Naruto by Masashi Kishimoto

Haikyuu by Haruichi Furudate

Please enjoy!


"Uwaahh! Kamu bisa menulis dengan tangan kiri? Keren!"

Ushijima Wakatoshi tersentak kaget, secara spontan menoleh ke kiri, menatap seorang anak perempuan kecil berambut merah muda yang berdiri tepat di samping mejanya.

"Keren…?" Ulang Ushijima, berniat meyakinkan diri bahwa pendengarannya masih baik-baik saja. Pertanyaannya tersebut disambut dengan sebuah anggukan semangat. "Iya, keren!"

Ushijima memperhatikan ekspresi wajah perempuan itu yang berseri-seri, lalu beralih menatap tangan kirinya sendiri. Pikirannya kembali mengingat apa yang dikatakan oleh keluarga ibunya mengenai kondisi yang dimilikinya ini.

"Tapi, keluarga ibuku tidak suka…" ucap Ushijima tanpa sadar. Perempuan itu mengeluarkan suara aneh. "Hueee, kenapa bisa?"

Seakan baru tersadar dengan situasi yang dialaminya, Ushijima mengerjapkan mata beberapa kali sebelum kembali menghadap kepada anak perempuan itu. Ia hanya memperhatikan wajahnya, diam tanpa ada niat untuk menjawab.

Sadar bahwa dirinya tidak diacuhkan, anak perempuan itu memilih untuk melanjutkan perkataannya sendiri. "Tapi itu keren, lho! Aku tidak pernah melihat orang lain menulis dengan tangan kiri sebelumnya!"

Dia tersenyum lebar. "Memiliki sesuatu yang tidak dimiliki orang lain, itu bisa menjadi keunggulan bagimu sendiri! Seperti, kejutan yang tidak bisa dihadapi dengan mudah! Ne, tidakkah kamu berpikir begitu?"

Ushijima tertegun, otaknya secara otomatis mengingat perkataan ayahnya yang mirip dengan apa yang dikatakan oleh anak ini; bahwa kondisi kidalnya bisa menjadi suatu berkah untuknya di masa depan nanti.

"Namaku Haruno Sakura! Kamu?"

Ushijima kembali menatap perempuan itu, benar-benar melihatnya dan menyimpan momen ini di dalam memori otaknya. Sakura, Ushijima pikir merupakan nama yang sangat tidak kreatif namun di sisi lain juga sangat cocok untuknya.

"Ushijima Wakatoshi."

Sakura tersenyum lebar. "Senang berkenalan denganmu, Wakatoshi-kun! Mari berteman, ne?!"

"Aa."

Akibat pertemuan awal yang ditakdirkan tersebut, Ushijima dan Sakura yang masih berumur enam tahun nantinya akan menjadi orang terdekat bagi satu sama lain, tempat bersandar satu sama lain, tempat berpulang satu sama lain; rumah bagi satu sama lain.

.

.

.


Wonderwall


.

.

.

"Voli? Kamu suka voli?"

"Iya."

Berawal dari pembicaraan singkat mengenai olahraga kesukaan masing-masing, Sakura berakhir di halaman belakang rumah Ushijima dengan seragam sekolahnya yang masih terpasang dengan rapi.

Sebenarnya ia tidak memiliki alasan khusus untuk mampir ke rumah temannya itu, tapi Sakura sedikit penasaran untuk melihat Ushijima bermain voli, jadi ia pikir, tidak ada salahnya untuk datang ke rumahnya dan melihat secara langsung. Apalagi ketika Ushijima sendiri yang mengundangnya.

Kalau boleh jujur, sesungguhnya Sakura tidak terlalu suka voli. Ia lebih suka badminton. Tapi tidak ada salahnya untuk sekadar mencoba.

"Hmph!" Sakura mengangkat lengannya, berusaha mengembalikan bola ke Ushijima. Namun bukannya terangkat, bola tersebut malah jatuh ke samping.

"Waahh ini lebih sulit dari yang aku kira." Keluh Sakura seraya membungkuk untuk mengambil bola. Dilemparnya bola tersebut kepada Ushijima, yang dengan mudah ditangkap oleh anak laki-laki tersebut.

"Tapi ini akan menjadi menyenangkan saat kamu sudah mulai terbiasa." Sahut Ushijima sambil memantul-mantulkan bola ke atas tanah.

"Hm… mungkin." Kata Sakura acuh tak acuh. "Ne, voli itu mainnya dipukul kan? Kenapa kamu tidak tunjukkan satu pukulan yang hebat saja padaku?"

"Spike?" tanya Ushijima. Sakura menggeleng. "Aku tidak tahu namanya."

Ushijima tidak berkata apa-apa lagi. Ia kembali melempar bola pada Sakura dan Sakura, akhirnya sukses mengumpan balik kepada Ushijima.

Yang tidak Sakura ketahui ialah; Ushijima yang mengambil posisi dan bersiap-siap untuk melakukan spike di seberang sana.

Jadi ketika bola itu kembali terbang ke arahnya dengan kecepatan penuh, Sakura tidak memiliki waktu untuk bereaksi dan menghindari bola, mengakibatkan wajahnya yang terkena imbas dari serangan tersebut.

BUGH!

Tubuh kecilnya terjatuh. Daripada merasa sakit, Sakura lebih terkejut dengan bola itu yang dalam sekejap sudah berada di depan wajahnya. Dan pukulan Ushijima tadi itu… benar-benar kuat! Gila!

Suara langkah kaki terdengar mendekat sebelum wajah Ushijima yang sedikit khawatir muncul menghalangi area pandangannya. "Sakura, kamu masih sadar?"

Kedua manik emerald bergulir, menatap iris olive milik laki-laki tersebut. Sakura mengangguk singkat untuk menjawab pertanyaannya.

