Disclaimer : All Characters belong to Sunrise, but this story is mine

Once

By

LaNiinaViola

Warning: Au, OOC, Typos, and Similar plot


Perjalanan pulang kali ini terasa berbeda, Cagalli memilih untuk menjelajahi daerah yang belum pernah ia lewati sebelumnya. Memilih jalan memutar yang memakan waktu lebih banyak dari perjalanan pulang sebenarnya. Hari ini ia bisa pulang mengajar lebih awal dari hari sebelumnya karena kegiatan di sekolah hanya merayakan kedatangan musim semi dengan melakukan Hanabi atau piknik sambil melihat bunga sakura yang sedang bermekaran di halaman sekolah. Tidak banyak yang bisa dilakukan selain berbagi bekal dan juga bermain di bawah guguran kelopak bunga sakura yang sedang bermekaran. Kegiatan selesai dua jam sebelum waktu sekolah normal berakhir, membuat para pengajar bisa pulang lebih awal kerumah masing-masing, tapi tentu saja setelah menyelesaikan pekerjaan terakhir dari setiap akhir kegiatan luar ruangan yaitu bersih-bersih.

Cagalli merasa masih memiliki banyak waktu, berpikir untuk sedikit berjalan-jalan sebeum pulang ke rumah. Ia memilih jalan memutar sebelum jembatan yang harusnya ia lewati untuk menyeberangi sungai. Jalan yang ia lalui tampak sepi, tidak banyak orang yang ditemui selama menelusuri jalan asing ini. Gadis itu berpikir mungkin karena sekarang sudah hampir tegah hari, biarpun masih musim semi, tapi sinar matahari juga terasa terik di kulit. Jalan yang sepi membuat Cagalli lebih menikmati pemandangan baru yang disuguhkan jalan asing yang ia lewati itu.

Ada sebuah pohon sakura yang sudah sangat tua yang ditemui Cagalli di perjalanan. Pohon besar yang beberapa cabang batangnya harus ditopang dengan bambu agar tetap kokoh. Pohon itu sangat cantik, apalagi di musim semi seperti ini, bunganya yang lebat memenuhi seluruh pohon. Beberapa helaian kelopak sakura yang gugur juga terbang tertiup angin, menjadikannya landscape pemandangannya yang sangat indah, seperti ada hujan bunga di jalan sekitar pohon tua ini berdiri. Cagalli berhenti sebentar, mengagumi kecantikan dari pohon sakura tua itu dan mengabadikannya dalam beberapa jepretan foto dengan kamera ponselnya.

Perjalanan kembali dilanjutkan, beberapa ratus meter setelah pohon sakura tua itu ada jembatan yang menghubungkan tempat di seberang sungai. Jembatan ini tidak begitu istimewa, mirip seperti jembatan yang harusnya Cagalli lewati untuk pulang ke rumah sebelum akhirnya memilih jalan memutar ini. Baik desain maupun ukurannya semuanya terlihat sama, satu hal yang membedakan jembatan ini hanya letaknya saja. Merasa sudah cukup jauh berlajalan, Cagalli memutuskan untuk melanjutkan perjanan dengan menelusuri jalan di seberang jembatan. Gadis itu segera berbelok ke arah jembatan dan menyebrang.

Jalan di seberang jembatan yang ia lalui juga tidak kalah sepinya seperti jalan sebelumnya, hanya ada bunyi air sungai yang mengalir menemani kesunyian penjelajahan Cagalli. Sambil terus berjalan, gadis itu menangkap hal ganjil di jalan sepi ini, sebuah toko kopi kecil. Kenapa ada orang yang membuka toko kopi di daerah sepi seperti ini? Cagalli bertanya di dalam hatinya. Akan lebih menguntungkan jika membuka toko di pusat kota bukan? Atau paling tidak di dekat jalan strategis yang ramai orang berlalu-lalang, pasti akan lebih banyak orang yang mengetahui toko kopi itu daripada membuatnya disini. Cagalli berhenti sebentar saat sudah tiba di depan toko untuk melihat keadaan didalam. Seperti dugaannya, toko itu sangat sepi. Gadis itu bahkan tidak melihat ada satupun pengunjung di dalam toko, hanya ada seorang pelayan di balik meja kasir yang bisa dilihatnya sedang merapihkan sesuatu disana.

Cagalli tidak tahu bagaimana caranya, tapi tiba-tiba saja ia sudah mendorong pintu toko dan membuat lonceng di atas pintu kedai berbunyi. Sepertinya tanpa sadar gadis itu sudah masuk ke dalam toko. Cagalli sedikit heran, mungkin karena tadi ia merasa penesaran dengan toko ini mangkanya secara tidak sadar dirinya sudah bergerak memasuki toko.

Seorang pelayan menyambutnya dari balik mesin kasir dan mengucapkan selamat datang tepat setelah lonceng di pintu berhenti berbunyi. Pria dengan rambut sekelam malam yang di sembunyikan di balik flat cap. Karena sudah di dalam tidak ada salahnya mencoba menu yang ditawarkan toko ini. Cagalli segera bergerak ke arah kasir dan mulai melihat papan menu yang ada di sebelah mesin kasir. Gadis itu memilih secangkir latte dan juga sepotong muffin cokelat sebagai pendamping minuman yang ia pesan. Setelah itu ia segera membayar pesanannya kemudian memilih tempat duduk mana yang akan ia tempati. Pilihannya jatuh pada kursi yang berada di dekat jendela dengan kaca besar yang bisa memantulkan pemandangan di luar.

