Konyol Konyol Bulol

Ushijima Wakatoshi x Iwaizumi Hajime

Warning: OOC (?), typo, gajelas, BL , oneshot dll

Haikyuu! (c) by Harudate Furuichi

I only own the plot to this fanfiction.

Enjoy!


Ah, dia datang lagi.

Iwaizumi bergumam sembari memejamkan mata sejenak, setelah matanya menangkap sosok pria tinggi berambut olive dan berjaket ungu yang tengah berdiri di gerbang sekolahnya dari kejauhan. Ushijima Wakatoshi, yang benar saja? Seminggu lalu padahal baru saja Oikawa menolak ajakannya untuk pindah ke Shiratorizawa, luar biasa memang kegigihan kapten Shiratorizawa. Beda tipis dengan konyolnya. Kemudian, lihat itu, posturnya tegap sekali, seperti lagi upacara saja. Alisnya yang menukik tajam dan posturnya yang bergeming teguh membuat orang yang berlalu-lalang menciptakan jarak aman darinya, takut-takut dipalak.

"Hei, Ushiwaka, " Iwaizumi menegur pria itu ketika ia sudah berada tepat di hadapannya. Perubahaan raut wajah yang terjadi pada Ushijima sangat kecil; hanya mata yang kini bergulir ke arah si wakil kapten Seijoh. Sambil menghela napas, Iwaizumi menggelengkan kepala sebelum melanjutkan kalimatnya. "Hari ini Oikawa nggak masuk. Kau pulang saja. Lagian juga, dia pasti bakal menolak ajakanmu lagi. Kau ini aneh-aneh aja sih, siapa juga yang mau pindah sekolah saat akhir-akhir semester satu?"

"Ditambah lagi, anak itu keras kepala. Asli,deh." tambahnya dengan satu helaan napas panjang, lagi. Sebagai penekanan. Yah, menurut Iwaizumi, baik Oikawa maupun Ushijima, keduanya sama saja keras kepalanya. Hanya saja Ushiwaka bersikeras mau diterima ajakannya, sementara Oikawa gigih melawan ajakan konyol itu. Walau tentu, dalam kasus ini, Iwaizumi mengakui usaha Ushijima yang paling mengesankan. Mengesankan konyolnya.

"Oh," Ushijima berkedip. Ganti ia yang menggelengkan kepala. "Nggak, kok. Saya kesini hari ini bukan untuk itu."

Oalah? Alis Iwaizumi langsung menaik satu; penasaran.

"Terus?"

Ushijima kemudian menyibukkan diri merogoh saku jaketnya, mengeluarkan secarik kertas kecil persegi panjang dengan gambar wahana taman hiburan warna-warni disertai nomor seri di pojok kertas. Lalu menyerahkannya pada Iwaizumi yang kini mengerutkan kening.

"Ini. Saya mau memberikan ini buat Iwaizumi."

Iwaizumi tidak mengerti maksud Ushijima tiba-tiba memberikan.. tiket wahana? Aneh, semakin penasaran saja ia dibuatnya. Dua alis sudah menaik penuh tanda tanya sekarang, matanya yang sedikit melebar menatap Ushijima lekat-lekat. "Buat?"

"Jalan. Minggu ini. Berdua saja."

Eh? Jalan, katanya? Rasanya kata itu tidak dapat Iwaizumi pahami dengan baik. Bukan karena ia tidak tahu artinya, tapi karena ia mendengarnya dari Ushijima. Ushijima Wakatoshi yang itu, lho. Kapten Shiratorizawa itu, mengajaknya jalan? Ke taman hiburan? Sebentar. Iwaizumi berkedip-kedip linglung. Sebentar, sebentar sebentar- Jalan, katanya? Iwaizumi mengulang perkataan Ushijima di benaknya lagi. Dirinya yang biasanya hanya memutar otak untuk hal-hal pasti yang rumit seperti hitung-hitungan dan strategi kini berusaha mengerahkan usaha untuk urusan abstrak yang tak kalah rumit di hadapannya sekarang.

Jalan. Ke taman hiburan. Berdua saja. Eh? Maksudnya jangan-jangan-

"Ah!" Iwaizumi refleks menyuarakan gumamannya, membuat Ushijima memiringkan kepalanya sedikit.

"Iwaizumi?"

"Ah- tidak,tidak. Maaf, tidak sengaja.." Iwaizumi buru-buru terkekeh sembari mengusap tengkuknya untuk menyamarkan rasa kikuknya.

Tidak perlu waktu lama bagi bohlam di dalam kepala dan hati Iwaizumi untuk menyala, namun bukannya merasa lega, ia malah jadi was-was. Panik internal. Tidak siap. Sepertinya ia tahu ini arahnya kemana, tapi ia harap prasangkanya ini hanya karena semalam ia iseng membaca shojo manga di rental komik dekat rumahnya. Tenang Iwaizumi, tenang. Batinnya menenangkan diri. Lagian, ini kan urusannya dengan Ushijima, pria gigih dengan kekonyolan diluar dugaan. Kekonyolan Ushijima biasanya berada di luar perkiraannya, ia pasti salah kira.

