.

Suara decitan lantai licin yang beradu dengan alas kaki, bersama pantulan bola basket di atas lantai maupun papan ring adalah suatu kesenangan tersendiri bagi Kuroko Tetsuya.

Meski kini ia jarang memainkannya karena sibuk bekerja, namun basket akan tetap menjadi favoritnya. Foto-foto kenangan ketika ia mendapatkan penghargaan dulu masih terpajang rapi di dinding kamar rumah. Foto bersama teman setim, saat di Teikou, maupun Seirin dan ... menjadi bagian di tim Vorpal Sword.

Namun, ada satu hal yang membuat lengkungan senyum Kuroko lenyap ketika atensinya jatuh pada salah satu teman timnya dulu.

Kuroko mengulurkan tangan. Mengambil salah satu bingkai foto itu. Foto kenangan di SMP Teikou kelas satu. Ia memusatkan fokus sepenuhnya pada salah satu pigura di sana.

Adalah Akashi Seijuuro. Sosok remaja bersurai merah itu merupakan kapten tim Teikou di tahun kedua. Namun hanya berlangsung beberapa bulan sebelum dikabarkan menghilang dan ditemukan tewas tak bernyawa. Kuroko tidak tahu kejadian pastinya.

Sabenarnya Kuroko tidak begitu mengenal sosok Akashi. Mereka dulu bahkan hampir tidak pernah mengobrol.

Waktu itu memang sedang gempar-gemparnya terjadi anak hilang yang begitu ditemukan sudah dalam keadaan tidak bernyawa. Bukan hanya Akashi seorang saja, sahabatnya yang bernama Ogiwara Shigehiro pun menjadi salah satu korban.

Tanpa sadar, Kuroko meremas kedua sisi bingkai foto itu. Pandangannya meredup dan yang membuat Kuroko merasa sangat menyesal adalah saat itu ia tidak bisa melakukan apapun pada mereka berdua. Padahal Kuroko sempat berada di TKP.

Kuroko menghela napas. Saat ini tepat pukul 07:53 am, ia harus bergegas pergi ke sekolah untuk mengajar sebelum terlambat.

...

..

KnB belong to Fujimaki T.

KuroAka

..

...

Kuroko tidak tahu. Ia merasa ada yang aneh pada dirinya. Sesuatu yang tidak wajar, tapi Kuroko lupa apa itu.

"Tetsu-san, mau berangkat mengajar?" Seorang gadis cantik bersurai ping panjang menyapa dari rumah sebelah.

Pagi itu, langit begitu cerah. Matahari bersinar terang dari ufuk timur. Kuroko baru saja mengeluarkan sepeda motor dari bagasi. Dilihatnya si gadis SMA bernama Momoi Satsuki tengah berdiri depan pagar rumah sambil mengulum senyum manis.

Gadis itu memang selalu menyapa tiap pagi. Sabenarnya Kuroko agak sedikit jengah. Dalam hati membatin, apakah Momoi tidak bosan melakukannya tiap hari? Padahal Kuroko tidak pernah membalas ramah. Palingan cuma anggukan saja.

"Baiklah, hati-hati di jalan ya!" kata Momoi lagi sambil melambaikan tangannya dengan semangat.

Kuroko mengangguk. Ia men-stater motor sebelum melaju pergi dari tempat tinggalnya.

Seperti yang sudah dijelaskan bahwa akhir-akhir ini Kuroko merasa ada yang aneh. Namun ia tidak tahu apa itu.

Ia baru saja melaju melewati gerbang perumahan shapphire resident dimana seorang satpam tersenyum ramah dan mengangkat sebelah tangan kanannya sambil menyapa, "Yo! Pagi Kuroko!"

Yang Kuroko balas dengan senyum datar.

Lalu berpapasan dengan seorang tukang sayur super berisik.

"Ohayo, Kuroko! Mau beli sayuran gak?! Masih seger-seger loh!" seru si tukang sayur dengan suara cemprengnya. Tapi Takao -nama si tukang sayur itu- tak mempermasalahkan ketika Kuroko hanya mengangguk sebagai respon.

Orang itu malah melambaikan tangan sambil berkata, "Yasudah, hati-hati di jalan ya!"

