.

Rivamika after war. Spoiler: dari potongan panel chap 138 ucapan Levi "stay with me here" ke Mikasa.

drabble - headcanon

.

.


Lima tahun berselang sejak akhir perang besar. Tetapi mereka masih dihantui mimpi-mimpi buruk. Terkadang itu Levi. Terkadang juga Mikasa.
Beberapa mimpi buruk datang dalam bentuk kemiripan yang berulang, seperti kegelapan tak berujung dan jerit tangis orang-orang. Mereka semua, orang-orang yang dia tinggalkan kepalanya di tanah. Termasuk juga (hantu) saudara angkatnya, Eren. Suara Eren memanggil-manggil seolah mengajaknya ikut serta masuk neraka—tidak senang ketika Mikasa memperoleh ketenangan di ujung dunia yang tersisa dari reremahan abu mereka.

Seringkali Levi ada di sisinya setiap kali Mikasa terbangun dari mimpi buruk. Napas tersengal-sengal dan air mata mengalir. Levi akan menariknya dalam pelukan panjang, mengusap-usap punggungnya. Dan hanya itu yang Levi berikan. Kata-kata mereka adalah pengertian. Levi hanya berusaha membuat Mikasa menyadari keberadaannya, hingga ketenangannya kembali. Cara lain saat Levi mengatakan bahwa dia selalu ada di sana untuknya.

Jauh di atas itu semua adalah perasaan bersalah yang terus mendera Mikasa. Ia bertanya-tanya bagaimana mungkin Levi masih bertahan bersamanya. Seberapa besar kesabaran Levi terhadapnya? Padahal pria itu juga memiliki hantu-hantu masa lalu yang dia tangani sendiri; seolah-olah semua tragedi hidup terus menjerat mereka tanpa pernah memberi ruang untuk mereka bernapas di sisi ini.

Mikasa ingat kalimat Levi yang diucapkan pada hari itu, "tetaplah bersamaku, di sini." Tidak ada omong kosong dalam maknanya. Setiap kali Mikasa melihat cara Levi menatapnya. Seolah dunia Levi bergantung padanya. Itu mengirimkan jenis kehangatan tertentu. Pemahaman bahwa Levi begitu ingin menariknya manjadi bagian hidupnya yang berharga; untuk dia jaga dan lindungi.

Mikasa ingin memenuhi panggilan itu, tanpa membuat dirinya menjadi beban untuk Levi. Ia sedang mencoba, dengan perjuangannya. Memaafkan masa lalu, meraih cahaya yang Levi ulurkan padanya, dan membangun masa depan yang mereka impikan bersama.

.

#

.

"Stay with me here."

Levi masih ingat bagaimana kata-kata itu meluncur dari lidahnya sendiri. Gaung yang ditinggalkan oleh getarannya, suasana ketika kalimat itu diucapkan, dan tanggapan Mikasa kali pertama—bahkan hingga saat ini.

Rasanya kata-kata itu begitu spontan. Ia hanya ingin Mikasa berada di sisinya—setelah semua orang berharga miliknya diambil satu-persatu.

Kepemilikan adalah konsep yang sangat rapuh. Semua orang terdekatnya yang berharga (mereka yang menjadi miliknya) selalu menjauh, menghilang dari jangkauan tangannya dan tidak dapat digapai kembali.

Hanya terhadap Mikasa konsep itu terasa berbeda—dan menjadi lebih berharga seiring waktu.

Levi masih ingat aroma debu dan logam karat kental yang memenuhi udara—orang-orang mati diinjak-injak titan. Rekan-rekannya (sekali lagi) berubah menjadi titan dan menghilang menuju kegelapan. Semua orang berjuang dengan keringat dan darah mereka hingga titik penghabisan.

Mikasa—perempuan itu selalu tampak mengucilkan diri—menjauh menuju sudut dunia yang mungkin adalah angan-angannya—jiwanya terjebak di sana.

Jadi hanya kata-kata itu yang Levi miliki demi menarik Mikasa kembali, ke sisinya.

Hari-hari setelah perang jauh lebih sulit dari yang dibayangkan. Itu terjadi spontan ketika Mikasa mencari tempat untuk bersandar, dan Levi mengulurkan tangan. Semua berjalan secara natural dan alami. Tiba-tiba mereka menyadari bahwa hidup bersama seperti ini adalah konsep yang menguntungkan. Ada timbal balik ketika Levi juga membutuhkan tempat bernaung; sesuatu yang disebut rumah. Dan Mikasa memberikan itu padanya—Levi yakin, seandainya Mikasa tidak memberi timbal balik-pun, ia akan tetap di sisinya.

Ada masa-masa sulit ketika Mikasa kembali bergumul dengan hantu-hantunya—mimpi buruk masa lalu. Ketika perempuan itu menutup diri, yang dilakukan Levi hanya menjauh sebentar, memberikan ruang untuk Mikasa bernapas dan menjernihkan pikiran.

Pagi itu setalah mimpi buruk Mikasa yang kesekian, mereka duduk di beranda rumah dengan cangkir teh masing-masing di tangan.

Levi hanya menikmati ketenangan ketika tiba-tiba Mikasa bergumam, "Kenapa kau masih di sini?"

Levi memahami pertanyaan itu seperti yang terpantul di mata Mikasa. Raut wajah Mikasa adalah campuran dingin dan kekosongan, juga keputusasaan yang mendalam.

"Karena aku menginginkannya. Karena aku ingin supaya kamu tetap di sini."

Ada jeda ketika raut wajah Mikasa berubah. Matanya hitamnya menjadi pantulan kaca yang siap pecah.

"Meskipun aku seperti ini?"

"Meskipun kamu seperti ini."

"Aku masih tidak mengerti, Kapten."

"Kamu akan mengerti. Dan, berhentilah memanggilku kapten. Aku sudah bukan siapa-siapa lagi."

"Sejujurnya aku muak." Suara Mikasa terdengar patah. "Mengapa hanya kau yang terus-menerus menolongku?"

"Lalu apa yang kamu inginkan, Mikasa? Katakan dan jangan dipendam sendiri."

"Berhentilah menjadi pahlawan seorang diri; berhenti berlagak jadi pahlawan bagiku dan biarkan aku menolongmu juga."

Ada keteguhan dalam suaranya. Levi tahu Mikasa sedang berusaha.

Perasaan lega dan kenyamanan itu menyebar dalam hatinya ketika Levi mencari-cari tangan Mikasa, secara impulsif menautkan tangan mereka.

"Kalau begitu lakukan. Buat ini jadi sepadan. Benar?"

Mikasa balas meremas jemarinya lembut. Kehangatan senyuman Mikasa yang kembali, meneranginya.

"Benar. Itu yang kuinginkan darimu."

"Baik?"

"Tentu."

Karena Levi mengenali Mikasa. Seperti halnya mereka berdua; mereka pastilah bisa. Melepaskan yang telah berlalu dan memaafkan diri sendiri. Untuk itulah mereka hidup dan tinggal hingga saat ini.