"Hah ... apa?!"

Dazai Osamu dan Dan Kazuo memekik bersamaan. Di depan mereka Kanchou geleng-geleng kepala—pusing—sementara Ibuse Masuji tersenyum kaku.

"T-tunggu!" Dazai masih belum percaya. "A-anak ini ... Haruo-sensei?!"

Anak kecil berambut cokelat yang bajunya (terlalu) kedodoran di gendongan Ibuse mengerjap-ngerjap. Kanchou menghela napas.

"Sayangnya benar, Dazai."

Baik Dazai maupun Dan sama-sama kehilangan kata-kata.

~o~

One Day Care

Bungou to Alchemist belong to DMM Games

For Satou Haruo and Aka72216's birthday (April 9) (uhuk-happy HaruNana Day-uhuk)

Happy reading!

~o~

Tidak ada yang tahu bagaimana ini bermula.

Waktu menunjukkan pukul enam pagi ketika Ibuse Masuji keluar dari kamarnya. Sejujurnya masih terlalu pagi untuk bangun—aula makan bahkan belum buka. Namun, tanpa mempedulikan semua itu, pria itu memilih untuk melangkahkan kaki ke arah taman belakang—mungkin olahraga sedikit bagus untuknya, mumpung musim semi membuat udara pagi jadi tidak sedingin minggu-minggu sebelumnya.

Itu rencana sebelum Ibuse mendapati sosok kecil yang sedang mondar-mandir di koridor sepi.

Fisiknya terlihat lebih muda ketimbang Niimi Nankichi ataupun sastrawan dongeng lainnya—ditambah bajunya yang terlalu kebesaran (kenapa pula dia pakai kemeja orang dewasa?). Anak kecil, beberapa pertanyaan langsung menyerang kepala Ibuse—hal yang mendorongnya untuk menemui anak itu dan bertanya.

"Aku? Haruo! Etto ... ini di mana, ya? Kayaknya aku kesasar ...""... Namamu siapa, tadi?""Satou Haruo! Kalau Paman, siapa?"

"Aku masih nggak paham ..." Ini masih pagi dan kepala Dan mendadak pening—pagi-pagi dipanggil Tokuda Shuusei untuk segera menghadap ke ruangan Kanchou saja sudah membuatnya terkejut (oh, ayolah, bahkan dia belum sarapan pagi!), dan sekarang ditambah ini? Yang benar saja.

"Aku pun begitu." Kanchou menyentuh dagunya dengan kipas lipat yang selalu dibawanya. "Kami masih belum tahu apa penyebabnya—Aka dan Ao pergi sejak kemarin, dan baru akan kembali nanti sore. Karena itu, aku ingin kalian menjaganya sampai mereka kembali."

"Heeeh?!" Dazai memekik untuk yang kedua kalinya.

Dan begitulah.

~o~

"Oi, Dazai, kau punya anak sekarang?"

"Sembarangan!" Dazai langsung menyembur. Ango selaku yang barusan menyeletuk tertawa seakan tak berdosa, lalu meletakan nampan sarapannya di seberang Dazai.

"Manisnyaaa!" Melihat anak yang duduk pada satu kursi tambahan di meja mereka—yang jadi alasan mengapa Ango bertanya demikian sebelumnya—membuat Oda gemas sendiri. Sambil duduk di sebelah Ango, ia melirik Dan. "Dan-kun, ini anak siapa?"

Dan diam sebentar. "Mmm, itu ..."

"Ini Haruo-sensei!" Dazai langsung memotong.

Oda dan Ango diam.

"Hah ...?"

"Apa tadi ...?"

Dan menghela napas. "Ini Haruo-sensei," ucapnya, mengulang perkataan Dazai.

Oda dan Ango saling bertatapan.

"Loh kok-?!"

"Jangan tanya, aku juga nggak ngerti!"

Haruo kecil di kursinya tertawa melihat orang-orang Buraiha yang mulai ribut sendiri. Dan menghela napas untuk yang kedua kali. Mengabaikan kawan-kawan anehnya, selaku yang paling waras ia menoleh pada Haruo.

"Haruo ... -sensei." Agak aneh juga ternyata apabila memanggil Haruo tanpa embel-embel "-sensei" seperti biasa—dan barusan Dan gagal melakukannya.

Haruo menoleh. Dua mata hijaunya yang bulat balas menatap Dan. "Hmm?"

