Disclaimer : Harry Potter milik JK Rowling
Warning : No boyXboy, DLDR, aneh dan semacamnya
Harry bangun dari ranjang kebesarannya di asrama khusus Ketua Murid. Ya, tahun ini ia dan Hermione terpilih menjadi Head Boy dan Head Girl. Padahal ia sudah mengira kalau tahun kedelapannya di Hogwarts akan penuh dengan ketenangan, mengingat tak ada penyihir botak gila yang selalu ingin membunuhnya setiap saat seperti tahun tahun sebelumnya. Tapi rupanya dugaannya meleset sama sekali. Terbukti dari kesibukan barunya sebagai pemberantas kejahilan dari siswa siswi labil yang masih gemar meledakkan koridor dengan berbagai macam produk sihir sakti Weasley, yang dapat dijamin kualitas akan kerusakan yang ditimbulkan terhadap kebersihan dan keutuhan 'objek' yang dikenainya. Dan fakta bahwa hari sebelumnya ia sudah menjatuhkan sekitar 20 detensi pada 2 siswa kembar yang nampaknya akan meneruskan kejahilan Fred dan George yang telah tersohor seantero sekolah. Ralat, dunia sihir, lebih tepatnya.
Helaan nafas spontan meluncur dari dirinya saat mengingat bahwa masih ada hari yang begitu panjang di depannya sebagai Ketua Murid Putra. Kenyataannya, bukan inginnya mendapatkan posisi elit nan menyusahkan ini.
Lamunannya pun buyar saat ia mendengar suara ketukan yang cukup keras di pintu kamarnya.
"Harry? Kau sudah bangun? Cepatlah mandi dan berkemas, kita tidak ingin terlambat untuk sarapan."
Hermione dan racauan indahnya dipagi hari.
"Aku sudah bangun, Mione. Tenang saja, kita tak akan terlambat untuk sarapan." Lagi pula ia sudah letih diceramahi tentang sikap-yang-baik-sebagai-seorang-ketua-murid ala Hermione Granger.
Jadi, dengan agak terburu buru ia segera mengambil handuk dan keluar dari kamar, hanya untuk dihadiahi tatapan mencela oleh Hermione.
"Harry, ku harap besok kau dapat bangun lebih pagi dari hari ini."
Cepat cepat ia menjawab, "Tentu Mione, akan ku usahakan." Jawabnya sembari nyengir gugup. Hermione hanya melengoskan tatapannya, dan kembali menikmati coklat panasnya seraya membaca koran pagi. Hal yang cukup unik mengingat betapa bencinya Hermione dengan salah satu reporter sinting Daily Prophet yang seorang animagus, Rita Skeeter.
Kegiatan membersihkan dirinya, alias mandi memang sangat cepat. Mengingat pria biasanya cenderung 'agak praktis' dalam soal penampilan ketimbang wanita. Dan seragam sekolahnya pun tak memakan waktu lama untuk dapat membalut tubuh tegap dan kokoh serta berotot liat tersebut. Harry pun keluar dengan tampilan yang makin hari makin rapi (berkat Hermione, tentu saja) tetapi semakin terlihat pula, sisi yang cenderung 'nakal' dari dirinya. Dengan rambut hitam turunan asli sang Ayah yang jarang atau bahkan tak pernah akur dengan yang namanya sisir. Ditambah hormon remaja tanggung menuju dewasa dan fakta bahwa dirinya telah memusnahkan Si wajah ular, Voldemort, membuatnya terlihat begitu menggoda oleh sebagian besar kaum Hawa. Hal ini menyebabkannya lebih sering menderita pusing kepala akibat ribuan surat dan hadiah dari penggemar penggemarnya yang kadang mengiriminya hadiah yang mungkin dapat di masukkan dalam hukuman 'percobaan pembunuhan terhadap Harry Potter' karena terlalu banyaknya ramuan cinta yang dicampurkan. Hal ini di kreasikan dalam bentuk wewangian, makanan, bahkan sejenis surat yang bila kau buka maka akan mengeluarkan bau yang langsung mempengaruhi si penerima. Jadi, wajar saja kiranya kalau perapian Ketua Murid jarang menggunakan kayu sebagai bahan bakarnya. Tumpukan hadiah itu sudah cukup untuk persediaan satu bulan ke depan.
Harry yang selesai dengan acara merenungi nasib naasnya segera berpindah ke cermin besar di dekat lemarinya, menatapi pantulan dirinya yang memang telah banyak berubah. Tapi belum sempat ia memperhatikan penampilannya lebih lanjut, terdengar teriakan si Ketua Murid Putri, pertanda sudah habisnya waktu untuk berbenah. Sekarang saatnya menghukum anak anak jahil yang berkeliaran! Pikirnya, lebih untuk menyemangati dirinya sendiri.
Ia dan Hermione pun turun menuju Aula Besar untuk sarapan. Ron sudah terlihat duduk dengan tumpukan makanan yang menjulang di piringnya, dan sibuk berbicara dengan Neville dalam kondisi mulut penuh makanan. Mungkin bagi yang belum mengenal Ron akan mengira kalau ia akan tersedak bila makan sambil berbicara seperti itu. Tapi nyatanya tidak, bahkan bila dikageti saja belum tentu ia akan tersedak. Bukti dari yang namanya kebiasaan. Ron dan makan memang selalu berada dalam satu kalimat yang sama.
Neville berbalik, menyambut kami. "Hai Harry, Mione."
"Hai juga, Neville. Lagi sibuk Ron?" Ron yang disebut namanya hanya bisa meringis dengan wajah aneh, akibat makanan yang tertumpuk di mulutnya. Hermione terlihat akan menggampar kepala Ron, sebelum cepat cepat Ron menelan makanannya dan menyatakan pembelaan lupa-makan-malamnya. Seperti Hermione akan percaya saja.
"Ron, memangnya kau tak malu dengan para juniormu? Makan dengan model seperti itu?"
"Aku baik baik saja, Mione. Terimakasih atas perhatiannya." Hermione yg ditanggapi seperti itu mulai mengambil ancang ancang untuk menggeplak kepala Ron dengan buku tebal yang sedang ditentengnya, melihat itu Harry langsung menyentuh lengannya. Mengirimkan isyarat untuk tak perlu melanjutkannya.
Setelah mereka duduk, Ron berbisik, "Apa dia selalu seperti itu? Menceramahimu dan lain sebagainya?"
"Ya. Menurutmu, apakah aku terlihat kurusan?" Tanya Harry, mengikuti permainan Ron.
"Oh, tidak mate. Tapi wajahmu memang terlihat lebih suram. Aku turut sedih untuk jabatan yang kau peroleh hingga satu tahun kedepan ini. Kau pasti bisa mengatasinya, oke!"
Belum sempat Harry menjawab, Hermione sudah menggetok kepala Ron, "Aku baru saja memberitahumu, Ron! Dan sekarang kau sudah berbuat lagi! Ngapain coba kalian berdua bisik bisik begitu? Oh, jangan bilang ... "
"Tentu saja tidak, Mione. Aku dan Harry hanya membicarakan soal Quidditch, err dia kan sudah tidak main lagi, jadi aku ... minta tips darinya!!"
"Harry kan Seeker Ron, sedangkan kau Keeper."
"Tapi kan Harry pernah jadi Kapten!"
"Terserah kau saja lah."
Akhirnya Hermione mengalah, seraya menggeleng geleng kan kepala melihat kelakuan mantan kekasihnya tersebut. Harry yang menonton perseteruan 2 sahabatnya itu hanya tersenyum maklum sebelum melanjutkan sarapannya.
