"Dolce!" seru Nancy begitu membuka pintu klinik dengan tenaga ekstra. "Tolong bantu kami siapkan ranjang pasien!"

Dolce yang sedang duduk termangu di ruang utama langsung bergegas menyiapkan ranjang pasien sekaligus beberapa peralatan medis lainnya yang mungkin diperlukan untuk melakukan perawatan. Nancy dan Jones memasuki klinik sambil menggotong tubuh Lest yang terluka parah, kemudian menggolerkannya di atas ranjang yang telah disiapkan Dolce. Apa yang terjadi setelah itu, Dolce tidak mengetahuinya. Ia membiarkan Jones untuk melakukan perawatan, sementara istrinya selalu setia untuk membantu pekerjaan suaminya. Dolce kembali ke tempat ia berjaga tanpa memikirkan-atau mungkin juga merasakan sesuatu yang menarik perhatiannya. Lagipula, sudah ketiga kalinya dalam seminggu ini Lest memasuki klinik dengan berbagai luka di seluruh penjuru tubuhnya. Dolce juga sudah bisa menebak apa-apa yang mungkin terjadi sebelum itu.

"Maaf, Dolce. Boleh minta tolong sebentar?" tanya Nancy setelah ia keluar dari sekat khusus pasien. "Kita sedang kekurangan Toyherb. Bisakah kamu membelinya di tempat Illuminata? Biar aku yang akan menggantikanmu berjaga."

"Tidak masalah," jawab Dolce singkat.

Dolce pergi keluar dari klinik dan langsung pergi menuju toko bunga. Ia berjalan tanpa memikirkan apapun dan hanya ingin melakukan pekerjaannya agar cepat selesai (lagipula kondisinya sangat mendesak). Tetapi langkahnya terbilang cukup santai. Sesuatu mungkin menahannya untuk tidak terlalu terburu-buru dalam melakukan pekerjaannya.

"Selamat siang!" sapa Amber yang sedang berjaga, menggantikan Illuminata. "Hai, Dolce! Apa ada yang bisa aku bantu?"

"Aku membutuhkan beberapa tangkai Toyherb. Ini darurat."

"Wah, baiklah!"

Amber berlari untuk mengambil sebuket Toyherb dan kembali ke meja kasa untuk menyerahkannya kepada Dolce.

"Ini dia!" seru Amber sambil mengatur nafasnya.

"Kamu tak perlu terburu-buru," tutur Dolce sambil menyerahkan beberapa keping koin ke atas meja kasa. "Kalau terburu-buru, kamu bisa jadi lebih ceroboh."

"M-maaf! Aku akan mencoba melayanimu lebih baik lagi nanti!"

"Terima kasih," balas Dolce sambil menyunggingkan senyum kecil.

Dolce beranjak keluar dari toko bunga dengan langkah perlahan. Ia tak mau membuat perkataan yang baru saja ia lontarkan menjadi sebuah omong kosong belaka.

Di depan toko bunga, ia memeriksa jumlah Toyherb sambil sesekali mencium aromanya. Karangan bunga itu tersusun atas sepuluh tangkai Toyherb yang tidak dikemas oleh apapun mengingat keperluannya. Dolce menghela nafas dan menghembuskannya secara perlahan. Belakangan ini ia cukup disibukkan dalam pekerjaannya, sementara ia terus berusaha dengan gigih untuk menjadi calon pelanjut orangtua angkatnya. Anggap saja sebagai tanda terima kasih yang tidak mungkin dapat membalas mereka berdua. Tapi ternyata hal itu terasa sangat berat jika dipikirkan dan dirasakan pada saat ini. Bagaimanapun juga, tiap-tiap orang memiliki keterbatasannya masing-masing. Manusia-atau mungkin manusia setengah monster sepertinya pun tidak luput dari rasa lelah. Dolce mulai mengkhayal, bagaimana seandainya ia tidak pernah diselamatkan oleh Lest dan Frey? Ia mungkin tidak perlu repot-repot melakukan pekerjaan seperti ini. Tetapi di sisi lain, ada banyak hal yang bisa disyukuri setelah ia menerima wujud manusianya kembali.