Toko ini tidak besar, hanya ada beberapa meja dan kursi yang mungkin hanya bisa diisi paling banyak sekitar sepuluh orang. Biarpun kecil tapi ada kesan nyaman yang diberikan oleh desain toko ini. Tidak banyak ornamen yang menghiasi toko, hanya ada beberapa lemari tempat memamerkan berbagai macam biji kopi dan beberapa alat penghancurnya. Meja dan kursi yang terbuat dari kayu memberikan kesan hangat pada toko ini. Puas meneliti keadaan di dalam toko, Cagalli memilih mengalihkan pandangannya ke luar jendela dan ternyata pohon sakura tua yang dilewatinya tadi menjadi pemandangan yang membingkai jendela di samping tempat Cagalli duduk. Indah sekali, lagi-lagi Cagalli terpukau dengan keindahan pohon sakura tua itu lagi.

Saat sedang asyik melihat pemandangan bunga sakura yang berguguran di terpa angin, pesanan Cagali datang. Pelayan itu meletakkan pesanannya di meja dan mengucapkan selamat menikmati sebelum pergi meninggalkannya. Suara pemuda itu terdengar sedikit bergetar saat mengantarkan pesanan tadi, tapi sepertinya itu hanya perasaan Cagalli saja. Pemuda itu mungkin sedikit gugup pikirnya lagi. Cagalli kemudian mulai menikmati pesanannya. Muffin cokelat ini rasanya enak ditambah dengan latte yang memiliki aroma khas membuat perpaduan yang sangat nikmat. Gadis itu berpikir akan lain kali ia bisa berkunjung lagi ke toko ini kalau sedang senggang. Setelah menghabiskan pesanannya, Cagalli pergi meninggalkan toko dan mulai melanjutkan kembali perjalanan pulangnya ke rumah.


Cagalli adalah seorang pengajar di sebuah taman kanak-kanak. Profesi ini sebenarnya belum lama ini ia geluti. Sebelumnya ia hanya menghabiskan waktu di rumah tanpa melakukan sesuatu yang berarti. Suatu hari tunangan kakaknya mengajak gadis itu untuk berkunjung ke taman kanak-kanak yang ia kelola untuk mengusir kebosanan dan Cagalli tidak menyia-nyiakan kesempatannya untuk bisa keluar rumah. Sekali berkunjung, gadis itu bisa langsung akrab dengan para siswa disana. Jadi pada tahun ajaran baru di mulai tiga bulan kemudian, Cagalli mulai menjadi salah satu pengajar disana.

Pekerjaan Cagalli memang tidak banyak, hanya saja mengajar sekaligus mendampingi murid yang masih sangat kecil butuh tenaga ekstra. Cagalli tidak boleh sampai emosi, kesabaran yang dimilikinya harus banyak. Sebenarnya tidak masalah bagi Cagalli, gadis itu adalah orang yang penyabar, tapi jika ada murid yang berbuat ulah secara bersamaan, ia sering kebingungan mana yang harus ditangani terlebih dahulu. Biarpun sedikit lambat dalam menangani masalah beruntun seperti itu, ia selalu bisa menyelesaikannya dengan baik.

Cagalli mengajar pada pukul delapan dan selesai pada pukul satu siang. Anak-anak akan pulang setelah menghabiskan makan siang di sekolah. Para guru dan staf tidak bisa langsung pulang biarpun para murid sudah meninggalkan sekolah. Mereka harus merapihkan kelas dan juga mengisi beberapa kolom nilai. Tidak jarang para guru akan menghabiskan sisa waktu untuk menyiapkan materi yang akan diajarkan keesokan harinya. Para guru dan staff bisa pulang pada pukul empat sore, sama seperti pekerja kantoran biasa. Namun berbeda cerita jika di sekolah sedang mengadakan kegiatan, para guru bisa pulang sebelum ataupun sedudah jam biasanya. Seperti hari dimana Cagalli pulang dengan memilih jalan memutar misalnya, karena adanya kegiatan hanabi mereka bisa pulang lebih cepat.


Ini sudah ketiga kalinya Cagalli pergi mengunjungi toko kopi yang ada di seberang pohon sakura tua. Setiap kali berkunjung gadis itu akan mencoba menu berbeda yang ditawarkan toko. Kali ini ia memesan sepotong pie apel dan teh aroma mint. Biarpun ini adalah toko kopi tapi mereka juga menyediakan teh sebagai variasi menu. Sebenarnya Cagalli ingin mencoba pie apel dengan secangkir kopi luwak. Hanya saja sang pelayan mengatkan kopi luwak yang mereka gunakan memiliki keasaman yang cukup kuat. Sebenarnya Cagalli tidak terlalu bisa mentorerir kafein, selama ini ia hanya bisa minum kopi dengan kadar keasaman yang sedikit hingga sedang. Ia bersyukur karena pelayan itu memberitahunya sejak awal jika kopi yang mereka miliki punya keasaman yang tinggi, sehingga ia tidak akan merasakan sakit pada perutya setelah mengunjungi toko kopi.

Pada kunjungan kali ini, Cagalli berusaha mengenal sang pelayan. Hitung-hitung sebagai salam perkenalan karena gadis itu merasa dirinya akan menjadi pelanggan tetap toko ini. Cagalli kembali memilih tempat duduk di samping jendela yang menampilkan pemandangan pohon sakura tua. Ia benar-benar menyukai pemandangan yang disuguhkan pohon itu biarpun bunganya sudah tergantika oleh daun hijau yang memenuhi seluruh cabangnya.


Sang pelayang sejujurnya bingung kenapa gadis itu memesan dua buah cangkir teh padahal ia hanya datang sendiri, apa mungkin gadis itu sedang menunggu temannya dan berinisiatif memesankannya sebelum datang? Tanya si pelayan dalam hatinya karena ia tidak punya cukup keberanian untuk menanyakan alasannya secara langsung pada gadis itu. Pemuda itu hanya bisa membuatkan pesanan pelanggannya dengan raut wajah yang menyimpan tanya.

