SURPRISE!
morveea 2021
Disclaimer: Naruto by Masashi Kishimoro
Monday.
Monster Day.
Hari Senin selalu menjadi hari yang melelahkan bagi pasangan Uchiha ini. Hal tersebut sudah terlihat dari kepala merah mudah yang bergerak ke sana-kemari sedari tadi dalam rumah berukuran cukup besar milik mereka.
Peluh menghiasi dahi lebarnya. Tangan putihnya bekerja mengaduk nasi goreng yang sedang dia masak. Begitu matang, Sakura dengan cekatan menaruh sebagian pada sebuah piring, tidak lupa dengan potongan ekstra tomat merah yang segar.
Bersamaan dengan itu, terlihat Sasuke yang berjalan tergesa dari arah tangga. Jari-jarinya sibuk menalikan dasi berwarna hitam.
Sakura yang melihat suaminya kesulitan, menunda pekerjaan merapikan meja sebentar. Dia hampiri Sasuke yang sedang berdiri tepat di bawah tangga.
Sakura menggerakkan tangannya, mengisyaratkan Sasuke agar sedikit maju, "Kemari biar aku bantu."
Hal seperti ini sudah menjadi rutinitas keluarga kecil mereka. Sasuke yang selalu sibuk, hanya memiliki waktu cukup luang di hari Minggu saja. Pastinya waktu tersebut ia habiskan dengan quality time bersama keluarga.
Meskipun selalu lembur tiap malam Minggunya, Sasuke tidak pernah merasa lelah, apalagi kesusahan dengan hal itu. Yang ada, ia justru menjadikan kegiatan lembur sebagai aktivitas favorit di rumah.
Sakura menepuk pelan dada Sasuke beberapa kali, kemudian merapikan kerah kemeja sang suami.
"Beres," ujar Sakura.
Sasuke memajukan kepalanya, "Terima kasih," ucapnya disertai kecupan kecil. Keduanya lalu berjalan bersama menuju meja makan yang sudah tertata piring-piring makanan di atasnya.
Hal-hal kecil seperti itulah yang menjadi salah satu kunci keharmonisan dalam kehidupan rumah tangga mereka.
"Mama ... Papa?" sebuah suara anak kecil mengalihkan atensi keduanya. Di ujung tangga, terlihat seorang anak kecil, sedang menggosok matanya-bangun tidur-sembari memegang sebuah boneka beruang.
Sakura menghentikan kegiatan makannya sejenak, lalu menghampiri sang putri kecil. "Salad, sudah bangun?" tanya wanita cantik itu seraya menggendong Sarada.
"Mm-hm," Sarada memeluk leher ibunya. "Salad 'kan sudah besar, jadi harus bangun pagi."
"Benarkah? Kalau sudah besar berarti Salad harus makan sayur yang banyak," Sakura membawa Sarada ke kamar mandi untuk menyikat gigi.
Begitu memasuki kamar mandi, perempuan berambut merah muda itu membantu sang anak menaiki tangga kecil, agar Sarada dapat menggapai wastafel dengan mudah.
Sakura memberikan sikat gigi pada putri kecilnya, membubuhkan sedikit pasta gigi khusus anak pada ujung sikatnya.
Sarada pun mulai menggerak-gerakkan sikat pada gigi-gigi kecilnya, dia menyikat gigi disertai dengan bunyi-bunyi lucu. "Wiii," berbunyi seperti itu ketika Sarada membersihkan gigi depannya.
Selesai dengan acara sikat-menyikat giginya, Sakura kemudian membantu Sarada berkumur dan mencuci muka. Setelah selesai, keduanya kembali ke meja makan.
"Papa!" Sarada berlari menghampiri sang ayah yang sedang fokus dengan sarapannya.
"Hati-hati," Sasuke mengangkat Sarada. Memangku anaknya di paha.
Uchiha kecil itu menolehkan kepalanya ke belakang, menatap ayahnya. "Papa, mendekat sebentar."
Sasuke mengangkat sebelah alisnya, tapi tetap saja menuruti permintaan Sarada. Pria itu menunduk, mendekatkan wajahnya. Lalu terdengar bunyi 'hah', dan suara Sarada yang terkikik kecil.
"Wangi, 'kan?" tanya Sarada.
Tubuh Sasuke bergetar kecil, "Tentu saja." Ia mencubit pelan kedua pipi tembam Sarada.
"Mamaaa ... Papa mencubitkuu~"
Hah, pagi yang sangat menyenangkan.
o0o
Sarada mematut diri kecilnya di hadapan cermin, dia berputar beberapa kali, "Ma, bagaimana penampilan Salad?"