Dolce mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya. Siapa tahu pemandangan Selphia dapat menghilangkan perasaan jenuhnya untuk sesaat. Terlalu sering berada di dalam ruangan memang membuat mata cepat lelah. Walaupun kenyataannya hampir semua orang pergi keluar pada sore hari untuk bersantai, Dolce cukup jarang menikmati pemandangan seperti ini pada siang hari. Lantaran sedang musim panas, cahaya mataharinya cukup menyengat. Orang-orang lebih terbiasa mengamati pemandangan dilatarbelakangi oleh matahari yang hampir tergelincir. Perasaan seperti ini cukup memikat hati Dolce. Dan itu terasa cukup menyenangkan.

Masih ketika Dolce mengedarkan pandangannya, matanya tiba-tiba terhenti begitu melihat sebuah rumah kosong tak jauh dari toko bunga yang baru saja ditinggalkannya. Rumah kosong itu jelas tidak menyimpan memori apapun di dalam benak kepalanya. Tapi, Dolce merasa ada satu hal yang janggal. Mau bagaimanapun juga, rumah itu bukanlah suatu tempat yang tidak berperasaan menurut hatinya. Ada suatu hal yang dapat dirasakan Dolce jauh dari lubuk hatinya, namun ia tidak bisa mengungkapkan atau bahkan menemukan perasaan seperti apakah itu.

Perasaan itu dirasa telah lama menghilang dari dalam dirinya seiring berjalannya waktu.


Setibanya kembali Dolce ke klinik, ia cukup terkejut mendapati sosok Lest yang sudah sadarkan diri namun dengan kondisi yang cukup tidak stabil. Sorot matanya tampak kesulitan menentukan fokus, sementara keseimbangan tubuhnya pun sangat tidak stabil. Tetapi Lest sangat memaksakan dirinya untuk bergegas pergi ke klinik kemudian pergi entah ke mana. Sepertinya hal yang dilakukan oleh Lest bersifat darurat, namun jikalau berbicara dari sudut pandang dokter ataupun perawat, "Kemungkinan kamu akan kembali lagi ke sini pasti bakal lebih besar kalau kamu tidak memulihkan kondisi fisikmu dulu sebelum berkegiatan". Setidaknya itulah hal yang juga dipikirkan Dolce.

Pada akhirnya, Nancy dan Jones tidak bisa memaksakan apapun terhadap kehendak Sang Pangeran. Lagipula, ini sudah yang ketiga kalinya Lest dirawat di klinik pada garis waktu yang tidak berjauhan. Jones hanya memberikan semacam resep dokter yang diharapkan dapat membantu memulihkan daya tahan tubuh Lest selama satu minggu. Senang lantaran dimengerti, Lest menerima resep tersebut kemudian kembali melanjutkan pekerjaannya dengan terburu-buru pergi ke luar klinik. Dolce yang belum sempat melangkahkan kakinya ke dalam ruangan langsung melangkah mundur untuk memberi Lest jalan.

"Ada apa dengannya, ya?" Dolce bertanya-tanya seraya menaruh Toyherb yang dibawanya ke dalam lemari pendingin.

"Pasti ada masalah besar yang menyangkut keselamatan Selphia," ungkap Jones sambil merenggangkan lehernya. "Tapi tetap saja tindakan seperti itu terlalu beresiko."

"Ibaratnya seperti berjuang dengan setengah kapasitas darah," timpal Nancy. "Atau mungkin 30% saja."

"Biar aku yang membereskan ranjang pasien, ya," kata Dolce mengajukan diri.

"Oh, ya, silahkan. Terima kasih banyak," ucap Nancy setelah memberikan segelas air kepada suami tercintanya.

Dolce memasuki sekat pasien untuk mengganti sprei kasur dan bantal, kemudian membersihkan sekat tersebut secara menyeluruh pada umumnya. Setelah membersihkan ruangan , Dolce bermaksud meninggalkan sekat untuk memasukkan sprei kotor ke pencucian. Tapi lagi-lagi Dolce melamun di hadapan ranjang pasien yang sama sekali tidak memengaruhi apapun di dalam pikirannya. Hanya saja, entah bagaimana, ranjang pasien tersebut bisa menimbulkan suatu kesan yang terasa melankolis bagi Dolce.