"Kamu ... nggak suka menunya?"

Sarapan hari ini ikan rebus ditemani nasi dan semangkuk sayuran. Sejak mereka duduk Dan tidak melihat Haruo menyentuh makanannya, entah tidak suka menunya atau bagaimana.

Haruo mengerjap. Tak lama, anak itu menggeleng.

"Lalu?" Dan memiringkan kepala.

"Itu ..." Kedua tangan Haruo terangkat. Setelah tahu jawabannya Dan menepuk dahi—ah, benar juga, anak itu masih memakai kemeja kedodoran yang ukurannya dua kali panjang lengannya, menenggelamkannya hingga yang terlihat sekarang hanya sepasang lengan kemeja yang setengahnya layu (omong-omong sejak kapan gulungan lengan kemeja yang biasa itu terlepas?).

"Ah ..." Dan tersenyum kaku. "Sini, kugulungkan."

Dengan senang hari Haruo memberikan kedua tangannya. Dan tersenyum kecut, setelah selesai menggulung Haruo mulai melahap sarapannya.

"Selamat makan!"

"Omong-omong ..." Suara Oda mengalihkan perhatian Dan—oh, ribut-ributnya sudah selesai?

"Ya?"

"Yang lain tahu kalau Haruo-sensei balik jadi anak-anak?" tanya Oda bingung.

"Ibuse-sensei tahu." Dazai mengangguk. "Sisanya ... yang lihat kami bawa Haruo-sensei ke sini kayaknya kaget? Iya, gak, Dan?"

Dan mengangguk.

Ango mangut-mangut. "Aku jadi kebayang kalau Chuuya yang jadi anak-anak—aku berani taruhan dia jadi lebih pendek daripada ini."

"Hush, Ango!"

(Jauh dari meja para anggota Buraiha, dalam meja yang diisi oleh 3 orang, Nakahara Chuuya mendadak bersin."Chuuya-kun sakit?" Miyazawa bertanya khawatir."Entah ..." Chuuya mengangkat bahu. "Tapi ketimbang sakit, aku rasa ada yang menyebut namaku tadi."Takamura tertawa kaku. "Yang seperti itu hanya mitos, kan?""Nggak tahu, deh.")

"Jadi nanti mau diapakan?" Oda bertanya sambil menunjuk Haruo yang sedang melahap sarapannya.

Dazai mengangkat bahu. "Mungkin kami ajak main?" Ia justru bertanya balik. "Ibuse-sensei bilang pagi ini dia ada jadwal delve book, jadinya baru bisa ikut jagain Haruo-sensei begitu kelar."

"Kata Kanchou, kami harus menjaganya, seenggaknya sampai Aka dan Ao kembali biar mereka bisa cari tahu."

"Ribet juga, ya ..." Ango menggumam.

"Dari wajahnya, Haruo-sensei waktu masih kecil pasti anak baik! Kalian berdua jagain yang bener, yak." Oda berpesan seperti seorang ibu.

Dan mengangguk. Netra keemasannya melirik Haruo sebentar. "Ya ... kita carikan baju ganti buat Haruo-sensei dulu," ucapnya.

~o~

Kebetulan sekali Suzuki Miekichi memiliki satu baju lengan pendek yang baru selesai dicuci, lalu Niimi Nankichi memiliki celana selutut yang pas untuk anak berusia sekitar 9 tahun-an. Dan dan Dazai benar-benar berterima kasih pada mereka berdua, karena dengan itu setidaknya Haruo tidak perlu lagi merasa repot dengan kemeja kedodoran yang semula ia kenakan.

"Eh, tapi kalau nanti tiba-tiba Haruo-sensei balik jadi gede lagi, baju kalian gimana?!""Kalem, Dan-kun. Lagian masih banyak, kok~ Iya gak, Nankichi?""Hum, hum, bener!"

Dalam hati Dan bertekad akan menggantinya apabila pakaian kedua sastrawan dongeng itu benar-benar rusak ketika Haruo kembali normal.

"Omong-omong, sekarang mau ngapain?" Mereka ada di kamar Dan sekarang, kalau mau tahu—kamar pemuda itu lebih rapi ketimbang kamar Dazai yang sedikit acak-acakan.

"Hmm ..." Dan menggaruk kepalanya. Tak lama, ia beralih pada Haruo yang sejak tadi merebahkan dirinya di atas tatami. "Haruo-sensei mau ngapain?"