Ushijima membantu Sakura untuk duduk. Ia memperhatikan wajah perempuan itu yang merah membara akibat terkena pukulan bolanya. Ushijima pikir Sakura akan baik-baik saja, sampai tetesan darah perlahan mengalir keluar dari lubang hidungnya. Ia kaget, berniat untuk bangkit dan menangani hal tersebut saat Sakura menahan bahunya.

"Wakatoshi-kun…" pegangan pada kedua bahunya mengerat. Ushijima menahan napas, siap apabila Sakura akan memarahinya. "Itu tadi…" perempuan itu menggigit bibir bawahnya. "Itu tadi…….KEREN!"

Ushijima menatap Sakura aneh, sedikit merasa terkejut juga. Saat ini Sakura memiliki binar wajah yang berseri-seri, kedua iris hijaunya berkilauan, itu semua masih dengan darah yang mengalir bebas dari hidungnya.

"Ah, terima kasih…?" tanggap Ushijima tak yakin.

Sakura masih terlihat sangat bersemangat, ia mencondongkan badannya sedikit ke depan. "Serius! Kamu akan menjadi pemain voli yang sangat keren nantinya dengan pukulanmu yang super itu!"

Merasa tidak tahan dengan pemandangan darah yang dilihatnya, Ushijima buru-buru bangkit dan menarik Sakura bersamanya. Ia senang dengan pujian yang diberikan oleh perempuan itu, tapi kesehatannya adalah prioritas sekarang. Ushijima tidak mungkin membiarkan Sakura terus-terusan mengoceh tentang dirinya dan membuatnya mati kehabisan darah. Itu terdengar… sangat kejam. Ushijima bukanlah seorang kriminal.

Untuk lima belas menit ke depan, Sakura masih terus mengoceh dengan Ushijima yang menangani mimisannya dan—meskipun ia terlihat seperti tidak peduli—tapi sesungguhnya Ushijima mendengarkan setiap kata yang terucap dari mulut temannya itu dengan saksama.

Di usia delapan tahun, Ushijima menunjukkan kepeduliannya terhadap Sakura dan Sakura; menunjukkan kepercayaannya yang besar akan masa depan anak laki-laki itu.

.

.

.


Wonderwall


.

.

.

Sampai usia sepuluh tahun, Ushijima dan Sakura masih sering menginap di rumah satu sama lain di kala weekend. Pada saat ini, orang tua mereka sudah saling mengenal dan berteman dengan baik. Meskipun begitu, Sakura sama sekali belum pernah bertemu dengan ayah Ushijima secara langsung, karena ayahnya yang tinggal di luar negeri dan hal lain-lain. Ia tahu rupa pria itu melalui foto yang ditunjukkan oleh Ushijima, dan pemikiran pertama yang muncul di otaknya adalah mereka sama sekali tidak mirip, Ushijima lebih mirip dengan ibunya.

Tapi, satu hal yang Sakura tahu pasti ialah; ayah Ushijima merupakan orang yang baik. Semua orang bisa langsung mengetahui hal itu hanya dengan mendengarkan Ushijima bercerita tentangnya.

Sakura harap, suatu hari nanti, ia dapat berjumpa dengan sosok ayah dari temannya itu.

"Sen to Chihiro no Kamikakushi?"

Sakura menoleh, memandang Ushijima yang tengah sibuk mengamati sebuah cover DVD yang berada di dalam genggamannya. Dengan cepat ia menghampiri, ikut mengamati benda tersebut.

"Oh, anime?" Sakura bergumam. "Aku tidak pernah melihat ini sebelumnya, mau nonton?" tanyanya seraya menatap Ushijima.

"Aa."

Jadwal rutin mereka selama menginap di rumah satu sama lain adalah ini; movie night sebelum akhirnya tertidur dengan kondisi televisi yang masih menyala, walaupun tidak selalu begitu. Tenang, mereka hanya menonton film-film animasi yang memang sesuai untuk anak-anak seusia mereka, semuanya sudah diorganisir oleh orang tua masing-masing.

Kalau di rumah Ushijima, mereka lebih sering menonton film-film superhero yang kebanyakan menunjukkan aksi laganya, seperti; Ultraman, Kamen Rider, Gundam atau Power Rangers. Kalau di rumah Sakura, film-filmnya lebih ringan dan kurang aksi, seperti; Finding Nemo, Monster Inc., Toy Story atau Doraemon. Dan sekarang, adalah gilirannya Sakura.

Mereka berdua sudah lengkap dengan pakaian tidurnya masing-masing. Ushijima dengan piyama berwarna hijau army miliknya, Sakura dengan piyama berwarna merah maroon nya. Dua buah futon terbentang rapi tepat di depan televisi yang menyala, dengan dua orang anak adam dan hawa yang duduk di atasnya, dua pasang manik berbeda warna fokus menatap layar.

"Kenapa mereka berubah menjadi babi?!" pekik Sakura saat tayangannya sampai pada satu adegan tertentu yang membuatnya merasa tidak nyaman. Ia bergeser sedikit, merapat ke tubuh Ushijima sementara laki-laki itu hanya diam saja, tidak merasa terganggu sedikitpun dengan apa yang tengah ditontonnya.

Film terus berjalan dan seiring berjalannya waktu, Sakura semakin tenggelam ke dalam alur ceritanya. Saat filmnya sampai ke penghujung penghabisan, Sakura jatuh cinta. Itu sangat indah, hubungan antara karakter laki-laki dan perempuannya. Apalagi saat adegan jatuh dari langit itu, keren sekali! Tapi ending nya…. katakanlah Sakura kecewa, dan sedih, karena perpisahan kedua karakternya.

Perempuan berambut merah muda itu menoleh ke kanan, mendapati Ushijima yang ternyata sedang menatapinya juga. Ia memiringkan kepalanya dan bertanya; "Bagaimana?"