Kemudian Kuroko bergabung di jalan raya bersama kendaraan lain. Samping kanan kiri dan belakangnya ada beberapa pengendara sepeda motor serta mobil. Lalu di depan sana, ada zebracross.

Di sisi jalan dekat zebracross itu terdapat seorang ibu guru bersama anak-anak didiknya yang masih TK.

Kuroko menyergit. Apa yang aneh?

Sambil berpikir mencari sesuatu entah apa itu, Kuroko terus melajukan motor melewati zebracross. Tepat ketika berpapasan dengan sebuah truk dari arah berlawanan, seekor kupu-kupu biru mengalihkan perhatiannya. Binatang itu hanya tampak sekilas sebelum kemudian hilang begitu saja.

Namun ...

Kuroko mengedipkan mata. Dahinya berkerut bingung.

"Yo! Pagi Kuroko!" sapa pak satpam yang barusan dilewatinya. Tunggu ... apa?

"Ohayo, Kuroko! Mau beli sayuran gak?! Masih seger-seger loh!" Takao berseru sambil mendorong gerobak sayurannya.

Kali ini Kuroko tak memperdulikan. Ia melewati Takao begitu saja.

Itu dia!

Kuroko sering sekali mengalami kejadian yang seharusnya sudah ia alami beberapa menit yang lalu. Dan ketika itu juga, pasti akan terjadi sesuatu. Maka Kuroko segera memicingkan mata. Mencari hal mencurigakan dari sekelilingnya.

Ia berada di jalan raya. Melewati zebracross. Seorang ibu guru serta beberapa anak TK di sisi jalan juga masih sama terlihat seperti sebelumnya.

Kuroko semakin waswas. Matanya memicing. Mencari sesuatu yang mencurigakan. Tak membutuhkan waktu lama, Kuroko menemukan sebuah jawaban.

Adalah ketika sebuah truk yang baru saja dilewati. Tepatnya pada si supir truk. Supir itu dalam keadaan tertidur pulas tanpa memerdulikan laju truknya. Dan mengarah pada zebracross, di mana ada beberapa anak TK yang berniat menyebrang. Jika dibiarkan, truk itu akan menabrak melindas anak-anak.

Maka tanpa peduli peraturan lalu lintas, Kuroko memutar balik motornya dengan kecepatan penuh untuk menjangkau truk tersebut.

"Hei! Bangun pak! Hentikan truknya!" seru Kuroko ketika ia bersisian dengan si pengemudi truk sambil menggedor-gedor pintu sopir.

Namun beberapa kali ia berteriak menggedor-gedor pintu, supir truk tak kunjung bangun. Tentu saja Kuroko semakin panik. Seorang wanita terpekik ketika melihat anak-anak TK itu malah mematung di tengah jalan hampir tertabrak.

Untungnya Kuroko segera menjangkau roda kemudi truk dengan susah payah. Dalam kondisi mengendarai motor, tentu bukanlah hal yang mudah.

Anak-anak tersebut selamat, namun Kuroko dan supir truk menjadi korban.

...

..

Ketika membuka mata, Kuroko tidak tahu kapan musim cepat sekali berganti. Ia juga tidak mengerti kenapa langkahnya terasa begitu ringan.

Menapaki lapisan salju yang tebal dengan boot birunya. Butiran-butiran salju berjatuhan bersama angin dingin, Kuroko membetulkan syal merahnya yang merosot di sekitar leher. Ia tidak ingat kapan ia mempunyai syal merah.

Dia juga tidak mengerti kemana ia akan pergi. Kakinya seperti otomatis melewati belokan-belokan perumahan. Kuroko merasa mengenali jalan yang dilewatinya.

Buagh!- "Hei, bro! Buruan jalannya, kita sudah telat!"

Seseorang menepuk pundak kanannya kelewatan keras, membuatnya sedikit terhuyung. Dan mendapati seorang anak remaja yang tengah berlari mendahului. Memakai mantel biru tua bersama ransel hitam dipunggung kokoh itu. Kulitnya agak kecoklatan dengan surai dark blue. Kuroko menyergit. Orang itukan ... Aomine Daiki?

