Summary:

Suasana di ruangan itu terlampau tegang. Perhatian semuanya tertuju pada satu orang. Tatapan Louis, tidak perlu disuarakan pun Sherlock mengerti benar maksudnya.

'Kak William hidup atau tidak?'


Moriarty the Patriot belong to Takeuchi Ryousuke and Miyoshi Hikaru


Reuni kakak beradik Holmes berlangsung secara singkat. Bukan Mycroft namanya tanpa pengendalian diri nyaris sempurna. Padahal mungkin dia yang paling ingin tahu detail tiga tahun yang dilalui adiknya tanpa memberi kabar berita. Namun, mengesampingkan itu, dia sadar betul personel MI6 yang menonton dari sofa itu punya hal lebih krusial buat dipastikan

"Louis," gumam Sherlock, menghela napas sambil sebelah tangannya disimpan dalam saku. "Liam ... titip pesan, dia nanya berapa sendok gula yang biasa kau pakai untuk bikin kue ikan--"

Eh?


Beberapa bulan lalu, di salah satu kamar dari apartemen pinggiran kota, dua orang penghuninya berbagi obrolan sambil berdiri di balkon lantai tiga.

"Liam, kau, turun dua kilo, ya?"

"Kau juga sama saja, deh?"

Lalu hening beberapa saat. Keduanya sama-sama terbiasa diurus, kalau masalah makanan. Jadinya, sekarang ini bisa dibilang kondisinya mirip ditelantarkan.

Sherlock mana pernah menyiapkan sarapan sendiri, sejak Hudson selalu rutin menyediakan. Ketika nyonya rumah mereka itu sedang berhalangan pun, John bakal sigap menggantikan, sambil mewanti-wanti agar dia jangan coba-coba bereksperimen di dapur.

Sementara William, apa-apanya biasa dibantu Louis. Adiknya itu yang selalu menyeduh teh, membuatkan omelet, memastikan ketersediaan bahan makanan. Juga tentu saja, hal-hal lain seperti mengontrol simpanan wine Albert.

"Bicara soal itu ... sudah lama tidak makan kue ikan." William bergumam, tatapannya menatap jauh pada hari-hari yang telah lalu. Hari di mana meski bekerja sebagai konsultan kriminal, kesehariannya masih terbilang tenang.

"Kue ikan?" ulang Sherlock yang tidak punya cukup gambaran. "Biskuit?"

"Pie," sangkal William cepat. "Stargazy pie."

"Ah ..." Sherlock mengusap kepalanya dengan pemahaman yang tidak meyakinkan. William sekilas jadi teringat ekspresi Moran ketika Louis menyediakan menu itu tiga hari berturut-turut. "Mau coba bikin?" Tetapi rupanya Sherlock malah menawarkan.

William ragu, sungguh. Sherlock Holmes terlihat seperti sama sekali tidak bisa dipercaya untuk memegang urusan dapur. Untuk beberapa lama ini juga mereka terlalu sibuk untuk memasak sendiri, jadi selalu mengandalkan makanan cepat saji.

Tapi pada akhirnya, mereka sepakat untuk membuat kue ikan itu pada akhir pekan.

... Yang dipenuhi kegagalan.

"Liam, itu ... tadi kamu enggak masukin gula dari toples gula, kan?"

"Ya, dari sana lah," heran William. "Kalau dari toples garam, baru salah."

"Aku baru ingat kemarin tempat gula itu lagi kosong, jadi kupakai untuk nyimpan sesuatu yang bukan gula ..." Sherlock menunjukkan rasa bersalah yang kontras di raut mukanya. Begitu-begitu, William yang sedang marah bisa lebih menakutkan daripada Hudson ketika menagih sewa.

"Jadi, butiran-butiran putih ini apa, Holmes-san?" William langsung sadar ada sesuatu yang buruk. Namun, apapun itu, dia berharap bahan yang barusan dia campurkan ke adonan adalah sesuatu yang masih terhitung bahan makanan.

"Uhm, kapur barus."

"Hah?"

"Kuhaluskan jadi butiran begitu untuk kepentingan percobaan tentang hubungan kecepatan laju reaksi dengan luas permukaan. Berdasarkan pengamatan--"

Daripada mendengar penjelasan lengkap Sherlock soal hasil eksperimennya, yang bisa lebih rinci dari abstrak sebuah jurnal, William lebih sibuk menyayangkan adonan pie yang otomatis telah jadi bahan beracun untuk dikonsumsi.

Mengulang kembali dari awal, dengan bahan yang tersisa, sekarang mereka meributkan soal diagonal ikan dan cara penyusunan ikan dengan teori peluang, permutasi siklik.

Ujung-ujungnya pula, lelah berdebat membuat mereka justru ketiduran di sofa saat menunggu kue ikan itu matang, berakibat produk jadinya sempurna berwarna hitam arang.

"Aah, lain kali pukul aku kalau mengajukan ide buat memasak lagi." Sherlock menyerah.

"Akan kuingat itu," sahut William setuju. Salah sendiri mereka berdua sama-sama tidurnya seperti orang mati. Saat di Inggris pun, tidak ada yang bisa membangunkan William kalau dia mendadak mode off, dan Sherlock sendiri mengejutkan John di awal pertemuan mereka, sebab dia ketiduran di lantai dengan berlumuran darah sapi.

Lalu waktu pun berlalu dengan cepat tanpa lagi wacana pembuatan stargazy pie. Sampai kedua orang itu memutuskan sudah waktunya muncul kembali di London, berdasarkan situasi terbaru yang tidak pernah mereka lewatkan dari surat kabar internasional.

"Sherlock, kau duluan ke tempat kakakmu dan Louis, kan?"

"Iya, kau sendiri harus buru-buru mengurus orang itu, kan?"

William mengangguk. "Kalau begitu ... tanyakan saja ke Louis, soal resep kue ikan--"

"Masih pengen juga, ya?"

"Tentu saja."

"Daripada kue ikannya, mungkin sebenarnya ..." Sherlock memutus kalimatnya sampai di sana.

'mungkin sebenarnya, yang lebih penting bagimu itu saat di mana kau masih berkumpul dengan Louis dan yang lainnya.'

"Apaan, Sherlock?"

"Gak ada. Sip, ntar kutanya ke Louis."

"Oke, kalau begitu, sampai jumpa."

Sherlock membalas dengan mengangkat sebelah tangannya. William yang sekarang, bukan lagi sosok rapuh di jembatan malam itu, yang dengan putus asa menginginkan kematian. Dia sendiri juga sudah sedikit berubah dibandingkan tiga tahun lalu. Makanya, walau berpisah rute, tidak perlu lagi khawatir temannya itu akan kenapa-napa.

End.