Ushijima mengerjap beberapa kali. "Itu bagus."

"Iya kan?" Sakura tersenyum, tangannya bergerak untuk menggenggam jemari Ushijima, yang diterima oleh laki-laki itu tanpa keraguan sedikitpun. "Wakatoshi-kun, aku harap kamu dan aku, bisa berteman sampai waktu yang saaaaangat lama."

Ushijima menatap wajah temannya tersebut dengan seksama, lalu mengangguk sekali. Sakura kembali berucap; "Aku harap kita tidak akan berpisah."

Ushijima mengangguk lagi, ia juga tidak mau hal seperti itu terjadi. "Mari masuk ke sekolah yang sama lagi setelah lulus." Katanya.

"Uhm!"

Mereka tidur, terbangun keesokan harinya pada pukul tujuh pagi akibat suara musik kencang yang disetel oleh ayahnya Sakura. Perlu diketahui, ayahnya itu merupakan penikmat sejati lagu-lagu lama yang dibuat oleh band maupun penyanyi barat sana, dan itu sudah menjadi kebiasaannya untuk memutar lagu-lagu tersebut di saat weekend. Ushijima sudah terbiasa, malah kalau boleh jujur, ada beberapa lagu yang ia suka karena terus terngiang-ngiang di dalam otaknya. Dari band Oasis? Kalau tidak salah.

Setelah itu, mereka akan sarapan bersama, mandi, pergi ke taman yang berada tidak jauh dari kediaman keluarga Haruno atau melakukan hal-hal lain sampai saatnya Ushijima untuk pulang tiba.

Di usia sepuluh tahun, Ushijima dan Sakura tidak terlalu berpikir banyak tentang status 'pertemanan' mereka. Tapi pemikiran tersebut akan mulai mengganggu salah satu dari keduanya dengan segera.

.

.

.


Wonderwall


.

.

.

Sesuai janji mereka, Ushijima dan Sakura sukses masuk ke dalam SMP yang sama, SMP Shiratorizawa. Ushijima masuk ke klub voli, sementara Sakura masih tidak yakin dengan apa yang harus dilakukannya, dan apa yang menjadi passion nya.

Kalau dipikir-pikir, Sakura tidak pernah memiliki suatu hobi yang membuatnya merasakan keinginan besar untuk melakukannya. Jadi untuk sekarang, ia mendaftarkan dirinya ke dalam klub paduan suara semata-mata untuk pencitraan saja, karena setidaknya ia sudah terdaftar di dalam salah satu klub sekolah. Lagipula, suaranya juga tidak terlalu buruk.

Hari ini, tim voli mereka akan berlomba dalam turnamen bola voli antar SMP di seantero Miyagi. Ini merupakan turnamen kedua mereka. Pada turnamen pertama Sakura tidak bisa hadir untuk menonton secara langsung dikarenakan dirinya yang jatuh sakit pada saat-saat tersebut. Sakura merasa sangat bersalah, oleh karena itu ia akan membalaskan ketidakhadirannya yang lalu di turnamen yang kedua ini.

Katakanlah Sakura tertegun, ia tidak menyangka nama Ushijima sudah mulai dikenal banyak di kalangan para pemain. Maksudnya, anak itu masih kelas satu dan ini baru turnamen keduanya, tapi dia sudah memiliki reputasi yang lumayan? Ushijima memanglah gila.

Dan tampaknya ada seorang pemain dari SMP Kitagawa Daiichi yang benar-benar menganggap Ushijima sebagai rivalnya. Tidak hanya anak itu saja sebenarnya, ada banyak pemain lain yang mewaspadai Ushijima, tapi intensitas yang dimiliki oleh si pemain dari Kitagawa Daiichi ini terasa jauh lebih kuat.

Sakura sedikit khawatir sebenarnya. Ia takut jikalau Ushijima secara tidak sengaja membuat pemain lain membencinya dikarenakan mulutnya yang terlalu jujur itu. Bukannya arogan atau bagaimana, tapi Ushijima memang memiliki kebiasaan untuk mengutarakan apapun isi otaknya dengan kelewat jujur. Sakura masih ingat dengan jelas bagaimana Ushijima me-roasting gambarnya yang memang—amburadul, di kala mereka masih berumur tujuh tahun.

Saat pertandingan selesai, ia langsung bergegas menghampiri Ushijima.

"Wakatoshi-kun!"

Ushijima berhenti melangkah, menoleh ke asal suara sebelum meminta teman-temannya untuk berjalan duluan dan meninggalkannya di sini.

"Sakura." Balasnya ketika perempuan itu telah berdiri tepat di hadapannya. Sakura menarik napas panjang. "Itu tadi merupakan pertandingan yang keren! Selamat!"

"Ah, terima kasih."

"Ne, aku ingin bertanya sesuatu," Sakura kembali melangkah ke depan, memberikan kode kepada Ushijima untuk mengikutinya. "Ada apa?" tanya Ushijima setelah menyelaraskan langkahnya dengan Sakura.

Perempuan berambut merah muda itu menoleh, tiba-tiba melemparkan tatapan serius untuk Ushijima. "Kamu… apa kamu merasa seperti ada berbuat salah kepada lawan-lawanmu?"

Ushijima menatapnya aneh. "Ada apa dengan pertanyaan yang tiba-tiba ini?"

"Jawab saja pertanyaanku!"

"Hm," Ushijima memperhatikan wajah temannya itu dengan saksama. "Tidak ada, menurut sepengetahuanku."

Sakura menghela napas lega. "Syukurlah kalau memang begitu."

"Memangnya kenapa?"