Tak lama kemudian, beberapa siswi Ravenclaw dan Gryffindor menghampirinya. Mereka tersenyum malu malu sebelum menyodorkan berbagai macam hadiah yang terbungkus kertas berwarna merah hati. Tiba tiba saja Harry berubah jadi waspada akan sodoran hadiah tersebut. Tapi, baru saja Harry ingin menolak, atau memberitahu para gadis tersebut untuk berhenti memberinya hadiah, sebelum salah satu dari gadis Ravenclaw tersebut memajukan tubuhnya, dan ...
Cuupp~
Mencium pipi Harry Potter yang kini telah berubah warna menjadi merah padam. Tiba tiba saja acara makan di Aula Besar berhenti seketika. Secara serentak semua perhatian dan tatapan tertuju pada Harry yang kini nampak sangat campur aduk, perpaduan antara bingung, malu dan kesal. Si gadis Ravenclaw pun hanya cekikikan sembari memainkan rambutnya, juga secara sadar semakin mendekat ke arah Harry. Menempelkan tubuhnya rapat sembari mengusap lengan Harry naik turun. Harry, yang kaget akan sentuhan tersebut segera meloncat berdiri sembari mengambil jarak sejauh jauhnya dari gadis tersebut, yang nampaknya ikut pula membangunkan seluruh kesadaran penghuni Aula Besar yang sebelumnya hanya terpaku tidak percaya. Tidak percaya akan tindakan nekat yang diambil oleh gadis asrama biru tersebut. Karena semua rakyat sihir pun tahu kalau Harry Potter itu milik bersama. Tindakan pelecehan fisik secara langsung dan disadari secara sepihak akan mendapat konsekuensi tertentu. Dari pihak yang berwenang, tentu saja. Seperti Para Fans Harry, yang kini sudah siap dengan pisau dan garpu di tangan. Sebelum acara makan berubah menjadi tragedi berdarah, Kepala Sekolah Hogwarts, Minerva McGonagal segera menghentikan hal tersebut dengan memanggil si biang masalah, yang hanya cengar cengir merasa tidak memiliki salah.
Harry, yang moodnya terlanjur jelek, segera saja meninggalkan makanannya yang hanya ia makan sedikit. Tanpa menghiraukan panggilan teman temannya.
"Harry! Bagaimana jika para fans maniakmu mengganggumu lagi? Kau tak akan bisa menghadapi mereka sendirian. Lebih baik kau disini saja bersama kami." Ucap Ron tulus. Tapi Harry sudah terlanjur pergi, berniat menyendiri.
"Biarkan saja Ron, mungkin kini Harry akan mengambil tindakan tegas. Aku yakin tak ada yang mau mendekati Pahlawan Perang yang sedang marah." Kata Mione sembari menepuk pelan lengan Ron. Dan mereka kembali melanjutkan sarapan mereka yang sempat tertunda.
Dan tanpa mereka sadari, ada sepasang mata kelabu yang menatap kepergian sang gadis Ravenclaw dengan ekspresi sadis di wajahnya.
Harry duduk sembari menyamankan diri dengan menyandarkan tubuhnya ke pohon rindang di belakangnya. Ekspresinya berubah melunak saat merasakan semilir angin yang pelan pelan menyapu wajahnya. Ia merasa lebih rileks ketimbang hari hari belakangan ini, dengan tugas barunya dan fans maniak yang selalu mengganggunya setiap saat. Tanpa sadar Harry pun menutup matanya untuk menikmati suasana menenangkan kali ini. Mumpung ada kesempatan, pikirnya.
"Sudah waktunya kelas, Potter."
Eh? Itu kan suara ...
"Malfoy ...?" Tanyanya dengan sebelah alis terangkat heran. Malfoy segera saja mengambil posisi di dekat Harry dan menyamankan diri dengan gestur yang sama oleh Harry sebelumnya, yaitu bersandar pada batang pohon seraya memejamkan mata.
"Eh, Malfoy, apa apaan-"
"Ssshh, biarkan dulu begini, sebentar saja." Harry kembali menatap lelaki di sampingnya dengan bingung, karena seingatnya hubungan terdekat antara dia dengan Malfoy adalah saat mereka berpapasan dan saling menyapa dengan menganggukkan kepala, pertanda respect antara satu sama lain. Karena biasanya, atau tahun tahun sebelumnya, setidaknya akan ada beberapa mantra terlontar dari kedua belah pihak. Atau makian dan ejekan, yang lebih sering terucap dari Si Malfoy Junior. Jadi, jangan salahkan Harry kalau saat ini ia sedang dilema antara ingin mengutuk pria ini, atau dengan cara yang lebih laki, seperti menendang atau getokan keras di kepala.
"Ehm!!" Harry sengaja mengucapkannya keras keras, agar pria di sebelahnya ini segera sadar dan menyingkir. Tapi rupanya yang terjadi malah sebaliknya, Malfoy membuka kelopak matanya seraya menarik Harry untuk berbaring di sebelahnya.
"Rileks Potter, bukankah kau ingin menjernihkan pikiran? Jadi, berbaringlah kembali. Kita bisa masuk ke kelas nanti. Aku yakin Slughorn tak akan marah."
"Malfoy, kalau kau sadar, sebenarnya kau lah yang telah merusakkan acara santaiku. Menyingkirlah dan tinggalkan aku sendiri."
Malfoy menaikkan sebelah alisnya sebelum tertawa kecil, sontak saja Harry langsung berjengit melihat pemandangan yang cukup janggal tersebut. Malfoy dan tersenyum padanya tak pernah terjadi sebelumnya.
"Kau membuatku merinding, Malfoy." Ujar Harry sambil bergidik ngeri.
"Lebih baik aku pergi saja." Lanjutnya.
"Kau tidak akan mau ke kastil sekarang." Harry terdiam, menunggu Malfoy melanjutkan ucapannya.
"Gadis Ravenclaw itu terkena kutukan aneh. Dan anak anak yang lain pasti akan mengerubunimu lagi untuk memastikan kondisimu dan kau akan terjebak disana. Tapi terserah saja kalau kau ngotot ingin pergi, toh tidak ada ruginya untukku." Walaupun dalam hati Malfoy tak berhenti memanjatkan doa agar Harry tak perlu pergi dari sini. Mumpung si Granger tak bersama Harry.
"Tapi, kelas Ramuan akan segera dimulai. Mau tak mau aku tetap harus ke kastil."
Malfoy pun berdiri dari posisi duduknya dan mensejajarkan tatapan dengan Harry. "Ku kira kau benci Ramuan."
Harry memutar kedua matanya, "Aku perlu masuk kelas Malfoy, ini untuk NEWT ku."
Malfoy pun ber-oohh pelan, "Jadi Auror, benar?"
"Apa?"
"Kau ingin jadi Auror."
"Ya, begitulah."
"Aku bisa mengajarimu."
"Maaf??"
"Aku cukup menguasai bidang Ramuan. Ini ... eh, ucapan terimakasih sekaligus balas budi atas pembelaanmu di sidang Wizengamot untuk keluargaku. Aku pikir tanpa dirimu mungkin nasib keluargaku akan menjadi lebih buruk. Maksudku, selama ini aku tahu aku bersikap sangat kekanakan. Bersikap brengsek padamu, Granger dan tentu saja pada Weasley. Jadi ku pikir aku bisa sedikit membantu dengan hal ini. Tidak seberapa memang, tapi kuharap dari sini hubungan kita bisa menjadi lebih baik. Jadi bagaimana? Kau mau?"
Harry yang mendengar semua itu tanpa sadar memasang ekspresi yang begitu memalukan, melongo dengan mata membulat tanpa berkedip.
"Eh, Malfoy. Kupikir kau harusnya pergi ke St. Mungo sekarang. Syarafmu nampaknya sedang tegang. Kalau berlarut larut nanti kau bisa, eh, sedikit kurang waras."
Malfoy yang mendengar penuturan Harry hanya bisa mendelik sinis. "Omong omong, kau tak perlu khawatir, Potter. Aku masih sangat waras. Tapi terserah kau saja kalau menolak bantuanku. Aku juga tidak memaksa."
