"Aku menyukaimu, Sakura"
Suara itu menggema di telinga Sakura. Gadis itu hanya melongo dengan wajah berminyaknya karena lelah setelah seharian mengurus acara bunkasai. Tangannya yang digenggam oleh Sasuke seketika membeku. Sementara panitia lain yang kebetulan ada di tenda acara, menyaksikan mereka berdua dengan ternganga. Suara hanabi maupun suara teriakan penonton seperti tidak mengusik mereka.
"He?" Suara Sakura akhirnya keluar.
.
.
.
.
Wish
From Committee Part II: Sakura'sFeeling
Semua karakter di fic ini milik Masashi Kishimoto. Penulis hanya meminjamnya untuk keperluan menulis. Tidak ada maksud untuk memperoleh keuntungan apapun kecuali untuk hiburan semata saja.
Terima kasih untuk readers yang sudah meninggalkan review, klik favorit ataupun pembaca yang sekedar membaca tanpa meninggalkan jejak apapun
.
.
.
Summary: Bagi Sakura, Sasuke seperti jawaban dari doanya pada tuhan. Dia merasa frustasi dengan kisah cintanya dan berdoa agar segera melupakan masa lalu. Beberapa tahun sebelum ia bertemu dengan Sasuke, Sakura memiliki ceritanya sendiri.
(Another story from Committee)
Enjoy~
.
.
.
.
Mohon banget jangan jadi silent reader please….
.
.
.
1 tahun yang lalu
Sakura berjalan bersama Ino dan Hinata ke salah satu bunkasai yang diselenggarakan oleh universitas Kiri. Sakura dengan dango di tangannya, Ino dengan kipas gemas yang baru saja dia beli di salah satu booth, dan Hinata yang memegang sebuah syal dengan gemetar.
"Ayo, cepetan kasihin!" Suruh Ino sambil mendorong gadis beriris lavender ini. Hinata diam sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Wajahnya sudah merah padam.
"Hinata, come on! Yuk! Kita temenin." Sakura ikut-ikutan menarik tangan Hinata. Entah sudah kemana larinya dango yang ada di tangannya tadi. Sudah ke perut mungkin.
"A—aku malu. Ma—tte yo Ino-chan, Sakura-chan." *matte: tunggu
Sakura dan Ino ingin menepok jidat rasanya. Kesal sekali dengan tingkah Hinata yang selalu seperti ini kalau sudah menyangkut…
"Halo. Kalian datang juga ya?" Sakura dan Ino refleks mengalihkan fokus mereka ke pemuda ini. Si target kuning kesayangan Hinata. Pemuda yang sudah dikagumi Hinata sejak mereka SMA. FYI Hinata dan Naruto satu SMA.
"Menurut kamu? Terus kita disini ngapain hah?" Balas Ino dengan nada judesnya. Sakura ingin menimpali tapi tidak jadi.
"Haha. Ino galak banget. Yaudah deh. Aku kesana dulu ya" Ucapnya lalu hilang di kerumunan masa. Melihat hal tersebut tentunya membuat Ino dan Sakura kesal pada Hinata. Padahal tadi kan sedikit lagiiiiii.
"Ah, Hinata kamu ini. Padahal cuma sekedar kasih aja lohh. Bilang 'Selamat karena sudah menang di lomba Kanji Cup ya Naruto' tinggal gitu aja!"
"Ma—maaf." Balas Hinata sambil menunduk. Sakura menggelengkan kepalanya.
"Udah yuk. Kita duduk aja dulu." Ajak Sakura membuat kedua temannya itu ikutan duduk. Mereka duduk di kursi di depan panggung.
"Hinata, tuh Naruto." Ujar Ino sambil menggoda Hinata. Dia menyikut gadis itu sampai membuat si empunya salah tingkah seperti cacing kepanasan. Sakura lagi-lagi cuma geleng-geleng kepala.
"Eh, itu kan? Ah…sesuai rumor. Memang buaya dia." Ujar Ino lagi sambil melihat seseorang disana. Kepala Sakura dan Hinata mendongak bermaksud mencari tahu pusat perhatian Ino.
"Siapa?" Tanya Sakura.
"Tuh. Uchiha Sasuke. Si number one dari kelas A. Kita yang anak kelas B mah cuma serpihan debu." Balas Ino tanpa mengalihkan pandangannya.
"Hah?" tanya Sakura heran.
"Gak tahu kah? Rumornya kan dia deket sama semua perempuan." Balas Ino. Sakura mengerutkan dahinya. Dia memang tidak tahu apa-apa sih.
"Semuanya? Kamu juga? Hinata juga?"
"Ya enggalah! Aku udah punya Sai, bodoh! Hinata? Emang kamu pernah liat Sasuke ngobrol sama Hinata? Kalaupun dideketin juga kayaknya Hinata gamau soalnya dia udah tergila-gila banget sama Naruto." Sanggah Ino cepat. Malas dengan argument Sakura.
"A—a! jangan keras-keras Ino-chan." Hinata buru-buru mencengkram baju Ino sambil melirik cemas ke arah Naruto yang berdiri 100 m dari hadapannya.
"Ya udah. Berarti gak semua perempuan dong? Jangan kemakan gosip lah, Ino." Ucap Sakura lagi. Dia tidak terlalu kenal dengan Uchiha itu. Hanya sekedar tahu saja.
"Iya, pokoknya gitu. Ingat gak? Waktu Sasuke katanya pacaran sama Karin tuh? Mereka putus karena ibu Karin gak setuju kalau Karin sama Sasuke. Baru aja beberapa hari putus, eh aku lihat dia deket sama Sara. Terus ingat gak waktu acara pengabdian ke panti asuhan kemarin tuh? Aku lihat dia semotor sama Sara! Terus tuh ya, coba deh kalian perhatiin. Dia mau mau aja gitu kalau ada perempuan yang minta ditraktir. Maksudnya apaan coba kan? Iya aku tahu dia sultan. Cuma yah...ngapain gitu sering traktir perempuan gitu. Nyebelin banget liatnya." Ino dengan kesal mengipas-ngipaskan dirinya. Panas juga ternyata.
"Yah…yaudah sih. Bukan urusanku juga." Tanggap Sakura lagi. Sepanjang cerita Ino, matanya menatap Sasuke yang sedang mengobrol bersama perempuan.
"Tuh! Lihat kan? Itu siapa lagi diajak ngobrol sama dia. Emang baik ke semua perempuan dia itu. Buaya!" Sakura terdiam cukup lama. Sudah berapa banyak gosip bagus di angkatannya ya? Dia tidak tahu apa-apa seakan-akan Sakura bukan bagian dari mahasiswa Sastra Jepang. Jelas. Sebab yang selama ini Sakura pikirkan ialah…
"Makanya Ra, update! Jangan Gaara aja yang kamu pikirin." Ucap Ino setelahnya. Seakan tahu isi dalam pikiran Sakura saat ini. Sakura mendesah lelah. Langsung mellow kalau sudah mendengar nama sang mantan.
"Iya, iya. Aku lagi proses move on ini. Jangan diungkit terus dong." Ketus Sakura. Berusaha mengabaikan perasaannya yang campur aduk sore ini.
.
.
.
.
"Mohon bantuannya untuk kalian semua. Walaupun aku ketua, tapi kalau ada hal yang keliru…jangan segan-segan untuk menegur. Tentunya akan banyak pekerjaan dan rintangan nanti. Tapi aku mohon solidaritas kalian sampai bunkasai ini selesai." Hyuuga Neji. Mahasiswa Sastra Jepang semester 5. Sedang membungkuk setelah melakukan perkenalan singkat. Kemudian dibalas dengan tepuk tangan dari audience.
"Ah. Perkenalkan wakilku Uchiha Sasuke dari semester 3. Lalu Shion si sekretaris 1. Kemudian sekretaris 2 Haruno Sakura. Bendahara 1 Yugao dan Bendahara 2 Yamanaka Ino." Mereka masing-masing menunduk setelah nama mereka dipanggil.
"Baik kita lanjutkan dengan agenda berikutnya…" Sakura menghembuskan nafasnya lalu bersiap-siap mencatat hasil rapat. Hari ini hari perekrutan panitia dari mahasiswa baru. Sakura benar-benar tidak menyangka kalau dia bisa duduk di bangku sekretaris. Ditambah Ino jadi bendahara pula. Untung duduknya agak jauhan. Coba kalau dekat, pasti sudah bergosip mereka.
Jika boleh diceritakan, semua ini berawal ketika Sakura pulang dari bunkasai saat itu. Tiba-tiba Shion menghubunginya dan menawari posisi sekretaris. Sakura terkejut tentu saja. Tidak menyangka kalau bisa diberikan kepercayaan itu. Karena tekad Sakura untuk menyibukkan diri sudah bulat, maka dia ambil saja tawaran itu. Sudah dibilang kan? Dia ingin menyibukkan diri supaya lupa dengan mantan. Ketika dia sudah bergabung ke group chat, dia terkejut kalau Sasuke juga masuk disana. Bagaikan karma. Hidup Sakura setelah ini pastinya dipenuhi oleh Sasuke. Sebab setelahnya ia tahu bahwa Sasuke dipilih oleh Neji sebagai wakilnya. Sasuke wakil dan Sakura si wakil sekretaris. Dengan kata lain, mereka harus dekat. Benar kan? Tapi semuanya sedikit lega karena dia tidak sendiri. Ino juga ditarik jadi bendahara. Oke fix! Mereka kena karma karena sudah membicarakan Sasuke.
"Sakura. Mau ikut flashmob kayak tahun lalu gak?" Tanya Shion tiba-tiba. Sakura mengangguk cepat.
"Mau banget. Tapi dibolehin Neji-senpai gak ya?"
"Boleh. Kan kamu sekretaris 2. Tahun depan baru deh gak boleh. Itupun kalau kamu naik jabatan."
"Boleh deh. Aku ikut ya."
"Oke. Latihannya besok pagi. Jangan telat." Setelahnya Sakura mengangguk dan mereka tenggelam dalam kegiatan masing-masing.
.
.
.
"Oke, latihannya sampai sini ya. Kita sambung lagi besok" Sakura menyeka keringatnya lalu meminum air yang ia beli tadi.
"Sakura, ikut survey ke lokasi bunkasai kan?"
"Tadinya sih cuma Neji-senpai sama Sasuke aja sih."
"Neji lagi gabisa datang. Kamu temenin Sasuke aja. Kasian sendiri dia." Sakura terdiam sebentar. Rasanya agak canggung juga kalau hanya mereka berdua yang kesana kan? Ditambah mereka kesana untuk mengantar mahasiswa baru yang baru bergabung dengan kepanitiaan.
"Oke ya? Sak? Kamu kan sekretaris. Sekretaris itu tugasnya dampingin ketua." Setelahnya senior Sakura itu pergi sambil menepuk pundak Sakura. Sakura menghela nafasnya pelan. Mau bagaimanapun memang dia harus membantu Sasuke kan? Maka dari itu dia menelepon Sasuke melalui aplikasi LINE. Ini pertama kalinya Sakura menelepon Sasuke. Deg degan rasanya padahal mereka juga sudah lumayan sering bertukar pesan untuk kepentingan panitia.
"Oke. Aku segera kesana." Sakura menutup sambungan dan segera bergegas.