"Aku takut kamu secara tidak sengaja berkata sesuatu yang membuat lawanmu tidak menyukaimu, karena sifatmu yang memang terlalu jujur, padahal niatmu bukan untuk menyakiti hati mereka… apalagi si anak dari Kitagawa Daiichi itu! Sepertinya dia punya dendam denganmu, 'Toshi-kun."

"Ah, begitu rupanya."

"Iya, jadi kamu benar-benar tidak ada membuat masalah kan?"

"Tidak."

"Oke."

Kedua anak adam dan hawa itu terus berjalan mengeluari arena, di depan sana terlihat sebuah bus milik Shiratorizawa yang sudah terisi oleh para pemain voli mereka, minus Ushijima sendiri.

"Omong-omong," Sakura tiba-tiba terkikik geli. "Pemain voli itu ternyata banyak yang tampan ya, hehe."

Kedua alis Ushijima terangkat tinggi, sedikit kaget dengan pernyataan Sakura yang barusan. Seumur-umur mereka berteman, baru kali ini Sakura berkomentar tentang penampilan lawan jenisnya.

"Sebenarnya yang dari Kitagawa Daiichi itu tampan sih, tapi sayang kelihatannya menyebalkan."

Ushijima mengernyit, tidak tahu harus merespon bagaimana. Pada akhirnya ia berdeham, dan memilih pamit kepada perempuan itu. Lagipula, teman-temannya pasti sudah menunggunya sedari tadi.

"Sampai jumpa besok."

"Ah, sampai jumpa, Wakatoshi-kun!"

Pada saat itu, Ushijima tidak mengerti mengapa ia merasa aneh setelah mendengar pernyataan Sakura. Maksudnya, itu adalah hal yang biasa untuk berpendapat mengenai penampilan orang lain, tapi mengapa dirinya merasa tidak nyaman dengan ucapan yang terlontar dari mulut temannya itu?

.

.

.

.

.

.

.

Kejadian yang sama kembali terulang setahun kemudian. Saat itu Ushijima dan timnya ikut berpartisipasi dalam Turnamen Atletik Sekolah Menengah Seluruh Jepang. Rupanya, ada satu pemain voli yang menarik perhatian Sakura, dan perempuan itu, tentu saja, menyuarakan pendapatnya.

"Sakusa Kiyoomi dari SMP Dosho terlihat tampan."

Dan sama seperti sebelumnya, Ushijima merasa tidak nyaman di hati. Ia hanya diam, lebih bingung dengan dirinya sendiri daripada dengan perkataan Sakura.

Akhirnya ia memilih untuk ke toilet. Tidak ada alasan khusus, sebenarnya, anggap saja ia ingin mendinginkan kepalanya yang sedang semrawut ini.

Ushijima baru saja selesai mencuci tangan dan sedang dalam proses mengelap tangannya ketika sosok Sakusa Kiyoomi muncul dari balik pintu masuk toilet. Anak itu mengamati sapu tangannya dengan penuh ketertarikan, entah karena apa.

Aneh, pikir Ushijima.

Ia memasukkan sapu tangannya ke dalam saku jaket dengan cepat, lalu berjalan melewati Sakusa tanpa menghiraukan laki-laki itu sedikitpun.

Saat Ushijima kembali ke tempatnya—berdiri di tribun penonton tepat di samping Sakura—ia tak mengutarakan pertemuannya dengan Sakusa kepada temannya tersebut. Entahlah, menurutnya juga tidak penting.

Anehnya, Ushijima merasa lebih senang dari biasanya saat berhasil mengalahkan tim Sakusa. Mungkin karena anak itu memiliki kemampuan yang baik juga? Jadi ia merasa bangga karena telah berhasil mengalahkan lawan yang mumpuni.

Sayangnya, peristiwa seperti ini masih berlanjut hingga ke tahun terakhir mereka di masa SMP. Sakura yang terus memuji wajah-wajah pemain voli, dan Ushijima, yang akhirnya merasakan keinginan untuk bertanya.

"Bagaimana denganku?"

"Eh?"

Ushijima juga tidak mengerti mengapa ia bertanya seperti itu, yang ia tahu, ia secara spontan terpikir tentang dirinya sendiri di mata temannya itu. Ia penasaran, kenapa Sakura tidak pernah berkata apa-apa tentang penampilannya? Apa ia terlihat jelek di matanya? Kurang menarik untuk dikomentari atau bagaimana?

"Menurutmu, aku bagaimana?"

"A-ah, kalau Wakatoshi-kun… Wakatoshi-kun itu…"

Ushijima mengernyitkan alisnya, memperhatikan wajah Sakura yang kontan berubah warna menjadi sangat merah, omongannya juga tidak jelas, dia seperti tengah kesulitan untuk merangkai kata-kata.

"Hm?"

"T-tentu saja Wakatoshi-kun juga tampan! Kamu sangat tampan!"

"Oh," jawaban itu terdengar menyenangkan, langsung dari mulut Sakura. "Terima kasih."

"Ehehehehe…"

"Kamu juga…" Ushijima menatap temannya itu tepat di kedua bola matanya. "…cantik."

Sakura membeku, sedetik kemudian tertawa dengan wajah yang benar-benar merah. "Wah! Ahahaha! Itu sangat mengejutkan, terima kasih!"

Ushijima tersenyum tipis, ia memiliki suasana hati yang sangat baik selama tiga hari ke depan. Yang tidak ia ketahui adalah, Sakura yang ternyata juga merasakan hal yang sama dengannya.

.

.

.


Wonderwall


.

.

.

Masuk SMA, Ushijima dan Sakura tetap setia dengan Shiratorizawa. Ushijima masih dengan klub volinya, sementara Sakura—entah termotivasi dari mana—memilih untuk masuk ke klub baseball.