"Eh, aku... kau serius?"
"Menurutmu?" Tanya Malfoy datar.
"Maksudku, kau kan Slytherin. Pasti ada sesuatu dibalik ini."
"Tentu saja. Kan aku sudah bilang dari awal, aku tidak ingin memiliki hutang terhadap orang lain, termasuk padamu. Apa masih kurang jelas?"
"Tidak, aku tidak bermaksud seperti itu. Hanya saja, hal ini memang agak ganjal. Maksudku, kau itu Malfoy. Dan orang orang juga tahu bagaimana Mal-"
"Aku sudah berubah, setidaknya aku berusaha untuk itu. Manusia bisa berubah, Potter. Dan kalau kau belum lupa, aku juga masih manusia."
"Baik kalau begitu. Tapi bisa berikan aku sedikit waktu untuk... em, berpikir. Aku harus mengetahui pendapat Hermione dan Ron tentang ini. Mereka sahabatku."
"Tentu. Kalau kau sudah memutuskan, beritahu aku." Ucap Malfoy untuk terakhir kalinya sebelum berlalu meninggalkan Harry begitu saja.
Harry, yang tidak menyangka akan terlibat dengan percakapan yang cenderung creepy dengan Malfoy, hanya bisa menghela nafas sembari menepuk nepuk jubahnya yang kotor terkena tanah dan dedaunan gugur. Setelah itu ia pun dengan cepat menyusul langkah Malfoy, yang semakin jauh menuju Kastil, untuk mengikuti kelas Ramuan Prof Slughorn. Walaupun mereka sudah terlambat selama dua puluh menit lamanya, Harry tidak begitu khawatir sebab sejauh ini Prof Slughorn selalu menganggap bahwa Harry dapat menciptakan-ramuan-dari-ketiadaan, alias anak emas kesayangan. Dengan menampik fakta bahwa Harry hampir selalu membeli kuali baru di setiap kelas ramuannya.
"Kau bilang mau bicara tadi. Nah, bicaralah sekarang." Ucap Ron beberapa saat setelah Harry menemuinya.
"Bukan hal penting."
"Harry ... "
"Oke, tapi nanti saja, bila Hermione sudah datang."
"Ada apa?"
Tiba tiba saja Hermione sudah berdiri di sana, dengan sebelah tangannya memegang segelas minuman hangat. Harry tahu itu sebab ia melihat ada asap samar yang mengepul.
"Err, sebenarnya bukan hal penting. Tapi kalau kalian memaksa, yaa akan kuceritakan."
"Oke ..."
"Malfoy ingin mengajariku ramuan."
Ron dan Hermione tidak bereaksi terhadap hal itu, mereka berdua hanya diam saja sembari saling berpandangan satu sama lain.
"Sejak kapan kau dan Malfoy jadi akrab?" Tanya Hermione.
"Sejak pagi tadi."
Harry berpikir kalau Ron bakal kalang kabut dan menentang habis habisan pernyataan tersebut, menjadi cukup kaget saat ia malah menjadi yang paling diam.
"Ron, kau baik-"
"Aku sudah menduganya."
"Eh?" Harry menanggapi dengan seruan penuh tanda tanya.
"Semenjak tahun ajaran baru, kami berdua memang menjadi lebih protektif terhadapmu. Maksudku, para fans kadang bisa menjadi sama menakutkannya dengan Voldemort sendiri. Nah, dari sanalah informasi ini kami dapatkan."
"Info apa?"
"Bahwa Malfoy, ehm, suka memperhatikanmu."
"Hm, lalu?"
"Eh, jika kau perhatikan Harry, fans yang sering menghadiahimu ramuan cinta dengan dosis berlebihan itu hanya berasal dari 3 asrama. Dan asrama yang cenderung normal dalam tingkatan pemujaanmu, itu yaaa... hanya Slytherin. Dan semua itu berkat ulah Malfoy."
Harry bereaksi dengan lambat, "Jadi, kesimpulanmu...?"
"Kami tidak tahu, soalnya dia itu kan laki laki. Tapi jelas dari perangainya kalau ia suka denganmu."
"Tapi dia itu Malfoy!"
"Tepat, itulah anehnya. Dia itu Malfoy, dan hanya Pangeran Kegelapan sajalah yang dapat membuat Malfoy bersikap seperti anjing yang menjagai tuannya kesana kemari."
Analogi yang diberikan Ron memang cukup kasar, tapi untuk sekarang, baik Harry dan Hermione tidak begitu mempedulikan hal tersebut.
"Baik, untuk sekarang lupakan saja dulu perihal yang lain. Aku bertanya apakah kalian setuju kalau aku belajar bersama Malfoy. Jadi, apa jawaban kalian?"
"Kami sih oke oke saja. Karena Malfoy sendiri sudah banyak berubah. Dan kita seharusnya bisa memberikan orang lain kesempatan untuk memperbaiki diri, tidak terkecuali untuk Malfoy." Sahut Hermione.
"Oh, baiklah. Err, mungkin kita harus berkeliling Mione?"
"Oke."
"Kami pergi Ron." Ron hanya mengangguk mengiyakan.
"Nah, kau sudah punya jawabannya, Potter?" Ada keinginan tidak terdefinisikan dalam diri Harry untuk mengutuk orang yang mengagetkannya ini. Bagaimana tidak, kalau Malfoy datang dan dengan seenak jidatnya memotong petuah yang Harry berikan terhadap anak yang mengerjai temannya di koridor.
"Kau tak bisa bersabar, eh? Aku sedang ada urusan di sini."
"Hanya memastikan." Kali ini Harry berbalik untuk menatapnya.
"Ron dan Hermione sudah setuju. Kita bisa memulainya kapanpun kau mau."
Malfoy terlihat tersentak dan menahan nafasnya di saat yang bersamaan, mungkin tidak mengira kalau Hermione bakal setuju, terutama Ron.
"Kita bisa mulai saat ada waktu luang antara kita berdua, kau sudah tidak main Quidditch kan?"
"Memang tidak, tapi aku masih suka main saat senggang."
"Nah, aku kosong besok sesudah kelas berakhir. Kalau kau tidak ada urusan, kau bisa memberitahuku saat makan siang besok." Harry pun menatap Malfoy dengan ngeri.
"Aku tak perlu menghampirimu di meja Slytherin kan?" Malfoy menjawab dengan seringai andalannya, "Sebenarnya kalau kau mau pun tak apa."
Harry hanya mendengus mendengarnya, "Kalau kau sudah selesai, aku ingin melanjutkan kegiatanku, omong omong." Dengan spontan Malfoy berbalik mundur, "Ya, tentu saja." Dan dengan itu, Harry kembali menghadap ke buruannya, "Jika temanmu sampai terluka-" dan kalimat itu masih akan berlanjut sampai ke tahap di mana bahkan Harry menjadi letih memarahi anak jahil bin usil tersebut.
Keesokannya, Harry memberitahu Malfoy segera setelah ia menemuinya. Mereka sepakat untuk memulainya setelah kelas terakhir selesai. Ron dan Hermione tak berhenti memberinya tatapan aneh, seolah olah Harry akan melakukan sesuatu yang tidak biasa. Tetapi Harry terlampau sibuk untuk peduli terhadap tatapan dua sahabatnya itu.
Akhirnya, jam yang ditentukan pun tiba. Harry telah duluan berada di ruang kosong yang dijadikannya ruang belajar bersama Malfoy. Untuk menghindari anak anak jahil yang akan menggangu sesi belajarnya nanti, ia telah memberitahu mantan Kepala Asrama Gryffindor, atau Kepala Sekolah Hogwarts, Minerva McGonagall bahwa ia akan menggunakan ruang kosong tersebut untuk les tambahannya dengan Malfoy. Prof Minerva McGonagall, walaupun tak dapat menampik kekagetannya akan hal tersebut, memberi Harry hak penuh untuk menggunakan ruangan tersebut sesuai kebutuhannya. Dalam hati, Beliau begitu mengapresiasi hubungan baik antara Harry dan Malfoy sebagai jalan penyatuan antar asrama, terutama antara Gryffindor dan Slytherin.