Sesampainya disana, ia melihat Sasuke berdiri sambil memainkan ponsel. Ekspresinya datar seperti biasa. Apa yang Sakura harapkan? Menyambut Sakura dengan senyuman? Sakura mengutuk dirinya dalam hati.
"Ha—hai" Sapa Sakura sedikit gugup. Pemuda itu lalu menoleh sekilas lalu berdiri dengan tegap sambil menyimpan ponselnya.
"Sudah ditunggu sama Asuma-san." Katanya lalu berlalu. Sakura mengingat-ingat. Oh, Asuma si Manager yang mengurus GOR ini. Panitia sudah sepakat akan mengadakan bunkasai disini, Gelanggang Olahraga Konoha. As always karena hanya ini tempat yang paling strategis. Sakura mencatat poin-poin penting yang sekiranya bisa ia jadikan notulensi nantinya. Sesekali Sakura juga menimpali obrolan ringan antara Sasuke dengan Asuma. Wah, ini pertama kalinya mereka bekerja secara langsung. Biasanya didampingi oleh senior mereka. Sakura berdecak kagum pada Sasuke yang sangat luwes dalam hal negosiasi. Sakura kira Sasuke hanya orang malas-malasan tapi pintar seperti Shikamaru. Tapi ternyata dia bertanggung jawab juga pada tugasnya. Negosiasi itu akhirnya selesai ditandai dengan Sasuke dan Asuma yang saling menjabat tangan.
"Catat-catat hal penting, Ra. Tahun depan bermanfaat." Kata Sasuke ketika mereka sudah berada di luar ruangan. Mereka kini berjalan ke dalam GOR. Menyusul mahasiswa baru dan para koordinator bidang yang melakukan survey. Sakura hanya mengangguk saja. Sadar kalau hal itu tidak disadari oleh Sasuke karena Sakura berjalan di belakangnya, Sakura lalu menjawab.
"Iya" Setelahnya hening sampai kegiatan itu selesai.
Hari-hari Sakura terus berlanjut. Tidak ada yang spesial bagi dirinya. Pagi bangun tidur, sarapan, pergi ke kampus, belajar, rapat, bergosip dengan Ino, pulang, belajar and repeat.
Begitu terus sampai tidak terasa persiapan mereka sudah hampir rampung.
Sore itu, Sakura ada jadwal rapat jam 3. Dia hampir terlambat karena jadwal kuliahnya yang terlalu mepet.
"Eh?" Betapa terkejutnya dia ketika hanya segelintir manusia saja yang baru hadir di auditorium.
"Apa-apaan sih? Ih. Tau gini aku makan dulu!" Ujarnya kesal ketika ia juga tidak melihat kelima anggota inti lainnya di meja panitia inti. Sudah capek-capek setengah berlari dari lantai 1 ke lantai 4, baru pulang kuliah, belum makan, eh anggota inti lainnya belum datang.
Shion-senpai
Kasian deh (emot meledek). Siapa suru cepat-cepat kesana
Jujur dari dalam hati, Sakura kesal sekali membaca pesan yang tertera di group chat itu.
Haruno Sakura
Woi! Aku belum makan ini hey! Jahat banget!
Setelah mengetik dengan penuh penekanan itu, Sakura memangku wajahnya. Harap-harap Ino bawa makanan. Biar aja telepati, gausah chat Ino soalnya Sakura sudah terlanjur kesal. Hampir 15 menit Sakura menunggu, tapi baru segelintir panitia saja yang datang. Sakura berdecak sebal karena ketidakprofesionalan panitia ini.
Pintu auditorium berderit menandakan seseorang baru saja masuk. Sakura mendongakkan kepalanya. Di ujung sana ada Sasuke yang sedang berjalan ke meja inti. Ketika pemuda itu mendekat, Sakura baru sadar kalau pemuda itu sedikit ngos-ngosan seperti habis berolahraga. Ah, tapi Sakura sadar juga karena dia juga sering ngos-ngosan kok kalau naik ke lantai 4 ini.
"Halo" Sapa Sakura ramah. Sekedar basa-basi saja supaya tidak canggung. Bagaimanapun tahun depan mereka akan jadi Ketua-Sekretaris kan?
"Kenapa?" Ucap Sasuke kemudian. Sakura bingung.
"Hah?" Benar kan yang didengar oleh Sakura tadi. Sasuke menggunakan intonasi naik kan? Intonasi bertanya kan? Sakura mengingat-ingat lagi mata kuliah dosennya tentang fonologi (*ilmu kebahasaan tentang bunyi-bunyi bahasa: intonasi dsb). Tapi dibandingkan harus mengingat mata kuliah itu, yang paling penting inti dari pertanyaan Sasuke kan?
"Tidak." Jawabnya kemudian membuat Sakura tambah bingung. Sakura kesal sekali karena sudah dibuat penasaran tapi tidak menemukan jawaban. Tapi akhirnya Sakura diam saja sambil melihat kantung plastik yang dibawa Sasuke. Pikirnya mungkin untuk bekal rapat nanti. Ah, Sakura jadi kembali mengingat kalau ia belum makan. Ia mengusap-usap perutnya dengan penuh prihatin. Kali ini ia benar-benar berharap kalau Ino membawakan makanan untuknya. Tapi sampai si pirang itu datang dan duduk di bangkunya pun ternyata dia tidak membawa makanan sedikitpun. Sakura ingin ke kantin tetapi seniornya sudah marah-marah karena rapat belum juga dimulai. Poor Sakura.
.
.
.
"Pulang duluan ya. Ingat notulensi dikirim ke group." Ujar seniornya, Shion lalu berlalu sambil bersenandung. Sakura mengangguk lemas. Jelas saja, sekarang sudah hampir tengah malam dan ia belum makan. Sakura mengemas barangnya satu persatu. Dia merasa sangat sangat lemas. Ingin nebeng dengan Ino tapi dia baru ingat kalau perempuan itu pasti sudah punya jadwal dengan Sai.
"Sakura" Panggil Sasuke yang membuat Sakura menoleh.
"Iya?" Sasuke terdiam sejenak hingga membuat Sakura lagi lagi merasa bingung dengan sikap pemuda ini.
"Tadi…snack yang kubawa kenapa tidak dimakan?" Sakura mengerutkan alisnya.
"Ah? Yang di atas meja itu? Yang direbut sama Ino dan Shion-senpai ya? Kukira itu memang bekal buat kamu sih. Aku juga lagi gak konsen, jadi yah…hehe. Maaf deh. Tapi makasi ya. Aku gak dengar kalau kamu nawarin ke aku juga." Balas Sakura sambil tersenyum lebar. Lebar sekali bahkan sampai terlihat seperti terpaksa. Iya terpaksa karena Sakura berharap ini cepat selesai. Perutnya sudah emergency.
"Aku memang gak nawarin ke kamu."
JLEB!
Sakura ingin mengubur saja dirinya dalam-dalam. Sudah lapar, ke-GR'an lagi.
"Ah, gi—gitu ya. Okedeh." Sakura cepat-cepat menggaruk kepalanya yang tak gatal. Sasuke menghela nafasnya pelan.
"Lain kali makan aja tanpa kutawarin." Ujarnya kemudian.
"Oke" Setelahnya Sakura cepat-cepat mengambil tasnya lalu beranjak dari sana.
"Sakura" Panggil Sasuke lagi. Suaranya bergema karena hanya mereka berdua saja yang masih tersisa disini. Sakura menoleh dan mendapati raut wajah Sasuke yang mengeras.
"Ayo makan bersama."
.
.
.
.
.
Perlu Sakura ingat lagi perkataan Ino sewaktu di acara bunkasai Universitas Kiri. 'Sasuke itu buaya!'. Setelah ajakan Sasuke tadi itu, Sakura terkejut bukan main karena itu pertama kalinya Sasuke mengajaknya makan bersama. Berdua pula. Sakura ingin menolak tapi tidak enak hati. Lagipula hanya makan kan? Kebetulan juga dia sedang lapar. Kan lucu saja kalau dia bilang tidak lapar tapi perutnya terus berbunyi. Jadi disinilah mereka sekarang, di salah satu restoran cepat saji. Sakura memakan burgernya perlahan sambil berpikir, tidak mungkin kan Sasuke modus? Sepertinya dia hanya sekedar baik saja kan? Hey! Memangnya kamu mengharapkan apa, Sakura?
"Rumahmu dimana?" Tanya Sasuke memecah keheningan. Sakura sedikit terkejut karena sedari tadi berkutat pada pikirannya.
"Di perumahan XX"
"Oh." Setelahnya hening lagi karena Sasuke menyeruput kolanya.
"Dekat."
"Hm?" Sakura bertanya. Memastikan.
"Dekat denganku." Jawabnya. Sakura ber-oh ria. Setelahnya hening lagi. Jadi Sakura menoleh kesana kemari seperti orang gila. Padahal dia tidak sedang makan sendiri, tetapi rasanya sama saja seperti makan sendirian. Melihat Sakura seperti itu, Sasuke menghela nafasnya.
"Kau ini" Sasuke menatap Sakura sambil bersedekap. Di wajahnya nampak rasa kecewa.
"Eh?" Sakura bertanya-tanya lagi.
"Jangan canggung denganku. Bagaimanapun tahun depan kita harus bekerja sama. Belajarlah jadi sekretarisku."
'Soalnya kata Ino, kamu baik ke semua perempuan sih. Gimana gak takut coba!'
"Iya, maaf ya. Mungkin karena aku baru kenal kamu. Jadinya yah...gini deh. Hehe." Sakura ingin sekali bertanya 'Sasuke, kamu ini modus kan?' tetapi tidak mungkin hal tersebut ditanyakan. Sasuke menghela nafasnya lagi.
"Jangan percaya"
"Aku gak dengar gosip apapun kok." Cela Sakura berusaha membela diri.
"Aku belum bilang apapun." Kata Sasuke santai. Sakura langsung terdiam mengutuk dirinya yang mudah terpancing. Sasuke menatap Sakura lagi dengan lekat. Sedetik kemudian matanya terpejam.
"Kalau ada yang mengganjal, tanya langsung ke orangnya." Sakura mengangguk paham seperti mengerti arah pembicaraan itu. Dalam hati Sakura kagum juga karena pemuda ini tipikal orang yang sangat peka.
"Ayo pulang. Sudah malam." Ajak pemuda itu lalu beranjak.
"Eh tu—tunggu." Tiba-tiba saja Sakura menghentikan pergerakan Sasuke.
"Pinjam ponselmu." Ujar Sakura. Sasuke bergeming.
"Sudah, jangan bengong. Siniin!" Kesal karena permintaannya tidak dipenuhi, gadis itu memaksa Sasuke lagi. Kali ini Sasuke menurutinya.
"Kamu kan bilang kalau kita harus kerja sama….jadi, kau harus terbiasa denganku. Kita mulai dari nama kontak. Tahun depan kalau kau naik jabatan kan otomatis aku jadi Sekretaris 1" Ucap Sakura sambil memperlihatkan deretan giginya. Dia memberikan kembali ponsel itu ke pemiliknya. Sedangkan pemiliknya hanya memandang ponsel itu dengan datar.
"Yuk, pulang." Lalu mereka bergegas keluar restoran.
.
.
"Terima kasih ya, Sasuke. Aku pulang duluan." Sakura lalu segera pergi tanpa menunggu balasan Sasuke. Lagi pula ini sudah malam, besok juga ia ada kelas pagi. Tetapi sebelum Sakura benar-benar sampai di kendaraannya, gadis itu mendengar suara seseorang yang paling ia rindukan.