Hubungan Ushijima dengan Sakura sendiri masih tetap berjalan mulus, mereka masih sedekat nadi. Di mana ada Sakura, di situ ada Ushijima, di mana ada Ushijima, di situ ada Sakura. Sebagian besar siswa di sekolah tersebut sudah mengetahuinya, mengingat penghuni di SMA Shiratorizawa kebanyakan adalah lulusan dari cabang SMP nya, sama seperti Ushijima dan Sakura juga.

Di masa ini, Ushijima masih mempertahankan kepopulerannya yang malah kian menanjak tiap harinya. Dia tumbuh menjadi sangat tinggi, wajahnya tampan, badannya lebih kekar dari remaja seusianya dikarenakan olahraga yang ia jalani selama ini. Sakura juga masuk ke dalam kategori siswa populer di sekolah. Dia cantik, pintar, ramah, tetapi ada beberapa oknum yang iri hati akan kedekatannya dengan Ushijima, yang berkata bahwa ketenarannya berasal dari pemuda itu; bahwa ia memanfaatkan Ushijima demi menaikkan namanya sendiri.

Oknum-oknum itu seperti yang ada di hadapannya saat ini, misalnya.

"Serius, apa yang sudah kau lakukan untuk bisa sedekat itu dengan Ushijima-san? Kau pasti menggodanya, iya kan?"

"Wajahmu boleh saja cantik, tapi sifatmu busuk!"

"Cih, murid teladan apanya? Yang kulihat hanyalah seonggok sampah pink berjalan."

Sakura menatap wajah mereka satu-persatu, tidak ada yang ia kenal. Ada tiga orang, semuanya tidak ada yang lebih tinggi darinya, tapi berlagak sok tinggi dengan menyudutkannya ke tembok belakang sekolah, menaikkan dagu dan menatapnya dari balik bulu mata. Ironis, pikirnya. Bagaimana gadis-gadis ini mengetahui dirinya sementara ia sendiri tidak mengenali mereka. Segitu terobsesinya kah?

"Memangnya kenapa?"

Ketiganya memandang Sakura aneh, sementara ia hanya menaikkan dagunya, membalas tatapan siswi yang berada di hadapannya. "Memangnya kenapa kalau aku dekat dengan 'Ushijima-san'…?"

"Iri, karena tidak bisa sedekat itu dengannya? Sampai-sampai harus membuat rumor murahan seperti itu, sampai-sampai berpikiran 'sampah' begitu?"

Mereka bertiga menatapnya kaget, tapi Sakura terus melanjutkan. "Apa gunanya kalian diberikan otak kalau tidak bisa menggunakannya dengan benar? Ah, benar juga!" Sakura menutup mulutnya dengan kekagetan palsu. "Kalian kan tidak memiliki otak, karena itu mulutnya asal bunyi saja ya? Hahaha!"

Gadis yang di tengah dengan cepat mengontrol dirinya, menggeram tertahan dan maju mendekati Sakura. "Dasar kau jalang—!"

GREP

Sakura mencengkeram kerah baju gadis itu dengan secepat kilat, matanya memicing tajam dan desisan amarah keluar dari gertakan giginya.

"Katakan sekali lagi," satu tangannya terangkat di depan wajah gadis itu. "Katakan itu sekali lagi di depan wajahku dan akan kurobek mulutmu."

Gadis itu benar-benar terlihat ketakutan sekarang, badannya gemetaran, wajahnya memucat dengan keringat dingin yang bercucuran. Kedua temannya yang lain sudah kabur meninggalkannya duluan, benar-benar tidak setia kawan. Beraninya saja ramai-ramai tapi nyalinya nol besar.

Pada akhirnya ia melepaskan gadis itu, melihatnya lari terbirit-birit ke dalam sekolah. Sakura menghela napas, tidak mengerti dengan jalan pikiran orang-orang. Ia pun ikut melangkahkan kakinya memasuki koridor sekolah dengan santai, seakan hal yang barusan itu tidak pernah terjadi di dalam hidupnya.

Ia tidak tahu, dengan keberadaan dua orang pemuda berambut olive dan merah yang melihat semua kejadian tersebut dari balik tembok. Sakura tidak akan pernah tahu, dengan senyuman bangga yang terpatri di bibir Ushijima. Dan keberadaan sosok Tendo Satori yang mengamati semuanya, dengan berbagai macam teori yang mulai terbentuk di dalam otaknya.

.

.

.


Wonderwall


.

.

.

Mereka berumur enam belas tahun saat Ushijima menyadari bahwa ia sudah tidak sesering dulu lagi menghabiskan waktu bersama dengan Sakura. Tidak, bukan dirinya, tapi Sakura yang nampaknya memiliki 'kesibukan' lain sekarang.

Kesibukan seperti, berjalan bersama dengan lelaki lain, contohnya.

Kejadiannya dua hari yang lalu, Ushijima masih ingat dengan sangat jelas pemandangan yang dilihatnya pada hari itu. Ia baru saja kembali dari toko peralatan olahraga bersama dengan Tendo dan Reon saat secara tak sengaja melihat siluet merah muda dari seberang jalan.

Naluri mendorongnya untuk menoleh, dan benar saja, di seberang sana, terlihat sosok Sakura yang tengah bercengkerama dengan seorang lelaki yang tidak kelihatan wajahnya—karena posisinya yang membelakangi Ushijima—sambil berjalan memasuki sebuah kafe yang berada di dekat mereka.

Ushijima tidak sadar bahwa ia tengah menatap sampai Tendo memanggilnya.

Ia mengerjapkan mata beberapa kali, sekali lagi melihat ke arah Sakura yang sudah mengambil tempat duduk di salah satu meja dalam kafe tersebut, dengan posisi yang membelakanginya.

Ushijima membalikkan badannya dengan cepat, lalu bergegas berjalan menjauh dari sana, tanpa menghiraukan tatapan bingung dari Reon, atau—tatapan penuh ketertarikan milik Tendo. Walaupun saat itu ia tidak menyadarinya.

