Memasuki hari kedua puasa, kondisi fisik ketujuh bersaudara kembar favorit kita ini masih beradaptasi dengan ritme bulan puasa. Perubahan sikap mereka pun mulai terjadi. Oleh karena itu, Halilintar harus melakukkan sesuatu sebelum rengekan Taufan yang sedang mati gaya itu membuat sakit kepalanya kumat dan puasanya batal.
Author note:
-Boboiboy dan seluruh karakter yang terkandung di dalamnya adalah milik pemegang hak cipta, saya hanya pinjam karakter-karakternya. Tidak ada keuntungan materi yang saya dapatkan dari fanfic ini.
-BUKAN YAOI, BUKAN SHOUNEN-AI. Elemental sibblings, AU, tanpa super power, OOC (mungkin ?).
-Dalam fanfic ini umur karakter utama adalah sebagai berikut dari yang tertua:
-BoBoiBoy Halilintar: 18 tahun
-BoBoiBoy Taufan: 18 tahun.
-BoBoiBoy Gempa: 18 tahun.
-BoBoiBoy Blaze: 17 tahun.
-Boboiboy Thorn: 17 tahun.
-Boboiboy Ice: 16 tahun.
-Boboiboy Solar: 16 tahun
.
.
.
Puasa Hari Kedua.
Dengan langkah yang terhuyung-huyung Taufan melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah melalui pintu depan. Tidak seperti biasa, langkah kakinya berat dan diseret-seret.
Dibarengi suara semilir angin lalu Taufan menghempaskan tubuhnya ke atas sofa ruang tengah. Ia menghela napas panjang sembari melirik ke arah jam dinding yang menempel pada tembok rumahnya.
Jarum detik bergulir bagaikan enggan bergerak menempuh waktu yang berlalu dan Maghrib masih kurang dua jam lagi.
"Lamaaaaa." keluh Taufan yang masih memandangi jam dinding di tembok rumah.
"Damainya rumah ini kalau kamu ngga hyper, Fan..." Terdengarlah suara dari arah tangga rumah.
Taufan menengokkan kepala ke arah tangga rumahnya dan melihat Halilintar tengah berjalan menuruni tangga.
Tanpa memedulikan Taufan yang merengut kesal, Halilintar langsung duduk di atas sofa, tepat di sebelah Taufan. Televisi pun dihidupkan oleh Halilintar yang memutuskan untuk menonton televisi saja menunggu saat berbuka puasa.
"Haliiii," rengek Taufan. "Cari siaran yang bagus laaah."
Halilintar memutar bola matanya ke atas. "Sudah, nonton drama Korea saja sana."
"Ponselku rusak, keinjak Thorn..." keluh Taufan dengan bibir monyongnya.
"Astaga..." keluh Halilintar sembari menghela napas panjang. Ia harus berbuat sesuatu sebelum rengekan Taufan membuat migrainnya kumat dan puasanya batal.
"Haliiiii." rengek Taufan lagi. "Ganti siaraaaan." Bahkan Taufan mulai mencolek-colek pinggul Halilintar dengan jempol kakinya
Dan...
-Brugh!-
Taufan tidak ingat pasti apa yang terjadi kemudian, namun yang pasti kini ia menemukan dirinya terbaring di atas sofa dan kepalanya sudah berada di atas paha Halilintar.
"Nah, tidurlah sampai buka puasa nanti, Fan." ucap Halilintar lengkap dengan senyuman manis yang sangat dipaksakannya.
Walaupun dipaksakan, senyum Halilintar itu mampu membuat Taufan tercengang. "Aaaa Haliii?" Bahkan wajah Taufan terlihat sedikit memerah.
"Ssshh ... Tidurlah, Taufan ... Tidur ... Aku disini bersamamu ...," ucap Halilintar dengan suara selembut mungin. Jari-jemari tangannya menyisiri dan membelai rambut di kepala Taufan.
Taufan meneguk ludahnya Jarang sekali Halilintar bisa bersikap lembut seperti itu. "I-iya, Hali," cicit Taufan sambil menggeser-geser posisi tubuhnya supaya lebih nyaman berbaring di atas sofa. "Te-terima kasih, Hali."
"Sinyo bobo ... Oh sinyo bobo." Bahkan Halilintar mulai menyanyikan lagu Nina Bobo versinya sendiri. "Kalau ngga bobo ditubruk kerbau ..."
Sebuah senyuman lebar melintas di bibir Taufan sebelum ia membiarkan dirinya tenggelam dalam alam mimpinya.
"Selamat tidur, Taufan ...," bisik Halilintar lembut sebelum ia menyandarkan tubuhnya sesantai mungkin di atas sofa. Tidak lama kemudian netra merah rubi Halilintar memejam dan dirinya ikutan larut tenggelam dalam buaian mimpi.
.
.
.
Tamat.
Terima kasih kepada para pembaca yang sudah bersedia singgah. Bila berkenan bolehlah saya meminta saran, kritik atau tanggapan pembaca pada bagian review untuk peningkatan kualitas fanfic atau chapter yang akan datang. Sebisa mungkin akan saya jawab satu-persatu secara pribadi.
Sampai jumpa lagi pada kesempatan berikutnya.