"Sakura?" Ucap orang itu. Suaranya seperti memastikan apakah benar orang yang ia panggil benar Sakura atau tidak. Sedangkan Sakura sudah gemetar di tempatnya. Sasuke memantaunya tidak jauh dari tempat itu. Sakura menoleh ke sumber suara. Sesuai dengan dugaannya orang itu Gaara, mantan kekasihnya.
"Apa kabar?" Pemuda itu sedikit tersenyum.
"Baik" Balas Sakura sekenanya. Jauh dalam hatinya, mati-matian ia menahan diri untuk memeluk pemuda ini.
"Sudah lama sekali tidak bertemu. Terakhir bertemu sewaktu kita masih pacaran ya?" Bodoh! Kalau bisa Sakura berteriak begitu di depan pemuda ini. Tapi yang ia katakan hanya….
"Iya. Sudah lama."
"Sakura…."
Sakura hanya terdiam sambil melihat ke sembarang arah. Hatinya tidak kuat.
"Aku minta maaf." Sakura membelalakkan matanya. Tadi apa katanya?
"Maaf?"
"Iya. Untuk segalanya." Pemuda itu tersenyum lagi. Sakura merasakan matanya memanas.
"Aku baru saja bertemu dengan seseorang disini. Mengambil ini" Gaara menyodorkan sebuah kartu berbentuk persegi panjang. Sakura menerimanya tanpa melihat wajah Gaara. Di detik ini Sakura cepat-cepat menunduk, melihat apa saja asal bukan Gaara karena….
"Aku akan bertunangan, Ra." Sakura cukup tahu.
"Semoga kau bahagia." Ujarnya lagi lalu berlalu. Sakura mati-matian menahan tangis. Tapi akhirnya jatuh juga. Dia semakin menunduk. Di sisi lain, Gaara bertemu pandang dengan Sasuke. Mata hitamnya menatap lekat pemuda berambut merah ini. Dia tersenyum pada Sasuke seakan-akan seperti mengucapkan sesuatu yang hanya mereka berdua saja yang mengerti.
Ketika mata Sakura tidak melihat punggung Gaara lagi, ia jatuh ke tanah. Menangkupkan wajahnya lalu menangis meraung-raung. Dirinya sudah tidak sanggup melihat siapa nama yang ada di kartu undangan tersebut.
"Garra…" Ucapnya lirih. Siapapun yang mendengar akan ikut merasakan betapa sakitnya Sakura saat ini. Seakan semesta mendukungnya, Sakura hanya seorang diri disini karena hari sudah tengah malam. Seharusnya Sakura tidak pergi bersama Sasuke kesini. Seharusnya sekarang Sakura sudah bergulung di selimut hangatnya. Seharusnya ia tidak bertemu dengan Gaara sehingga ia tidak berakhir disini.
"Sakit sekali…" Ujarnya lagi sambil memukul-mukul dadanya. Tapi sekuat apapun itu, rasa sakit itu tidak hilang sama sekali.
"Kami sama. Jika ini takdirmu, aku tidak ingin terus menerus merasakan kesedihan ini. Aku berharap sekali saja. Pertemukan aku dengan seseorang yang bisa membuatku lupa dengan masa lalu."
Sakura berdoa dalam hatinya. Dalam keheningan malam dan dalam tangisannya yang terus menerus keluar.
TEP.
"Kuantar pulang." Sakura mendongak. Tubuhnya yang kurus telah di selimuti oleh jaket dengan bau maskulin yang khas. Orang itu lalu membantu Sakura berdiri, menuntunnya menuju kendaraannya.
"Sasuke…"
.
.
.
"Terima kasih banyak paman." Ucap Sakura membungkuk pada petugas keamanan di restoran yang kemarin ia kunjungi. Semalam ia mengingat dengan jelas bagaimana ia bisa berakhir dengan dibonceng oleh Sasuke hingga sampai di rumahnya. Motornya ia tinggalkan disini lalu pagi ini pula ketika Sakura hendak naik taksi saja ke kampus, Sasuke sudah ada di depan rumahnya sampai membuat ayah dan ibunya heboh.
"Nak, nanti siang mampir ya." Kata ibunya tadi pagi sewaktu melihat Sasuke ada di depan pagar rumahnya. Sakura tidak mengerti dengan situasi ini tetapi setelah Sasuke menghidupkan motor sportnya, dan menatap Sakura selama 3 detik, Sakura mengerti kalau Sasuke akan mengantarnya untuk mengambil motornya yang ia tinggalkan.
"Terima kasih Sasuke. Dari sini aku bisa sendiri." Ucap Sakura merasa tidak enak hati pada Sasuke.
"Aa." Setelah merespon Sakura, pemuda itu berlalu ke dalam restoran itu. Melihat itu, Sakura hanya bergidik acuh. Bersiap-siap untuk pergi ke kampus karena hari ini ada kelas pagi.
"Oi, Jidat!" Sapa Ino seperti biasa ketika melihat Sakura muncul dari pintu. As always, Ino selalu datang pagi dengan alisnya yang cetar dan make up yang rapi. Sakura tidak heran karena mereka sudah lama sekali bersahabat. Di sebelahnya sudah ada Hinata yang tersenyum cantik. Gadis itu memindahkan tasnya, bermaksud memberikan slot kursi untuk Sakura. Sakura lalu duduk dengan senang hati.
"Hari ini linguistik umum kira-kira topiknya apa ya?" Ucap Sakura sebagai pembuka kata. Hari ini mereka ada kuliah gabungan dengan kelas A.
"Please, Ra. Masih pagi. Jangan ngerusak mood." Balas Ino tersenyum paksa. Dalam hati berkata mulai deh ambisnya Sakura.
"Apaan sih? Kan cuma nanya hey. Kita udah semester 3, udah seharusnya mikirin proposal penelitian." Ino memutar matanya malas.
"Haduh, kupingku panas pagi-pagi kena siraman"
"Sudah, sudah." Ujar Hinata menengahi.
"Eh, eh. Tuh tuh." Tiba-tiba Ino menyikut lengan Hinata sambil menaikkan dagunya menunjuk ke depan. Hinata dan Sakura seketika melihat ke depan. Hinata tersipu, Sakura juga ikut tersipu. Ada Sasuke sambil membawa segelas kopi dan Naruto yang berjalan di belakangnya sambil menyampirkan tas di bahu.
"Pagi" Ucap Naruto menyapa seluruh mahasiswa. Pemuda itu lalu melihat ke arah Sakura dan kawan-kawan.
"Pagi." Ucapnya dengan semangat yang dibalas anggukan oleh Ino, Hinata yang menunduk dan Sakura yang bengong.
"Pagi Hinata, syalmu bagus." Ucap Naruto kemudian lalu berlalu. Hinata semakin memerah dan Ino menggodanya. Di samping itu, Sakura melirik Sasuke. Mereka bertemu pandang sedetik karena Sakura memutus kontaknya. Gadis itu memegang erat tangannya. Entah kenapa jantungnya bertalu-talu dan wajahnya memanas.
"Cie, Hinata." Bisik Ino, bagaimanapun hanya mereka bertiga saja yang tahu kalau Hinata mengagumi Naruto.
"Ja—jangan begitu. Nanti didengar." Hinata sudah kalang kabut menahan diri agar tidak pingsan hanya gara-gara disapa oleh Naruto. Ino sudah tertawa terbahak-bahak seperti melihat sebuah komedi.
"Heh! Aku kan godain Hinata, kenapa wajahmu juga merah?" Kini perhatian Ino teralih ke Sakura. Dia baru sadar sahabatnya itu tidak ikut menggoda Hinata.
"Ah! Itu anu…sedikit panas yah." Ucap Sakura sambil mengibas-ngibaskan tangannya ke wajah. Ino dan Hinata dibuat heran. Padahal di kelas ini ada ACnya dan AC itu menyala dengan normal.
Iyah, panas. Hati dan Jantung Sakura sedang tidak bersahabat sekarang hanya karena bertatapan beberapa detik dengan si wakil ketua.
.
.
.
Sejak saat itu, entah apa yang dirasakan oleh Sakura…dia juga tidak mengerti. Tapi tanpa diminta, gadis itu selalu memerah jika bertatapan langsung dengan Sasuke. Sakura berusaha keras untuk menutupi jantungnya yang terus bertalu. Untung dia pernah mengikuti klub drama sewaktu semester 1, jadi dia bisa menjaga image dengan baik di depan Sasuke. Yah…aktingnya tidak buruk-buruk amat.
"Besok jangan lupa temani aku MOU." (MOU: Surat perjanjian kedua belah pihak). Ucap Sasuke di suatu waktu ketika mereka secara tidak sengaja bertemu di perpustakaan.
"Hm." Balas Sakura mengangguk. Berusaha ia tahan jantungnya yang berdegup kencang. Sudah seminggu ia merasakan ini. Sasuke menyadari kalau Sakura akhir-akhir ini menghindarinya. Sadar kalau sedang diawasi, Sakura lalu pamit undur diri.
"Sakura." Sasuke mencekal tangan gadis itu membuat Sakura menoleh ke belakang.
"I—iya?"
"Kau menghindar?" Tanya Sasuke.
"Engga kok. Engga. Agak panas aja disini soalnya, Hehe." Balas Sakura cepat. Dia berusaha mati-matian untuk menjaga jarak. Takut jika Sasuke mendengar detak jantungnya yang tidak normal.
"Hn. Jangan lupa minggu depan."
"Iya." Setelahnya tangan Sasuke sudah tidak memegang tangan Sakura lagi.
"Duluan ya. Besok kalau aku sudah sampai, aku hubungi lagi." Karena tidak mendapatkan balasan dari Sasuke, Sakura lalu cepat-cepat keluar. Menyelamatkan jantungnya yang hampir copot.
"Kenapa begini sih? Masa iya suka sama Sasuke? Ingat kata Ino, Ra!" Gumam Sakura dalam hati. Berusaha menolak kemungkinan-kemungkinan yang menyebabkan jantungnya bertalu setiap melihat Sasuke. Melihat Sakura yang sudah hilang di balik pintu membuat Sasuke merasa kecewa dan menatap Sakura dengan sendu. Dalam hatinya bertanya-tanya apakah gadis itu baik-baik saja setelah kejadian itu? Entahlah. Apapun itu, Sasuke juga tidak mungkin kan secara gamblang menanyakan hal privasi itu?
.
.
.
Sakura berlari sedikit menuju salah satu mall di daerah Konoha. Dia sedikit mengutuk dirinya yang terlambat bangun gara-gara menyusun laporan mingguan. Padahal pagi ini ia sudah berjanji untuk menemani Sasuke.
"Terima kasih banyak." Sasuke berjabat tangan dengan manager perusahaan es krim yang menjadi salah satu sponsor. Sakura melihatnya dari pintu masuk. Mereka berada di salah satu restoran. Sasuke melihat Sakura juga. Tapi pemuda itu memalingkan wajahnya lagi dan melanjutkan perbincangan sederhana dengan kliennya. Dalam hati Sakura sangat menyesal sekarang. Kalau saja ia tidak lembur kemarin, dia pasti bisa datang tepat waktu. Tapi dibandingkan itu, Sakura juga merasakan perasaannya yang aneh karena Sasuke tidak datang sendiri. Melainkan bersama seseorang yang sangat familiar. Teman sekelasnya, Sara.