"Duh, sial. Telat lagi. Sebaiknya kita lewat gerbang belakang. Ayo, Tetsu!" serunya lagi sambil berputar arah ketika mereka berhenti di persimpangan jalan.

Kuroko mulai merasa kebingungan. Namun, matanya terbelalak ketika berpaling tepat tak jauh dari tempatnya berdiri, ada sebuah gerbang sekolah yang terbuka lebar dan terdapat papan signage di atas atap lantai dua. Di sana tertulis 'SMP Teikou'. Saat itu Kuroko menyadari dirinya telah kembali menjadi remaja lagi.

Pada awalnya, Kuroko merasa ia pasti sedang bermimpi. Tapi tidak!

Rasa sakit yang diakibatkan oleh cubitan tangannya sendiri terasa begitu nyata, penghangat ruangan, eksistensi teman-temannya di kelas, suara mereka ketika memanggil ... semua itu benar-benar nyata. Ini bukan mimpi!

"Tetsu!" Aomine Daiki melempar bola basket tepat kearahnya. Dengan sigap Kuroko menangkap bola oren itu agak kaget.

"Dari tadi aku melihatmu cuma melamun saja. Apa kau sedang ada masalah?" tanya si pemilik surai dark blue.

Kuroko tak memungkiri kalau sedari pagi hingga sore hari ini ia hanya melamun. Masih belum paham mengapa tiba-tiba ia kembali ke masa lalu begini.

"Aku tidak apa, Aomine-kun."

Meski agak curiga, Aomine pada akhirnya melupakan gelagat aneh Kuroko dan langsung mengajaknya berlatih basket lagi.

Jika dulu Kuroko begitu bersemangat bermain basket, kali ini ia jadi sering tidak fokus. Apalagi ketika Akashi ikut bermain setim dengannya. Kilas balik itu sedikit demi sedikit mulai muncul.

"Kuroko!" Akashi menegur ditengah latihan. Dan entah kenapa Kuroko balas melihat dan memperhatikan lebih intens ketimbang waktu dulu.

"Kalau kautidak niat berlatih, lebih baik duduk di sana dan menjadi penonton," tegurnya datar. Menunjuk bangku penonton berisi para pemain cadangan.

Kuroko melirik bangku itu sekilas, atensinya ditujukan pada Akashi lagi yang kini berbalik melanjutkan permainan basketnya.

Setahu Kuroko, Akashi adalah seorang kapten yang agak keras dan serius dalam klub basket. Kalau melihat salah satu membernya ogah-ogahan berlatih, Akashi tidak segan untuk menegur. Anak itu bahkan berani melakukannya pada kakak kelas. Dia seorang otoriter tanpa pandang bulu. Namun, tidak memungkiri dibawah pimpinannya, tim basket Teikou berjalan semakin maju.

Layar ponsel flip berwarna biru cerah miliknya menampilkan tanggal 18 Desember, Kuroko ingat bahwa tepat di tanggal 20 Desember nanti adalah kejadian dimana Akashi akan menghilang.

Dan entah kenapa Kuroko berniat untuk mencegahnya mumpung ia berada di masa lalu.

"Tetsu, ayo pulang bareng!" Aomine menyampirkan tas olahraganya. Ia melilitkan syal biru di sekitar leher bersiap untuk pulang latihan.

Ah, Kuroko ingat kalau dulu ia memang selalu pulang bareng Aomine.

"Maaf Aomine-kun, aku sedang ada urusan."

"Eh? Urusan apaan?"

"Aku pergi ya!" Tanpa menunggu respon Aomine, Kuroko langsung berlalu memasuki lapangan indoor.

Sudah menjadi kebiasaan para member basket akan pulang lebih dulu ketimbang kapten dan wakapten. Jadi tidak heran ketika hanya ada Akashi dan Nijimura saja yang tersisa.

"Akashi, aku akan melapor hasil latihan ini ke pelatih, bagaimana kalau kau tunggu saja di sini?" kata wakapten dari kelas tiga, Nijimura Shuuzo. Sabenarnya Nijimura adalah mantan kapten, namun katanya semenjak ayah Nijimura sakit, bocah kelas tiga itu mengundurkan diri jadi kapten dan malah menunjuk Akashi untuk menggantikannya.

