nyaris berlari saat menaiki satu per satu anak tangga menuju lantai dua dimana kamarnya berada. Naruto menutup pintu di belakangnya dengan pelan. Tubuh wanita itu perlahan merosot. Ia menenggelamkan kepala ke dalam kedua telapak tangannya. Tangis yang sedari tadi ditahan mulai pecah. Lelah, ia merasa lelah luar biasa.

.

.

.

TBC