"Aku kenapa sih?" Tanyanya berbisik. Sakura merasakan sakit seperti halnya ketika malam itu saat mendengar bahwa Gaara akan bertunangan. Tapi, perasaan ini lebih sakit daripada saat itu. Tidak ingin terlalu larut dengan perasaannya, gadis itu menunggu di luar. Duduk di sebuah kursi yang menghadap ke lantai bawah. Menampilkan sebuah pertunjukan fashion dengan model yang berlenggak lenggok.
"Eh? Sakura bukan sih?" Sakura dibuat menoleh karena suara itu. Dia melihat Sara bersama Sasuke.
"Oh. Hai." Sapa Sakura dengan deretan giginya yang putih. Padahal dalam hati nyesek pake banget.
"Kebetulan yah, aku lagi nemenin Sasuke" Ucapnya lalu memeluk lengan Sasuke. Mata Sakura tidak bisa untuk tidak melihat itu. Iyalah! Jelas banget di depan mata!
"Ah, iya sebenarnya…"
"Ingat laporan mingguan deadline sore ini." Potong Sasuke dengan wajahnya yang kesal. Sakura tertegun sampai dia tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya.
"Iya" Seakan tahu kalau Sakura ingin menjelaskan keadaannya, Sasuke memotong seakan tidak ingin mendengarkan alasannya. Mungkin saja pemuda itu sudah berpikir kalau Sakura tidak profesional kan? Jelas saja. Mana ada sekretaris yang bangun kesiangan seperti dia? Ceroboh sekali. Sakura pamit undur diri setelah mengucapan salam perpisahan pada kedua pasangan itu. Dia menoleh ke belakang berharap Sasuke melihatnya barang sedikit. Tetapi itu semua hanya angan-angannya saja karena pemuda itu terus berjalan bersama Sara yang menggandengnya.
.
.
Sakura memasuki kelasnya. Dia langsung duduk di samping Ino yang sedang melihat tutorial make up di Instagram.
"Ra, menurutmu kalau aku pake tutorial ini ke acara pernikahan kakanya Sai, cocok gak ya?" Ino menyodorkan ponselnya ke arah Sakura. Tapi dia tidak mendapatkan jawaban apapun karena gadis itu menyembunyikan wajahnya di balik lipatan tangan. Ino yang sudah lama bersahabat dengan Sakura mengerti bahwa Sakura sedang galau. Ino tidak tahu apa penyebabnya. Biarkan saja, nanti pasti gadis itu akan cerita sendiri.
"Capek banget kalau sama Kurenai-sensei. Gak bisa santai sama sekali." Ujar Ino sambil memijit pundaknya seakan-akan belajar bersama Kurenai-sensei adalah sebuah beban.
"Sabar ya, Ino-chan." Hinata ikut mengusap-usap pundak gadis itu.
"Makasi ya Hinata. Baik banget kamu, nanti aku jodohin sama Naruto deh. Eh? Itu Naruto. Naruto!" Teriak Ino tiba-tiba sambil melambaikan tangannya. Benar saja ada Naruto tepat di depan mereka. Wajah Hinata langsung memerah.
"Oi!" Sahut Naruto dari sana. Sakura melihat Sasuke di sebelahnya. Rautnya masih sama seperti dua hari yang lalu saat ia datang terlambat ke tempat perjanjian. Sakura langsung tersenyum canggung. Mencoba untuk melupakan kejadian itu.
"Senpai" Seseorang menghampiri Sakura. Rambutnya jabrik.
"Oh, Konohamaru kan?" Tanya Sakura. Mencoba mengingat. Pemuda itu tersenyum.
"Iya, yang kemarin jadi ketua di kelompok pas inisiasi." Katanya.
"Halo Ino-senpai, Hinata-senpai." Sambungnya kemudian. Ino dan Hinata membalasnya dengan anggukan.
"Ah, ini aku ada oleh-oleh dari Suna. Madu lebah murni. Bisa diminum 2x sehari sewaktu pagi dan malam hari. Bisa juga dioles untuk kantung mata. Sakura-senpai memang hebat ya. Padahal jadi sekretaris itu gak gampang loh. Istirahat yang cukup ya." Ucapnya lalu mengusap-usap rambut Sakura sampai Ino dan Hinata terkejut dibuatnya. Di seberang sana sebuah mata hitam terus melihat interaksi tersebut. Matanya seperti mengobarkan api. Ya, api cemburu. Tetapi si empunya tidak mau mengaku. Ino menyadari hal tersebut. Dia lalu tersenyum lalu dengan sengaja menjatuhkan dirinya ke Sakura hingga membuat sahabatnya itu berakhir di pelukan Konohamaru.
"Eh, maaf. Tensiku rendah jadi agak oleng. Maaf ya Sakura. Makasi ya Konohamaru. Kalau gak ada kamu, Sakura udah nempel di lantai kayaknya." Ucapnya sambil pura-pura memegang kepala. Gadis itu mencuri pandang ke arah bola mata hitam. Wajahnya mengeras. Ino tersenyum dalam hati melihatnya.
"Rasain!"
"Senpai, tidak apa?" Tanya Konohamaru ketika melepas Sakura.
"Ah, I—iya. Terima kasih madunya ya. Aku duluan." Kata Sakura lalu berlalu. Dalam hati malu sekali karena kejadian tadi dilihat oleh banyak orang. Sakura tidak sadar kalau Sasuke masih di posisinya. Berdiri mematung dengan wajah yang mengeras.
"Sabar ya bro." Kata Naruto sambil menepuk pundak sahabatnya. Si empunya hanya diam saja.
.
.
.
TEP!
"Untuk senpai." Seseorang itu meletakkan sebuah cup yang Sakura yakini kalau itu adalah kopi.
"Terima kasih. Tapi aku gak bisa minum kopi." Sakura tersenyum takut. Tidak tega karena Konohamaru sudah repot-repot membelikannya kopi. Ini kali ketiga pemuda itu membawakan sesuatu untuk Sakura. Tentu hal tersebut menjadi bulan-bulanan teman-temannya. Sebab secara tiba-tiba, junior yang katanya tampan itu menunjukkan perhatian lebih ke Sakura. Tidak salah kan kalau mereka berpikir kalau Konohamaru menaruh hati pada si sekretaris ini?
"Ah, maaf. Aku engga tahu. Sakura-senpai suka apa?"
"Hah? Hem…apa aja sih. Tapi serius. Jangan…."
"Oke. Nanti setelah aku kelas, aku bawain lagi." Belum sempat Sakura menyelesaikan ucapannya, pemuda itu sudah berlalu.
"CIEEE" Dan Sakura lagi-lagi mendapat ejekan tersebut dari teman-temannya. Kali ini lebih banyak karena pagi ini mereka ada kelas gabungan.
"Gila, gila! Sahabatku memang top!" Kata Ino sambil bertepuk tangan.
"Heh! Sejak kapan? Kok bisa?" Tanya Tenten heboh.
"Hoo~ jadi bersemi dari inisiasi ya?" Ejek Temari ikut-ikutan.
"Engga kok. Gaada apa-apa." Sanggah Sakura. Biar bagaimanapun dia memang tidak memiliki hubungan apapun dengan Konohamaru.
"Omedetou, Sakura-chan."
"Heh! Kok Hinata ikut-ikutan!" Protes Sakura. Gadis itu sepertinya sudah tertular virus Ino.
"Kopinya buat aku aja ya Sak. Ingat! Kamu alergi kopi! Sakura kan sukanya MATCHA LATTE." Tanpa mendapat persetujuan, Ino sudah mengambil gelas itu.
"Ambil aja. Gausah teriak-teriak gitu, aelah!" Sakura sudah menoyor kepala Ino sampai membuat gadis itu tersedak kopi.
"Sas…" Naruto menoleh ke Sasuke. Tapi sahabatnya itu hanya diam saja sambil membaca buku kanji. Naruto lalu menghembuskan nafas panjangnya. Kelas itu pun akhirnya dimulai.
.
.
.
"Besok di yang jaga di kampus, Sakura, Shion dan Sasuke. Aku datang waktu acara pembukaan aja. Sisanya stay di lokasi bunkasai bareng Ino dan Yugao. Kalau ada apa-apa di kampus, aku serahin ke Sasuke. Anggap aja latihan buat tahun depan. Ngerti?"
"Baik senpai/baik"
Sore menjelang malam. Panitia sibuk mempersiapkan rangkaian kegiatan di kampus. Sebagian ada yang membantu pemasangan toori di GOR. Neji, setelah memberikan arahan tersebut langung menghilang. Hendak ke GOR untuk melihat pemasangan toori katanya (*baca Committee, penjelasan tentang toori).
"Hey, anak-anak bidang perlengkapan. Sudah beli sabun cuci tangan sama tissue belum sih?" Anggota bidang perlengkapan yang mendengar suara Shion itu hanya saling menatap. Seakan tidak tahu menahu.
"Kurang tahu senpai" jawab salah satu diantaranya setelah beberapa detik.
"Hah? Kan sudah dari minggu lalu aku suruh beli. Sekarang sudah malam gini kapan mau masang di tiap toilet? Nunggu sampe malam banget? Makanya kemarin-kemarin kalau dikasi tahu itu nurut dong. Udah dikasi list juga. Udah ah! Sakura, tolong beliin sabun cuci tangan sama tissue ya. Ini uangnya, kamu beli kira-kira aja yang penting tiap toilet ada." Shion yang sedang tersulut emosi lalu pergi meninggalkan auditorium. Entah kemana senior itu, yang jelas anggota bidang perlengkapan saling menunduk takut bertatapan dengan Shion.
"Oke." Sakura langsung berangkat. Takut kalau seniornya itu makin marah kalau dia tidak sigap.
"Kayaknya udah cukup deh ini." Sakura menghitung sekali lagi jumlah tissue dan sabun cuci tangan yang ia beli. Kalau sampai kurang bisa repot. Setelah memastikan sekali lagi, ia menuju kasir dan membayar belanjaannya.
"Eh?" Sakura melihat sosok yang sangat dikenalinya di seberang sana ketika ia baru saja keluar dari minimarket.
"Sasuke bukan sih?" matanya berkedip beberapa kali. Setelahnya lagi dan lagi pipinya bersemu dan dadanya bertalu.
"Pasti aku udah gila hayalin Sasuke. Jelas-jelas dia tadi ikut Neji-senpai ke GOR kan. Mana mungkin dia ada disini." Sakura menggelengkan kepalanya beberapa kali lalu cepat-cepat kembali ke kampus.
.
.
"Ra, kerjaan udah selesai belum?" Sakura yang sedang menyapu, menoleh ke pintu.
"Lagi dikit. Bantuin dong, No. Capek nih." Ujar Sakura agak lemas. Waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam. Ino dan Sakura kebagian tugas bersih-bersih di lantai 3 bersama junior-junior yang masih bertahan. Sisanya entah kabur kemana.
"Iya. Abis ini, makan yuk. Laper banget. Make upku udah luntur juga." Kata Ino memelas. Sakura mendengus kesal. Luntur-luntur gitu toh dia tetap cantik. Sakura malas mengakuinya tapi memang itu faktanya.
"Oke." Setelahnya mereka membersihkan ruangan itu berdua.