"Kok? Berdua saja?" tanya Iwaizumi usai berdehem untuk mengembalikan ketenangannya, dengan nada sekasual mungkin. Paling-paling ini adalah salah satu langkah Ushijima dalam menyuap dirinya supaya membujuk Oikawa agar masuk Shiratorizawa, pikirnya sebagai upaya menenangkan akal pikirannya.

"Iya," Ushijima menundukkan pandangannya, menatap secarik tiket wahana di tangan yang belum diterima Iwaizumi. Iwaizumi berharap ia salah lihat, tapi apakah yang tiba-tiba mengembang di pipi Ushijima itu benar samar-samar rona merah? Eh- Eh?! Jantung Iwaizumi berpacu cepat, seperti dikejar segerombolan anjing galak. Tidak mungkin dugaannya benar, kan? Ushijima memerah karena alasan lain, kan?! Demam mungkin, semoga saja demam. Iwaizumi merapal dugaannya di dalam hati seperti doa yang dipanjatkan penuh harap.

"Sebenarnya saya sudah lama suka Iwaizumi. Maaf ya, baru bilang sekarang."

"Hah?"

Se. Ben. Tar.

Tuli. Iwaizumi mendadak tuli mendengar serangkaian kalimat itu. Mulutnya sudah setengah menganga sekarang, menatap Ushijima yang sudah mengangkat wajah dengan ekspresi gigih datarnya yang seperti biasa.

"Selama ini saya selalu mencari alasan dengan mengajak Oikawa ke Shiratorizawa. Saya tahu, itu memang alasan yang konyol. Mana ada murid kelas tiga di akhir semester satu, apalagi yang sudah nyaman dengan sekolahnya seperti Oikawa, mau pindah begitu saja."

Jadi selama ini kau tahu kau itu benar-benar konyol?! Sahut Iwaizumi di dalam hati, agaknya merasa bersalah karena selama ini telah menganggap Ushijima memang sekonyol itu. Tapi bukannya dengan melakukan hal konyol walaupun sudah tahu itu adalah hal konyol, membuatnya tambah kelihatan konyol?

"Y-yah- Itu, memang konyol sih-" Iwaizumi tertawa hambar, supaya suasananya tidak tegang-tegang amat. Namun percuma, tatapan intens dari Ushijima menyulitkan dirinya untuk bisa melemaskan pundak dan membawa diri dengan sikap tenang. Kenapa orang ini menyatakan perasaan saja sudah seperti mengancam nyawa orang tidak bersalah, ya? Pikir Iwaizumi yang jiwanya sudah melayang-layang, berusaha mempertahankan air muka seolah tidak ada apa-apa.

"Hari ini, saya memutuskan saya tidak akan cari-cari alasan dan akan lebih terus terang."

"Be-begitu ya?"

"Saya ingin Iwaizumi tahu saya sangat menyukai Iwaizumi."

"Ah.. baiklah. Aku mengerti."

"Karena itu, untuk permulaan, boleh saya kasih pantun?" Ushijima lanjut bertanya dengan nada serius, dan Iwaizumi mengerutkan keningnya ketika mendengar pertanyaan yang ia rasa tidak relevan dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya. Kenapa pantun? Tapi yah, kalau hanya pantun, sepertinya tidak masalah. Tidak aneh-aneh atau membahayakan, jadi ia rasa tidak ada salahnya diiyakan.

"Eh? Oke..?"

Setelah mendapatkan persetujuan verbal dari Iwaizumi, Ushijima tak disangka-sangka mengangkat telapak tangan kanannya ke hadapan wajah. Alisnya mengerut menatap lekat-lekat telapak yang terbuka ke arahnya itu sambil berkomat-kamit tanpa suara— sedang apa ia? Membaca sesuatu? Jampi-jampi untuk pelet? Iwaizumi yang otaknya sedang dalam kondisi korslet ringan menebak-nebak. Ah, kalau ternyata tebakannya benar pun ia sudah tidak kaget lagi. Sedari tadi Ushijima memang sudah berhasil membombardir kesehatan akalnya dengan rentetan pengakuan di luar dugaan. Apa yang perlu dikagetkan lagi?

Beberapa menit berlalu, Ushijima pun menurunkan tangannya, dan ganti menatap Iwaizumi lekat-lekat.

"Iwaizumi," Ia memanggil nama pemuda di hadapannya dengan suara berat miliknya, kedua matanya yang tajam seolah-olah ikut berbicara. Menghela napas panjang, sebelum melanjutkan dengan intonasi tegas nan serius. "Beli kayu, beli papan. Jalan yuk, tampan."

Rahang Iwaizumi langsung jatuh. Lemas lututnya di tempat.

HAAAAAAAAHHH?


A/N: Hahahaha ini ffnya sebenernya buat ide multichapter, tapi karena saya malas, jadi saya jadiin oneshot aja. Terima kasih yang sudah mau mampir, ya!