"Sudah lama menunggu?" Harry habis habisan merutuki kelengahannya saat ini. Ia bisa dengan mudah dijadikan bulan bulanan oleh Malfoy akibat kewaspadaannya yang turun.
"Tidak, aku baru saja datang."
"Oh, dan kau langsung melamun."
"Aku tidak-"
"Kau sudah lama datang, dan saking letihnya menungguku, kau pun melamun. Buktinya kau kaget saat melihatku tadi."
Harry menampik, "Aku melamun karena letih, itu benar. Tapi bukan karena menunggumu. Tidak sepertimu, tugasku sebagai siswa dan ketua murid cukup untuk membuat badanku pegal di malam hari. Jadi tak ada salahnya kalau aku, yah, kelelahan hingga kurang fokus tadi."
"Terserah kau saja. Bisa kita mulai sekarang?" Dan Harry segera menyambut tawaran tersebut.
Mereka menghabiskan waktu yang tersisa hari itu dengan ajaran dasar dalam meramu, seperti cara mengaduk, memotong bahan, memeriksa kualitas bahan dan hal hal lainnya. Mereka memutuskan untuk mengakhirinya saat makan malam tinggal 1 jam lagi. Saat Harry ingin keluar duluan di ruangan itu, Malfoy memanggilnya. Harry berbalik, dan mengangkat sebelah alisnya bertanya tanya.
"Bisa kita bicara sebentar, di luar Ramuan." Harry terdiam, mati matian menahan dirinya untuk mengacuhkan Malfoy dan mengangkat kakinya dari sana.
"Baik, tapi cepat. Masih ada yang harus kulakukan." Mungkin akibat ekspresi aneh Harry, dan suaranya yang terdengar terburu buru, Malfoy akhirnya menghela napas dan terlihat kalah.
"Tak usah, lain kali saja. Aku yakin kita masih akan bertemu nanti."
"Eh, tapi kalau memang mendesak-"
"Tidak, bukan hal penting." Dan dengan kalimat itu, Harry melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.
Sudah dua minggu sejak les tambahan Harry dimulai. Dan seperti perkataan Malfoy diawal, bahwa ia sudah berubah, dan dibuktikan sendiri oleh Harry selama dua minggu ini. Intensitas pertemuan mereka pun bertambah di luar Ramuan, bahkan beberapa kali Malfoy dan Harry saling berkunjung di meja makan masing masing.
Siswa siswi empat asrama pun sontak menjadi pecah oleh pembicaraan santer terbaru tentang hubungan mereka berdua. Ada yang mengatakan kalau hal ini didorong oleh 'permintaan terakhir Prof. Dombledore' sebagai salah satu upaya penyatuan asrama. Ada juga yang mengatakan kalau Malfoy mengidap homoseksual dan sedang berusaha mendekati Potter. Dan Harry yang sudah cukup muak dengan segala tetek bengek kepopuleritasan hanya bisa melakukan upaya tak berarti seperti pemberian detensi.
Seperti kali ini ...
"Detensi untuk kalian semua bersama Mr. Flinch selama seminggu sesudah makan malam. Dan masing masing potong 50 poin." Adalah kalimat yang sering sekali diucapkan Harry saat menemui gerombolan anak anak yang bergosip di sudut sudut koridor. Hermione bahkan sampai letih menasehati Harry untuk lebih baik terhadap anak anak tak berdosa yang kadang tertawa terlalu keras di sampingnya.
Malfoy pun tak kunjung bertanya perihal pertanyaan yang ia ingin tanyakan tempo hari terhadap Harry, dan Harry sendiri yang punya firasat yang kurang baik, hanya bisa mendesah lega saat Malfoy nampaknya tidak berniat untuk mengungkit ngungkit hal itu.
Tapi kali ini, entah kenapa ada dorongan kuat pada diri Harry untuk tidak menghadiri les Ramuannya. Ia merasakan tubuhnya sering bergidik tidak jelas bila diingatkan tentang pertemuan hariannya dengan Malfoy. Mungkin karena Harry sudah terlanjur mengira kalau Malfoy tidak benar benar 'lurus' dan jadi begitu was was saat Malfoy menjadi terlalu serius saat mengobrol dengannya. Harry akui, dia memang sedang sendiri sekarang, tapi hal itu tidak dipengaruhi oleh orientasi seksualnya yang berubah. Ia hanya sedang tidak menaruh hati pada wanita manapun.
Dan saat Harry masih bernafsu untuk menghukum para siswa yang terlihat menjengkelkan dimatanya, tiba tiba ia berpapasan dengan Malfoy.
"Harry, kau akan pergi nanti kan?"
"Tentu."
"Oh ..."
"Kenapa-"
"Tidak, tapi aku berpikir kalau kau mungkin sedang letih dengan apa yang kau lakukan sekarang." Ucapnya sambil melambaikan tangannya ke sekeliling mereka. Harry hanya menanggapi dengan cengar cengir tak berdosa yang diikuti dengan sebelah tangannya yang mengacak rambutnya yang sudah berantakan.
Malfoy menghela napasnya, tampak mengerti, "Hm, kau bisa ikut denganku sebentar?"
"Kemana?" Tanya Harry was was.
"Masih di kastil, tidak jauh. Tenang saja."
Jadi dengan itu, 2 siswa berbeda asrama itu berjalan menuju suatu tempat yang hanya diketahui oleh si pirang platina. Sedangkan pemuda yang satu, hanya bisa pasrah 'diseret' oleh pemuda di sampingnya.
Tak lama mereka pun sampai di tempat yang di tuju, sebuah ruang kelas yang telah digunakan Harry selama 2 minggu ini belajar ramuan bersama Malfoy. Malfoy sendiri terlihat gusar dan sesekali menyisir helai rambutnya ke belakang, bermaksud agar tidak mengganggu pandangannya. Sedangkan Harry segera saja mencari kursi terdekat untuk menyembunyikan getaran kakinya yang tidak normal. Harry tahu, hal yang ditakutinya akhirnya datang juga.
"Langsung saja," menarik napas--untuk melanjutkan ucapannya, dilakukan oleh Malfoy, sedangkan Harry, dikarenakan keterkejutan--"Aku punya niat lain untuk membantumu selama ini. Maksudku, ya, benar. Aku ingin hubungan kita membaik. Aku ingin semua omong kosong yang kulakukan selama ini terhadapmu dapat segera digantikan oleh kesan yang lebih baik. Walau, jujur saja, aku pesimis itu akan berhasil." Kali ini Malfoy berhenti, dan menatap Harry dengan hati hati.
"Aku tidak tahu tepatnya kapan," Lanjutnya, "perasaanku padamu berubah, dengan perlahan lahan. Tiba tiba saja, aku merasa respect terhadapmu, kemudian ..." Ia kembali menatap Harry, jika diperhatikan baik baik, ada yang berbeda dengan binar matanya yang melembut tak biasanya.