"Sai! Aku capek banget, honey!" Teriak Ino dari lantai 3. Dia langsung buru-buru turun setelah melihat kekasihnya itu dari jendela kelas.
"Eh? Ino! Ini bangkunya diatur dulu. Woi!" Teriak Sakura karena Ino tiba-tiba saja pergi meninggalkannya. Dengan kesal dan bersusah payah, gadis itu mengatur bangku sendirian. Ditambah sudah malam dan dia….sendiri. Sakura menyadari itu lalu bulu kuduknya berdiri. Dia melihat sekeliling.
"Aman" pikirnya. Dia melanjutkan kegiatannya dengan cepat.
"Sakura."
"KYAAA!" Sakura terkejut dan mendapati sosok Sasuke yang ikutan terkejut.
"Hee?" Sakura jadi malu.
"Ma—maaf. Kukira tadi…"
"Hm…"
Sasuke dan Sakura sekarang sama-sama terdiam. Lalu keheningan itu berakhir ketika Sasuke membantu Sakura mengatur meja-meja yang tersisa.
"Ah, makasi." Ujar Sakura merasa malu.
"Hn. Ayo turun." Balasnya setelah mengatur meja terakhir. Sakura mengangguk dan mematikan lampu kelas, memastikan AC tidak menyala, dan menutup pintu. Sakura baru sadar kalau suasana kampus saat malam hari benar-benar seram. Dia berjalan cepat berusaha menyamakan langkah Sasuke. Sasuke yang menyadari, melambatkan langkahnya. Sesampainya di lantai dasar, Sakura melihat Ino yang duduk menyender pada Sai. Di sampingnya ada Naruto dan Hinata.
"Hai Sakura!" Sapa Ino tanpa melepaskan pelukannya dari Sai.
"Dasar, babi." Suara Sakura dalam hati.
"Senpai? Kupikir sudah pulang. Baru aja aku kirim chat." Sakura menoleh dan mendapati Konohamaru yang tiba-tiba ada di sampingnya.
"Ah? HPku mati. Kehabisan daya." Balas Sakura tersenyum. Konohamaru ikut tersenyum melihatnya. Sasuke tidak melepas pemandangan itu. Sedangkan Naruto yang daritadi memainkan ponsel dan Ino yang sibuk dengan Sai, sama-sama mengawasi sahabat mereka itu.
"Oh iya. Kebetulan besok aku juga jaga di kampus. Jadi kalau senpai mau…"
"Sakura. Besok jam 6 kita make sure semua persiapan. Neji menyuruhku dan kau untuk melakukan itu. Rumah kita searah. Ku jemput jam setengah 6. Jangan terlambat." Ucap Sasuke tiba-tiba. Ucapannya berantakan, tapi setidaknya Sakura bisa sedikit paham isinya. Naruto dan Ino yang melihatnya tidak kuat untuk tertawa. Mati-matian mereka menahannya.
"Aa..ah. Oke. Tadi kenapa Konohamaru?" Sakura melihat Konohamaru lagi. Tapi pemuda itu hanya tersenyum saja.
"Tidak. Sampai jumpa besok, senpai." Ujarnya sambil menepuk kepala Sakura lalu berlalu. Sakura agak bersemu diperlakukan seperti itu.
Di sisi lain…
"Mendokusei. Berapa lama aku harus membawa minuman bodoh ini hah?" Ujar si pemuda berambut nanas sambil berdiri di pagar kampus. Dia membawa sebuah cup berisi minuman.
Drrt. Ponsel pemuda itu bergetar. Dengan malas, ia mengecek dan benar saja….
Uchiha Sasuke
Minumannya untuk kau saja
"Benar-benar merepotkan." Ujarnya sambil mengusap wajahnya dengan kasar.
"Oi! Temari! Ini untukmu." Shikamaru menyerahkan cup itu ke Temari ketika gadis itu hendak pulang. Setelahnya Shikamaru berjalan masuk ke kampus untuk mengambil motornya lalu pulang dan tidur. Malas sekali dari tadi disuru Sasuke. Sedangkan Temari yang diberikan minuman itu terdiam cukup lama.
"Matcha latte?" Ujarnya ketika menyesap sedikit minuman itu. Dirinya bersemu kemudian.
.
.
.
Pukul setengah 6 pagi, Sakura mendapati Sasuke di depan rumahnya. Pemuda itu tampak rapi dengan setelah jas almamater kampus. Sakura berjalan mengendap-endap. Malas ketahuan ibu dan ayahnya kalau lagi-lagi Sasuke datang ke rumahnya lagi. Bisa-bisa mereka benar-benar menyangka kalau Sasuke itu pacarnya! Bisa gawat kan?
"Kenapa jalannya begitu?" Tanya Sasuke ketika Sakura pelan-pelan menutup pagar.
"Ah, engga. Hehe. Yuk berangkat." Kata Sakura sedikit berbisik. Sasuke menyipitkan matanya. Tapi pemuda itu menurut saja karena ia sudah menyalakan mesin motornya. Sakura langsung naik ke motor itu dan berpikir kalau rencananya berjalan lancar.
"Sakura, bekalnya nak. Eh? Ayah! Si ganteng datang lagi." Sakura langsung meringis, jadi dia langsung menepuk pundak Sasuke. Bermaksud memberikan kode agar pemuda itu langsung jalan saja. Tapi Sasuke malah diam dan turun dari motornya ketika ibunya lagi-lagi berteriak.
"Ini bekalnya ya nak. Tolong antar Sakura dengan selamat ya." Kata ibunya.
"Baik bibi. Selamat pagi paman." Sakura meringis melihat Sasuke yang membungkuk menyapa ayahnya. Wajah ayahnya tampak sok cool, padahal ayahnya itu lebih cocok jadi pelawak saja.
"Hn. Silahkan berangkat." Katanya. Sakura menepuk jidat.
"Ayah, Ibu. Sudah ya. Sasuke, ayo cepat nanti dimarahin Neji-senpai." Teriaknya.
"Sakura! Jangan panggil begitu! Panggil Sasuke-kun!" Sakura ingin pingsan rasanya. Maaf ya Sasuke…
.
.
"Sampai jumpa di lomba tahun depan!" Setelahnya para peserta bertepuk tangan dan lagu Anly-Kara no Kokoro memenuhi ruangan auditorium. Sakura menghela nafasnya dengan lega. Satu hari sudah selesai tinggal menunggu besok saja di acara festival. Seharian tadi dia sudah lelah sekali ditambah dengan harus naik turun tangga dan sialnya dia memakai heels.
"Foto-foto yuk. Inti dulu ya! Sasuke, Sakura, Shion. Ayo cepat." Salah satu panitia dokumentasi memanggil melalui michrophone. Sasuke dan Sakura yang dipanggil, menurut dan berdiri di atas panggung.
"Eh, Shion mana ya? Shion?" Panggil panitia itu lagi. Sakura ikut-ikutan mendongakkan kepalanya mencari seniornya itu. Mata Sasuke melirik itu dan ia tersenyum samar.
"Kalian dulu deh yang foto."
"Eh? Be—berdua?" Sakura menunjuk dirinya dan Sasuke bergantian. Kalau berdua begini, Sakura takut agak canggung.
"Woi cepetan woi! Mau gantian nih."
"Sasuke, Sakura! Mendekat! 1….2…"
Sakura panik, dia tidak tahu harus bergaya apa. Jadi dia hanya asal mendekat saja dan tersenyum. Sasuke yang terkejut karena Sakura tiba-tiba mendekat secara reflek merangkul Sakura dan melihat gadis itu.
"…3"
CKREK!
.
.
.
.
"Pesanan meja 12!"
"Pesanan meja 1"
Suasana hari terakhir kegiatan bazzar yang dilaksanakan oleh mahasiswa jurusan Sastra Jepang ini sangat crowded namun meriah. Di meja indoor, langit-langitnya dihiasi tumbler dan lampion berbentuk bulan. Di panggung juga terdapat ornament-ornamen bulan dan bintang sesuai dengan tema mereka, tema bulan.
"Di tema ini, aku dan teman-teman ingin memberitahu kalian bahwa bazzar kita dipenuhi oleh cahaya bulan purnama yang terang namun lembut. Sama seperti kita yang menyambut tamu dengan senyuman yang lembut namun bersemangat." Kata Sakura ketika ia mengajukan tema ini di rapat. Benar saja, tema ini terpilih seperti yang ia harapkan. Sakura berdiri di samping panggung. Wajahnya serius sekali sambil mencoret-coret draft acara. Dia menekan tombol di walkie talkienya.
"Moegi, 5 menit lagi suru pengisi acara stay di samping panggung." Katanya.
"Baik senpai." Balas Moegi. Sakura mendengar itu dan ia kembali mencoret draftnya.
"Kiba, ini draft untukmu. Ini perbaikan yang terakhir. Close request lagu dan salam-salam. Jangan diterima lagi." Sakura menyerahkan kertas yang ia coret tadi. Kiba mengangguk. Wajahnya sudah lelah, tapi Sakura lebih lelah lagi. Matanya berkantung.
Sakura melepas kalung id yang ia pakai. Ia melepas draftnya dari kantung id card lalu menggantinya dengan yang baru. Draft baru yang ia coret-coret tadi. Lalu ia kalungkan lagi id card itu. Dia berjalan menuju stand tarot hendak mengecek situasi disana. Ketika dia berjalan, dia mengambil walkie talkienya. Sesekali ia mengangguk untuk membalas sapaan junior-junior yang menyapanya. Di lengannya tertera armband 'Koo Bidang Acara' dan di punggungya seolah-olah tertulis secara semu 'Don't disturb me'. Begitu sepertinya karena semenjak gadis itu menjabat sebagai sekretaris 2, orang-orang menyadari bahwa Sakura adalah tipe orang yang bertanggung jawab kalau diberikan tugas. Saking seriusnya, dia akan mengamuk kalau ada yang menganggunya bekerja.
"Aman kan?" Ucap Sakura ketika sampai di stand tarot. Dia melihat Tenten sedang menghitung uang.
"Aman dong. Lihat nih, hari terakhir banyak banget kan?" Jawabnya sambil mengipas-ngipaskan wajahnya dengan uang. Sakura tertawa pelan dan menggelengkan kepala.
"Di dalem, ada yang lagi narot?" Tanyanya. Tenten mengangguk.
"Ada. Si Naruto. Eh, Ra. Tahu gak? Tadi Sasuke juga masuk." Katanya berbisik. Sakura terkejut sedikit.
"Eh?"
"Iya. Tapi sebentar banget." Sakura sedikit penasaran. Tapi mau dia beneran masuk atau engga juga that's not her business kan?
"Sakura." Panggil Naruto ketika Sakura hendak berlalu dari sana. Pemuda itu baru saja keluar dari ruangan tarot. Senyumannya lebar seperti biasa. Bahkan saat ini 5 kali lebih lebar rasanya.
"Aku lagi bahagia banget, Ra!" Sambungnya lagi hingga membuat alis Sakura mengerut.
"Oh ya?" tanyanya.
"Iya." Naruto mengangguk semangat. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri.
"Katanya, rencanaku nembak gebetan bakalan berhasil, Ra." Sambungnya lagi. Sakura terkejut tapi tidak ada kata-kata yang keluar dari bibirnya. Tunggu-tunggu…Naruto punya gadis yang disuka? Terus nasib Hinata gimana?