Haruo menoleh. "Nggak tahu ..." Kepalanya menggeleng.

"Yah ..."

"Ah!" Dazai menjentikkan jari. "Keliling Toshokan, gimana?"

Dan mengernyit. "Nanti kalau ada yang kaget lagi, bagaimana?"

Dazai mengerjap. "Nggak masalah, kan?" tanyanya polos. Toh, sejak mereka membawa Haruo untuk ikut sarapan pagi di aula makan, kelihatannya beritanya telah menyebar.

Dan menggaruk tengkuk.

"Haruo-sensei mau, nggak?" Sebelum Dan bicara lagi Dazai langsung bertanya pada yang bersangkutan.

Haruo beranjak duduk. "Mau!" serunya ceria. Dua netra sewarna giok itu berbinar riang.

Dazai nyengir. "Nah, ayo!" Ia berdiri. "Haruo-sensei, lalu Dan juga!"

Haruo turut berdiri, lalu mendekati Dazai. Dan yang masih duduk di tempatnya memperhatikan dua orang di depannya. Ia tersenyum tipis.

Di saat seperti ini, keakraban Dazai dengan Haruo-sensei mereka mirip seperti kakak dan adik, dan ia entah mengala menyukainya.

"Daaaan?"

"Ah, iya. Aku ke sana!"

~o~

"Jadi, ini Teikoku Toshokan!" Dazai mengucapkan itu di koridor keras-keras. Beruntung sekali, kali ini koridor yang berada di area kamar Dan sedang sepi.

"Ada banyak tempat di sini. Ada ruang santai, bar, taman belakang yang ada kolamnya juga ada." Dan turut menjelaskan. "Tapi, sesuai namanya, tempat paling besar di sini adalah perpustakaan."

"Haruo-sensei mau ke mana?" tanya Dazai setelahnya.

Haruo memegang dagunya. Setelah itu, ia menoleh pada Dazai dan Dan. "Boleh ke perpustakaan?" tanyanya balik.

"Boleh, dong!" Dazai langsung mengangguk. Tangannya mengamit tangan kecil Haruo. "Ayo!"

Selagi berjalan keduanya menjelaskan apa itu Toshokan dan seisinya pada Haruo. Guru mereka yang kembali pada tubuh masa kecilnya—baik fisik maupun mental—kelihatan menikmati penjelasan mereka.

Pintu besar perpustakaan selalu terbuka pada siang hari, dan tempatnya tak pernah benar-benar kosong.

"Astaga, ini benar-benar Satou-san?!" Kajii Motojirou terkejut. Berita yang ia dengar dari Ango tadi pagi benar adanya, ternyata.

"Benar, sayangnya." Dan tersenyum kaku.

Kusano Shinpei yang sedang bersamanya merogoh saku, lalu membungkuk di hadapan Haruo seraya menyodorkan permen susu. "Haruo-san mau permen?" tawarnya.

Haruo mengangguk. "Terima kasih!"

"Aku antara percaya dan enggak ketika Ango bilang Satou-san berubah jadi anak-anak—rupanya benar." Kajii menghela napas.

Dan terkekeh. Agak canggung, karena kalau dipikir-pikir, pertama kali melihatnya di gendongan Ibuse dalam ruangan Kanchou pun, ia juga tidak percaya.

Dan dan Kajii mulai mengobrol setelahnya. Kusano izin undur diri karena memiliki janji dengan Miyazawa Kenji di ruang santai, hingga setelahnya hanya tersisa Dazai. Haruo melirik sekitar, lalu menarik-narik ujung haori Dazai.

"Nii-san, Dazai Nii-san."

Dazai menoleh. "Ah, iya?!"

"Mau ... keliling sendiri. Boleh?" Haruo bertanya ragu.

Dazai mengerjap-ngerjap. "Ah, boleh, kok." Ia mengangguk. "Perlu kutemani?"

Haruo menggeleng.

"Ah, baik~" Lagi, Dazai mengangguk-angguk. "Nanti aku tunggu di kursi sebelah sana, ya?" Tangannya menunjuk beberapa kursi dan meja yang tersedia di tengah perpustakaan.

"Ya~!"

"Sama, jangan ribut—nanti dimarahin Neko!"

Haruo mengangguk. Setelah menentukan tujuan secara acak, ia memilih berlari kecil ke arah deretan rak paling ujung kiri.

