Title: Life That is Like Scattered Words

Rated: T

Character(s): Kawabata Y, Yokomitsu R, Kikuchi K

Genre: Hurt/Comfort

Disclaimer: Bungou to Alchemist belongs to DMM Games

Summary: Ia ingin melesat cepat bagai kilat, tetapi ia justru diberi umur panjang untuk terus melihat kepergian semua orang.


Doa semoga panjang umur adalah hal lumrah yang orang katakan saat seseorang berulang tahun. Konotasinya terdengar baik, dan sejujurnya hanya murni harapan agar besok dan seterusnya mereka bisa bertemu kembali di momen yang sama.

Ia bukan pengecualian. Setiap tahun ada saja yang menyelamatinya begitu. Manusia tidak bisa hidup sendiri, dia tahu hal itu, makanya ia menerimanya dengan senang hati sembari berharap doa tersebut berbalik pada orang di sekitarnya.

Sayangnya, tidak semua hal dapat dikabulkan. Sejak ia masih belum mengenal betul dunia, ia sudah dihadapkan pada banyak kematian. Di umur satu Ayahnya, tahun selanjutnya Ibunya, lima tahun kemudian Nenek yang merawatnya, bahkan tak lama kakak perempuan dan Kakeknya pun juga.

Menyebut diri sebagai shoshiki no meijin rasanya tidak aneh juga, toh memang kenyataannya demikian. Selalu ada kesedihan pada setiap kepergian tersebut, tetapi ia tidak serta-merta menyerah.

Ia dianugerahi kemampuan menulis yang sangat hebat. Setiap untaian katanya dapat menarik perhatian orang yang membacanya. Bahkan orang yang sulit berimajinasi pun bisa membayangkan betapa dinginnya salju di gunung Niigata atau keindahan gerakan tari penari keliling.

Berkat kelihaiannya dalam permainan kata, ia berhasil bertemu dengan orang-orang hebat pada masanya. Dipertemukan dengan Kan, bersahabat dengan Yokomitsu, lalu tanpa sadar jumlah penulis yang ia kenal menjadi sangat banyak.

Masa itu sungguh tak terlupakan baginya. Ia menikmati setiap episodenya. Doa panjang umur yang ia dapat setiap ulang tahun sepertinya dimaksudkan untuk hidupnya yang sekarang.

Namun, seperti kutipan karya kenalannya, nyawa manusia benar-benar fana, bagai embun dan kilat yang hanya sekejap. Pada akhirnya ia masih tidak bisa juga lepas dari kematian. Suatu hari Yokomitsu pergi, tiba-tiba saja, meninggalkannya. Ia tak diberi waktu banyak untuk tenggelam dalam kepergian sahabatnya karena selang dua bulan kemudian Kan menyusul.

Kenapa, kenapa (lagi-lagi) hanya ia yang bertahan hidup? Bahkan sampai umurnya nyaris tiga perempat abad! Di waktu selama itu dan di usia sepanjang itu tentu sudah tak terhitung berapa banyak kematian yang ia lihat.

Ketika tersadar dari tidur yang abadi, ia terbangun di desa dingin di dalam bukunya. Kesedihan yang terus bertumpuk dari satu kematian ke kematian lainnya telah membuat hatinya juga sama dinginnya. Untuk apa ia di sini? Apa ia harus panjang umur dan melihat kematian lagi?

Ia sering disebut sebagai kijutsu-shi, dan ia rasa nama itu tidak aneh juga, karena ia memang pesulap hebat yang mampu memperpendek umur orang demi memperpanjang umurnya.

Di tengah pikiran yang semakin lama semakin buruk itu, Yokomitsu dan Kan datang. Mereka menyelamatkannya dari kebekuan hatinya, membuatnya tersadar bahwa kali ini mereka dihidupkan kembali dan bersifat selamanya asalkan mereka terus melindungi literatur. Ia mulai berangsur-angsur percaya jika kali ini semua orang akan panjang umur.

"Um ... Kawabata?" suara Kan terdengar setengah bingung setengah cemas. "Kamu nyiapin ini buat kita?"

Pagi-pagi sekali Kawabata membangunkan Kan dan Yokomitsu. Ia mengajak mereka melakukan olahraga pagi, membahas bacaan di perpustakaan, kemudian mempersilakan keduanya menunggu di meja makan. Dua piring panekuk dan dua gelas yoghurt diletakkan di atas sana.

Kawabata tak menjawab. Matanya sibuk memperhatikan keduanya. Meski sudah mengenal lama kebiasaannya, Kan tetap merasa kikuk.

Yokomitsu mengamati sajian dari sahabatnya, tak lama ia berkata, "Rasa pisang?"

"Aku ... minta diajari Hori-san."

"Jadi, kamu bikin sendiri? Aku jadi mau coba." Kan memotong sedikit panekuk miliknya. Ia menyadari sesuatu saat mengunyahnya. "Kamu pake oatmeal sebagai pengganti tepung, ya?"