Pesanan telah selesai dibuat, pemuda bersurai sekelam malam itu mengantarkanya langsung ke meja Cagalli, tempat yang sama seperti saat gadis itu pertama berkunjung kemari. Saat pesanan datang, pelayan meletakan sepotong pie apel dan dua buah cangkir teh mint. Sebelum pelayan itu pergi, Cagalli mengatakan bahwa cangkir teh itu milik sang pelayan. Secara tidak langsung gadis itu mengundangnya untuk duduk bersama. Sejauh yang Cagalli tahu, ia belum pernah melihat ada pelanggan lain selain dirinya ketika berkunjung, jadi ia berani mengajak sang pelayan untuk sedikit mengobrol.

Mulanya tentu sang pelayan menolak dengan sopan, tapi Cagalli berhasil meyakinkan dirinya untuk sebentar saja bersantai bersamanya. Merasa apa yang katakan Cagalli tidak buruk, maka pelayan itu mau menuruti permintaan gadis itu dan duduk bersama menghabiskan sore dengan secangkir teh beraroma mint.

"Namaku Cagalli Hibiki, bolehkan aku tahu siapa namamu?" tanya Cagalli hati-hati pada pemuda itu sambil mengulurkan tangannya.

Pemuda itu cukup terkejut, tapi tidak lama dan segera menyambut uluran tangan gadis itu dan menjawab. " Namaku Athrun... Nona."

Suara pemuda itu sedikit bergetar saat menyebutkan namanya. Sepertinya pemuda itu gugup luar biasa, pikir Cagalli.

"Senang berkenalan denganmu Athrun." Cagalli senang akhirnya ia bisa mengetahui nama sang pelayan.


Entah sudah kunjungan keberapa bagi Cagalli ke toko kopi Athrun tapi sedikit-demi sedikit mereka sudah menjadi lebih dekat. Athrun sebenarnya bukan orang yang pemalu, berbeda dengan kesan pertama yang Cagalli dapatkan saat berkunjung ke toko. Hanya saja terkadang Cagalli bisa menangkap getaran dalam nada bicara Athrun. Biarpun sudah tidak secanggung saat pertama kali berkenalan dulu, komunikasi dengan Athrun terasa penuh perjuangan bagi Cagalli karena pemuda itu seperti menutup diri darinya.

Cagalli tahu jika Athrun sebenarnya tidak tinggal di sekitar toko kopi. Pemuda itu hanya pergi ke toko pada pagi hari dan pulang setelah menutup tokonya sekitar pukul tujuh malam. Tidak banyak pengunjung yang datang membuat Athrun tidak setiap waktu membuka tokonya. Cagalli sendiri terkadang harus menelan kekecewaan saat menemui pintu toko tertutup dan lampu di dalam gelap ketika akan berkunjung.

Saat mengobrol dengan pemuda itu, lebih banyak Cagalli yang akan bercerita tentang dirinya maupun harinya. Sangat jarang Athrun akan bergantian cerita tentang kisahnya jika tidak ditanya. Ketika ditanyapun sebenarnya hanya beberapa jawaban singkat saja yang diberikan pemuda itu. Biarpun demikian Cagalli merasa nyaman berbincang dengan Athrun. Terlepas dari sikap pemuda itu yang tertutup, Cagalli merasa Athrun adalah pendengar yang baik. Itu sebabnya tanpa segan Cagalli sering membagikan kisahnya pada pemuda itu.


Hari semakin terik belakangan ini, sepertinya puncak musim panas akan segera tiba. Cagalli merasa bosan seharian karena dirinya tidak bisa keluar rumah akibat cuaca panas yang sangat ekstrim. Sekolah juga sedang diliburkan sehingga tidak ada lagi alasan yang kuat untuknya meninggalkan rumah. Menghabiskan waktu tanpa ada yang dilakukan benar-benar membosankan. Gadis itu menjadi heran sendiri kenapa dirinya kuat berlama-lama di rumah sebelum Lacus mengajaknya ke taman kanak-kanak. Mungkin saja sekarang Cagalli sudah biasa beraktifitas di luar rumah sehingga dirinya akan merasa bosan saat tidak ada kerjaan, berbeda dengan dirinya yang dulu.

Saat sedang berbaring tidak jelas di kamarnya, tiba-tiba Cagalli mendengar telepon rumahnya berbunyi. Gadis itu segera bangkit dari tempat tidurnya dan turun menuju lantai bawah untuk menerima panggilan masuk tersebut. Setelah sampai di lantai bawah, dirinya segera pergi ke ruang tv tempat telepon rumah berada. Tanpa pikir panjang segera saja ia mengangkat telepon yang terus berdering itu.

"Hallo, dengan kediaman Hibiki."

"Cagalli," Oh, Cagalli kenal suara ini. Itu adalah suara kakak satu-satunya, Kira.

"Oh, hai kak.. Tumben sekali menelepon ke telepon rumah, ada apa?" Tanya Cagalli.

"Sebenarnya aku ingin berbicara pada ibu, itu sebabnya aku menelepon ke telepon rumah."

"Oh, ibu sedang ada pertemuan di balai kota. Apa ada sesuatu yang ingin kau sampaikan?"

"Emm, ya sebenarnya aku mau mengabari ibu jika bulan depan aku akan pulang."

"Benarkah? Itu hebat sekali.. apa akhrinya bosmu itu memberikan kau jatah liburan?" Cagalli sangat antusias mendengar kakaknya akan pulang.

"Hahaha, tidak. Ia bahkan memberikanku hal yang lebih baik lagi dari sekedar jatah liburan."