Sakura yang sedang berdandan mengalihkan pandangannya sebentar, kemudian membuat pose seakan-akan sedang memikirkan hal yang sulit untuk diputuskan.
"Hm, putri Mama sangat cantik ..." ujar Sakura, membuat Sarada melompat-lompat kecil kesenangan.
"... tapi tetap saja lebih cantik Mama," lanjut perempuan itu.
Seketika Sarada berhenti bergerak-gerak, dan memanyunkan bibirnya lucu. Dia menatap sang ibu dengan tajam. Niat hati ingin menunjukkan pada Sakura bahwa dirinya sedang kesal, tatapan tajam serta bibir manyunnya justru membuat Sakura gemas bukan main.
Sakura menunduk, menyejajarkan kepalanya dengan Sarada. Kedua tangannya terangkat memegang pipi Sarada. Dia menggerak-gerakkan pipi tembam itu ke sana-kemari, seolah-olah anggota tubuh tersebut adalah mainan elastis.
"Salad jadi terlihat semakin mirip Papa," Sakura berhenti memainkan pipi putrinya.
"Salad 'kan anak Papa."
"Ah, ya ... tentu saja," dia kemudian membawa Sarada ke pelukannya.
"Mama sangat menyayangimu, Salad ..." Sakura mengusap kepala Sarada penuh kasih sayang.
Sarada membalas pelukan ibunya tidak kalah erat, "Salad juga saaangat menyayangi Mama!" kemudian bocah berusia lima tahun itu melepaskan pelukan Sakura. Dia kembali meloncat-loncat kecil di tempat. Tangan mungilnya bergerak membuat sebuah lingkaran yang besar, "Sebesaaar ini!"
Sakura tertawa kecil, ia kemudian bangkit dan menepuk puncak kepala Sarada dua kali. "Ayo kita berangkat, mari kejutkan Papa Sasuke di kantor!"
Sarada berlari menuju pintu kamar, tangannya terangkat ke atas seperti gerakan hero yang sedang terbang. Bibir kecilnya tak pernah lepas dari senyuman.
"Ayoo!"
o0o
Sakura dan Sarada baru saja turun dari taksi yang ditumpangi keduanya. Mereka sudah sampai di gedung Uchiha Corporation. Begitu megah juga besar. Para pegawai di sana menyapa istri dari atasan mereka, begitu juga dengan putrinya. Dan dibalas Sakura dengan senyuman ramah andalannya.
Ibu dan anak itu berjalan dengan semangat menuju ruangan Sasuke bekerja. Lebih tepatnya, Sakura setengah diseret oleh Sarada yang berjalan dengan cepat.
"Pelan-pelan, Sayang ..."
Sarada langsung menurut. Langkah kaki kecilnya pun perlahan memelan. Kini, bocah perempuan itu menyamakan langkah dengan sang ibu.
Mereka berdua memasuki lift, menuju ke lantai tempat Sasuke berada. Sakura menekan tombol 55, dan benda besi berbentuk kontak itu pun mulai bergerak vertikal ke atas.
Ting!
Pintu lift terbuka pertanda mereka telah sampai di lantai tujuan. Sarada kembali menarik tangan Sakura. Menariknya menuju pintu ruangan sang ayah.
Sarada-dibantu oleh Sakura-mendorong pintu kaca tersebut, sehingga menampakkan Sasuke yang terlihat sibuk dengan berkas-berkas pekerjaannya.
"Papaaa!" Sarada berlari, lalu memeluk kaki ayahnya.
Sasuke sedikit terperanjat mendengar jeritan Sarada, namun dengan cepat membawa putri kecilnya ke pangkuan.
Sementara itu, Sakura menaruh bekal makan siang yang dibawanya ke atas meja, lalu mendekat ke arah Sasuke.
Sakura mengecup pipi Sasuke. "Kejutan ..." gumamnya.
Sasuke tersenyum. Ia tidak menyangka bahwa istri dan anaknya akan datang kemari.
"Papa, ini apa?" tanya Sarada, menunjuk layar laptop Sasuke yang masih menyala. Menunjukkan dokumen pekerjaan yang sedang ia kerjakan.
"Itu pekerjaan Papa."
Sarada mengangguk-angguk sambil bibirnya membuntuk huruf 'O'. Sasuke yang melihat kelakuan menggemaskan putrinya itu, tidak tahan untuk menciumi pipi tembamnya.
Rasa gemas Sasuke teralihkan begitu mendengar suara tepukan tangan Sakura. Dilihatnya sang istri yang sedang merapikan bekal makan siang di meja.