~o~

Deretan rak raksasa di sekitarnya terasa menakjubkan. Haruo berulang kali menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, atas dan bawah, memperhatikan buku-buku berbau khas di dalamnya yang benar-benar menarik perhatian. Ia hanya tahu perpustakaan dari buku-buku yang ia baca—sekolahnya tidak memiliki perpustakaan—hingga ketika terbangun di tempat asing ini dan Dan Kazuo Nii-san berkata ada perpustakaan, ia sangat ingin melihatnya secara jelas.

Nama-nama yang tertera di buku-buku yang tertata rapi terasa asing. Akutagawa Ryuunosuke, Tanizaki Juunichirou, Yumeno Kyuusaku, Tayama Katai, Satou Ha ...

Eh?

Kedua netra milik Haruo mengerjap-ngerjap, ketika menemukan satu buku yang namanya tidak asing. Letaknya ada di rak yang posisinya agak tinggi, tapi ia yakin barusan ia tidak salah baca.

Satou Haruo. Namanya.

"Mmm ..." Memanjat rak jelas bukan tindakan terpuji. Jadinya Haruo hanya mencoba untuk menggapai buku tersebut dengan mengangkat tangannya tinggi-tinggi seraya berjinjit. Sayangnya, tubuhnya terlalu pendek untuk itu.

Kali ini ia mencoba melompat. Tiga kali melompat sambil memegangi ujung rak, akan tetapi ia tetap tidak bisa menggapainya. Raknya benar-benar tinggi.

Haruo mendengus kecil.

"... Eh ... siapa?"

Haruo menoleh. Sosok pemuda tinggi dengan rambut biru malamnya yang panjang menatap Haruo dengan pandangan bingung.

Haruo balas menatapnya. "Ng ...?"

Pemuda berjongkok di hadapan Haruo. "Adik kecil, sedang apa di sini?"

Haruo diam sebentar. "Itu ... mau ambil buku yang ada di sana," ucapnya, sebelum menunjuk buku yang ada pada rak yang tak bisa ia raih.

Si pemuda mengerjap-ngerjap. Namun, meski bingung, ia kembali berdiri. "Sebentar, ya." Mengikuti arah jemari Haruo, pemuda itu menunjuk satu buku yang dimaksud oleh si kecil. "Ini?"

"Iya!"

"Ah ..." Buku itu segera saja diberikan. Haruo menerimanya, lalu langsung memperhatikan nama yang tertera di atasnya lekat-lekat.

Benar-benar namanya.

"Dik?"

"Namanya ... sama kayak namaku."

"He?"

"Nama penulis buku ini Satou Haruo. Namaku juga Satou Haruo." Haruo memperlihatkan nama penulis buku yang dipegangnya. Pemuda berhelai biru yang masih ada di dekatnya mengerjap-ngerjap.

"... Hah ...?"

"... Ng?"

"Kamu ... siapa?"

"Satou Haruo?"

Si pemuda tampak terkejut. "... Tanizaki-kun benar, rupanya ..." Ketika mendengar kabar dari Tanizaki Juunichirou bahwa Satou Haruo berubah jadi anak-anak, ia sempat tidak percaya. Rupa-rupanya berita itu benar, dan buktinya ada di hadapannya sekarang.

"Ng?"

"Ah, bukan apa-apa." Pemuda itu menggeleng kecil. "Omong-omong, ini bukan tempat buku yang bagus untuk anak kecil. Aku tahu beberapa rak buku dongeng, ingin ke sana?"

Mata Haruo berbinar. "Mau!" serunya. "Omong-omong, nama Kakak siapa?"

Si pemuda diam sebentar. "... Nagai, Nagai Kafuu."

"Jadi ... Nagai Nii-san?"

"Kau bisa memanggilku begitu."

~o~

"Kita bisa memancing di sini?"

"Yap~"

Begitu kembali dari buku, Ibuse langsung mengajak yang Haruo dan yang lain memancing di taman belakang Toshokan. Tanah yang letaknya tepat di depan kolam menjadi tempat mereka duduk—karena kursinya tidak cukup, dan Haruo ternyata tidak terlalu suka dipangku.

Haruo mendekatkan kepalanya pada pinggiran kolam. Pantulan dirinya yang tengah menatap bagian dalam kolam bisa terlihat jelas di sana.

"Hati-hati, Sensei." Ibuse tampak khawatir—ia tidak tahu seberapa dalam kolam di hadapan mereka, tapi bukan hal bagus kalau tiba-tiba Haruo tergelincir dan tercebur ke dalam sana.