Ia… merasa sangat aneh. Merasa tidak enak, tidak nyaman. Khususnya di hatinya, entah mengapa terasa sangat tidak nyaman. Semuanya tercampur aduk, ia seperti merasa kesal, marah, kecewa, sakit…? Ushijima tidak mengerti.

Hari itu Ushijima berlatih lebih lama dari waktu biasanya, ia juga merasa kalau dirinya terlalu berapi-api kali ini, yang mana dibenarkan oleh rekan setimnya sendiri. Mereka bilang pukulannya terasa lebih kuat dari biasanya, mereka juga bilang kalau ia lebih banyak diam hari ini. Maksudnya, Ushijima memanglah pendiam kalau dibandingkan dengan orang-orang pada biasanya, tapi tidak seperti yang orang pikir, sesungguhnya ia juga lumayan banyak berbicara, apalagi kalau sudah menyangkut tentang voli.

Jadi, ketika Ushijima hanya diam saja di sesi latihan mereka, itu menjadi hal yang sangat aneh. Dan sedikit mencurigakan. Beberapa dari mereka bahkan sudah memikirkan berbagai macam prasangka perihal apa yang terjadi dengan teman mereka yang satu itu, sementara Ushijima sendiri tetap bungkam dan memilih fokus dengan latihannya.

Jujur saja, ia sedikit kurang fokus saat itu. Pikirannya beberapa kali melayang pada pemandangan berupa teman perempuan berambut merah mudanya yang sedang bersama dengan lelaki lain, dan ia akan merasa kesal lagi setelahnya.

Belum lagi dengan Tendo yang sedari tadi terus menatapi dirinya. Memangnya ada apa?

Ushijima mengerutkan kening, berusaha bersikap masa bodoh dan kembali fokus dengan latihannya.

Needless to say, ia berada dalam mood yang sangat buruk selama dua hari ke depan. Sampai hari ini.

Itulah sebabnya mengapa ini menjadi kejutan saat Ushijima menemukan Sakura yang berdiri tepat di depan kamar asramanya, dengan senyuman yang kelewat lebar dan sekantong plastik besar di tangan kanannya, yang Ushijima yakini, berisi berbagai macam snack kesukaan gadis musim semi tersebut.

"Sakura…?" sebenarnya sudah berapa lama mereka tidak menghabiskan waktu bersama? Sampai-sampai ia terdengar seperti tidak percaya begini.

Gadis itu menyengir. "Wakatoshi-kun! Boleh aku masuk?"

Ushijima menatapnya aneh, sedikit bimbang. "Ini asrama laki-laki."

"Duh, tentu saja aku tahu!"

"Kalau begitu seharusnya kamu tahu kalau kamu tidak boleh masuk ke sini."

"Pfftt, ayolah, Hatake-sensei sedang tidak mengawas hari ini!"

"Tapi tetap saja."

"Wakatoshi-kun!"

Ushijima menatap gadis itu sebentar, lalu mencondongkan badannya ke depan guna melihat keadaan di sekitarnya; sunyi senyap. Masih sore, biasanya memang lagi di luar asrama semua.

Tanpa aba-aba, Ushijima menarik lengan Sakura untuk masuk ke dalam dengan cepat, membuat gadis itu memekik kecil akibat ulahnya. Ia langsung menutup pintu kamar, melepaskan lengan Sakura dan menatap wajahnya yang tiba-tiba memerah. Aneh.

Ushijima memutuskan untuk mengabaikan hal tersebut. "Kenapa?"

Sakura nampak terkejut mendengarnya. "Eh! Ah… ano…..um…"

"Kenapa kemari?" Ushijima memperbaiki pertanyaannya.

"Ah, ya! Tentu saja karena aku ingin bertemu denganmu, rasanya sudah lama juga, semenjak kita terakhir kali menghabiskan waktu bersama."

Kening Ushijima mengerut. "Bukankah itu terjadi karena kamu yang sibuk?"

Kali ini giliran Sakura yang mengerutkan keningnya. "Maksudnya?"

Ushijima memandangi ekspresi temannya itu lamat-lamat, berusaha mencari sesuatu sebelum menggeleng singkat. "Tidak." Balasnya seraya berjalan menuju ranjangnya.

Ia duduk di tepiannya, membenahi hoodie berwarna hitam yang dikenakannya dan kembali menatap Sakura saat suaranya tidak lagi terdengar.

Perempuan itu masih berdiri di tempat yang sama, namun memiliki tatapan yang sulit diartikan.

Menyadari tatapannya, Sakura segera tersenyum kecil dan berjalan menghampiri dirinya, ikut duduk di tepi ranjangnya, tepat di samping Ushijima.

"Sebenarnya aku merasa bersalah karena tidak bisa sesering dulu menemuimu, kamu juga, sepertinya kesal ya denganku?"

Mereka berdua bertatapan, yang satu dengan raut menyesal dan yang satunya lagi terlihat datar.

Melihat Ushijima yang hanya diam saja, Sakura pun menarik napas panjang. Ia menggeledah kantong plastik yang dibawanya sejak tadi, mengambil satu kotak pocky rasa choco banana dan membuka bungkusnya, memakan satu buah dan menawarkannya pada Ushijima.

"Tapi aku punya alasan lho, jadi kamu dengarkan baik-baik ya!" kata Sakura di sela kunyahannya.

Ushijima mengangguk, menatap Sakura dengan serius sambil memakan pocky nya.