"Dan tanpa kutahan, begitu saja, aku.. jatuh cinta padamu. Aku tak mengerti dengan frekuensi detakan jantungku yang menggila saat dekat denganmu, seperti saat kita berpapasan, atau saling bertegur sapa normal satu sama lain. Bahkan awalnya, aku mati matian menampik perasaan ini dengan mengalihkan perhatianku terhadap hal hal lain. Aku berkencan dengan beberapa wanita sembari berharap akan tertarik terhadap salah satu dari mereka. Tapi semuanya tak berpengaruh apa apa. Aku malah semakin sulit mengurus perasaan yang abnormal ini, sebab semua orang juga tahu kalau aku itu pria. Dan kau, juga seorang pria. Dan yang menyesakkannya lagi adalah, aku sangat tahu kalau kau tidak sepertiku. Itu, terlepas dari betapa jijiknya aku terhadap diriku sendiri, merupakan suatu hal yang menjatuhkan mental dan perasaanku. Aku ..." ia menggeleng dengan begitu sedih, "...pikir semuanya harus dihentikan secepatnya. Selama dua minggu ini, sudah jelas sekali bagiku akan perasaan dan pendapatmu terhadapku, Harry. Tidak, tidak, aku bukan Leggilimens." Sahut Malfoy cepat saat Harry terlihat akan memotong ucapannya, "aku hanya tahu saja, dari pengamatan, tidak lebih. Jadi, terimakasih atas segala kebaikanmu, Harry. Maaf karena aku tidak tahu diri sekali memanfaatkan kebaikanmu demi kepentingan pribadiku sendiri." Ia menunduk, tampak begitu lelah dan putus asa. Setelah itu, ia mengamati Harry sejenak, sebelum pergi meninggalkan Harry yang masih terpaku akan segala luapan perasaan Malfoy terhadapnya.
Hari berganti, dan Harry berubah menjadi layaknya zombie. Malfoy menghindarinya seperti ia tak ubahnya wabah penyakit, baik di luar maupun di dalam kelas. Ingin sekali Harry menyuap salah satu Profesor untuk mengelompokkannya dengan Malfoy. Tapi sayang, keberanian untuk melakukan hal tersebut saja tidak ada. Ia juga selali dipasangkan dengan Ketua Murid Putri, yaitu sahabatnya, Hermione sendiri.
Melihat Harry yang tak berhenti senewen membuat Hermione jadi prihatin. Tapi salah Harry juga tidak mengejar Malfoy saat masih ada kesempatan. Melakukan klarifikasi atas segala dugaan yang tidak benar terhadapnya. Dan Hermione juga merasakan adanya perubahan positif akan hal ini terhadap Harry, ia menjadi lebih bertanggung jawab. Tidak seperti biasa dimana ia selalu berusaha mangkir dari tugas dan menyerahkan segalanya terhadap Hermione.
"Bicaralah dengannya, berdua saja." Harry yang mendengarnya hanya mendesah keras keras.
"Ia tak mau dekat dekat denganku," jawabnya putus asa. Hermione pun mendecak melihat respon Harry yang tak bersemangat.
"Kalau begitu berpikir, Harry! Pojokkan ia, hingga tak bisa lari lagi." Mendengar itu, Harry hanya terpaku melihat kesungguhan Hermione untuk membantunya. Hal yang membingungkannya adalah karena Hermione baru saja menyarankan kepadanya untuk mendesak seorang pemuda yang tidak bersalah apa apa padanya. Harry sudah cukup brengsek dengan tidak mempercayainya selama ini, tidak perlu ditambah lagi dengan kelakuan absurd yang lain.
"Aku tak bisa, Mione. Itu kasar sekali. Sekalipun ada pembicaraan, itu harus karena keinginan murni tanpa paksaan darinya."
"Kalau begitu, bicara dengannya baik baik."
"Seperti?"
"Datangi dia, di Aula kah, di koridor kah. Terserah, yang penting lakukan dengan baik. Kau harus selesaikan ini, Harry! Aku muak melihatmu begini terus."
"Tapi-"
"Tak ada tapi tapian. Lakukan dari sekarang. Pergi sana, cari Malfoy!"
"Dia bisa berada di manapun!" Hermione menanggapi dengan wajah datar yang terkesan meneriakkan 'idiot' kepada Harry.
"Malfoy membuatmu menjadi semakin bebal ya? Mau kau apakan itu Peta Perampok?" Teriak Hermione. Mendengar teriakan itu membuat Harry menjadi mengkeret di tempatnya. Tanpa banyak kata kata, ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan berlalu dari hadapan sahabatnya.
Harry berjalan santai sembari bersiul siul, yang membuat hampir semua anak tahun pertama bergidik melihatnya. Hal yang wajar mengingat betapa angkernya Harry belakangan ini. Dan baru saja ia ingin berbelok ke koridor yang akan mengantarkannya ke Asrama Ketua Murid sebelum ia melihat ujung jubah dan rambut pirang platina Malfoy. Melihat itu, Harry langsung terburu buru berbalik sebelum sekuat tenaga berlari mengikuti arah hilangnya Malfoy. Dan saat ia sampai, ia hanya bertemu dengan siswa siswi yang sedang pacaran dengan pasangan masing masing. Pemandangan yang begitu miris bagi Harry.
Dan sebelum ia sempat terlalu lama mengasihani dirinya sendiri, pemikiran akan pemberian detensi terhadap pasangan pasangan yang sedang menempel satu sama lain sembari berbisik dengan suara serak serak basah, segera saja membuatnya semangat dan memanfaatkan jabatannya sebagai ketua murid putra. Baru kali ini Harry begitu bersyukur dengan jabatan yang dia miliki hingga satu tahun ke depan itu.
Melihat ekspresi Harry yang berubah menyeringai sembari menatap sadis, para pasangan yang masih sadar kondisi pun segera angkat kaki, sedangkan pasangan yang menganggap dunia hanya milik berdua pun menjadi korban dari kondisi hati Harry yang sedang tidak bagus. Bagaimana tidak? Kalau ia pikir, ia akan menemukan Malfoy bukannya sekumpulan siswa siswi yang membuat matanya pedas dengan pemandangan tak senonoh di hadapannya.
Setelah selesai dengan kegiatan 'bersih bersihnya', ia pun kembali ke koridor awal yang akan ia lalui menuju asramanya bersama Hermione. Di sepanjang perjalanan, ia tak berhenti mengingat ngingat letak terakhir ia meletakkan Peta Perampok. Akan jadi sulit keadaannya jika Harry sampai tak mengingat tempat ia meletakkan Peta Perampoknya, melihat dari kondisi kamar Harry yang tak ubahnya sudah diterjang badai, alias kacau sekali.
Sesampainya Harry di asramanya, segera saja ia melangkahkan kakinya menuju kamar pribadinya. Dan, baru saja Harry ingin mengelus dada sembari mengutuk kebodohannya yang seringkali melupakan bahwa penyihir selalu punya mantra untuk kegiatan rumah tangga sebelum ia ternganga melihat kondisi kamarnya yang rapi, bersih dan tertata. Ia mengira Hermione akhirnya berhenti menjebak peri rumah dengan segala barang hasil rajutannya dalam rangka pemerdekaan para Peri Rumah Hogwarts. Harry mendesah lega mengingat kurangnya pekerjaan yang akan ia lakukan kedepannya. Dengan perasaan senang, Harry pun mencari Peta Perampoknya di antara tumpukan bajunya. Dan sial bagi Harry, sebab hampir 15 menit ia mencari benda tersebut, tapi naas tidak ia temukan juga. Saat darahnya hampir naik dalam batas maksimum, mengingat betapa mudahnya perubahan perasaan bagi Harry sekarang ini, ia melihat sebuah bukunya yang sengaja ia gunakan saat melakukan pelajaran tambahan bersama Malfoy.
Malfoy...
Orang yang membuat Harry menjadi sosok pemarah yang sering kali kalap tanpa alasan yang jelas. Orang yang juga membuat Harry merasa begitu bersalah karena telah membuat seseorang mencintainya. Orang yang ... astaga, tidak akan cukup satu perkamen untuk menjelaskan betapa berpengaruhnya Malfoy padanya sekarang.
Disaat ia masih terlempar ke masa lalu yang ia lewati bersama Malfoy, Harry mendengar sayup sayup suara langkah kaki yang menuju ke ruangannya. Hingga menjadi begitu jelas, dan muncul di balik pintu yang menutupi pintu kamar Harry.
"Mencari ini, Harry?" Hermione melambaikan peta perampok di tangannya.