Haruo menoleh. "Omong-omong, kenapa kalian panggil aku pakai sebutan 'Sensei', sih?" tanyanya bingung.

Ibuse, Dan, dan Dazai saling lirik.

Jujur, memanggil guru mereka tanpa embel-embel sopan itu, rasanya ada yang aneh. Makanya mereka tetap mempertahankannya, meski tahu Haruo kecil akan bingung nantinya.

"Itu ..." Dazai berusaha mencari topik lain. "Ah, Haruo-sensei tahu, nggak? Di kolam ini, katanya ada kappa, lho!"

"... Kappa?" Dazai berhasil, perhatian Haruo teralihkan.

"Iya, kappa!" Dazai mengangguk. "Tapi bentuknya nggak serem kayak di mitos-mitos—justru lucu banget! Sebentar, mana ranting ..."

Ranting kecil yang tergeletak di dekat mereka Dazai raih. Ia mulai menggambar sesuatu di atas tanah kosong. Begitu selesai, ia memberi isyarat supaya Haruo mendekat. "Kayak gini!"

Haruo mengerjap-ngerjap. "Begini?"

"Iya! Lucu, kan?" Dazai tertawa. "Warnanya hijau. Lucu banget pokoknya!"

"Aku mau lihat!"

Ibuse yang tengah memasang umpan pada kail pancing tertawa. Matanya melirik Dan. "Mereka akrab, ya?"

Dan mengangguk. "Akrab banget ..." dan ia merasa senang karena hal itu.

"Haruo-sensei dan Dazai yang nggak terlihat canggung itu, aku jadi lega." Ibuse menghela napas. Kelegaan terpancar jelas dari ekspresinya. Dan ikut menghela napas.

"Ah, kalian di sini!"

Ibuse dan Dan menoleh. Tokuda Shuusei berlari ke arah mereka, dari wajahnya ia kelihatan ingin menyampaikan sesuatu.

"Oh, Shuusei-san?" Dan berdiri. "Ada apa?"

Shuusei melirik Haruo. "Aka-kun dan Ao-kun kembali lebih cepat dari perkiraan. Di mana Haruo-san? Ia harus ke ruangan mereka sekarang."

Yang merasa namanya disebut menoleh. Haruo menunjuk dirinya sendiri. "Aku?"

"Ah, iya." Shuusei mengangguk. "Ayo ikut aku, Haruo-san."

"... Ng ..." Haruo menoleh pada Dazai dan yang lain.

Dan tersenyum teduh. "Ikutlah, Haruo-sensei," ucapnya.

"Nanti kalau sudah selesai, kita main lagi!" Dazai turut menyahut.

Haruo mengerjap. Tak lama, anak itu mengangguk. "Iya, deh!" serunya, lalu berdiri. Shuusei yang tengah menunggunya ia datangi. Kemudian, keduanya berlalu.

~o~

"Omong-omong ... ini tanggal berapa, ya?" Dazai bergumam. Sudah sore. Ia dan Dan masih ada di taman, menemani Ibuse yang masih asyik memancing.

"Hm ... sembilan?" Ibuse menyahut.

"Bulan?"

"April."

"Kenapa tiba-tiba, Dazai?" tanya Dan bingung.

"Aku keinget sesuatu ..." Pemuda berhelai merah itu diam sebentar. Tak lama, ia terkesiap sendiri. "Ini ... hari ulang tahun Haruo-sensei, bukan sih?!"

"Tunggu ... hah?" Dan ikut terkejut.

"... Oh, iya. Hari ini, ya?" Ibuse menarik kailnya. Sepertinya sudah cukup untuk hari ini—lagipula sejak tadi ia tidak dapat ikan satu pun.

"Menurut Ibuse-sensei dan Dan ... ini ada hubungannya, nggak, sih, sama yang sekarang?" Dazai bertanya dengan nada curiga.

Ibuse dan Dan saling lirik.

"Kalau yang itu, aku tidak tahu." Dan mengangkat bahu.

Ibuse menggaruk tengkuk. "Bagaimana kalau kita tunggu hasilnya saja?"

"Ng ..."

"Daripada itu, bagaimana kalau kita buat perayaan saja? Di kamarku," usul Dan.

"Dengan Haruo-sensei yang sekarang?" Ibuse mengernyitkan dahi.