Sakura menatap Sarada yang duduk di paha Sasuke, "Salad, ayo ajak Papa Sasuke untuk makan siang."
Keluarga kecil itu pun berkumpul guna melaksanakan makan siang bersama di ruang kerja Sasuke. Dengan Sakura yang membantu Sarada agar makan secara rapi, dan Sasuke yang menatap keduanya mendalam.
o0o
Keluarga kecil Uchiha itu baru saja sampai di rumah mereka. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Sasuke membawa Sarada yang tertidur di dalam gendongannya, masuk ke dalam rumah. Sementara itu, Sakura mengekor di belakangnya, membawa tempat bekal kotor yang mereka makan tadi ke tempat cuci.
"Aku akan membawa Sarada ke kamarnya," pamit Sasuke.
"Oke, jangan lupa lepas sepatunya," Sakura membalas dari arah dapur. Mencuci beberapa alat makan yang kotor.
Sasuke dan Sakura memutuskan untuk tidak menyewa asisten rumah tangga yang bekerja 24 jam. Mereka hanya akan memanggil tukang laundry setiap minggunya. Sementara pekerjaan seperti memasak dan mencuci piring masih bisa dilakukan oleh Sakura, terkadang Sasuke juga akan membantunya jika ada waktu senggang.
Di dalam rumah mereka juga ada sebuah peraturan, di mana setiap weekend adalah hari untuk membereskan rumah juga bersantai. Tidak ada pekerjaan, kecuali dalam situasi yang sangat mendesak.
Sakura menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, pegal. Entah kenapa, selama beberapa hari ke belakangan ini, dia selalu merasa cepat lelah. Seperti sekarang, beberapa bagian tubuhnya terasa pegal-pegal. Sakura juga merasa seperti tidak mempunyai tenaga. Mungkin masuk angin biasa.
Tubuhnya tersentak merasakan sebuah tangan kokoh memeluk pinggangnya dari belakang. Sasuke menaruh dagunya di bahu Sakura.
"Ish, Sasuke! Kau mengagetkanku," Sakura menepuk tangan Sasuke dengan tangannya yang masih basah oleh sabun. Membuat Sasuke menggerutu karena tangannya jadi kotor.
"Are you okay? Kau terlihat sedikit pucat."
"Hm? Aku baik-baik saja."
"Benar?"
"Mm-hm."
Sasuke menggosok-gosokkan pipinya ke pipi Sakura, "yakin?"
"Yaaa."
"Hm, aku harus memastikannya sendiri," begitu berucap, Sasuke dengan cepat membalikkan tubuh Sakura, kemudian mencium bibirnya. Mengabaikan bajunya yang basah akibat tangan Sakura yang mencengkram kedua bahunya.
Ciuman mereka terlepas, tapi tatapan Sasuke justru semakin lekat menatap Sakura. "Lihat? Kau tidak baik-baik saja."
Sakura diam, tidak membalas perkataan suaminya, karena dia memang merasa sedang tidak enak badan.
Sasuke mengusap kepala Sakura, "Istirahatlah."
"Sebentar, aku harus menyelesaikan cuciannya terlebih dahulu."
"Kau beristirahat saja di kamar, biar aku yang melanjutkan mencuci piringnya," kemudian Sasuke mendorong punggung Sakura pelan untuk menjauh dari sana. Sudah tidak ada pilihan lain, akhirnya Sakura berjalan menuju kamar mereka.
o0o
Di pagi hari yang cerah ini, Sakura bersenandung sembari menyirami tanaman di pekarangan rumah mereka. Ditemani oleh Sarada yang sedang bermain bersama bonekanya.
Dari keadaan semalam, sekarang Sakura sudah merasa sedikit lebih baik. Meskipun dia masih merasa sedikit pusing, setidaknya tidak separah kemarin.
"Mamaaa, lihat! Ada kupu-kupu!" Sarada menunjuk seekor kupu-kupu yang hinggap di atas tanaman bunga milik Sakura.
Sakura tersenyum, "Salad tahu tidak, bentuk awal kupu-kupu itu apa?"
Sarada terdiam, bocah itu terlihat seperti sedang mengingat-ingat sesuatu. Ketika hal yang diingatnya sudah kembali, ekspresi Sarada langsung berubah senang.
"Aku ingat, Ma! Jawabannya ulat!"
Sakura menaruh watering can-nya kembali pada tempatnya. Dia menghampiri Sarada kemudian menunduk, "Anak Mama pintar sekali."
"Tentu saja!"
Lalu keduanya tertawa bersama-sama, Sakura menggapai tangan anaknya, dan berjalan bersamaan masuk ke dalam rumah.