"Ya, kapan kau mengambilnya?"
"Kau sendiri yang meminjamkannya padaku, makanya aku buru buru mengambilkannya untukmu, mengingat kau pasti akan membutuhkannya." Harry menghela napas penuh syukur,
"Thanks Mione, aku memang sudah mencarinya dari tadi."
Hermione pun masuk dan menyerahkan Peta Perampok itu sembari menatap kamar Harry dengan pandangan penuh selidik.
"Seingatku kau jarang membersihkan kamar, Harry." Harry menanggapi sekenanya,
"Peri rumah, kupikir." Hermione sontak saja membulatkan matanya sembari berseru nyaring, dan mulai melakukan ceramahnya yang merupakan bagian dari proyek SPEWnya. Harry buru buru saja melepaskan jerat dari resiko mendengarkan penuturan Hermione yang bisa dipastikan, begitu panjang dan berbobot. Harry dan mendengarkan penjelasan tak pernah akur sebelumnya. Jadi ia berkelit dengan cepat dan mengingatkan Hermione atas tumpukan tugas yang mungkin lupa ia kerjakan. Hermione, tentu saja, bisa dipastikan membantah dengan cepat sembari meneriaki Harry yang segera saja kabur dari asrama Para Ketua Murid.
Sesaat setelah Harry berada pada jarak aman amukan Hermione, ia segera menepi dan membuka sandi Peta Perampok. Dicarinya nama Draco Malfoy dengan cepat, dan setelah membolak balik halaman yang sama berkali kali, ia menemukan nama itu di koridor yang sama saat ia mengamati sosok itu di tahun keenamnya. Tahun di mana ia turut serta menambah jumlah luka terhadap si Malfoy junior itu.
Selesai menutup Peta Perampok, Harry segera menuju ke depan ruang kebutuhan. Menunggu Draco Malfoy keluar dari sana.
Tidak perlu menunggu lama, sebab semenit kemudian Malfoy pun keluar dengan santai, sebelum ekspresinya berubah drastis saat melihat Harry sedang menungguinya.
"Harry?" Tanyanya sambil celingak celinguk ke kanan dan kiri, memastikan tak ada orang lain di koridor itu.
"Ya, ini aku. Kita perlu bicara." Malfoy menggeleng gelengkan kepalanya dengan pasti.
"Tidak, kita tidak perlu melakukannya."
"Kau tidak bisa terlalu egois, Malfoy! Masalahnya belum terselesaikan saat kau pergi begitu saja saat itu."
Malfoy terlihat menahan amarahnya, "Kau tidak menanggapiku sama sekali, diam saja saat aku selesai membeberkan semua masalahku padamu. Jadi, tentu saja aku pergi. Aku tidak perlu tambahan cacian atau makian darimu!"
Kali ini Harry yang tampak begitu marah, "Untuk apa aku memakimu? Aku tak punya hak untuk marah padamu, sama sekali tak ada!"
"Tentu saja kau punya! Aku ... menyukaimu, itu hal terburuk yang bisa kulakukan padamu."
Saat suara mereka sudah naik beberapa oktaf lebih tinggi, Harry mengalah dengan memalingkan muka dari Malfoy sembari mengatur napasnya.
"Harry, aku tidak bermaksud-"
"Tak apa, sungguh. Teriakan tadi membuatku lebih lega dari sebelumnya." Jawab Harry sambil tersenyum simpul, kontan saja Malfoy langsung berubah merah padam melihat hal tersebut.
"Kau yakin ingin bicara disini? Atau kita harus tempat lain?" Tanya Harry.
"Kita masuk ke dalam saja." Sahut Malfoy sambil menunjuk Ruang Kebutuhan.
Jadi dengan itu, mereka pun masuk ke dalam Ruang Kebutuhan, dengan dipimpin oleh Harry di depan. Saat pintu di hadapan mereka akhirnya muncul, Harry menganggukkan kepalanya kepada Malfoy, mencoba meyakinkannya. Dan mereka pun masuk ke dalam, bersama sama.
Di dalam ruang kebutuhan, Malfoy terpana dengan pemandangan stasiun King Cross dengan nuansa full putih. Harry berbalik padanya seraya tersenyum kecil. Ia mendudukkan badannya di salah satu bangku sambil memukul tempat di sebelahnya pelan, isyarat agar Malfoy duduk di dekatnya. Malfoy pun dengan perlahan dan penuh keterpukauan duduk di dekat Harry.
"Tempat ini luar biasa, bagaimana bisa-"
"Tentu saja bisa, aku ... melihatnya saat berada di antara kehidupan dan kematian, saat bertemu dengan Prof. Dombledore." Malfoy menatap Harry penuh takjub.
"Itu, pasti moment yang sangat berarti, benar?" Harry mengangguk mengiyakan,
"Ya, sangat."
Tapi, beberapa saat kemudian, Malfoy terlihat begitu salah tingkah, "Aku belum minta maaf padamu, perihal Dombledore."
"Professor Dombledore." Koreksi Harry.
"Ya, aku ingin bilang kalau kesalahan itu tak akan pernah bisa lepas dari hidupku, untuk selamanya. Kesalahan terbesar yang akan kujadikan pelajaran untuk kedepannya."
Harry hanya menghela napas pelan mendengarnya, "Jangan jadikan kesalahanmu sebagai alasan untuk terus menyalahkan dirimu sendiri. Itu tindakan sia sia yang tidak akan mengubah kenyataan yang sebenarnya. Hanya.. selalu berupaya untuk membantu orang lain. Meringankan beban mereka akan membuatmu merasa lebih baik." Ujar Harry lamat lamat.
"Tentu, aku mengerti."
Setelah itu mereka berdua membiarkan keheningan menyelimuti mereka erat erat. Baik Harry maupun Malfoy sedang memikirkan sesuatu yang berbeda satu sama lain. Saat Harry berbalik ke arah Malfoy untuk memulai percakapan, dia tertegun dengan profil Malfoy yang terlihat dari samping olehnya. Bagaimana mata kelabu itu menatap lurus kedepan dengan pandangan menerawang, hidung mancung lurus yang tampak sempurna, bahkan hingga degukan ludah kasar yang Malfoy lakukan sungguh membuat Harry merasa kesal. Kesal karena Malfoy seolah olah mempermainkannya dengan pengakuan cintanya.
Dan saat Harry masih memelototi Malfoy dengan penuh kejengkelan, Malfoy berbalik dan mengeluarkan tatapan tak mengerti yang penuh pertanyaan.
"Bukan apa apa," sahut Harry.
"Oke ..." jawab Malfoy dengan tidak yakin.
Mereka kembali terdiam, tapi kali ini Harry langsung memecah keheningan dengan cepat, sebelum pikirannya terlanjur mengembara tak tentu arah.
"Kau belum mengetahui jawabanku," kata Harry tegas.
"Memang," sahut Malfoy pendek, seolah tak peduli.
"Kalau begitu, ini saatnya kau mengetahuinya," ucap Harry penuh keseriusan.
"Ya," lagi lagi hanya sahutan pendek yang terkesan acuh.
"Aku menyayangimu Malfoy, seperti aku menyayangi teman teman dan sahabatku. Interaksi yang lebih dekat antara kita memang hanya berlangsung singkat, tapi hal itu sudah cukup untuk awal yang baik bagi sebuah hubungan antar sesama manusia. Aku menyebutnya ... sahabat. Aku baru sadar kalau selama ini hubungan antara aku dan siswa siswi Slytherin tidak begitu dekat, jadi bayangkan betapa senangnya aku saat kau datang menawarkan pertemanan, Malfoy! Seolah olah semua kekhawatiranku akan status sosial dan perbedaan lainnya langsung hilang dari pikiranku. Keberanianmu datang padaku saat itu. Tidak mempedulikan segala resikonya, tetap melanjutkan niatmu menjadi orang yang lebih baik. Kau tahu, Malfoy? Dari awal, aku sudah sangat terkesan. Slytherin yang bersikap bagai singa Gryffindor? Wah, itu benar benar pertama kali." Ucap Harry panjang lebar, lalu ia berbalik menghadap Malfoy, untuk melihat reaksi pemuda itu. Tapi Malfoy membalikkan kepalanya ke arah yang begitu berlawanan dengan pandangan Harry, sehingga Harry hanya bisa melihat belakang rambut pemuda itu.