"Aku duluan ya." Naruto lalu berlalu tanpa menunggu respon Sakura lagi. Sakura terdiam sebentar sampai suara Kiba dari walkie talkie menyadarkannya. Dia cepat-cepat kembali ke panggung untuk mengontrol disana.
"Eh? Maaf-maaf." Sakura menepuk-nepuk pundak seseorang yang baru saja ia tabrak. Pasti sakit sekali rasanya karena tadi Sakura menabraknya cukup keras. Orang itu hanya menatap Sakura datar. Dia membiarkan Sakura memegang pundaknya. Padahal yang tadi itu tidak sakit sama sekali menurutnya.
"Hn." Sahutnya sambil melihat benda di leher Sakura yang mencolok.
"Supaya aku ingat terus. Kalau seperti ini mudah untuk controlling" Jelas Sakura tanpa diminta ketika Sasuke melihat kalung itu. Sasuke menatap lagi id card yang Sakura kalungkan itu. Penuh dengan coretan seakan-akan menggambarkan perjuangan Sakura hari ini.
"Udah dulu ya Sas." Lalu dia berlalu. Sasuke tetap di posisinya sambil melihat rambut Sakura yang bergoyang-goyang seiring dengan langkahnya. Matanya terus menatap entah apa yang dipikirkannya.
"Nih ambil, aku malas minum es teh." Sasuke menoleh ketika indera pendengarannya tidak sengaja melihat pasangan Shikamaru dan Temari di ujung sana. Temari menerimanya sedangkan Ino disampingnya mendengus.
"Tsundere banget. Bilang aja memang rencana ngasi." Temari meminumnya dengan tenang. Samar-samar ada semburat di pipinya. Sedangkan Shikamaru menampik pernyataan Ino. Diam-diam telinganya juga merah. Sasuke terdiam sesaat.
.
.
"Moegi, tahan dulu pengisi acara di ruang tunggu ya. Disini masih muter lagu. Abis ini mau pengumuman close order dulu."
PIP!
"Baik senpai."
PIP!
"Hah….capek!" Sakura merentangkan kedua tangannya lalu menyeka keringat di dahi. Dia mengecek sekali lagi draft di kalungnya lalu tersenyum puas karena perkiraan waktu yang ia atur tadi sudah pas.
"Semangat, Ra. Lagi dikit nih. Abis ini bebas deh." Kata Kiba sambil tetap fokus pada laptopnya.
"Iya, lagi bentar banget." Jawabnya singkat. Sejujurnya Sakura sudah letih sekali karena ia harus bolak-balik ruang panitia-panggung. Dia ingin sekali minum tapi kakinya malas sekali untuk sekedar mengambil air putih di ruang panitia.
TUK.
Sakura memandang segelas es teh di meja kerjanya. Buru-buru dia mendongak dan melihat Sasuke. Sakura terkejut, matanya berkedip-kedip. Kiba sama terkejutnya, tapi dia diam saja sambil pura-pura fokus dengan playlist di monitor.
"Naruto si baka itu membuang-buang uangku. Tau-tau sudah minum es tehnya Shikamaru tadi sampai dia marah. Ini buatmu saja, Sakura." Sasuke menatap Sakura yang masih setia dengan wajah polosnya. Sasuke gemas tapi ia tahan.
"Ah, iya. Lumayan. Rejeki gak boleh ditolak." Sahutnya lalu buru-buru meminum es teh itu. Di ruang panitia Naruto tiba-tiba bersin. Badannya menggigil padahal suhu AC gak dingin-dingin amat.
"Masih banyak pengisi acaranya, Ra?" Tanya Sasuke beberapa saat kemudian setelah Sakura menyeruput es tehnya.
"Lagi 1 kok. Lagi bentar kita closing." Jawabnya. Dia mengaduk-ngaduk es batu yang ternyata es tehnya sudah habis. Gadis itu kesal sekali kenapa semua pedagang kalau buat es teh, esnya selalu banyak dan airnya sedikit?
Sasuke menatap gadis itu yang tengah mengaduk-ngaduk gelasnya. Wajahnya berkilap karena minyak dan keringat. Rambutnya juga agak berantakan. Sakura pasti lelah sekali. Tangan pemuda itu terangkat hendak meraih. Tapi ia urungkan dan memasukkan tangannya ke dalam saku. Kiba melirik momen itu dari ekor matanya. Dia paham situasi ini. Jadi ia pura-pura ke toilet. Menyisakan mereka berdua saja.
"Sakura." Panggilnya. Sakura menoleh.
"Nanti, jangan pulang dulu." Katanya.
.
.
.
Jantung Sakura berdegup sangat kencang sekali malam ini. Dia berpikir keras asupan apa yang masuk ke perutnya sampai-sampai membuat jantungnya seperti ini?
"Sarapan roti, air putih, buah, ayam goreng, nasi kotak, es teh…." Sakura berhenti bergumam. Wajahnya merona tipis. Yang benar saja! Masa iya gara-gara es teh?
"Yuk cepat. Ruangannya mau dikunci." Sakura tersadar setelah mendengar suruhan dari panitia perlengkapan. Sakura menggeleng cepat berusaha sadar lalu merapikan barang-barangnya dengan cepat. Ketika ia keluar dari ruangan, semua panitia sudah meninggalkan lokasi. Dia hanya melihat beberapa saja yang masih ada disini. Termasuk Sasuke yang berdiri bersama Naruto dan Sai di depan gerbang. Sakura secara otomatis berhenti. Dia kembali merona ketika mengingat ucapan Sasuke tadi….
"Ra, jangan pulang dulu!" Bukan. Sasuke tidak seperti itu cara pengucapannya tadi.
"Ra!" Ino menarik tubuh Sakura lalu bersembunyi di balik meja yang belum dibereskan oleh panitia. Sakura tersadar lalu menatap Ino penuh tanya. Gadis itu ternganga begitu melihat temannya, Hinata berdiri kaku di hadapan Naruto yang sedang membawa bunga. Di belakangnya Sai, Shikamaru dan Sasuke membawa poster. Kalau dihubungkan maka akan terbaca "I (LOVE) U".
Sakura tidak mendengar secara jelas apa yang Naruto bicarakan. Tapi karena melihat Hinata yang memerah lalu mengangguk cepat sekali dan Naruto yang memeluknya…bisa Sakura simpulkan bahwa….
"Yes! Akhirnya kesampaian juga, Hinata!" Teriak Ino lalu menarik tangan Sakura. Sakura yang baru sadar merasa kayak jadi orang paling bodoh. Dia menatap Sasuke yang juga menatapnya. Jadi…'jangan pulang dulu' yang dimaksud Sasuke itu ini ya?
"Aku sama Hinata udah punya doi, nih. Kamu kapan Ra? Betah banget jomblo." Celetuk Ino membuat Sakura tersenyum miris. Dia memang sudah merelakan Gaara sejak Sakura menghadiri pertunangan Gaara. Tapi untuk memiliki pasangan lagi rasanya…
"Engga dulu deh." Pikirnya begitu. Hatinya masih belum siap. Entah refleks atau bagaimana, Sakura menatap Sasuke sekilas. Pemuda itu juga sama. Seperti ada sesuatu yang disampaikan tapi Sakura pun juga tidak tahu apa itu.
.
.
Sakura berjalan menuju parkiran. Dia lupa kalau barangnya ketinggalan di ruang panitia. Untung belum dikunci. Hinata sudah dibawa kabur oleh pacar barunya itu. Masih ingin bersama Hinata kata Naruto. Jadilah Sakura pulang bersama Sasuke. Naruto yang minta karena tadi sore Sakura bareng Hinata ke lokasi.
Ketika kaki Sakura menginjak lokasi parkiran, dia melihat pemuda itu. Berdiri di samping motornya. Badannya sedikit menegak ketika Sakura menghampirinya. Sakura sedikit menetralkan suaranya lalu tangan Sasuke terulur. Membantunya membawa barang-barangnya lalu menyodorkan helm. Sakura tersenyum. Sekali lagi mati-matian ia menahan gejolak di dalam dirinya.
"Tadi kamu nyuru aku jangan pulang dulu buat nungguin Naruto nembak Hinata doang?" Tanya Sakura setengah berteriak karena angin malam yang membuat telinga mereka berdengung.
"Aa."
"Oh" Setelahnya hening lagi. Ternyata benar, hanya itu saja. Sakura merasa agak kecewa.
"Sebenarnya ada hal yang mau kusampaikan." Lanjut pemuda itu. Sakura terkejut di bangkunya dan mencondongkan wajahnya ke depan.
"Apa?" Tanyanya setengah teriak. Supaya didengar Sasuke. Sasuke hanya tersenyum menanggapinya.
"Lain kali aja." Yang berhasil membuat Sakura mendengus.
"Kamu jadi datang ke tunangan mantanmu itu?" Tanya Sasuke tiba-tiba. Sakura mengangkat bahunya acuh.
"Datang. Sama Ino. Sekarang mah bodo amat." Jawaban itu membuat Sasuke tersenyum tipis.
Sepanjang jalan, di malam itu Sakura bercerita apa saja. Rasanya nyaman sekali walaupun Sasuke hanya menimpali dengan beberapa kata. Sakura merasa hatinya kembali terisi. Penuh sampai sesak. Malam ini, puncaknya Sakura menyadari bahwa ia kembali jatuh cinta!
.
.
.
"Ini acara yang sangat bagus. Nanti kirimkan saja saya undangannya supaya saya bisa mengatur jadwal ya." Sakura dan Sasuke tersenyum di kursinya masing-masing.
"Ha'i. Arigatou gozaimashita." (Baik, terima kasih banyak). Mereka sama-sama melakukan ojigi (*ojigi= sikap membungkuk hormat). Lalu keluar dengan perasaan yang amat senang.
"Sakura." Panggil Sasuke ketika mereka sudah keluar dari ruangan Ketua Departemen Pendidikan Konoha. Sakura menoleh.
"Jadwalku habis ini apa?"
"Jam 3 sore nanti habis kuliah, kamu ketemu vendor stage. Yang aku certain itu loh. Inget kan stage yang kukirim fotonya ke kamu?" Sasuke mengangguk. Sakura tersenyum senang sekali karena stage impiannya akan terwujud kalau kerjasama sponsor dengan vendor berjalan baik.
"Aku perlu ikut nih, Sasuke-kun?" Tanyanya. Sakura agak sedikit geli sebenarnya. Entah siapa yang memulai atau memang karena mereka sekarang sudah jadi Ketua-Sekretaris, mereka dekat sekali sampai-sampai 1 angkatan mengira mereka berpacaran. Sakura juga sudah berani memanggil Sasuke dengan embel-embel meskipun dia masih agak ragu dan malu setiap memanggil Sasuke dengan sufiks itu.
"Aa." Jawab Sasuke singkat. Mereka lalu melenggang. Kembali ke kampus karena mereka hanya ijin sebentar pada dosen. Ketika mereka datang dan masuk ke kelas, semua mata memandang mereka. Ada yang melirik dengan pandangan mengejek seolah-olah menggoda 'Kapan resminya nih? Kedok panitia mulu.', ada juga yang menatap tidak suka. Hey! Ingat, Sasuke itu banyak fansnya. Perempuan-perempuan yang sudah terbiasa menempel pada Sasuke sekarang mendadak tidak bisa meraih pemuda itu lagi semenjak ia sibuk panitia dengan sekretarisnya.
