Naruto belongs to Masashi Kishimoto. I don't gain any profit, for entertainment purposes and my sister AshleyChen16. Sorry for taking a long time but here it is.
Monmaap sist, yg satunya gak bisa kelar-kelar hikd.
Drive Alone by maggiellezk.
Cause you said forever, now I drive alone past your street一Olivia Rodrigo; Drivers License
Summary : Just like in the past, we're driving through the night. But now, I'm driving alone through our past.
Jam dinding yang menggantung di kamarnya telah menunjukkan waktu larut; pukul satu malam. Sakura melipat laptopnya usai mematikan kemudian melakukan beberapa peregangan ringan. Gadis itu menguap lebar sambil menengadahkan kepala ke langit-langit. Ornamen glow in the dark yang menempel hanya seperti tempelan biasa ketika cahaya lampu memonopoli seluruh kegelapan dalam kamar. Ia kembali menegakkan punggung, termenung sejenak sebelum meraih ponsel hanya untuk mengecek notifikasi yang masih kosong di sana. Helaan napas diloloskan beserta ponsel yang kembali diletakkan di atas meja. Sakura beranjak, bersiap menuju tempat tidur yang telah menunggu sampai dering sekilas terdengar. Lantas saja, ponsel kembali diraih dengan cepat.
Yakin mau tidur sekarang?
Pesan itu dikirim oleh seseorang yang diberi nama kontak Si Tuan Casanova. Gadis itu berjalan dan duduk di tepi tempat tidur. Ia bermaksud membalas pesan tersebut segera, tapi balon chat lain kembali muncul.
Keluarlah. Ayo keliling sebentar. Aku di luar.
Matanya membelalak. Ia melompat dari kasur dan menghampiri jendela. Gorden ditepis ke samping kemudian jendela dibuka. Kepalanya menoleh, matanya mencari-cari keberadaan seseorang di sekitar sana. Sampai akhirnya ia benar-benar menemukan sosok laki-laki berambut keperakan yang agak kontradiksi dengan gelapnya malam. Laki-laki itu melambai ke arahnya dan Sakura langsung memberi isyarat untuk menunggu. Tak perlu waktu lama, gadis itu menuruni tangga dengan cepat dan keluar dari rumahnya, lantas menghampiri si sosok berambut perak. Mereka bertukar pelukan sekilas; Sakura yang langsung menghambur memeluk dan mungkin tidak akan melepaskan jika saja laki-laki itu tidak memaksa.
"Hei, hei, apa kabarmu?" Laki-laki itu berbasa-basi.
"Baik. Kau sedikit kurus. Makanan di sana tidak enak, ya?"
Sang lelaki mengedikkan bahu. "Enak, hanya saja tidak cocok dengan lidahku." Sakura tergelak kemudian memukul bahu laki-laki itu.
"Apa bedanya itu?"
Cibiran Sakura dibalas kekehan geli tanpa dosa. Lantas lelaki itu pun mengajak Sakura untuk masuk ke dalam mobil karena udara semakin dingin. Jalanan Konoha saat larut malam sangat sepi. Bahkan bisa dibilang, hanya kendaraan mereka saja yang menderu di tengah aspal dingin. Sakura membuka laci dashboard mobil dan menemukan beberapa cemilan kecil yang terselip di antara beberapa barang.
"Kakashi, boleh, ya?" pinta Sakura sambil memasang wajah memohon. Kakashi yang mencoba tetap fokus menyetir mendengkus geli.
"Biasanya juga tidak minta izin. Jangan kebanyakan, ya," balas Kakashi.
"Siap!"
Sakura mengambil salah satu cemilan kecil; pocky stick rasa stroberi dan langsung membukanya. Begitu mika dirobek, bau khas stroberi langsung menguar. Gadis itu meraih satu batang dan menggigitnya, lantas meraih satu batang lagi dan menyodorkannya pada Kakashi, yang diterima dengan gigitan. Mereka tak pergi terlalu jauh. Hanya mengelilingi sekitar Konoha, jalur yang ditempuh pun hanya jalan besar yang biasanya ramai saat siang.
"Tesmu bagaimana?"
Mendengar pertanyaan Kakashi, Sakura yang baru akan menggigit stik pocky lain tiba-tiba berhenti. Ia menghela napas kasar dengan bahu yang ikut melemas. Punggungnya bersandar pada jok penumpang.
"Gagal," jawabnya singkat dengan bibir yang sedikit maju.