"Oke, jadi alasan pertama di balik kesibukanku adalah, jadwal latihan yang semakin banyak karena… babak penyisihan yang semakin dekat untuk Haru no Kōshien nanti, kamu paham kan?" Jelas Sakura. Ushijima mengangguk lagi. Kalau itu ia bisa mengerti, itu merupakan hal yang biasa terjadi di antara mereka berdua, mengingat keduanya yang merupakan pemain inti dalam tim mereka masing-masing. Tapi tetap saja, biasanya juga tidak sampai serenggang ini…

"Nah, kalau alasan yang kedua itu," Sakura mengambil satu stik lagi sebelum melanjutkan penjelasannya. "Karena aku sering menemani seorang murid baru di kelasku."

Ini baru penjelasan yang Ushijima tunggu-tunggu.

"Murid baru?" Sakura mengangguk. "Masuk pada awal semester kedua, sekitar sebulan yang lalu. Waktu itu aku belum dekat dengannya sih, tidak mau berhubungan juga, tapi! Semuanya berubah semenjak dia sering diganggu oleh teman-teman di kelasku."

"Bully?"

"Semacam itu, tapi bukan yang ekstrem sampai dipukuli begitu."

"Hm…"

"Iya, jadi aku kasihan melihatnya. Kamu juga pasti mengerti kan, bagaimana rasanya seperti tidak diinginkan?"

Manik emerald gadis itu sama sekali tidak gentar saat menatap lurus dirinya. Tentu saja Ushijima paham benar dengan rasa itu, kala keluarga ibunya sendiri tidak menyukai keadaan kidalnya, padahal ia sama sekali tidak mengerti apa yang membedakannya dengan 'mereka-mereka' yang normal.

Sampai ayahnya menyemangatinya dan muncullah Sakura; orang yang mendorongnya untuk terus maju ke depan. Jujur saja, semenjak kedua orang tuanya bercerai dan ayahnya pindah ke luar negeri, Sakura telah menjadi sosok terdekatnya, memberikan perubahan yang kontras dalam hidupnya. Dan ia sangat bersyukur akan hal itu.

Gadis itu adalah orang yang kelewat perasa, gampang sekali merasa tidak enakan, jadi seharusnya Ushijima sudah tidak kaget lagi ketika mendengar informasi ini. Yah, mau bagaimana lagi.

"Apakah kamu masih kesal denganku?"

"Aku tidak kesal."

"Bohong, kelihatan jelas dari tingkah lakumu."

"Mungkin."

Sakura tertawa pelan, menatap Ushijima dengan raut yang sangat lega. Syukurlah, ia pikir Ushijima akan mendiamkannya sampai entah kapan. Hal itu pernah terjadi, dulu saat mereka berusia sembilan tahun. Ushijima yang mendiamkannya selama satu minggu penuh karena telah melupakan janji untuk main ke rumahnya.

Ushijima terperanjat saat Sakura mengalungkan kedua lengan di lehernya, memeluknya secara tiba-tiba.

"Jangan marah lagi ya, maafkan aku."

Ushijima masih terpaku di tempat setelah Sakura melepaskan pelukannya. Pikirannya mendadak kosong, yang ada di dalam otaknya saat ini hanyalah aroma tubuh Sakura yang sangat lembut menghampiri indra penciumannya. Badannya sedikit panas, jantungnya berdetak lebih cepat.

"—toshi? Wakatoshi-kun?"

Lamunannya buyar seketika, pandangannya kembali meregister wajah Sakura yang sedang menatapnya bingung.

"Ah, kenapa?" tanya Ushijima. Sakura masih menatapnya aneh selama beberapa saat, namun segera beralih pada hal yang sempat ditanyakannya tadi. "Aku setel musik ya?"

Pandangan Ushijima turun ke tangan gadis itu, yang kini telah terisi oleh ponsel berwarna putih miliknya. "Oke."

"Oke~" Sakura mengotak-atik ponselnya, nampaknya sedang memilih lagu yang hendak diputarnya. "Kamu suka Oasis kan?"

"Iya."

"Okeee."

Dentuman lagu Don't Look Back in Anger langsung memenuhi indra pendengarannya. Huh, pikir Ushijima. Apakah ini semacam cara Sakura untuk mengatakan pada dirinya agar tidak mengingat dan mengungkit kejadian ini lagi di masa depan?

"Untuk sekarang begini dulu, di lain waktu kita harus menonton film juga, biar seperti saat kita masih kecil dulu!" seru Sakura. Ushijima lagi-lagi hanya mengangguk setuju.

Hari itu mereka habiskan dengan ocehan panjang mengenai begitu banyak hal, ditemani dengan cemilan dan lagu-lagu dari band Oasis. Mendekati malam, sebelum matahari terbenam, Sakura bergegas keluar dari kamar Ushijima dengan hati-hati, atau ia akan ketahuan telah menginjakkan kaki di sini oleh para penghuni yang lain.

Sialnya, baru membuka pintu, lagi-lagi ada orang yang berdiri tepat di depannya. Kali ini Tendo.

Matanya yang memang besar, menjadi lebih besar lagi akibat keterkejutan yang melanda dirinya. Laki-laki itu menatap mereka berdua bergantian dengan cepat, seperti meminta penjelasan. Malang baginya, Sakura tidak akan mau susah-susah menjelaskan dan menghabiskan waktunya lebih lama lagi di sini, atau makin banyak orang yang akan datang dan risiko dirinya terciduk menjadi semakin besar.

Sakura langsung melesat melewati Tendo dengan cepat, buru-buru kabur dari sana tanpa menoleh ke belakang lagi. Sakura tidak peduli bagaimana jadinya, yang penting ia sukses melarikan diri dari sana. Urusan menjelaskan, ia serahkan kepada Ushijima.

Malangnya lagi bagi Tendo, Ushijima juga sama tidak maunya dengan Sakura untuk membuka mulut. Lelaki itu memilih untuk merebahkan diri di atas ranjang dan menutup matanya, menulikan telinganya dari suara-suara Tendo.