Mereka berdua lalu duduk setelah diijinkan oleh dosen. Duduk paling belakang agak jauh dengan Ino dan teman-teman akrab mereka. Dari jauh Ino sudah menggoda Sakura dengan menaik-turunkan alisnya. Sakura melotot seakan-akan meminta Ino berhenti. Sakura lalu mendengus kasar karena lagi dan lagi mata-mata perempuan memandang dia dengan tidak suka. Sakura sedikit risih meskipun dia sudah terbiasa dengan semua ini semenjak dia menjabat sebagai sekretarisnya Uchiha Sasuke. Ingatannya kembali ketika Sasuke mengumumkan Sakura sebagai sekretarisnya di depan kelas.
"Perkenalkan. Sekretarisku Haruno Sakura dan Bendaharanya Yamanaka Ino."
Sakura agak merona dan fokus dengan mata kuliah. Ketika perkuliahan gabungan itu selesai, Sakura melanjutkan kuliahnya di kelas kecil. Sakura pergi ke toilet sebentar untuk menetralisir degup jantungnya. Tadi sewaktu perkuliahan gabungan selesai, Sasuke menahan Sakura. Dia memberikan sebungkus cokelat pada gadis itu. Sakura benar-benar merona mengingatnya. Dia menatap kaca lalu berteriak kegirangan seperti orang gila. Sadar kalau ada yang hendak masuk, entah secara reflek, gadis itu masuk ke salah satu bilik.
"Apa-apaan sih. Masa modelan begitu jadi sekretarisnya."
"Keenakan si Sakura. Pasti kepalanya udah besar tuh karena Sasuke ngasi perhatian ke dia."
"Padahal kan Sasuke emang sering baik ke semua perempuan. Dianya aja yang gak tahu. Aku juga pernah kok dikasi coklat sama Sasuke."
"Iya, aku juga pernah dibayarin waktu di kantin kok."
"Aku juga."
"Cantikan juga Sara." Celetuk salah satu diantaranya. Yang lainnya mengiyakan.
"Aku suka banget waktu dia jelasin tentang yukata di divisinya. Untung aja aku satu divisi sama dia."
"Ih, enak banget. Aku di kesekretariatan. Gasuka banget waktu Sakura ngomel-ngomel bilang surat salah lah, proposal salah cetak lah. Dia sendiri ngapain kerjanya? Cuma duduk doang juga aku bisa kok." Suara tawa mereka terdengar jelas di telinga Sakura. Sakura memegang erat ujung kemejanya.
"Nanti aja lihat. Siapa yang bakal jadi pacarnya Sasuke. Kalau itu Sara, bakal kuketawain si Sakura." Kalimat terakhir membuat Sakura ingin cepat-cepat pergi dari toilet itu.
.
.
"Kalau yang ini bisa aja sih. Cuma kita bisa support 20 juta aja. Sisanya 20 juta kalian bayar ke kita. Gimana? Adil kan?" Sasuke memegang erat kedua tangannya. Dia terdiam sejenak.
"Oke, deal." Ujar Sakura setelahnya. Naruto menoleh, padahal Sasuke kan belum memutuskan. Setelahnya mereka saling menandatangani surat perjanjian. Dengan penuh senyuman, pemilik vendor itu menatap si Ketua.
"Kalian hebat ya. Masih mahasiswa sudah berani ambil event besar kayak gini. Dulu waktu saya jadi mahasiswa sih boro-boro. Kuliah aja gak becus. Hahaha." Pemilik vendor itu menggaruk kepala belakangnya. Merasa menyesal karena bertingkah kekanakan saat kuliah dulu.
"Gitu-gitu juga sekarang kakak punya vendor gede loh. Kudengar kakak yang support stage waktu acara tahunan Konoha kan?" Sakura ingat betul dengan nama vendor ini ketika ia pertama kali jatuh cinta dengan stage yang ia lihat saat mengunjungi festival tahunan di taman kota. Panggungnya sederhana tetapi memiliki LED yang bagus. Definisi sederhana tapi mewah.
"Namanya juga hidup. Semua hal secara gak terduga pasti terjadi. Ngomong-ngomong, ini panitia gak ada yang cinlok nih? Biasanya kayak gini ada aja kesempatannya." Sasuke terdiam mendengarnya. Dia hanya menampilkan senyuman kecil saja. Naruto dari samping menyeringai.
"Ada kak. Nih di samping saya sama sampingnya." Kata Naruto. Bibir pemilik vendor itu membentuk bibirnya menjadi 'O' sambil melirik Sasuke dan Sakura. Sedangkan Sakura tidak fokus karena sibuk membalas pesan Moegi mengenai proposal event.
"Oh, wow. Ketua-Sekretaris ya. Udah nyadar belum sih dia?" Tanya pemilik vendor itu pada Sasuke. Sasuke tersenyum sedikit.
"Ah, iya kak? Kenapa?" Sakura yang tidak tahu apa-apa mencoba masuk ke dalam pembicaraan. Dia sudah selesai membalas pesan Moegi.
"Oh engga kok." Jawab si pemilik vendor. Naruto dari samping menahan tawanya. Sakura yang melihatnya, otomatis kebingungan. Apalagi ketika melihat Sasuke yang hanya tersenyum.
"Aku ngelewatin sesuatu ya?"
.
.
.
Siang itu, panitia akan mengajak partisipan dari mahasiswa baru untuk survey ke lokasi bunkasai. Mereka sepakat berkumpul di kampus terlebih dahulu di jam 10 pagi. Sakura sudah sampai di kampus. Di grup chat, Sasuke mengabari kalau ia akan telat sedikit. Jadi Konohamaru yang akan mengatur dulu.
"Ra, gebetan mana nih?" Tanya Ino di sampingnya. Dia mengibas-ngibaskan wajahnya dengan kipas.
"Aku gatau sejak kapan punya gebetan." Jawab Sakura sarkas. Dia sudah tahu ke arah siapa yang Ino maksud. Tapi bagaimanapun, memang dia dan Sasuke tidak memiliki hubungan apapun selain Ketua-Sekretaris.
"Yang satu pura-pura gatau yang satu lagi lambat kayak siput." Ujarnya. Bola matanya memutar tanda kesal. Sakura hanya diam saja. Apa benar mereka saling menyukai? Jika boleh Sakura percaya diri, dengan melihat semua kepedulian Sasuke selama ini kepadanya…apakah benar Sasuke menyukainya?
"Tapi tetep aja, Ra. Be careful. Ingat sama apa yang pernah aku bilang tentang dia. Aku pun juga belum terlalu kenal gimana dia. Tapi rumornya kayak gitu. Tapi tapi, setelah dua kali kerja sama bareng dia…kurasa kayaknya gosip itu engga benar." Jelas Ino. Ino jelas saja mengkhawatirkan sahabatnya ini. Bagaimanapun Sakura dulu pernah mengalami masa percintaan yang menyakitkan. Ino tidak ingin Sakura merasakannya lagi. Mendengar itu, Sakura terdiam. Dia mengingat kembali apa yang Ino pernah katakan padanya saat di bunkasai Universitas Kiri dulu.
Sakura menoleh ketika mendengar sedikit bisik-bisik dari panitia lainnya. Ketika dia menoleh, tangan Sakura digenggam erat oleh Ino.
Sabar…
Genggaman Ino seakan memberitahunya bahwa Sakura harus menyadari kalau….
"Maaf aku terlambat. Sampai dimana tadi?" pemuda itu datang dengan Sara di sampingnya yang dengan santai memegang lengan Sasuke.
….Sasuke memang baik pada semua perempuan. Bukan hanya pada Sakura saja. Sakura hampir lupa itu.
.
.
Kabar kedekatan antara Sasuke dan Sara menyebar dengan sangat cepat. Menggantikan kabar kedekatan antara Sasuke dan Sakura. Sakura seperti biasa menjalani kehidupannya sebagai sekretaris. Dia tidak ingin terlalu pusing dengan kabar itu karena memang semua ini salahnya. Salahnya karena sempat lupa bahwa Sasuke memang sosok yang baik pada semua orang. Seharusnya Sakura sadar bahwa sikap Sasuke selama ini hanya sekedar baik terhadap sekretarisnya saja. Wajar kan kalau ketua memberikan sesuatu pada sekretarisnya? Mungkin itu sebuah reward? Oh! Sakura menghargai itu. Sangat menghargai. Jadi sekarang Sakura cukup tahu dan bersikap sewajarnya saja. Seperti yang terjadi hari ini ketika Sasuke menawarkan tumpangan untuk melakukan MOU dengan pengisi acara, Sakura memilih berangkat sendiri. Pun ketika Sasuke memberikannya minuman ketika rapat, Sakura membaginya pada Moegi dan Ino.
Sasuke menuruni anak tangga. Dia berencana hendak kembali ke kelasnya usai dari toilet lantai 3.
"Hahaha, apaan sih. Gaboleh loh ngomongin dosen." Sasuke berhenti sejenak ketika mendengar suara renyah yang familiar itu. Dia sedikit bersembunyi di anak tangga. Sedikit mengintip ke bawah dan benar saja ada Sakura dan Konohamaru di lantai 2.
"Lah, tapi senpai sendiri loh yang sempet bilang kalau sensei itu emang kayak gitu." Sakura tertawa mendengarnya.
"Tapi emang bener sih. Orochimaru sensei agak ngondek." Kata Sakura sambil mengingat kejadian saat semester 1. Waktu itu dia melihat Orochimaru bergosip dengan dosen lainnya. Tangannya gemulai sekali sampai membuat Sakura shock.
"Tuh kan. Senpai sendiri yang bilang." Setelahnya mereka tertawa lagi. Sasuke tetap diam di posisinya.
"Udah ah. Capek ketawa nih." Sakura mengelap sedikit air mata di ujung matanya. Masih geli mengingat momen ngondek itu.
"Katanya, kalau orang ketawa tapi ngeluarin air mata, artinya dia orang yang pandai nyembunyiin kesedihan loh." Ucap Konohamaru secara tiba-tiba sambil menyentuh sedikit ujung mata Sakura. Sakura terkejut ketika merasakan sentuhan Konohamaru itu. Sakura lalu tersenyum.
"Kalau ada apa-apa, cerita ke aku ya senpai." Sambung Konohamaru lagi. Kali ini sambil menepuk pucuk kepala Sakura.
"Awas." Dua orang itu terkesiap di posisinya masing-masing ketika mendengar suara penuh penekanan itu. Sakura dan Konohamaru refleks saling menjauh. Memberikan ruang kepada Sasuke yang hendak lewat. Pemuda itu lalu berlalu dan menghilang di belokan. Sakura menatapnya dari belakang. Dia ingin menyusul tetapi otaknya kembali mengingatkan bahwa Sakura bukanlah siapa-siapa.
.
.
.
Tiga bulan berlalu dan hari ini Sakura akan menjalankan tugasnya dengan sebaik mungkin. Dia sudah bersiap-siap dari tadi dan menunggu jemputan Konohamaru. Sebenarnya, hubungannya dengan Sasuke tidak ada yang berubah. Semuanya tetap sama. Dia menjalankan tugasnya sebagai sekretaris dan Sasuke pun begitu. Hanya saja dia sedikit memberikan jarak. Sakura tidak ingin ada gosip aneh antara ia dan Sasuke. Bersamaan dengan itu, entah bagaimana Konohamaru seperti mendekatinya. Tetapi Sakura mencoba berpikir positif saja. Kemarin, ketika Konohamaru menawarkan tumpangan padanya, dia tidak bisa menolak karena Ino ditugaskan ke GOR. Hinata sudah bersama Naruto. Yakali dia barengan sama Sai. Bisa digorok leher Sakura nanti sama Ino. Mau minta tolong ayahnya untuk mengantar juga percuma. Ayahnya ada tugas di luar kota. Jadi mau tidak mau, dia menerima tawaran Konohamaru saja.