"Heh? Lagi? Perasaan kau sudah lancar, deh."
Sakura menggigit pocky yang sempat ia turunkan sebelum berbicara kembali. Lengkap dengan wajah tertekuk.
"Aku gagal di tes mengemudinya."
"Payah," tanggap Kakashi sekenanya. Lantas saja, laki-laki itu langsung mendapati pelototan tajam Sakura. Gadis itu mendengkus keras dan memakan pocky dengan nafsu membunuh.
"Iya, Tuan Casanova yang bisa segalanya." Sakura balas menyindir. Mata memutar bosan dan pocky stick jadi sasaran kekesalan. Kakashi kembali menanggapi dengan kekehan pelan. Masih belum puas menggoda gadis itu, ia kembali melontarkan kalimat penuh justifikasi dan mulai iseng membanding-bandingkan.
"Tetanggamu yang umurnya masih 20 tahun saja sudah bisa dapat SIM. Lah, kau belum dapat padahal sudah 27 … atau 28 kah? Malu-maluin, deh pokoknya."
Sakura mendecak, "Jangan mulai membanding-bandingkanku. Kau sama saja dengan Ibu! Lagian umurku baru 25 tahun Kakashi, tebakanmu kejauhan!"
"Oooh …." Kakashi tak henti-hentinya memupuk kekesalan gadis itu. Ia hanya tertawa nista ketika Sakura kembali misuh-misuh dan mulai memukul bahunya. Merasa serangan gadis itu semakin brutal, Kakashi pun minta maaf dan menyuruhnya untuk berhenti sebelum hal yang tidak diinginkan terjadi.
Tidak lucu jika mereka mati menabrak pembatas jalan hanya karena membicarakan soal SIM.
"Aku akan ikut tes lagi minggu depan. Temani, ya?" ujar Sakura. Kakashi bergumam sejenak dengan bibir yang bergerak dari kanan ke kiri. "Tidak bisa. Aku harus kembali ke London untuk mengurus sesuatu minggu depan."
Wajah Sakura menekuk. Kakashi melirik sebentar kemudian tersenyum. Satu tangannya terulur, menguyel pipi Sakura yang menggembung.
"Jangan pasang wajah begitu, dong. Aku janji bakal kembali kalau selesai dan sebaiknya kau sudah dapat SIM waktu itu."
Sakura mengangguk-angguk. Meski begitu, wajahnya masih tampak tidak rela. Ia menepis kasar tangan Kakashi dan membentak laki-laki itu untuk fokus saja ke jalannya.
"Orang tuaku sepertinya sudah jengah menanggung aku di rumah." Sakura berujar sambil sedikit melirik pada Kakashi, berharap lelaki itu menangkap kode cepat nikahi aku saja astaga! Namun, entah Kakashi memang tidak menangkap atau pura-pura tidak menangkap, ekspresi laki-laki itu santai saja saat mengatakan, "Ya sudah, beli rumah saja."
Sakura memberenggut. "Iiih! Bukan itu maksudku!"
"Lalu apa, heh? Mau tinggal denganku?"
"Nggak gitu, ih!"
Kakashi tergelak sampai bahunya bergetar. "Apa sih?"
Ah, ini mah jelas Kakashi cuma mau bikin Sakura kesal. Akhirnya, Sakura memilih bungkam saja. Kakashi melirik gadis itu sekilas.
"Nanti, deh, kalau kau sudah dapat SIM aku lamar."
Sakura langsung menoleh horor padanya. "Aku tidak ...uh! Apa maksudmu? Kenapa SIM jadi persyaratannya, hei!" Sakura yang antara kesal dan malu langsung kehilangan kata-kata. Kakashi tak habis pikir dengan tingkah gadis itu. Ia hanya bisa geleng-geleng sambil ketawa kecil. Padahal dia yang kasi kode, sekarang giliran dibalas kenapa malah salah tingkah coba?
"Janji?" tanya Sakura dengan sisa-sisa harga diri. Tiga perempatnya sudah tenggelam oleh rasa malu meski dari awal ia yang meminta. Kakashi yang masih berusaha meredam sisa tawa mengulurkan kelingkingnya.
"Janji selamanya. Aku akan menemanimu selamanya."
Mereka pun saling mengaitkan kelingking.