Sakura langsung berjalan ke arah dapur untuk memasak. Lain dengan Sarada yang dengan cepat menyalakan televisi, menonton film kartun kesukaannya.
Pukul sebelas siang, Sakura sudah menyelesaikan kegiatan masak-memasaknya. Ia melangkah ke ruang keluarga, di mana Sarada sedang bersantai bersama boneka dan kartun di televisi.
Sakura menyandarkan tubuhnya pada sofa, dia kembali merasa kelelahan. Pusing di kepalanya juga semakin menjadi. Tapi, Sakura tidak menunjukkan ekspresi yang kentara karena melihat Sarada yang sedang tertawa-tawa menonton TV. Dia tidak ingin membuat putrinya itu khawatir.
Begitu acara kartunnya selesai, Sakura bangkit dari duduknya untuk mengajak Sarada tidur siang. Namun, begitu ia berdiri, rasa pusing kembali menghantam kepalanya. Tubuh Sakura oleng dan terjatuh.
"Mama!"
Sarada berteriak melihat ibunya jatuh tidak sadarkan diri. Dia menggoyang-goyangkan tubuh Sakura, "Mama! Bangun!"
Kepala kecilnya mengingat perkataan Sakura ketika mengajarkan pada Sarada, hal apa yang harus anak itu lakukan saat kejadian tidak terduga, terjadi pada dirinya atau sang ayah.
"Salad, kalau terjadi sesuatu pada Mama dan Papa, Salad langsung cari saja ponsel milik Mama atau Papa, oke? Lalu buka aplikasi ini, tekan nomor satu, dan tekan juga gambar telpon ini. Salad mengerti?" ujar Sakura sambil memperlihatkan caranya pada Sarada.
"Mm-hm! Salad mengerti."
Sakura mengusap kepala anaknya, "anak Mama pintar sekali."
Dengan cepat, kaki kecil Sarada mencari ponsel ibunya yang ada di kamar. Dia membawa ponsel tersebut, dan kembali terduduk di samping Sakura.
Tangan mungilnya meniru cara yang dulu diperlihatkan sang ibu, masih terus terisak, Sarada menekan tombol berlogo telpon.
"Ada apa, Sakura?"
Mendengar suara ayahnya, tangis Sarada semakin menjadi.
"Salad ... ada apa, Sayang?"
"P-papa ... M-mama tidak bangun ... Huaaa!"
Dari seberang sana, terdengar suara-suara kacau, juga suara langkah yang seperti tergesa-gesa. "Salad diam di samping Mama, ya. Papa akan ke sana sekarang."
Sarada mengisak, "O-oke."
o0o
Sarada memeluk leher Sasuke erat. Sesekali terdengar isakan dari bibir mungilnya. Saat ini, keduanya sedang berada di rumah sakit. Menunggu Sakura yang sedang diperiksa di dalam sana.
Beberapa menit kemudian, seorang dokter keluar dari ruang di mana ada Sakura di dalamnya.
"Bagaimana?" Sasuke buru-buru bertanya.
"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Nyonya Uchiha hanya merasa kelelahan karena berada dalam masa kehamilan, sekarang istri Anda sudah siuman dan bisa dilihat keadaannya. Saya permisi," terang dokter tersebut.
Sasuke yang sudah dipersilahkan segera saja masuk bersama Sarada. Di dalam sana terlihat Sakura yang sedang terduduk di ranjang, dengan tangan terpasang infus.
"Hai," sapa Sakura dengan senyuman. Kondisinya sekarang sudah terlihat lebih baik.
Sasuke pun ikut tersenyum. "Hai, kau sudah dengar berita baiknya?" tanya Sasuke. Tangannya mengusap lembut perut Sakura yang masih datar.
"Mama ..." Sarada melepaskan pelukannya pada Sasuke. Tangannya terjulur ingin memeluk Sakura.
"Kemari, sayang ..." Sakura menggeserkan tubuhnya sehingga putrinya dapat duduk di sebelahnya.
"Apa Salad akan segera punya adik?" tanyanya dengan mata yang mengerjap polos.
"Ya, sebentar lagi Salad akan menjadi kakak," jawab Sakura.
"Asik!"
Sarada bergerak ke arah perut Sakura. "Halo adik kecil, ini kakak Salad," Sara berbicara tepat di atas perut ibunya. Sakura menipiskan bibirnya menahan rasa gemasnya.
Tangan Sasuke kembali mengusap perut Sakura, "Halo, ini Papa Sasuke."
Sakura terkekeh kecil, tangannya pun ikut mengusap perut.
"Halo, sayang ... ini Mama Sakura."
.
.
.
.
The End