"Berita bagus apa yang akan kau sampaikan, Kak?" Cagalli terdengar antusias, ingin segera mendengar kabar baik yang dibawa kakaknya.

"Aku akan dimutasi kembali ke Orb."

"Waw, ini bahkan lebih hebat lagi. Aku sangat senang akhirnya kakak bisa kembali ke Orb."

"Aku juga sangat senang akhirnya bisa pulang. Sampaikan pada ibu ya.. aku tidak ingin ayah terkejut karena aku tiba-tiba muncul di pintu depan."

"Itu tidak baik untuk jantung ayah, tentu saja aku akan memberitahukan pada mereka saat pulang nanti."

"Terimakasih, Cagalli. Oh, hampir lupa... bagaimana kabarmu?"

"Aku baik, kau tidak usah khawatir."

"Itu bagus.. kalau begitu aku harus kembali, ada pekerjaan yang harus aku segera selesaikan sebelum pulang."

"Baiklah, sampai jumpa kak." Dengan itu telepon pun terputus.

Akhirnya setelah tiga tahun, Kakaknya akan kembali pulang ke Orb. Kakak Cagalli, Kira, tiga tahun lalu dimutasi ke luar negeri oleh perushaan tempat ia bekerja. Sejauh yang Cagalli ingat, kakaknya itu menolak tapi akhirnya ibu dan ayah mampu meyakinkan kak Kira untuk tetap berangkat dan mengembangkan karirnya di luar negeri. Sebenarnya Cagalli merasa sedih saat kak Kira harus pergi tapi itu demi kebaikan, jadi yang bisa Cagalli lakukan hanya mendukungnya dan mendoakannya agar cepat pulang kembali ke rumah.


Kak Kira akan pulang minggu depan, bertepatan dengan hari pertama masuk sekolah setelah libur musim panas. Biarpun sekolah masih akan dimulai satu minggu lagi, tapi para guru dan staff sudah mulai bersiap. Semua mempersiapkan bahan ajar dan juga dekorasi kelas yang baru, semua menjadi sangat sibuk satu minggu ini, tidak terkecuali Cagalli. Sedari pagi dirinya sudah berada di sekolah dan menyiapkan segala yang diperlukan. Tanpa terasa hari sudah beranjak singa ketika pekerjaan mendekorasi kelas selesai ia kerjakan. Beruntung selama di rumah ia juga menyicil pekerjaan membuat ornamen baru seperti burung kertas atau kupu-kupu yang terbuat dari origami yang akan dijadikan hiasan baru untuk kelas nantinya, sehingga pekerjaan menghias kelas bisa dikerjakan dalam waktu yang singkat.

Cagalli makan siang bersama dengan tunangan kakaknya, Lacus. Gadis bersurai sewarna bunga sakura itu terlihat sangat senang, wajah cantiknya semakin terlihat bersinar hari ini. Wajar saja, tidak hanya Cagalli yang senang dengan berita kepulangan Kira tapi juga Lacus. Gadis itu juga pasti merasakan kerinduan yang sangat, mengingat kepindahan Kira ke luar negeri saat itu dapat dikatakan sangat mendadak.

Selesai makan siang jadwal Cagalli selanjutnya adalah membuat bahan ajar dari materi yang sudah disiapkan sebelumnya. Tapi karena hari ini ia membawa banyak sekali ornamen untuk menghias kelas baru, dirinya menjadi lupa membawa materi yang sudah disiapkan sebelumnya. Gadis itu terpaksa mengerjakannya besok setelah membawa kertas materi yang tertinggal di kamarnya. Karena tidak ada lagi pekerjaan yang bisa dilanjutkan lagi, Cagalli memilih pulang lebih awal. Dirinya ingin berkunjung ke kedai kopi karena sudah lama sekali sejak dirinya berkunjung ke tempat itu. semoga saja kedai itu buka hari ini, Cagalli berharap di dalam hatinya. Mengingat kedai itu tidak memiliki jadwal tetap untuk buka membuat Cagalli berdoa setiap kali akan pergi kesana, berharap toko itu buka saat ia akan berkunjung.


Cagalli bersyukur, kedai kopi ini buka saat ia akan mengunjunginya hari ini. Tidak sia-sia dirinya berjalan memutar di tengah hari dengan panas terik yang sangat menyiksa. Lonceng pintu berdentang beberapa kali saat gadis itu membuka pintu. Seperti biasa, ucapat selamat datang gadis itu dapatkan dari pemuda berambut sekelam malam pelayan toko tersebut. Kali ini Cagalli memesan minuman es yang terbuat dari teh yang dicampur dengan sari buah persik dan juga beberapa kue kering.

Sama seperti sebelumnya, Cagalli kembali mengajak Athrun duduk dan mengobrol tentang harinya. Gadis itu menceritakan bagaimana repotnya ia harus membawa banyak dekorasi baru untuk kelas dan memasangnya hingga ia melupakan bahan ajar yang harus dibawanya. Obrolan menjadi mengalir begitu saja, tanpa terasa topik sudah berganti beberapa kali dan sekarang gadis itu tengah menceritakan pengalamannya beberapa tahun yang lalu.

"Jadi kau adalah lulusan Universias Orb?" Cagalli bertanya untuk memastikan.

"Ya, aku lulusan Universitas Orb." Jawab Athrun singkat.

"Aku juga lulusan Universitas itu, mungkin sebelum ini kita pernah berpapasan di kampus tanpa sadar." Cagalli tertawa bercanda dengan pemuda itu. Tidak ada tanggapan berarti, Atrun hanya membentuk simpul senyum di wajahnya.

"Sebenarnya, beberapa waktu setelah aku lulus, aku mengalami kecelakaan." Cagalli kemudian kembali mengubah topik pembicaraan dengan cerita pengalamannya.