"Oat ... bagus ... buat tubuh."

"Dan yoghurt ini?"

"Hori-san bilang ... yoghurt yang bagus ... buat pagi hari itu ... yoghurt yunani."

Jawaban terpatah-patah namun langsung ke intinya itu menghasilkan pertanyaan bagi Yokomitsu. "Olahraga pagi dan sarapan sehat ... Kawabata, jangan-jangan, kamu ..."

"Pola hidup yang baik." Kan menginterupsi. "Supaya kita nggak punya keluhan sakit. Itu yang kamu pikirkan, Kawabata?"

Tuduhan tersebut benar adanya. Kawabata hanya mengangguk pelan.

"Aku sempat kaget." Yokomitsu menanggapi. "Ini benar-benar di luar dugaan."

"Apa maksudnya ... Riichi?"

"Kudengar dari orang-orang, hari ini hari peringatan kematianmu," jawab Yokomitsu. "Aku dan Kikuchi-san was-was sekali sama sikap anehmu. Takut-takut sesuatu terjadi. Tapi, ternyata justru sebaliknya."

Kawabata terdiam, tidak mengerti penjelasan Yokomitsu yang terkesan menggantung.

"Maksud Yokomitsu, dibanding rasa takut sesuatu terjadi sama dirimu, kamu malah lebih takut sama keadaan kita." Raut wajah Kan menjadi lebih tenang dari sebelumnya. "Terima kasih sudah mengkhawatirkan kita. Semuanya baik-baik aja, kok."

"Tapi ... aku ..." takut kalian pergi lagi, takut hanya aku lagi yang panjang umur.

Yokomitsu memegang tangan Kawabata yang tanpa sadar terus menyatu layaknya orang yang sedang bimbang akan sesuatu. Ia berusaha memberikan ketenangan padanya. "Maaf sudah pernah meninggalkanmu sendiri."

"Riichi ..."

"Mulai sekarang, mari hidup sama-sama." Yokomitsu meyakinkannya dengan suara serta senyumnya yang cukup meneduhkan hati Kawabata. "Selama kita terus melindungi semua karya, kita akan ada di sini tanpa ada yang pergi dan ditinggalkan."

"Yokomitsu benar." Kan menambahi. "Lagian kamu udah bukan shoshiki no meijin, kamu Yasunari Kawabata, seorang novelis yang bernasib sama seperti sastrawan lain di perpustakaan ini; sama-sama sudah mati dan hidup lagi. Biasakan ingat itu."

Kawabata tertegun sejenak. Insiden di dalam yukiguni telah mencairkan hatinya, ia yakin, tetapi sepertinya masih ada bagian tersembunyi yang membeku di dalam hatinya. Dan hari ini, di hari peringatan kematiannya, bagian tersebut mulai ikut meleleh karena keraguannya telah dipatahkan oleh dua orang yang paling ia sayangi ini.

"Terima kasih ... Riichi ... Kikuchi-san."

Tak perlu jeda bagi keduanya untuk menjawab 'sama-sama' sembari melanjutkan sarapan pagi mereka. Kan membagi porsi panekuknya pada Kawabata dengan embel-embel 'agar hidup sehat' juga, tetapi jauh di dalam hati, mungkin mentor keduanya itu masih khawatir pada kemungkinan-kemungkinan berbahaya. Jadi, sebagai gantinya, Kawabata meyakinkan mereka jika dirinya akan lebih menjaga diri dan tidak dekat-dekat dengan gas khusus di hari ini.

END


Author's Note: Ini fic dibuat dadakan. Awalnya gak ada niatan, tapi gatau kenapa pengen aja bikin kkc ichimon. Momennya ngepas (meski sekarang dah telat). 16 april peringatan hari kematian kwbt.

Baca biografi kawabata (dan yokomitsu) cukup sedih. Kepikiran dibanding kwbt dikhawatirin bakal kenapa2, justru malah kwbt yg khawatir sama orang2. Karena dia sering jadi yang ditinggal, makanya lebih masuk akal kalo dia yang kali ini berusaha buat gak ditinggal. Judul ini terinspirasi dari lagu Strobe Light siinamota (sebenernya lagu ini sama lagu di fic sebelumnya nyaris sama semuanya, kecuali bagian akhir karena lagu2 ini kaya perkembangan. Di Strobe Light, kesannya tentang orang yang akhirnya mau berubah, sedangkan di Strobe Last jatohnya kaya pengandaian kalo suatu saat bakal berpisah).

Shoshiki no meijin itu master of funerals (referensi dari sebutan kwbt pas di masa muda banyak anggota keluarganya yang meninggal), kalo kijutsu-shi itu pesulap (referensi sebutan kwbt pas jd novelis).

Makasih udah baca ini. Semoga fanfic bunal tambah rame.