Perasaan ini mungkin memiliki 'cita rasa' yang serupa sama seperti pada saat Dolce menyaksikan rumah kosong yang sejajar dengan toko bunga Illuminata. Dolce berpikir. Kalau aku tidak bisa mengingat apa-apa yang terjadi terkait kedua hal tersebut, artinya memori itu telah menghilang dan yang tersisa hanyalah kenangan atau kesan yang khas. Peristiwa semacam apa yang dapat dengan mudah kulupakan namun menimbulkan kesan yang sangat terasa di dalam hati? Sejujurnya, aku tidak seharusnya melupakan hal-hal semacam itu.

Tapi yang jelas, sesuatu telah terjadi. Dan itu berkaitan erat dengan kedua objek tersebut.


Sore harinya, Dolce bermaksud untuk menanyakan beberapa hal terkait rumah kosong yang terletak di samping toko bunga terlebih dahulu. Tidak tanggung-tanggung, ia menanyakannya secara langsung kepada Ventuswill. Lagipula siapa tahu sosok sepertinya dapat memahami masalah seperti apa yang sebenarnya sedang Dolce hadapi.

Dolce memasuki ruangan Venti yang megah, sampai-sampai membuatnya mendongakkan kepala untuk mengamati sekitarnya. Puas mengamati sekitarnya, ia menghentikan gerak-gerik kepalanya tepat di depan wajah Venti.

"Halo, Dolce," sapa Ventuswill sambil meringankan volume suaranya. "Sudah lama sekali salah satu kawan baikku dari masa lalu pergi mengunjungi tempat ini. Apa pekerjaanmu lancar-lancar saja?"

"Soal itu tidak masalah... sebetulnya, ada satu hal yang ingin kutanyakan kepadamu, Ven..." ungkap Dolce to the point.

"Ada apa?"

"Aku merasa ada sesuatu yang terasa ganjil ketika melihat rumah kosong di sebelah toko bunga Lumi," tutur Dolce. "Bukankah aneh seandainya aku memiliki semacam perasaan terhadap bangunan yang tidak pernah kuhiraukan sama sekali?"

"Memang aneh," timpal Venti. "Ingatanmu jauh sebelum kau tiba di tempat inipun sudah tidak bisa kau ingat. Aku tidak bisa menjamin ingatanmu selama berada di Selphia, Dolce. Maksudnya, hal ini di luar kemampuanku. Ditambah lagi, rumah itu memang kosong. Bahkan sejak sebelum kamu tiba di sini. Ada apa gerangan? Pada titik ini, aku malah jadi penasaran."

Dolce termenung sesaat sambil berulang kali berpikir untuk memastikan suatu hal.

"Sepertinya ada yang tidak beres dengan ingatanku," ungkap Dolce. "Atau mungkin, ingatan kita berdua."

"Ingatanku juga? Mustahil."

"Tapi, aku tidak hanya merasakan perasaan tersebut kepada rumah kosong itu saja. Entah mengapa, aku juga bisa merasakannya selagi bekerja di klinik. Seolah-olah aku pernah merawat seseorang yang tak pernah kukenal di klinik, dan ia berasal dari rumah di sebelah toko bunga itu."

"Tahan sebentar, jangan terlalu mengumbarkan banyak petunjuk dalam satu waktu," kata Venti. "Gara-gara itu, kamu jadi yakin dengan perasaan itu, ya?"

Dolce mengangguk perlahan.

"Sayang sekali, tapi mau diapakan..." ucap Venti setelah mendesah pendek. "Aku bersumpah atas nama Para Naga, aku tidak pernah melihat siapapun tinggal di tempat itu. Kamu mungkin sekadar berangan-angan, Dolce. Sebaiknya kamu beristirahat malam ini."

Dolce mendengus. "Kupikir tak ada hal lain yang lebih sia-sia untuk dilakukan selain berangan-angan. Tapi, Venti, perasaan ini cukup mengganggu. Kalaupun aku bermimpi, hal itu pasti berasal dari pengalamanku."

"Kamu harus belajar untuk menghadapi kenyataan, Dolce," ujar Venti dengan lembut. "Aku bukannya tidak ingin menghargai perasaanmu itu. Sebagai tambahan, bagaimana kalau kita anggap saja bahwa perasaan itu adalah semacam... pertanda?"

"Pertanda?"

"Banyak orang yang sangat memercayai mimpinya lantaran kebenaran yang dibawanya pada masa mendatang," jelas Venti. "Hal ini tentu tidak ada jaminannya, tapi siapapun berhak menganggap mimpinya merupakan suatu pertanda."