Sakura tak bisa menahan diri untuk berhenti bereaksi berlebihan. Orang-orang yang merupakan staff kantor kepolisian hanya melempar tatapan heran. Sakura tak peduli. Gadis itumengangkat SIM-nya tinggi dan menatapnya dengan bangga. Ia langsung pulang ke rumah, padahal biasanya keluyuran dulu. Salah satu alasannya adalah ia ingin segera mengabari Kakashi soal ini.
Begitu sampai di rumah, Sakura mengabaikan orang tuanya yang tampak kelewat serius menonton televisi. Ia langsung menuju kamar dan membuka aplikasi Skype. Mereka tak segera terhubung. Sakura mengerutkan alis. Tidak biasanya Kakashi tidak merespons. Gadis itu pun yakin di sana belum terlalu larut. Ia mengangkat bahu sekilas, berpikir mungkin Kakashi sedang ada urusan. Lantas, gadis itu melipat laptop dan keluar dari kamar. Masih saja, kedua orang tuanya terdiam di depan televisi yang menayangkan suatu berita.
Sakura mengambil sekotak jus dari kulkas dan menghampiri kedua orang tuanya.
"Kalian nonton apa? Kenapa serius sekali?" tanya Sakura yang menusukkan sedotan pada kotak jus. Ibunya berdiri dan langsung menahan kedua lengan gadis itu.
"Sakura ... kemarin Kakashi berangkat pakai maskapai apa?"
Sakura mengerjap bingung. Ia memiringkan kepala untuk melihat layar televisi. Alisnya mengerut melihat kode pesawat yang ditumpangi Kakashi kemarin. Sampai ketika ia membaca lengkap tajuk berita saat itu, Sakura langsung kehilangan keseimbangan. Susah payah sang ibu menopang.
"Semua awak, pilot dan penumpangnya meninggal."
Petir seolah menyambar saat itu juga.
Sakura masih memakai pakaian serba hitamnya usai menghadiri upacara pemakaman. Ia membawa SIM yang didapatkan beberapa hari yang lalu, lantas mengingat ucapan Kakashi saat itu. Matanya sudah dalam kondisi yang buruk karena menangis dua hari dua malam.
"Aku akan kembali."
"Janji selamanya."
Mata Sakura yang sayu menatap lurus SIM tersebut.
"Kau bilang akan kembali, kau bilang akan melamarku ketika aku mendapatkan SIM."
Kepala Sakura kemudian menengadah pada langit mendung.
"Selamanya, huh?" Ia mendengkus.
Beberapa hari berlalu, pukul satu malam, Sakura masih terjaga. Ia bangkit dari tidur dan menurunkan kaki ke lantai. Gadis itu beranjak menghampiri meja kerjanya. Di sana ada laptop, kunci mobil yang merupakan pemberian ayahnya usai berhasil melewati ujian mengemudi serta foto terakhirnya bersama Kakashi di Pantai Kiri. Sakura terdiam agak lama menatap semua benda yang ada di sana sebelum mengambil kunci mobil dan meninggalkan ponsel.
Ia menuruni tangga sepelan mungkin dan sesaat ia melihat bayangan dirinya yang berlari di tangga dan menghampiri pintu depan dengan semangat. Namun, halusinasi itu hilang secepat mata mengedip. Lalu, ketika ia membuka pintu, kembali fatamorgana itu tersaji. Ada Sakura lain yang sedang berlari menghampiri dan menghambur memeluk Kakashi, kemudian hilang lagi.
Sakura berjalan menuju sebuah mobil hitam yang terparkir. Ia menyalakan kontak mesin dan memanaskannya beberapa saat sebelum memacu kendaraan itu keluar. Matanya menatap kosong ke depan. Jalanan tak sesepi dulu. Ada satu dua mobil yang lewat saat itu. Ia menyusuri jalanan utama, jalur yang selalu ditempuh Kakashi karena laki-laki itu sangat payah dalam membaca rute peta di jalanan sempit. Mobil Sakura menepi, berhenti di dekat pembatas jalan. Gadis itu menumpukan kepala pada stir. Terhitung lima enam detik, bahunya mulai bergetar menahan isakan.
Kau yang dulu berkata akan menemaniku selamanya, tapi sekarang kau biarkan aku melewati jalanan ini sendirian.
End
A/N : Ehem … um… akhirnya selesai!
Jujur, ini aku udah 4 kali ganti ide dan yang lain gak ada yang nyampe, semuanya stuck *nangis. Thanks buat yang udah baca sampai akhir, semoga menikmati fanfiksi yang ambyar ini ehe.