"Itu nggak masalah, kan?"

"Aku setuju!" Dazai langsung mengangguk.

Ibuse mengerjap-ngerjap. "... Baiklah ..." Pada akhirnya ia turut mengangguk.

"Hari apa ini? Jumat? Aku akan ambil banyak anpan setelah makan malam nanti!"

"Bagus."

~o~

Haruo kembali tepat setelah jam makan malam.

"Belum bisa diketahui?" Alis Dan naik satu.

Ao mengangguk. "Soal kapan Satou-sensei kembali normal, kami belum tahu pasti—bisa malam ini, bisa besok, entahlah," ujarnya.

"Untuk penyebabnya, kami masih menunggu hasilnya keluar—tapi sudah selesai, tenang saja." Aka menimpali.

"Kalian jaga Satou-sensei saja. Begitu penyebabnya keluar, akan kami beritahu. Kalian juga, kalau tiba-tiba ada sesuatu, beritahu kami." Ao menutup penjelasan mereka.

"Ah, baik ..." Dazai mengangguk. "Terima kasih, kalian!"

"Yaaa!"

Aka dan Ao pergi setelahnya. Dan menatap Haruo yang sekarang ada di sebelahnya. "Sensei sudah makan?"

Haruo menggeleng.

"Aku akan ambilkan—nanti makannya di kamar Dan saja!" Dazai buru-buru kembali ke aula makan. Dan tidak sempat mencegat, hingga akhirnya memilih untuk mengajak Haruo ke kamarnya saja.

"Ah, Haruo-sensei pasti lelah, kan? Mau kugendong?"

Tawaran Dan disambut anggukan Haruo. Dan tertawa kecil, kemudian membungkuk di hadapan sang guru—membiarkannya naik ke punggungnya.

"Omong-omong, Sensei ..." Dan memanggil, selama mereka berjalan.

Haruo melirik. "Hmm?"

"Sensei ingat, ini hari apa?"

"Hari apa?" Haruo mengerjap, bingung.

Dan terkekeh. "Nanti, deh."

~o~

"Daaaaan! Aku dataang!"

Dan membukakan pintu. Di depan sana, Dazai datang bersama Ibuse. Ada nampan berisi makan malam hari ini di tangan si pemuda merah, sementara tangan Ibuse membawa piring kecil berisi beberapa anpan.

"Oh, Ibuse-sensei, Dazai." Dan meletakan telunjuknya di bibir—isyarat supaya tidak membuat banyak suara.

Sebelum Dazai dan Ibuse sempat membalas, Dan berkata lagi. "Aku rasa Haruo-sensei lelah karena penelitian yang sampai malam—ia ketiduran sekarang."

Dazai dan Ibuse saling lirik.

"Ah, masuk saja." Dan membukakan pintu kamarnya lebih lebar.

Haruo tertidur di atas futon milik Dan—sepertinya benar kelelahan, hingga memilih tidur lebih awal. Dazai dan Ibuse mangut-mangut setelah Dan menjelaskan ulang.

"Yah, kita bisa rayakan besok." Ibuse tertawa.

"Simpan saja makan malamnya di mejaku, Dazai—kalau Haruo-sensei bangun nanti malam, dia pasti bakal makan," ucap Dan.

Dazai menurut. Setelah meletakan nampannya di atas meja tulis Dan, ia kembali ke tengah ruangan—duduk bersama Dan dan Ibuse.

"Jadi ... kita ngapain?" Dazai garuk-garuk kepala.

"Mau menginap di sini?" Dan menawarkan. "Sekalian jaga-jaga."

"Ah, bagus!" Dazai langsung melirik Ibuse. "Ibuse-sensei juga? Ya? Ya?"

Ibuse tersenyum kecil. "Hmm, hmm."

"Yosha! Ayo nginap di kamar Dan!"

"Dazai, kecilkan suaramu ..."

-end-

Endingnya agak ... gitu (ya dari awal emang udah gaje sih :") alhdskgssjhah maafkeun T-T)

Btw, habede buat Haruo dan Nana! :D (yha ultahnya barengan, memang soulmate sejati ni dua makhluk, meski kehalang setengah dimensi). Khusus buat Nana, alshakshkahaj habedeeeeeee! Moga tambah pinter, tambah tinggi, bahagia selalu, dan doa-doa baik lainnya! :D (maaf telat huhu, mana gaje banget T-T)