"Begitu, ya..." gumam Dolce sebelum mengakhiri pembicaraannya dengan Ventuswill.

"Tapi, dengarkan perkataanku ini baik-baik, Dolce," tambah Ventuswill. "Jangan sampai angan-angan seperti itu bisa menguasai dirimu sepenuhnya."

Dolce menghembuskan nafas berat dari dalam paru-paru melalui lubang hidungnya. Semua perkataan Ventuswill terdengar sangat bijak dan dapat dengan mudah meyakinkan hati Dolce.

Akan tetapi, mau bagaimanapun juga, perasaan itu tidak mungkin membohongi dirinya. Atas dasar apakah perasaan itu muncul? Atas dasar apakah ingatan itu muncul kembali dan menimbulkan suatu perasaan yang sangat mengusik pikirannya? Beban emosional itu tidak dapat dirangkul oleh siapapun bersama dengannya agar mencapai jawabannya. Ia harus menemukannya sendiri. Atau paling tidak, biarlah semesta yang mengantarkan hal tersebut kembali kepadanya.


Dolce memerhatikan langit malam yang dipenuhi gugusan bintang. Gemerlapnya sangat cantik sampai-sampai bola matanya sulit mengering pada saat memerhatikannya. Setelah berendam dengan air panas di pemandian keluarga Lin Fa, ia merasa kondisi hatinya mulai membaik. Dalam hal ini, perasaan unik yang sempat dirasakan Dolce sebelumnya menjadi tidak terlalu membandel. Pikirannya mulai jernih, namun ia masih cukup penasaran dengan apa-apa yang terjadi kepadanya pada hari itu. Sekali lagi, dengan kadar yang tidak terlalu membandel. Dolce mulai merasa kelelahan dan ingin sesegera mungkin beristirahat. Barangkali ada banyak kejutan yang telah disiapkan untuknya pada keesokan harinya. Biarlah hari ini menjadi misteri, asal esok hari mendapat jawabannya.

Sebelum kembali ke klinik, Dolce sekali lagi menghampiri rumah kosong tersebut. Setelah memerhatikannya untuk sekilas, ia memejamkan matanya. Biarlah hatinya saja yang akan membawa alur berpikirnya ke manapun kehendak menentukan. Dolce tahu hal tersebut tidak akan membawanya ke manapun. Tetapi, sedikit demi sedikit, mungkin Dolce mulai memahami perasaan apa yang sebenarnya ia rasakan. Terasa seperti perasaan rindu akan suatu nuansa yang sangat menyenangkan. Mulutnya menyunggingkan sedikit senyuman pada saat itu. Walaupun ia sadar betul, Dolce sama sekali tidak mengetahui apa penyebab konkret atas reaksinya itu.

Dolce melakukan hal yang sama kepada ranjang pasien di dalam kliniknya sebelum ia beranjak ke kamarnya untuk beristirahat. Perasaan itu tetap sama. Sekalipun Dolce tidak yakin akan suatu perbuatan menyenangkan yang pernah dilakukannya di dalam ruangan tersebut, tapi ia cukup yakin dengan perasaannya.

Terakhir, tepat sebelum ia hendak merebahkan tubuhnya setelah mengganti pakaian, ia kembali merenung. Ingatan yang sempat menghilang dari benaknya mungkin memang menyenangkan hatinya. Tapi itu tidak lagi relevan pada saat ini. Pada suatu titik, ia mungkin telah kehilangan kesadaran dalam rentang waktu yang sama pada saat terjadinya peristiwa menyenangkan tersebut. Sejak saat itu, bentuk ingatan yang terbentuk di dalam benaknya terpecah berkeping-keping. Hanya sedikit bagian saja yang dapat Dolce nikmati pada masa mendatang, sama seperti saat ini.

Dolce bisa merasakan degup jantung dan frekuensi nafasnya yang kian melambat. Sekali lagi Dolce tersenyum. Tetapi tanpa sadar, air matanya menitik dan mengalir tepat ke bawah pelipisnya. Sama seperti ingatan yang dimilikinya, yang juga muncul pada hari itu. Hanya ada setetes air yang mengalir dan mengering dalam waktu yang sangat singkat.