Pemuda itu masih diam mendengarkan apa yang akan gadis itu katakan. "Saat itu hari sedang hujan lebat dan malam sudah semakin larut. Aku sedang dalam perjalanan pulang dari suatu tempat. Mungkin karena derasnya hujan, aku tidak begitu memperhatikan jalan dan menyebrang dengan sembarangan, kemudian tiba-tiba sebuah mobil datang dan aku tertabrak"

Tidak ada tanggapan dari Athrun, maka Cagalli kembali melanjutkan ceritanya. "Ketika aku bangun, aku sempat tidak mengenali keluargaku, loh... tapi akhirnya dalam beberapa hari aku bisa kembali mengingat mereka. Dokter bilang, aku mengalami trauma di kepala pasca kecelakaan" Jeda sebentar sebelum gadis itu melanjutkannya lagi.

"Sejak kecelakaan itu aku merasa kakak semakin protektif padaku, padahal aku baik-baik saja. Kemudian kakak mengenal seorang gadis bernama Lacus yang sangat cantik juga pengertian, barulah ia bisa sedikit lebih tenang jika berurusan sesuatu tentangku. Ia merasa Lacus bisa menjagaku dan mempercayakanku padanya."

Pemuda itu sedang menunduk saat Cagalli mengalihkan pandangannya dari jendela setelah menyelesaikan ceritanya. Pemuda itu pasti tidak tertarik dengan ceritanya dan memilih untuk mengabaikan Cagalli, pikir gadis itu. Menyadari hal itu, ia segera merubah kembali topik pembicaraan mereka.

"Ehem, ehehehe pasti ceritaku sama sekali tidak menarik ya." Cagalli berusaha mencairkan suasana.

Pemuda itu kembali mengangkat wajahnya, "Tidak, bukan begitu.. Aku hanya.." Athrun kembali mengeluarkan nada bicara gugupnya.

"Hahaha, tidak apa-apa... ayo kita ganti topik saja. Jadi, apa yang kau lakukan saat tidak membuka toko?" tanya Cagalli.

Pemuda itu diam sebentar lalu menjawab pertanyaan yang diberikan kepadanya. "Aku mengurus sesuatu, sebenarnya toko ini hanya sambilan saja."

"Hebat sekali, apa tidak susah membagi waktu waktu untuk dua hal berbeda?" Cagalli kembali bertanya agar pembicaraan bisa terus berlanjut.

"Terkadang memang agak merepotkan." – tapi aku harus melakukannya

"Apa tadi kau bilang?" Gadis itu merasa Athrun mengatakan sesuatu dan tidak mendengarnya dengan jelas.

"Em? Aku bilang terkadang memang agak merepotkan harus membagi waktu."

"Tidak, setelahnya.. kau seperti mengatakan sesuatu."

"Aku tidak mengatakan apapun." Oh, sepertinya Cagalli salah dengar.

Obrolan kembali dilanjutkan dengan topik lainnya dan tanpa terasa hari sudah menjelang sore, waktunya Cagalli berpamitan dan segera pulang.


Kedatangan Kira bukan sesuatu yang mengejutkan untuk semua orang, sebelumnya pemuda itu memang sudah memberitahukan perihal kepulangannya pada adik sematawayangnya. Tujuan utama Kira tentu saja untuk menjaga kesehatan jantung ayahnya. Tidak baik juga menyembunyikan berita baik pikir pemuda bersurai cokelat itu. Saat Kira datang, ada keluarganya dan juga Lacus yang hadir untuk menyambut kedatangannya di rumah. Rasa haru tidak dapat dibendung saat ia memeluk ibunya, wanita paruh baya itu sedikit terisak saat putra sulungnya pulang. Cagalli dan Lacus yang melihat itu hanya bisa tersenyum simpul, ikut merasakan suasana haru dan kebahagiaan yang meluap menjadi satu.

Kira banyak bercerita tentang kehidupannya di luar negeri dan usahanyauntuk bisa dimutasi kembali ke negara asalnya. Perjuangan yang sangat panjang dan alot tentu saja, tapi berkat keigihan pemuda itu ia bisa kembali. Hasil kerjanya yang memuaskan membuat perusahaan berpikir untuk membawa Kira kembali ke negara asalnya dan membuat inovasi untuk kemajuan perusahaan di negara asalnya.

Lacus tetap tinggal hingga makan malam usai, sebenarnya keluarga Hibiki menawarkan gadis cantik itu untuk menginap, hanya saja dengan halus ia menolaknya. Lacus memiliki alasan kuat untuk pulang dan Kira tidak akan membiarkan gadis itu pulang sendiri, pemuda itu harus mengantarnya, memastikan sendiri tunangannya selamat sampai tiba di rumah. Biarpun dirinya sendiri masih lelah akibat perjalanan jauh, tapi ia tetap akan pergi mengantar gadis itu pulang.

Kira dan sifat protektifnya, tidak hanya pada Cagalli tapi juga pada Lacus tunangannya. Semua orang tahu sifatnya itu, sehingga tidak ada yang protes saat ia bersikeras mau mengantarkan Lacus pulang. Ibu hanya berpesan agar berhati-hati dan tidak mengebut yang tentu saja langsung diiyakan oleh si pemuda.


Tidak ada yang banyak berubah dengan kedatangan Kira di rumah. Pemuda tu tetap harus berangkat ke kantor dan begitu juga dengan Cagalli yang harus pergi mengajar. Bedanya hanya sekarang makan malam tertasa lebih ramai dengan canda tawa juga kejahilan pemuda itu pada adiknya. Ibu sampai bingung, kenapa anaknya masih suka bertengkar padahal sudah sebesar ini.