Tak lama, Harry pun melanjutkan ucapannya yang belum selesai, "Jadi, saat kau mengungkapkan semua perasaanmu terhadapku, aku memang tak bisa memberikan reaksi normal. Aku diliputi shock, karena aku tak pernah memikirkan, bahwa orang sepertimu, berubah sedemikian drastisnya, dari benci menjadi ... eh, cinta? Ya, aku masih ingat, saat itu kau bilang bahwa kau jatuh cinta-" ucap Harry sembari mengacak rambutnya yang memang selalu berantakan, "-dan aku hanya mengira kalau sikap brengsekmu kambuh lagi dengan mempermainkanku. Tapi, aku memperhatikanmu, dan ekspresi serta isyarat tubuhmu jelas berbanding terbalik dengan teoriku. Aku salah, kau memang sedang menyukai seseorang." Dan Harry kembali berhenti sejenak untuk mengambi pasokan oksigen untuk paru parunya.
"Jadi, Malfoy, aku ingin bertanya padamu. Apakah kau masih ingin menghindariku setelah ini?"
"Entahlah." Malfoy menjawab dengan jujur, "Kau sendiri yang bilang kalau masalahnya belum selesai."
"Memang, makanya aku tanya padamu. Kau masih mau menghindar atau tidak?" Harry terlihat agak frustasi.
"Oke oke, aku akan bersikap seperti dulu lagi, seperti saat semuanya baik baik saja. Atau, well ... saat kita masih belum begitu akrab." Ucap Malfoy pelan.
"Jika ini tidak masalah, aku mau kau bersikap biasa saja. Dengan tidak menghindariku dan sering seringlah menanggapiku, mengobrol, atau bahkan kita bisa coba bermain Quidditch bersama."
"Sial, Potter! Jangan membuatku berpikir kalau kau menginginkanku-" Harry dengan segera memotong, "Aku memang menginginkanmu, sebagai temanku. Maaf saja kalau aku terlihat egois, Malfoy. Tapi kau tak bisa seenak itu menghindar dengan membuatku terlihat dan merasa sebagai seorang brengsek dan pengecut! Aku tak suka itu!" Harry benar benar berteriak sekarang.
Malfoy menanggapi dengan berdiri dan berjalan menuju pintu secepat ia bisa. Tapi Harry memiliki gerak refleks yang bagus, dengan segera saja menangkap lengan Malfoy dan menariknya ke arahnya. Tapi mereka berdua adalah dua orang pemuda seusia yang sama matangnya, sehingga kekuatan mereka berdua hampir sama. Tapi Harry yang memang sudah menduga kalau Malfoy akan menghindar nantinya telah mempersiapkan diri terlebih dahulu. Sehingga pemberontakan Malfoy berujung sia sia, ia berhasil diseret oleh Harry ke bangku mereka duduk semula.
"Astaga! Bisa tidak duduk diam dengan baik di sini. Tenang saja, aku tak akan melakukan hal apapun yang akan melukaimu. Seperti mengutukmu, misalnya. Jadi, jangan mencoba coba kabur lagi sebelum masalahnya selesai!" Harry dengan terengah engah menghadapi Malfoy yang sekarang begitu murka akan sikap Harry yang dipikirnya menjatuhkan harga dirinya. Tapi dengan bijak ia tak ingin membuat Harry makin marah dengan mengganggunya. Jadi ia diam saja sembari selalu menatap ke arah depan, mengacuhkan Harry.
"Aku tak akan membalas perasaanmu, jika itu yang kau pikirkan. Tapi aku tak akan melepaskanmu untuk menjadi temanku. Aku akan selalu menerormu kalau kau ngotot ingin selalu bersembunyi dariku. Aku yakin, tak ada buruknya dengan menerima semua kenyataannya, bukannya menghindarinya. Dan aku, berjanji padamu akan selalu menemanimu untuk belajar merelakan semua yang terkadang tak bisa menjadi milikmu, atau bekerja di luar keinginanmu. Jadi, berilah kesempatan pada dirimu dan aku untuk memperbaiki semua hal konyol yang sudah terjadi di antara kita. Kumohon, aku tak bisa terus begini! Aku bisa stres, Malfoy! Dan itu akan jadi salahmu!"
"Demi Merlin, Potter!" Malfoy berseru.
"Apa? Yang kukatakan benar bukan? Berhentilah bersikap terlalu pengecut dengan lari dari masalah!"
"Katakan sekali la-"
"Tentu akan kukatakan! KAU. SEORANG. PENGECUT!"
Dengan satu kalimat itu, Malfoy berdiri dan melupakan tongkat sihirnya. Memilih untuk menghabisi Harry dengan tinjuan super keras yang disiapkan Malfoy dengan mengepalkan tangannya kuat kuat. Harry yang melihat semua itu, dan lagi lagi telah menduga (tapi tidak menyangka kalau Malfoy akan melakukannya ala-Muggle.) membiarkan saja tinju itu mengenai wajahnya, menyebabkan luka sobek pada ujung bibir kirinya.
"Bagaimana rasanya, Sialan? Bagus? Kau masih mau lagi? Bilang, Potter!" Malfoy meneriakkan hal itu hingga wajahnya menjadi panas dan merah padam, pertanda kemarahannya belum surut benar. Harry menyeka darah di bibirnya dengan perlahan dan hati hati, kali ini terlihat sebagai pihak yang kalem dan tanpa perlawanan.
"Kau benar. Aku memang seorang bedebah, dan senang rasanya melihatmu menjadi lebih ekspresif padaku." Malfoy nampaknya sadar kalau perbuatannya agak berlebihan, sehingga rona merah di wajahnya tetap ada walaupun kemarahannya telah benar benar reda.
"Oke, jadi maumu kita berteman saja sekarang, benar?"
"Ya, dan bukan hanya sekarang, melainkan untuk seterusnya."
"Baik, jadi bisa aku keluar sekarang? Aku perlu melakukan sesuatu."
Harry terlihat tidak puas, "tapi, sampai nanti kita bertemu dan kau bersikap seolah aku tidak terlihat di sana. Maka, kutekankan Malfoy, bahwa pertemuan ini akan terulang kembali. Dan mungkin, kau tak akan menyukainya."
Malfoy memperhatikan penuturan Harry dengan bersungguh sungguh, lalu berdiri dan meninggalkan Harry begitu saja. Terdengar debaman pelan dari arah pintu, pertanda Malfoy benar benar sudah keluar dari ruangan. Harry mendesah lelah, tak menyangka kalau berurusan dengan seorang Malfoy akan semeletihkan ini. Ia membiarkan saja badannya berbaring disana, dan tak lama ia pun jatuh tertidur.
Ngomong ngomong tentang jatuh tertidur, Harry 'ketiduran' beberapa jam lamanya dan tak ayal dihadiahi dengan nasihat dari Hermione secara cuma cuma. Harry pun hanya bisa bersikap layaknya anak baik dan duduk mendengarkan dengan patuh. Setelah proses itu berhenti, Hermione hanya mendengus dan kembali melanjutkan tugas tugasnya. Harry pun mengusap dadanya dengan perasaan lega.
Ya, akhirnya semuanya dapat terselesaikan dengan baik. Kemampuan ramuannya meningkat, (bukan nilainya, karena Harry selalu mendapatkan outstanding di setiap tugas ramuannya, entah kenapa) hubungannya dengan musuh bebuyutannya berangsur membaik, dan ia pun juga dapat lebih memahami segala perbedaan yang 'baru' di sekelilingnya.