"Iya, Nijimura-san," balas Akashi ramah. Memang hanya pada Nijimura saja Akashi beramah tamah.

Kuroko mengintip dari balik pintu loker mendengar pembicaraan mereka. Ia langsung berlalu bersembunyi ke pojok lapangan tepat ketika Nijimura keluar dari ruang loker.

Kuroko sangat bersyukur dengan hawa keberadaannya yang sedari dulu selalu tipis macam setan sehingga Njimura tidak menyadari eksistensinya.

Jika Nijimura dan orang lain tidak dapat menyadarinya, berbeda dengan mata kucing Akashi yang tajam.

Karena itulah ia merasa agak panik ketika Akashi keluar ruangan juga dan menatapnya dengan alis bertaut. Untung Kuroko dapat menyembunyikan rasa gugupnya dibalik wajah datar.

"Kau belum pulang?"

"Um, ya."

Akashi melempar tatapan curiga. Membuat Kuroko berkedip semakin gugup.

"Ada yang ketinggalan," lanjut Kuroko lagi, beralibi.

Akashi memicing semakin curiga, namun sebelum si kapten menanyainya lebih banyak, Kuroko segera berlalu.

Sore itu, pengawasan Kuroko terhadap Akashi hanya berakhir ketika mobil jemputan Akashi datang. Kuroko baru ingat kalau Akashi adalah anak orang kaya.

Dan menjadi stalker dadakan seorang Akashi bukanlah hal yang mudah. Selain karena mereka tidak akrab, tidak begitu mengenal, serta tidak sekelas, rupanya Akashi juga memiliki seorang kawan yang suka menempel kemana pun Akashi berkeliaran di sekolah.

Siapa lagi kalau bukan Midorima Shintaro si shooting guard andalan tim basket, sosok cowok yang tingginya kelewatan untuk ukuran anak SMP selain Murasakibara Atsusi.

Selain itu juga, tepat di tanggal 19 Desember ini sedang ada latihan pertandingan antar sekolah. Anak-anak basket dari sekolah Meikou datang ke Teikou. Akashi disibukkan mengatur para member dan mengurusi banyak laporan bersama Nijimura serta Midorima yang entah kenapa ikutan membantu. Alhasil, Kuroko hanya bisa mengawasi dari kejauhan saja.

"Kuroko!" Datanglah Ogiwara memanggil sambil merangkulnya dengan cengiran lebar yang khas.

Ogiwara, Sahabat Kuroko ini memang beda sekolah. Dia dari SMP Meikou di pusat kota. Tapi hampir tiap hari mereka selalu berhubungan lewat email dan tak jarang saling menelpon.

"Ogiwara-kun." Kuroko menyambut dengan senang.

"Hari ini kita akan saling bersaing. Ayo tunjukkan kemampuan basketmu padaku!" kata Ogiwara menantang. Menunjuk kepalan tangannya.

Kuroko tersenyum. Menyambut kepalan tangan itu dengan membenturkan kepalan tangannya. Dalam hati bertekad untuk melindungi Ogiwara juga.

Permainan basket anak-anak Meikou begitu jauh berbanding dengan para pemain anak Teikou. Kemampuan anak basket Teikou jauh lebih unggul. Meikou kalah telak dengan perbandingan point 100:10.

Kuroko juga lupa menahan kemampuan basketnya yang sudah lebih baik dari waktu SMP. Mengikuti latihan di SMA Seirin dan bergabungnya ke tim Vorpals Word, membuat Kuroko menjadi pemain basket tingkat veteran. Ditambah skill Aomine yang memang sejak dulu selalu jago main basket.

"Aku, sih tidak heran jika Aomine mencetak banyak point, tapi aku tidak menyangka kalau Kuroko-san juga bisa melakukannya!" pekik Kise si anak baru di tim basket.

Kuroko berpaling pada si anak yang mengecat rambutnya berwarna pirang itu. Kise Ryouta meski permainan basketnya terlihat amatir, namun anak itu akan menjadi salah satu pemain terbaik sebentar lagi.

"Aku jadi ingin konsul lagi denganmu, Kurokocchi!" Bocah pirang itu mengulum cengiran. "Boleh aku memanggilmu dengan sebutan itukan?"