Cagalli dan Kira akan membagikan kisahnya, apa yang mereka lakukan dan apa hal menarik yang mereka temui hari ini. Terdengar kekanankan tapi dengan kebiasaan ini mereka menjadi akrab satu sama lain. Tidak ada kecanggungan dan semuanya berbaur dalam obrolan saat makan malam.

Hari ini Cagalli menceritakan tentang kafe yang menjadi langganannya. Semua mendengarkan ceritanya dengan seksama tentang bagaimana menu di kafe itu, bagaimana pemandangannya, dan bagimana ia bisa berkenalan dengan si pelayan kafe yang menurutnya ramah biarpun sedikit tertutup. Cagalli merasa ada yang aneh, keluarganya tidak bereaksi seperti biasanya dan saat ia menyebutkan nama si pelayan toko, tiba-tiba saja gelas yang dipegang Kira jadi hancur berkeping-keping. Cagalli tentu merasa terkejut, ibu sontak saja berteriak dan menyuruh pemuda itu membersihkan tangannya dengan air. Cagalli yang pulih dari keterkejutannya segera mengambil kotak obat dan mengeluarkan perban untuk membalut luka di tangan kakaknya.

Suasana makan malam hari itu menjadi kacau. Semua orang diam seribu bahasa, Cagalli yang merasa bingung akhirnya memberanikan diri untuk bertanya.

"Ada apa sebenanya? Kenapa semua orang bertingkah aneh hari ini?" Tanya Cagalli hati-hati.

Kira segera menjawab dengan nada yang sangat kasar, membuat Cagalli jadi takut. "Berhenti mengunjungi tempat itu, Cagalli." Tidak ada alasan kenapa Kira melarang adiknya mengunjungi tempat itu. Hal ini membuat Cagalli kembali bertanya, ada apa sebenarnya dengan tempat itu?

"Tapi kenapa?" Kira diam sejenak, merasa bersalah telah membentak Cagalli. Ia melembutkan suaranya dan kembali mengulangi perintahnya.

"Berhentilah mengunjungi tempat itu, Cagalli." Kembali tidak ada alasan yang dikemukakan Kira atas perintahnya tersebut, dirinya memilih langsung pergi ke kamarnya dan mengunci diri.

Cagalli bermaksud mencari penjelasan dari ibu dan ayahnya tapi yang ia dapati hanya sebuah perintah yang sama seperti yang diucapkan kakaknya. Semua ini menjadi sangat membingungkan bagi gadis itu.


Sejak kejadian itu, Lacus akan mengantarkan Cagalli pulang dari taman kanak-kanak setelah selesai mengajar. Dirinya akan diantarkan langsung ke rumah, Kira benar-benar memastikan perintahnya diikuti oleh Cagalli. Hal ini membuat dirinya sangat frustasi, semua orang melarangnya tapi tetap diam seribu bahasa tanpa memberi tahu sedikitpun alasannya.

Ia harus mencari penjelasan dari semua hal yang membingungkan ini, jika semua orang tidak mau memberi tahunya, maka hanya ada satu orang yang bisa ia tanyai sekarang ini. Dengan membulatkan tekat, Cagalli berusaha pergi ke kafe dan meminta penjelasan dari Athrun. Gadis itu mempercepat langkahnya sebelum orang rumah tahu ia pergi tanpa izin, sambil terus berdoa semoga kafe buka untuk hari ini.

Doa gadis itu terkabul, lampu di toko menyala dan ada Athrun sedang berdiri di balik mesin kasir seperti biasa saat Cagalli melihatnya dari balik jendela. Dengan terburu-buru Cagalli segera masuk, dan meminta Athrun untuk duduk bersamanya karena ada pertanyaan yang ingin di sampaikannya. Melihat keadaan gadis itu yang sangat kacau, Athrun langsung mempersilahnya duduk tanpa banyak bertanya.

Athrun menyiapkan segelas teh chamomile, berharap gadis itu sedikit tenang setelah menghirup aroma bunga itu dalam tehnya. Setelah Cagalli bernafas lebih bebas, Athrun mulai bertanya maksud kedatangan Cagalli yang tidak seperti biasanya kali ini.

"Apa yang ingin kau tanyakan, Cagalli." Ini pertama kalinya Athrun memanggil gadis itu dengan nama depannya, biasanya pemuda itu akan memanggilnya Nona tiap kali mereka berbicara.

Kesampingkan hal itu, ada hal yang lebih mendesak yang harus ia tanyakan pada pemuda itu. Ahh, tapi jujur saja ia tidak tahu harus memuainya dari mana. Ada banyak sekali pertanyaan yang berkelebat di kepalanya saat ini dan ia bingung harus memulainya dari mana.

"Aku, aku bingung harus memulainya dari mana." Ujar Cagalli sambil tertunduk.

"Tenangkan dulu dirimu, setelah itu kau bisa bertanya apapun padaku, aku kan menunggu."

Mereka sama-sama terdiam untuk beberapa saat dan saat dirinya sudah siap, Cagalli mulai melontarkan pertanyaan yang ada di kepalanya.

"Athrun, apa kau mengenal kakakku? Kira Hibiki?" Gadis itu merasa harus memulai dari pertanyaan dasar seperti ini sebelum masuk ke dalam inti utama pembicaraannya.

Athrun diam sejenak, ada keraguan yang terlihat dari pancaran matanya. Tepat saat pemuda itu membuka mulutnya dan hendak menjawab pertanyaan Cagalli, seseorang masuk ke dalam kafe.

