Terkadang puasa membuat orang melakukkan apa yang tidak biasa mereka lakukkan, apalagi ketika menunggu waktu berbuka tiba. Lebih menyenangkan lagi kalau bisa dikerjakan bersama-sama
Author note:
-Boboiboy dan seluruh karakter yang terkandung di dalamnya adalah milik pemegang hak cipta, saya hanya pinjam karakter-karakternya. Tidak ada keuntungan materi yang saya dapatkan dari fanfic ini.
-BUKAN YAOI, BUKAN SHOUNEN-AI. Elemental sibblings, AU, tanpa super power, OOC (mungkin ?).
-Dalam fanfic ini umur karakter utama adalah sebagai berikut dari yang tertua:
-BoBoiBoy Halilintar: 18 tahun
-BoBoiBoy Taufan: 18 tahun.
-BoBoiBoy Gempa: 18 tahun.
-BoBoiBoy Blaze: 17 tahun.
-Boboiboy Thorn: 17 tahun.
-Boboiboy Ice: 16 tahun.
-Boboiboy Solar: 16 tahun
.
Puasa Hari Keempat.
Solar tengah berdiri di sebuah lapangan luas di dekat rumahnya. Tangannya memegang sebuah remote control berbentuk segi empat sementara kepalanya menegadah dengan tatapan matanya ke arah langit.
Sebuah benda berbentuk bintang melayang-layang dibawah kendali Solar yang menatap benda itu dengan penuh konsentrasi.
"Ngga capek apa lehermu itu dari tadi main drone terus, Sol?" tanya Taufan yang mengamati Solar.
Solar menghela napas panjang dan mengendalikan turun drone yang ia terbangkan sampai mendarat mulus. "Lalu mau apa lagi, Kak? Ini sudah batere ke tiga yang kuhabiskan."
"Mari sini, Sol. Kuajari sesuatu." Taufan merangkul Solar dan langsung menariknya ke arah sebuah pohon dimana Blaze, Halilintar dan Thorn berada.
"Tumben Kak Hali mau diajak Kak Taufan?" tanya Solar yang dipaksa duduk di sebelah Halilintar oleh Taufan.
"Daripada kepalaku sakit mendengar rengekan dia ...," jawab Halilintar dengan berwajah cemberut.
Taufan tidak memedulikan keluhan Halilintar. Ia tetap terlihat sangat antusias seperti biasanya. "Nah ini buat kalian masing-masing." ucapnya sembari membagi-bagikan lembaran kertas, benang, lidi dan lem kepada Halilintar, Blaze, Thorn, dan Solar.
Kemudian Taufan duduk bersila di depan semua saudara-saudaranya itu dan mulai memberi contoh cara membuat sebuah kerajinan tangan
Taufan menyatukan kedua batang lidi yang telah ia siapkan secara menyilang membentuk sebuah salib. Pertemuan kedua batang lidi itu diikatnya dengan benang supaya tidak terlepas.
Blaze dan Thorn langsung mengikuti contoh yang diperlihatkan Taufan. Di sisi lain Halilintar dan Solar terlihat ogah-ogahan mengikuti Taufan.
Ujung-ujung lidi tebal yang berbentuk salib itu disambung dengan benang lagi sebelum ditempelkan pada selembar kertas.
"Jadi deh!" Taufan memperlihatkan hasil karyanya.
"Wuaaah!" seru Blaze dan Thorn dengan wajah yang berseri-seri. "Layangan! Ayo kita terbangkan!"
Dengan dibantu oleh Thorn, Blaze berhasil menerbangkan layang-layang buatannya. Wajik kertas bertautkan benang itu menari-nari dengan lincahnya di udara seiring dengan senyum lebar pemiliknya.
Satu per satu menyusullah layang-layang lain melambung di langit yang sedikit berawan. Tarian melukis awan tiga buah layang-layang sambung menyambung saling mengisi celah langit yang kosong. Dua buah layang-layang lagi mengambang di udara nyaris tanpa bergerak-gerak sedikit pun
"Hm ... Kuakui ide Taufan kali ini menyenangkan," ucap Halilintar sambil memandangi layang-layang yang benangnya tergulung pada sebatang kayu di dalam genggaman tangan Halilintar. Sesekali layang-layang Halilintar itu meliuk luwes membelah udara.
"Setuju," sambung Solar yang berdiri disamping Halilintar. Sama seperti kakaknya, Solar memandangi layang-layang miliknya yang mengambang di udara, berdekatan dengan layang-layang Halilintar.
Tawa riang Blaze, Thorn, dan Taufan sahut menyahut di sore hari itu. Ketiganya berlarian sembari mengulur benang layang-layangnya dan mencoba menerbangkan layang-layang mereka setinggi mungkin.
Sebuah cengiran jahil melintas di wajah Halilintar. Ia menarik benang layang-layangnya sekuat tenaga dan mengubah arah terbang layang-layangnya menuju layang-layang milik Blaze.
"Hey, hey, hey! Kak Haliiii!" teriak Blaze ketika ia menyadari bahwa layang-layang Halilintar terbang terlalu dekat dengan layang-layang miliknya.
Benang pun saling beradu dan mendadak Blaze merasakan benang yang dipegangnya mengendur.
"Hiaaa! Kak Hali rusuh!" seru Blaze ketika melihat layang-layangnya terbang menjauh dibawa angin setelah benangnya putus. "Ganti layang-layangkuu!"
Sengaja sekali Halilintar berlari menjauh dari Blaze yang mengejarnya. "Ambil kalau bisa!" ledek si kakak.
Semakin bernapsulah Blaze mengejar-ngejar Halilintar yang juga berlari menjauh sembari terkekeh-kekeh. Umur terlupakan sudah dan Halilintar berkelit dengan lincahnya dari Blaze yang hendak menangkapnya.
Sayangnya Halilintar yang sedang berkelit tidak melihat keberadaan Taufan. Dengan tidak elitnya Halilintar menabrak Taufan.
"Yahh! Halii! Layangankuu!" Terlepaslah layang-layang milik Taufan. Tidak terima hasil karyanya dihilangkan begitu saja, Taufan langsung bangkit dan mengejar Halilintar.
Gagal menangkap Halilintar, sasaran Blaze bertukar menjadi Solar.
Pada saat itulah tawa lepas Halilintar terdengar begitu renyahnya ketika ia berkelit dari kejaran Taufan dan melihat Solar yang lari terbirit-birit dikejar Blaze
Suara tawa itu mampir di telinga Gempa yang mengawasi semua saudara-saudaranya dari kejauhan.
Segaris air mata menitik dari sudut netra cokelat Gempa yang diiringi senyum yang menyungging di bibirnya.
"Alhamdullilah ...," gumam Gempa dengan kebangaan yang tersirat. "Bahagianya aku melihat mereka bisa akur semua ...," bisiknya lagi sembari menyeka air matanya.
Beberapa saat lamanya Gempa memperhatikan saudaranya yang tengah bermain-main diantara suara tawa yang menggelitik sebelum ia kembali masuk ke dalam rumah untuk menyiapkan takjil.
Namun ...
"TAUFAAAAN! KAU APAKAN BENANG JAHITKUUU?!" Menggemalah teriakan Gempa dari dalam rumah.
.
.
.
Tamat
Terima kasih kepada para pembaca yang sudah bersedia singgah. Bila berkenan bolehlah saya meminta saran, kritik atau tanggapan pembaca pada bagian review untuk peningkatan kualitas fanfic atau chapter yang akan datang. Sebisa mungkin akan saya jawab satu-persatu secara pribadi.
Sampai jumpa lagi pada kesempatan berikutnya.