Sekilas Kuroko membayangkan Kise versi dewasa. Pertemuannya dengan Kise di sini bagai sedang reoni, sebab Kuroko hampir tidak pernah bertemu dengan Kise yang dewasa akibat profesinya sebagai seorang pilot. Kise memang orang yang cepat akrab. Saat bertemu di SMA dulu saja bocah itu selalu menempelinya.

"Wah, kerasukan apa hari ini kau, Tetsu! Permainanmu jadi jauh lebih bagus!" Bahkan Aomine sampai terkagum begitu.

Kuroko hanya berdiri canggung. Bisa-bisanya dia lupa manahan kemampuannya saat ini. Ia berharap tidak ada yang mencurigai, namun pandangannya langsung berpaling ketika merasa ada yang memperhatikan.

Rupanya dari Akashi. Anak itu langsung membuang muka begitu mata mereka saling menatap.

"Kuroko." Seseorang memanggilnya lirih. Datangnya dari tim lawan. Dan Kuroko merasa sangat bersalah ketika mendapati tatapan datar, namun ada rasa shock di dalam iris brunnette milik seseorang.

"Ogiwara-kun, aku-"

"Tidak kusangka ternyata kau sudah berkembang secepat ini ya," sela Ogiwara dengan suara agak bergetar. Bibirnya mencoba mengulum senyum, tapi malah terlihat getir. Dan itu membuat perasaan bersalah Kuroko semakin menjadi.

Saat bertanding tadi, anak-anak basket Teikou memang sedikit kejam. Mereka bermain untuk saling membandingkan siapa di antara mereka yang banyak mendapatkan point, mengabaikan sepenuhnya pada tim lawan.

Kuroko baru menyadari jika sedari pertengahan main tadi, tim lawan sudah terlihat sangat putus asa. Namun anak2 Teikou seolah tidak memerdulikan. Bahkan Kuroko juga malah larut dalam bermain basket.

"Bukan, maksudku ... aku-" Kuroko kehilangan kata-kata.

Ogiwara menepuk pundaknya, sebelum berlalu dia sempat berkata, "Aku tau. Kautidak perlu menjelaskan, tidak perlu juga merasa bersalah begitu."

Yeah, Kuroko ingat latihan pertandingn ini. Dulu meski Kuroko tidak ikut andil dan hanya menjadi cadangan, tim Teikou tetap memeroleh point banyak. Kemampuan beberapa anak-anak basket Teikou memang tidak wajar. Seperti Aomine contohnya. Dan hal itu membuat mereka dikenal dan ditakuti.

Dan Kuroko melupakan sesuatu yang tidak seharusnya dia lakukan.

Hari itu berganti begitu cepat. Semenjak latihan pertandingan itu, Kuroko menjadi perhatian penuh oleh beberapa anak basket dan pelatih. Kuroko harusnya merasa senang, namun yang ada malah perasaan terbebani. Apalagi ketika mengingat ekspresi Ogiwara.

...

..

20 Desember

Kuroko memutuskan untuk menepikan masalah Ogiwara terlebih dahulu. Memusatkan fokusnya hari ini untuk mengawasi Akashi.

Ia ingat kalau hari ini Akashi akan menjadi korban, maka Kuroko mengikutinya sedari si kapten turun dari mobil untuk mengungkapkan misteri.

Namun rupanya, Akashi menyadari. Tepat setelah lari pemanasan di sore hari sebelum latihan, Akashi menghampiri.

"Kuroko, jika ada yang ingin kaubicarakan denganku, lebih baik katakan saja sekarang!" ucap Akashi agak ngegas. Mungkin sudah kesal dan merasa risi dengan tingkahnya.

Kuroko agak salting. Kalau orang lain pasti tidak akan sadar jika Kuroko menjadi stalker. Tapi ini Akashi. Seorang kapten yang punya pandangan mata tajam dan jeli. Saking jelinya, hawa keberadaan Kuroko pun dapat terdeteksi dengan mudah.

"Mengikutimu? Jangan bergurau Akashi-kun. Untuk apa pula aku mengikutimu macam stalker?" Kuroko mengelak. Langsung meninggalkan Akashi dengan berlari menjauh.