Betapa terkejutnya Cagalli karena yang datang adalah orang yang baru saja akan mereka bicarakan. Kira datang dan segera menghampiri mereka. Tanpa tedeng aling-aling pemuda itu langsung narik kerah baju Athrun dan mendaratkan sebuah pukulan di wajah pemuda itu. Tidak ada perlawanan yang diberika Athrun, bahkan sekedar kalimat pembelaanpun tidak diucapkan oleh pemuda bersurai segelap malam itu. Dirinya hanya pasrah menerima segala amukan yang diberikan Kira padanya.

Cagalli yang melihat itu segera bangkit dan berusaha melerai keduanya. Tubuhnya yang kalah ukuran dengan kedua pemuda itu membuatnya kesulitan, tapi bermodal kenekatan ia tetap berusaha melerai. Kira yang sudah bisa mendengar suara Cagalli segera menarik gadis itu dan membawanya nya pergi menjauh. Sebelum pergi meninggalkan kafe, ia berteriak pada Athrun untuk menjauh dari adiknya.

Kira segera menyuruh Cagalli masuk ke dalam mobil. Dalam keadaan panas ini, gadis itu tidak punya pilihan selain menuruti keinginan kakaknya. Cagalli kembali tidak mendapatkan jawaban, tapi satu hal yang ia tahu pasti. Athrun mengenal kakaknya. Hanya itu informasi yang bisa Cagalli dapatkan saat ini.


Cagalli bingung, ia benar-benar bingung. Kemana lagi ia bisa mendapatkan jawaban atas semua pertanyaan yang ada di kepalanya. Semua orang yang tahu tidak pernah mau memberikan Cagalli penjelasan. Gadis itu merasa sangat sedih dengan situasi saat ini, ia terus berpikir bagaimana caranya ia mendapatkan penjelasan atas semua kejadian ini.

Ada satu jalan lagi, sebenarnya ia tidak yakin apakah ini bisa berhasil. Hanya saja ia tidak boleh menyerah. Ia akan mencoba peruntungannya pada ide ini. Ia akan bertanya pada tungan kakaknya, Lacus. Gadis cantik itu pasti tahu sesuatu biarpun mereka belum menjadi keluarga yang sesungguhnya. Cagalli akan bertanya besok, saat sekolah telah usai dan Lacus mengantarnya pulang.

Esok harinya setelah pulang sekolah, gadis cantik itu mendatangi Cagalli dan mengajaknya untuk pulang bersama seperti hari-hari sebelumnya. Di perjalanan, Cagalli mulai membuka suara dan mulai menanyakan apa yang ingin ia ketahui dari Lacus. Tapi sama seperti yang lain, Lacus juga tidak mau memberikan jawaban. Cagalli benar-benar sedih, dirinya merasa frustasi dengan semua tanda tanya ini.

Melihat Cagalli menangis membuat Lacus sedikit luluh. Dirinya berjanji akan membicarakan masalah ini pada Kira dan meminta pemuda itu untuk mengizinkan Cagalli tahu apa yang terjadi pada mereka. Merasa seperti dapat angina sejuk, Cagalli berhenti terisak dan berterimakasih pada calon kakak iparnya itu.


Athrun dan Cagalli dulunya adalah pasangan kekasih. Mereka menjalin hubungan sekitar satu tahun sebelum Cagalli mengalami kecelakaan. Saat itu orang tua Athrun tidak setuju dengan hubungan keduanya. Sekeras apapun usaha keduanya untuk meyakinkan orang tua Athrun, maka sekeras itu pula mereka ditentang. Biarpun orang tua Athrun selalu menentang hubungan keduanya, tapi Athrun yakin suatu hari orang tuanya akan luluh dengan perjuangan kedua, itu yang mereka yakini.

Mereka menjalani kehidupan seperti biasa, seperti tidak ada masalah. Layaknya sepasang kekasih pada umumnya, mereka benar-benar menikmati kebersamaan ini. Masalah besar dengan orang tua Athrun dibiarkannya begitu saja. Cagalli menganggap Athrun selalu ada untuknya jadi tidak ada yang perlu ia khawatirkan. Mereka akan melaluinya dengan baik, pasti.

Tidak disangka kepercayaan yang dimiliki Cagalli harus hancur manakala ia mengetahui jika kekasih yang selama ini ia percaya malah bermain api di belakangnya. Cagalli melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana pemuda itu pergi bersama wanita lain. Kepercayaan yang selama ini dipegangnya pecak berkeping-keping, dengan perasaan sedih luar biasa, Cagalli berlari menembus malam. Sesak memenuhi relung hatinya dan air mata tidak henti-hentinya mengalir dari kedua netra cantiknya. Kemudian saat itulah kecelakaan itu terjadi.

Cagalli yang akan menyebrang jalan tidak memperhatikan bahwa lampu untuk para penyeberang masih merah. Gadis itu langsung saja menyeberang tanpa melihat keadaan jalan, sementara dari arah kiri ada sebuah mobil yang sedang melaju kencang. Semua terjadi begitu cepat, tubuh Cagalli terpental beberapa meter dari tempat kejadian. Darah segar mengalir dari kepalanya.

Dengan benturan hebat seperti itu, hanya ada beberapa tulang yang retak dan gegar otak. Keluarga Cagalli bisa sedikit bernapas lega ketika mengetahui tidak ada cedera serius pada putri mereka. Namun, masalah datang setelah Cagalli bangun. Seminggu tidak sadarkan diri dan bangun dalam keadaan hilang ingatan, Cagalli tidak mengenal satupun keluarganya. Semua nampak sedih saat mengetahui keadaan ini. Dokter bilang jika gadis itu mengalami trauma di kepalanya dan menyebabkan memorinya hilang. Dokter tidak bisa menjamin kapan ingatan gadis itu akan kembali, bisa sebentar tapi juga bisa lama. Untunglah trauma di kepala Cagalli cepat pulih, dalam waktu setengah bulan ia sudah bisa mengingat semua tentang keluarganya lagi.