Oh, tak ada kata yang dapat menjelaskan betapa gembiranya Harry sekarang!
Berbulan bulan sudah berlalu semenjak pertemuan Harry dengan Malfoy di Ruang Kebutuhan. Mereka berbaikan dengan normal dan baik. Malfoy juga masih mengajarinya Ramuan, mereka juga selalu bermain Quidditch bersama, dan Malfoy belum pernah menang. Tapi tidak ada masalah mengenai hal itu, sebab dipelajaran itulah Harry benar benar yakin kalau ia lebih 'berbakat' ketimbang Malfoy. Dan Malfoy selalu menanggapinya dengan senyuman lebar dan teriakan semacam 'hanya-keberuntungan' pada Harry.
Harry sering sekali duduk di meja Slytherin saat waktu makan, begitu pun sebaliknya dengan Malfoy. Walaupun tak dapat ditampik kalau Ron masih belum terbiasa atau dapat menerima kehadiran Malfoy di sekitarnya.
Intensitas pertemuan di klub duel yang di latih Harry makin hari makin sering, dengan jumlah pelatih yang selalu bertambah. Begitupun dengan jumlah anggotanya, termasuk dari kalangan Slytherin. Bahkan ada beberapa anak Slytherin yang menjalin asmara dengan anak Gryffindor. Hal yang terbilang ajaib mengingat betapa sulitnya menyatukan dua kubu yang berbeda semboyan tersebut, dulu.
Hal itu hampir sebagian besar diakibatkan oleh pertemanan yang terjalin antara Malfoy dengan Harry. Walaupun beberapa kali Harry tak sengaja memergoki Malfoy menatapnya dengan tatapan yang membuat bulu kuduknya merinding.
Ron akhirnya berpacaran dengan Hermione, setelah pernah putus beberapa bulan yang lalu. Mereka berdua lah yang membuat Harry gatal untuk segera mengakhiri masa lajangnya, dengan kembali berpacaran dengan adik Ron, Ginny Weasley. Setelah sebelumnya diancam habis habisan oleh Ron bila Harry hanya bermain main dengan adiknya.
Sedangkan Malfoy? Dia tetap setia untuk sendiri atau melajang hingga waktu yang entah sampai kapan. Tapi tak ada yang perlu dikhawatirkan karena Sang Ayah, Lucius Malfoy tak akan pernah membiarkan punahnya garis keturunan Malfoy. Lucius Malfoy pun segera mengambil tindakan untuk menjodohkan Draco Malfoy dengan Astoria Grenggass. Sehingga baik keturunan maupun garis darah tetap akan berlanjut dan tetap 'murni'. Draco yang menjadi korban perjodohan oleh orangtuanya tampak tak begitu terganggu dan tenang tenang saja. Sedangkan Harry, nampak kaget kalau perjodohan masih dilakukan di zaman seperti sekarang ini. Tapi, walaupun begitu, semua teman teman Malfoy selalu memberikan dukungan positif terhadap setiap tindakan yang dilakukannya.
Dan di sinilah Harry sekarang, duduk berdua dengan Malfoy sembari menatap Danau Hitam yang beriak pelan.
"Kau sudah pernah bicara langsung dengan Grenggass tentang perjodohan kalian berdua?" Tanya Harry.
"Ya, tentu." Malfoy menjawab pertanyaan dari Harry sembari memungut sebuah batu dan melemparkannya ke Danau, menghasilkan pantulan teratur batu tersebut sebelum tenggelam.
"Dan kalian berdua setuju setuju saja, begitu?" Tanya Harry sambil mengubah arah pandangannya ke arah Draco.
"Ya, Astoria gadis yang baik." Harry yang mendengar itu gantian melempar batu dengan keras, menciptakan riak yang besar.
"Ada masalah, Potter?" Tanya Malfoy yang tampak heran dengan sikap Harry.
"Tidak ada, sebenarnya. Hanya saja aku merasa agak aneh dengan keputusanmu yang terkesan sangat penurut." Jawab Harry.
"Aku memang penurut, bukan tipekal pemberontak sepertimu." Ujar Malfoy disertai seringai miringnya yang biasa.
"Aku seorang Gryffindor, Malfoy. Sifat itu sudah terbentuk dalam diriku." Ucap Harry sambil membenarkan jubahnya yang berantakan tertiup angin.
"Anginnya keras sekali, bagaimana kalau kita masuk?" Tanya Harry, sebelah tangannya ia gunakan untuk mengatur tatanan rambutnya yang berantakan, walaupun hal itu hanya memperparah bentuk rambutnya saja.
"Aku masih ingin di sini. Kau masuklah duluan." Kata Malfoy. Ia menselonjorkan kakinya dan menyandarkan tubuhnya ke pohon yang berada di belakangnya. Harry mendecak keras keras mendengar ucapan Malfoy yang terkesan acuh pada kondisi kesehatannya.
"Kita masuk, sekarang! Kau bisa sakit kalau disini terus."
"Oke, santai saja." Ujar Malfoy bersungut sungut.
Malfoy pun dengan pasrah menuruti keinginan si Ketua Murid Putra itu, sebelum ia dijatuhi detensi konyol dari Harry, mengingat betapa ngototnya Harry untuk mengajaknya kembali ke Kastil.
Saat mereka sudah setengah perjalanan Harry merangkul Malfoy dengan erat dan hangat. Kehangatan yang menyebar di sekujur tubuh Draco dan mengirimkan gelenyar aman terhadapnya. Ia membalikkan wajahnya untuk menatap wajah rupawan yang tengah tersenyum lebar di hadapannya.
"Terimakasih, Draco. Karena mau berkorban untukku. Bersabar, mengalah, bahkan menjadi sahabatku." Kata terakhir yang diucapkan Harry membuat perasaan bahagia yang berasal jauh di dalam hatinya serasa meledak penuh suka cita. Ia mencintai Harry, itu benar. Tapi bukan berarti ia tidak bisa merelakan dan bersikap egois atas segala keinginnannya. Kenyataannya ia sudah dewasa, dan akan konyol sekali kalau ia memprioritaskan perasaannya dan kehilangan senyum hangat Harry ini, yang kali ini ditujukan tepat padanya. Rasanya tak ada yang dapat mendeskripsikan betapa senangnya Draco sekarang, seperti Harry dahulu saat mereka selesai meluruskan semua kesalahpahaman yang terjadi antara dirinya dan Harry.
Draco rela memberikan hidupnya agar selalu dapat bersama Harry, walaupun hanya menjadi sahabatnya. Karena sesungguhnya, posisi itu bahkan dapat membuatnya mensyukuri semua karunia Tuhan yang diberikan padanya.
"Tentu, tak masalah ..."
Satu senyum manis dari Harry kembali membentuk di wajahnya.
"... Aku juga, terimakasih atas segalanya ..."
Dan perasaan hangat itu masih menyebar di sekujur tubuhnya.
"... Harry."
END
ps: jd ff ini tuh udah lamaaaaa banget, sekitar 5 atau 6 tahun yg lalu. tapi aku memang ga pernah mau publish. maunya jadi reader aja. karenaaaa, aku tuh nulis ff gini ga pernah mikir. bener bener cuma ngetik doang non-stop gitu, lebih kaya senam tangan. dengan otak kosong. makanya kalo bisa end kadang bingung sendiri.
ff yg sebelumnya, yg another normal day juga sama. udah dari 6 tahun yg lalu. dipublish karena liat profil kosong, jd ya udah up aja.
dan ff yg ini buat diri aku sendiri. hmmmm, hari ini bakalan datang lagi, kalau kamu beruntung(?). mari hadapi semuanya setahun lagi, setahun lagi, lagi.lagi :)))
Reviewnya boleh_