...

..

"... Hari ini juga kau kukeluarkan dari klub," kata Akashi di tengah latihan berlangsung.

Kuroko melihat dari kejauhan. Begitu pula dengan anak basket lainnya yang penasaran.

Haizaki Shogo menggertakan giginya tampak murka. Dia melempar tatapan tajam memelototi si kapten yang lebih kecil darinya.

"Kau tidak bisa memutuskan seenaknya begitu?! Apa kau tidak mengerti bahwa kemampuanku sangat berguna untuk kemajuan tim?!" bentak Haizaki tidak terima.

Anak itu memang memiliki skill basket yang bagus, namun Haizaki suka membolos latihan. Dan jika pun tidak membolos, pasti datangnya telat. Saat berlatihpun seperti tidak berniat dan suka merendahkan pemain lain. Maka anak-anak basket di sana merasa tidak heran melihat keputusan Akashi barusan. Bahkan beberapa diantara mereka merasa senang melihat Haizaki dikeluarkan dari klub.

"Ini bukan atas dasar keinginanku saja. Aku, Nijimura-san dan pak pelatih sudah mendiskusiakan hal ini. Dan sebelumnya aku sudah memeringatkanmu untuk tidak membolos, tapi malah kauhiraukan." Bentakan dari Haizaki tidak berpengaruh pada Akashi. Si kapten itu hanya menatapnya datar. Tak gentar menghadapi tatapan Haizaki yang bernapsu seperti ingin menerkamnya.

"Bangsat, kau!" Haizaki mencengkram kerah kaus Akashi dan dengan kasar menabrakkan punggung si kapten ke tembok.

"Hoi, apa-apaan kau!" Melihat Haizaki yang berniat memukul Akashi, Midorima tidak tinggal diam. Dia langsung berlari, menghampiri, menepis tangan Haizaki dari Akashi.

"Kalau kau tidak terima, bukan begini caranya!" lanjut Midorima berdiri menjadi tameng Akashi.

Haizaki hanya menggeram kesal. Ingin melawan, tapi perbedaan tubuh dan kekutan mereka jelas berbeda jauh.

"Awas kau!" ancam Haizaki yang ditujukan pada Akashi sebelum berlalu meninggalkan lapangan indoor. Di pintu keluar, ia sempat berpapasan dengan Nijimura yang baru saja datang dan menatapnya heran.

"Minggir kausialan!" umpat Haizaki melewatinya begitu saja. Salah satu alis Nijimura naik, masih tidak mengerti dengan situasi di sana.

"Kurang ajar. Beraninya bocah itu memanggilku begitu," gumam Nijimura memanyunkan bibirnya kesal. Ketika berpaling, ia menyadari bahwa hampir semua pasang mata tertuju padanya, atau tepatnya pada arah perginya Haizaki barusan.

"Heh, apa yang kalian lihat! Cepat lanjutkan latihan!" perintah si mantan kapten.

"Akashi, apa kau tidak apa?"

"Ya. Terima kasih, Midorima."

"Hn. Jangan hiraukan ancaman tidak berguna si berengsek itu. Dia memang pantas dikeluarkan dari klub."

"Iya."

Perbincangan antara Midorima dan Akashi tak luput dari perhatian Kuroko. Bahkan ketika Nijimura menghampiri mereka berdua.

"Biar kutebak, pasti ini semua gara-gara ulah bocah kampret itu, yakan?" kata Nijimura sambil bersidekap berdiri di depan Midorima dan Akashi.

"Yeah, siapa lagi." Midorima membalas bete. Mendorong letak kacamata, lalu berbalik untuk melanjutkan aktivitas.

Haizaki memang dikenal sebagai anak berandalan yang punya hoby membuat masalah.

"Kalau tidak ada Midorima, kau mungkin sudah babak belur, Akashi. Sudah kubilangkan, biarkan aku saja yang bicara pada bocah itu." Nijimura berkata sambil mengajak Akashi pergi ke ruang loker dengan isyarat dagu.

Akashi mengekor dalam diam. Hanya menjawab ucapan kakak kelasnya dengan anggukan kepala saja.

...

..

.

TBC ...