Saat ingatannya kembali, Cagalli bercerita jika ia mengalami kecelakaan karena matanya terasa sangat perih dan tidak bisa melihat jalan dengan baik. Gadis itu menyimpulkan sendiri jika hari itu turun hujan dan dirinya tidak memakai payung. Air hujan yang masuk kedalam matanya membuat penglihatannya kabur dan terjadilah kecelakaan. Ketika ditanya perihal hubungan gadis itu dengan seorang pemuda, Cagalli hanya menatap bingung danmerasa tidak pernah menjali hubungan dengan siapun sejak lulus dari sekolah menengah atas. Satu hal yang bisa disimpulkan, ingatan Cagalli belum sepenuhnya kembali. Tapi tidak ada yang memberitahukan kebenaran tentang kecelakaan itu dan apa yang dialami gadis itu sebelumnya. Semua menutup rapat informasi itu dan membuat Cagalli hidup seperti yang ada di ingatannya setelah kecelakaan, hidup tanpa mengenal sedikitpun seseorang bernama Athrun Zala.


Kakak Cagalli, Kira, menjadi sangat protektif kepada adiknya. Satu kali menghadapi adiknya diambang hidup dan mati membuatnya sangat ketakutan. Ia akan memastikan Cagalli tidak mengalami luka lagi, menjaganya seperti mahkota kaca yang sangat berharga namun rapuh disaat yang bersamaan. Kemudian Kira mendapatkan kesempatan berkarir di luar negeri oleh perusahaannya. Pemuda itu berpikir tidak mau mengambil kesempatan itu karena Cagalli. Dirinya harus memastikan sendiri keadaan adiknya setiap saat. Kira mengalami perdebatan panjang sebelum akhirnya ayah dan ibu berhasil meyakinkannya. Meyakinkan pemuda itu bahwa Cagalli akan selalu aman dan tidak akan ada yang bisa menyakitinya lagi. Akhirnya dengan berat hati pemuda itu akhirnya berangkat ke luar negeri.

Air mata mengalir seketika saat Lacus menjeda ceritanya. Saat ini mereka tengah berada di dalam kamar Cagalli dan gadis bersurai sewarna sakura itu datang untuk menjawab semua kebingungan calon adik iparnya. Gadis itu berhasil meyakinkan Kira dan mempercayakan Lacus untuk memberitahukan kebenaran yang selama ini mereka tutup rapat-rapat. Tidak mudah meyakinkan Kira, tapi setelah melihat bagaimana adiknya terus menerus sedih membuat hatinya ikut merasa teriris. Dengan pertimbangan yang sangat panjang akhirnya Kira memutuskan untuk memberi tahu Cagalli cerita yang dilupakan oleh adiknya itu dengan bantuan Lacus.

"Itu sebabnya, Kira selau menanyakan kabarmu disetiap panggilan teleponnya. Apa kau sadar, Cagalli?" Tanya Lacus.

Air mata masih terus mengalir saat Cagalli menjawab. "Tidak, aku tidak pernah memperhatikannya. Aku hanya tahu pasti kakak akan menanyakan kabar, aku kira itu hanya sekedar basa-basi yang sudah menjadi kebiasannya."

"Itu memiliki makna yang sangat penting bagi Kira, dengan menanyakan itu dia bisa meyakinkan dirinya sendiri bahwa kau baik-baik saja langsung dari dirimu." Lacus memberikan tissue lagi untuk menyeka air mata calon adik iparnya itu.

Lacus kemudian melanjutkan ceritanya. Toko kopi yang sering Cagalli kunjungi sebenarnya adalah sebuah tempat penyimpanan kopi koleksi Athrun. Dulu Cagalli sangat suka berkunjung ke tempat itu karena letaknya yang berdekatan dengan pohon sakura tua yang sangat indah apalagi ketika musim semi tiba dan kelopak bunga berguguran bagai salju berwarna merah muda. Itu menjadi tepat yang banyak menyimpan kenangan bagi keduanya, karena di tempat itu mereka banyak menghabiskan waktu bersama.

Cagalli tidak tahu, ia tidak mengingatnya. Hanya saja hari dimana Cagalli memilih jalan memutar, ada perasaan kuat yang menariknya untuk berjalan ke tempat itu. Ia tidak ingat tapi kakinya melangkah dengan pasti menelusuri jalan tanpa ada rasa asing yang terbesit. Ya benar, biarpun semua yang ia temui tampak baru tapi ada perasaan rindu yang menyelubungi hatinya. Saat itu ia tidak mengerti, tapi ternyata jalan itu bisa mengantarkannya pada tempat penuh kenangan yang ia lupakan. Cagalli mungkin melupakan Athrun dan segala kenangan tentang pemuda itu tapi hatinya tidak, hatinya tetap mengingat semua kenangan mereka dan membimbingnya kembali ke tempat penuh kenangan dengan Athrun.


Note :

Hey twins, may this special day bring you endless joy and tons of precious memories.

Memang terasa tidak adil, kado ini bercerita tentang Asucaga padahal yang ulang tahun adalah kembar kesayangan kita semua. Maafkan Niina yang tidak bisa merealisasikan kado buat bang Kira saat ini, tapi bang Kira ada di cerita inikan jadi ga apa kan... Eheheheh #diinjekFreedom

Okelah, cerita ini belum selesai dan Niina akan membawakannya dengan style yang menjadi kesukaan Niina saat menulis, jadi sampai jumpa di chapter selanjutnya. Tapi sebelum itu, boleh ya Niina minta pendapat dan saran dari kakak-kakak semua? Ehehehe terimakasih.