"Sakura, sudah dijemput tuh." Teriak ibunya dari bawah. Sakura lalu bergegas keluar. Ketika ia sampai di depan gerbang, dia terkejut karena bukan Konohamaru yang menjemputnya.
"Sasuke? Kok kamu?" Sakura benar-benar terkejut dan tidak siap. Dia gelagapan sendiri.
"Kenapa?" Tanyanya sewot. Sakura langsung speechless.
"Konohamaru kusuruh datang awal. Hukuman karena kemarin dia duluan makan padahal yang lainnya masih sibuk masang photobooth." Kata Sasuke ketus. Sakura ingat kemarin Sasuke marah-marah pada panitia yang makan duluan. Padahal yang lainnya masih sibuk di kampus.
Sakura mengangguk. Lalu dia berpamitan pada ibunya dan naik ke motor Sasuke. Setelahnya motor itu melaju dan sepanjang jalan tidak ada obrolan seperti yang mereka lakukan beberapa bulan lalu. Sakura hanya terdiam melihat Sasuke dari belakang. Jika saja Sakura boleh berharap…tidak tidak. Dia tidak boleh. Sakura harus sering ingat kalau itu semua tidak mungkin. Sampai akhirnya….
"Aku menyukaimu, Sakura."
Sakura shock bukan main.
.
.
.
.
"Jadi…ya gitu deh." Sakura terdiam sesaat. Di sebelahnya, Sasuke sama diamnya. Sakura yang sudah sangat malu karena ditembak Sasuke tadi langsung kabur begitu saja. Sasuke sempat mematung di tempat. Dia kira Sakura menolaknya mentah-mentah. Tapi melihat pesan Sakura yang menyuruhnya untuk menemui gadis itu setelah acara, Sasuke kembali menyiapkan mentalnya. Ketika mereka sama-sama bertemu kembali, dengan canggung mereka duduk bersama dan berakhir dengan Sasuke yang mendengarkan cerita Sakura. Cerita bagaimana awalnya ia menyadari keberadaan Sasuke dan mulai jatuh cinta padanya. Sepanjang cerita itu, pemuda itu nampak serius sekali mendengarnya. Beberapa detik kemudian, Sasuke terkekeh.
"Kok ketawa sih? Aku deg-degan loh ini. Bisa-bisanya!" Sakura memukul Sasuke dengan bunga yang ia bawa (baca Committee). Sasuke tetap tertawa.
"Engga. Cuma…lucu aja ternyata…you feel the same." Sasuke tidak bisa mendeskripsikan perasaannya. Jadi dia memutuskan untuk menggunakan bahasa Inggris. Sakura tersenyum. Pipinya sama merahnya dengan mawar merah di buket bunga. Kepalanya ia sembunyikan di kedua lututnya.
"Kok kamu bisa-bisanya ngira Sara pacarku sih? Dia cuma sepupuku." Ujar Sasuke terkekeh. Dalam pikirannya dia tidak habis pikir kalau ada rumor seperti itu.
"Habis, kalian gandeng-gandengan. Wajar kan! Mana ada yang tahu coba." Protes Sakura.
"Ada."
"Siapa?"
"Ino."
Hah? Wah Ino keparat!
"Sai juga. Sai sepupu jauhku."
"Hah? Hahahaha." Sakura tertawa seperti orang bodoh. Dalam hati kesal sekali.
"Ino baru tahu baru-baru ini. Sai sepupu jauhku jadi yah…"
Mata Sakura menatap lapangan yang sudah kosong. Hari sudah menunjukkan pukul 2 pagi dan Sakura belum pulang juga. Pasti Hinata sudah lelah menunggunya. Ah tidak, dia malah senang saja soalnya Naruto menemaninya. Kelihatan kok dari tempat Sakura. Malah sekarang mereka lagi rangkul-rangkulan.
"Orang pacaran harus banget kayak gitu ya?" Tanya Sakura. Dagunya menunjuk ke arah Hinata dan Naruto. Sasuke mendengus.
"Si dobe itu…tutup matamu Sakura!" Kata Sasuke sambil berusaha menutup mata Sakura.
"Aku kan cuma mau belajar jadi pacar yang baik. Aku pacaran cuma sekali, udah gitu pacaran online lagi." Gerutu Sakura. Sasuke terdiam di tempatnya.
"Jadi…sekarang kita…" Menyadari itu, pipi Sakura memerah.
"Hm…iya." Jawabnya mengangguk malu. Sasuke melihat itu. Dengan cepat ia membuang muka. Menyembunyikan perasaannya yang sangat senang.
"Aa."
Setelahnya hening lagi dengan perasaan mereka yang sama-sama melting.
"Bunganya bagus."
"Oh? Iya temanku yang ngasi tadi karena ini panitia terakhirku."
"Oh? Kukira Konohamaru ngasi buat nembak."
"Iya, tadi sempat nembak sih." Sasuke menoleh cepat.
"Tapi belum kujawab sih. Yah kayaknya dia udah tahu jawabannya sih." Balas Sakura.
"Ya. Dia pasti tahu kalau kamu milih aku."
"Percaya diri banget." Kata Sakura sambil tertawa.
"Uchiha memang percaya diri." Balasnya. Sasuke lalu mengelus kepala Sakura.
"Maaf."
"Hm?"
"Untuk semuanya."
"Kok minta maaf?"
"Udah buat kamu salah paham. Rumornya gak benar kok. Mana ada aku baik ke semua perempuan. Aku cuma bingung aja gimana nolak mereka. Hati wanita sensitif. Aku jadi ingat ibuku di rumah." Mendengar itu, mood Sakura langsung berubah.
"Jangan gitu ya. Aku orangnya cemburuan." Pipi Sakura menggembung. Sasuke tersenyum melihatnya.
"Iya." Ujarnya lalu mengelus kepala Sakura lagi.
Sakura, aku janji bakal bahagiain kamu lebih dari masa lalumu itu.
Sasuke ingin mengatakan itu, tapi biarlah Sakura yang merasakan itu sendiri. Sebab menurutnya love is act. Sedangkan Sakura dalam hati berbisik pada tuhan. Mengucapkan terima kasih karena dipertemukan dengan Sasuke.
Kami sama ni. Kibou wo kanatte itadaite. Hontou ni arigatou gozaimashita!
(Tuhan. Terima kasih karena telah mengambulkan doaku!)
Dalam hati Sakura, ia sungguh tertawa sendiri dengan semua kejadian yang ia alami. Berawal dari gibahan Ino waktu itu di bunkasai Universitas Kiri, lalu entah karena karma atau bagaimana, ia terjebak di kepanitiaan bersama Sasuke. Saling bekerja sama, menyesuaikan diri, menjadi sekretaris pemuda itu, tumbuh perasaan yang sempat ia tolak…dan siapa sangka ternyata mereka memang sama-sama memiliki perasaan yang sama. Sakura tersenyum ketika lagi lagi Sasuke mengelus kepalanya dengan sayang.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
END.
.
.
.
.
.
Tambahan dikit: (Konohamaru and Sakura before Hanabi's time)
Sakura sedang mengecek persiapan hanabi di belakang panggung. Tenten sudah bilang padanya kalau persiapan sudah matang. Dia hanya memastikan saja karena dari tadi ia tidak ada mengecek ke area ini.
"Senpai. Kau memanggilku kesini?" Tanya Konohamaru ketika ia sampai di belakang panggung. Dengan cepat Sakura menoleh.
"Oh iya. Sini, aku kasih liat hanabinya ke kamu. Biar tahun depan kamu tahu apa yang harus kamu cek." Konohamaru mengangguk. Dia melihat Sakura agak kerepotan dengan buket bunga yang cukup besar di tangannya. Konohamaru lalu berinisiatif untuk membawakan walkie talkie Sakura. Gadis itu dengan sukarela memberikannya.
"Kalau gak sesuai sama yang MOU, kita rugi. Jangan sampai rugi. Apalagi Ino kan galak. Uang keluar banyak, kualitas gak sesuai, ya ngamuk dia." Lanjut Sakura lagi sambil terkikik. Konohamaru tersenyum melihatnya.
"Cantik."
"Hah? Bunganya? Iya temenku yang ngasih."
"Bukan. Sakura, kamu cantik." Sakura menoleh cepat.
"Hah? Wah gila ya! Jangan gombal." Muka Sakura memerah bukan karena malu. Tapi dia marah dengan juniornya ini.
"Perasaan gak bisa ditebak, Ra. I choose to loving u. But I know you are not." Katanya sambil memandang Sakura yang diam di tempat. Sakura tidak tahu harus apa karena hal ini di luar kendalinya.
"Aku tahu senpai sukanya sama Sasuke kan?" Sakura sudah bungkam ketika Konohamaru mengungkapkan perasaannya. Ditambah lagi dengan pernyataan itu, maka habislah dia.
"Jangan disembunyiin, senpai." Lanjutnya lagi. Walkie talkie yang ada di tangannya bergetar. Konohamaru bisa mendengar lewat kabel earphone yang sudah ia pasang di telinganya. Terdengar suara Sasuke berteriak memanggil nama Sakura disana. Dia tersenyum penuh arti pada Sakura.
.
.
.
.
Truely END
Akhirnya 10351 word. Waktu pengerjaan dari Februari. Wkkwk lama banget soalnya kemarin sibuk sama sidang skripsi. Yey finally isi embel-embel juga nih nama (menangis). Bener-bener perjuangan banget. Gak terasa juga ternyata udah 4 tahun aja gabung sama Ffn. Masih ada yang suka Sasusaku gak sih? Karena menurutku di FFN, fanfic tentang Sasusaku udah dikit banget. Kayaknya pada sibuk semua yah. Malahan di wattpad pada rajin-rajin banget update. Aku rencana mau upload disana juga. Tapi gatau deh. Aku udah buat akun wattpad dengan username yang sama (Salada15). Semoga masih pada sabar nunggu aku ya. Aku buat ini cuma sekedar menghilangkan stress aja dan emang suka ngetik. Entah kenapa sehari engga ngetik itu kayak aneh aja menurutku. Aku gak edit lagi ya. Soalnya entah kenapa di ffn tuh, padahal udah bener banget gaada typo. Eh pas publish ada aja yang salah T.T
Di cerita ini, awalnya aku mau pake sudut pandang orang pertama. Tapi entah kenapa, ketika aku ngetik pake sudut pandang orang pertama, feelnya engga dapet. Jadinya aku ubah deh. Di cerita ini ada beberapa yang aku ambil dari pengalaman aku selama kepanitiaan kemarin. Tapi emang bener loh, panitia gitu bikin cinlok. Jadi inget doi dulu bawain snack pas rapat, kukira itu buat yang lainnya soalnya doi gak nawarin. Ternyata doi ngasi ke aku cuma agak gengsi aja. Hahahahahahah. See u guys~
Mei 2021
