"HAHAHA PANIK DAH TUH" kio tertawa keras melihat reaksi sang kakak saat dirinya memposting foto dengan caption yang begitu ambigu.

niat hati hanya ingin membuat ian cepat sampai ke rumah tanpa berleha-leha sebagaimana mestinya namun malah membawa kesenangan tersendiri bagi kio untuk tambah mengusilinya lagi dan lagi.

"iseng mulu bocah."

di bibir hanya ledekan kecil yang timbul, namun jauh di hati teo merasa hangat pada senyum lebar itu. begitu menghantarkan sensasi nikmat baknya nikotin.

dia baru. dia pemula. dia perdana.

rasa asing ini, tak akan hadir bila si kecil tak pernah singgah. merupakan hal anyar pada ruang kosongnya yang telah lama mati. begitu katanya.

"liat lucu banget tweet-annya hahaha."

'BRAK'

"BEEKIO-

suara berat ian menggelegar pada seiisi rumah, napasnya tersengal usai berlari di tengah dinginnya malam. kondisinya saat ini sudah tak dapat dikategorikan baik lagi, rambut semrawut halnya sarang burung menambah kesan kacau pada dirinya.

"teo sembunyiii, ada gorila datenggg." seru kio saat mendengar suara ian bersamaan intonasi yang cukup membuat bulu kuduk berdiri.

"sayan-

belum sempat menyelesaikan kalimatnya, mulut teo lantas dibekap kuat oleh tangan lentik si mungil.

"sssttt, jangan kasih tau." jari telunjuknya ia arahkan pada bibirnya yang mengerucut tanda agar si jangkung tak mengeluarkan suara atau semacam kebisingan lainnya.

kio lalu berlari dan bersembunyi di balik lemari kayunya, teo yang melihat tingkah iseng kio hanya menggelengkan kepalanya gemas.

langkah kaki lebar terdengar begitu tergesa di luar kamar, seperti si pemilik merasa kalang kabut dibuatnya.

akses satu-satunya untuk keluar dari kamar tersebut akhirnya terbuka lebar saat seseorang dengan cepat mendobrak pintu yang tak terkunci itu. teo yang melihat tingkah ian hanya tertawa geli.

spontan mata tajam ian menatap teo horror saat netranya benar menangkap keadaan teo yang shirtless. si tersangka hanya bersedekap dada dan menaikkan satu alisnya seolah menantang.

langkah pemuda bertato itu hampir terhuyung karena tak percaya, adik polosnya yang begitu ia jaga sedari hanya masih memakai popok akankah raib begitu saja.

"ANJING"

kepalan tangan keras itu hampir menghantam wajah bak dewa teo jika si jangkung tak memiliki reflek yang bagus. teo masih mempertahankan raut gelinya, sontak tangan ian ia pilin hingga menimbulkan desisan kesakitan.

"lo tolol atau gimana? mikir." ucap teo berusaha memberi petunjuk lewat kalimat sarkasnya.

otak ian memproses dengan cepat, teringat akan sifat adiknya yang usil bukan main. kerjapan memenuhi indra penglihatannya. saat pikirannya terkumpul pada satu titik bahwa ya, sang adik kembali mengerjainya.

raut kesal jelas terpatri di wajah tampan ian, ia mengigit bibirnya berang.

sadar bahwa ian kini telah paham situasi, teo melepaskan pilinannya pada kepalan tangan itu. teo membuang mata ke arah lemari kayu di kamar tersebut yang langsung ditanggapi sigap oleh ian.

"bantet awas lo."

tapak kaki yang mengendap-endap memenuhi ruang kamar sunyi itu. mata ian memicing saat mendengar suara grasak-grusuk dari dalam sana, seharusnya ia bisa lebih tenang jika ingin bersembunyi bukan?

pintu itu terbuka dengan menampilkan kio yang terus menepuk angin disekitarnya, sesekali menggaruk pipinya yang telah dipenuhi bentol merah.

ian hanya menatap datar walau di relung hatinya ingin tertawa melihat keadaan si kecil nakal itu. hendaknya kio belum sepenuhnya sadar bahwa eksistensinya telah diketahui oleh sosok yang harus dihindarinya sekarang.

"EKHM-

wajah kecil itu tertegun lalu menatap sumber suara dengan takut-takut, sial ia ketahuan pikirnya.

"ups ada gorila lepas kandang ya hehe-

BUNDAAAAA."

tubuh itu hampir lolos lagi jika saja ian tak cepat menjewer telinga kio.

"mau kabur kemana hah?"

"SAKIT IH,

kio menatap memelas pada teo yang berdiri di ujung sana.

TEO TOLONGIN."

"gak usah minta tolong lo!"

"kakak kok jahat:("

"JIJIK"

"JELEK WLEKK JAHAT"

merasa perdebatan itu tak akan kunjung usai dalam waktu singkat, teo segera berjalan mendekat dan melerai aksi pertengkaran kecil itu.

"udah udah, ribut terus." ujar teo pada si dua saudara yang memiliki perbedaan tinggi cukup kontras.

"ELAH KALO SAMA BANTET AJA LO BILANG GINI, BILANG NOH AMA PANTAT GW SAPE YANG BERANTEM MULU TIAP HARI."

"mana pantat lo, sini gw bilangin."

"engga kali boss canda aja hehe."

lebih baik menurunkan harga diri, ketimbang membiarkan tubuhnya penuh akan luka membiru. pikir ian.

walau jika berbicara tentang proporsi tubuh, keduanya hampir setara. namun apa kalian akan mampu dan bernyali, jika yang dihadapan kalian sekarang adalah seorang yang memegang sabuk hitam pada suatu komite. juga memiliki segudang prestasi maupun piala di bidang bela diri. sudah cukup, ian tak akan mengambil resiko lagi.

"pentol gw mana?" ucap tiba-tiba si kecil.

"pentol? nih-

ANJIR KETINGGALAN."

"YAH LO MAH GK NIAT BELIIN."

"GARA-GARA LO INI."

"KOK JADI NYALAHIN GW SIH. GAK MAU TAU BALIK SANA."

"CAPE, LO AJA BALIK SANA SENDIRI-AWW."

gigi kecil itu menancap indah pada lengan bertato ian, benar mereka bertengkar lagi. kali ini lebih riuh dan gaduh, juga pada satu orang lagi disana yang hanya memejamkan matanya berusaha mengais sisa-sisa kesabaran pada hatinya.

dan semoga saja itu bertahan lama.