Yang jelas, setelahnya semua orang tahu bahwa Ushijima memiliki suasana hati yang sangat baik selama satu minggu ke depan.

.

.

.


Wonderwall


.

.

.

Bulan Maret, Haru no Kōshien sudah ada di depan mata.

Sekolah mereka merupakan satu dari tiga puluh dua tim yang sukses mendapatkan undangan untuk ikut berpartisipasi di dalam turnamen ini, sekaligus sukses memenangkan babak penyisihan pada musim gugur tahun lalu.

Ushijima, bersama dengan Tendo, Reon dan Semi, tentu saja hadir untuk menonton pertandingan tersebut secara langsung di Hanshin Koshien Stadium, yang bertempatan di Nishinomiya, Prefektur Hyogo.

Supporter dari sekolah mereka juga sudah stand by di tempatnya, mengingat ini juga merupakan salah satu olahraga di mana sekolah mereka unggul dan berada di peringkat atas.

Sebenarnya Ushijima sama sekali tidak mengajak ketiga temannya itu, ia tidak masalah jika harus menonton sendirian. Tapi Tendo, entah karena apa, benar-benar memaksakan diri untuk ikut dengannya, dan berakhir dengan Reon dan Semi yang juga bergabung dengan mereka setelah mendengar percakapan keduanya mengenai pertandingan hari ini.

Ushijima bahkan sudah membawa sebuket bunga bersamanya. Tapi ini merupakan sesuatu yang memang sudah biasa ia lakukan di setiap pertandingan Sakura; memberikannya bunga, terserah mau menang atau tidak. Meskipun Ushijima yakin kalau hari ini gadis itu akan menang, seperti pada hari kebanyakan.

Dilihatnya Sakura yang tengah berjalan memasuki lapangan bersama dengan teman-teman setimnya. Hanya ada dua orang pemain perempuan dalam tim mereka, dan Sakura, bisa dibilang merupakan pemain terbaik di dalam tim. Sejauh ini ia sudah enam kali mencetak pukulan home run dan belum ada yang bisa mengeluarkannya dari lapangan.

Pertandingan dimulai, tim mereka bermain sebagai tim penyerang dan kelihatannya Sakura mendapat giliran terakhir sebagai batter. Ushijima menonton pertandingan tersebut dalam diam, berbeda dengan ketiga temannya yang sudah rusuh dari sebelum dimulainya pertandingan. Ia berulang kali mengecek bunga yang digendongnya, memastikan kalau benda itu masih terlihat segar dan cantik.

Akhirnya, giliran Sakura pun tiba. Dia berdiri di sisi home plate, posturnya menunjukkan kesiapannya. Melihatnya saja Ushijima langsung tahu, bahwa pukulan gadis itu akan sangat dahsyat nantinya.

Dan benar saja, ketika bola yang dilemparkan tersebut mengenai tongkatnya, bola itu langsung melambung tinggi dan melesat dengan cepat, membuat para outfielder berlari tergopoh-gopoh mengejarnya, hanya untuk melihat bola itu melaju melewati mereka dan mengeluari pagar pembatas, menuju para penonton.

Sakura bergegas berlari, melewati ketiga base bersama dengan tiga anggota setimnya yang sebelumnya mengisi base tersebut, mencetak grand slam dengan pukulannya barusan, membuat seluruh penonton bersorak.

Ushijima tersenyum lebar, ia menatap sosok Sakura yang kini tengah dikerumuni oleh seluruh rekan timnya. Ia sempat melihat senyuman lebar yang menghiasi wajah berseri gadis itu, tersorot oleh kamera dan muncul di layar.

Kemudian, sama seperti Sakura, ketika pertandingan selesai Ushijima juga akan turun menghampirinya.

Ia, bersama dengan Tendo, Reon dan Semi berjalan mendekati Sakura yang berada sekitar sepuluh langkah dari mereka. Namun langkahnya terhenti, saat ia menyadari adanya sosok lain yang sudah mendapatkan atensi gadis itu terlebih dahulu.

Seorang lelaki.

Ushijima diam di tempat, mengabaikan kebingungan yang melanda teman-temannya. Tak sampai lima detik, Sakura langsung menyadari kehadirannya. Gadis itu tersenyum lebar, melambaikan tangan dan menyerukan namanya.

Ushijima bergerak maju, kemudian menyadari bahwa Tendo, Reon dan Semi secara ajaib telah menghilang dari sisinya. Ia tidak memikirkan masalah itu lebih jauh, lebih memilih untuk memandang laki-laki di sebelah Sakura yang sekarang terlihat nervous karena kedatangannya.

"Toshi-kun! bagaimana penampilanku hari ini?" tanya Sakura penuh semangat.

"Ah," Ushijima beralih menatap manik emerald milik temannya itu. "Sangat baik, seperti biasanya." Ia mengangkat buket bunga yang selalu bersamanya sejak tadi, menyodorkannya kepada Sakura. "Selamat." Katanya.

Sakura bergumam senang. "Terima kasih!"

Selesai berbasa-basi, Ushijima mengembalikan pandangannya pada lelaki yang tadi, berpikir mengapa ia masih di sini dan tidak segera pergi.

Menyadari arah matanya, Sakura dengan sigap menjelaskan. "Toshi-kun, ini adalah Ikari Shinji, murid baru yang sempat aku ceritakan padamu waktu itu."

Ah, benar juga. Sakura tidak memberitahu apakah murid baru itu seorang laki-laki atau perempuan, salahnya juga karena tidak bertanya. Kalau sudah begini, ia yang salah paham. Tunggu, memangnya ia berpikir tentang apa tadi?

"Begitu," Ushijima menilai teman baru dari Sakura itu untuk beberapa saat, lalu mengangguk singkat kepadanya. "Salam kenal."

Shinji tersenyum canggung, dia membungkukkan badannya sedikit untuk membalas sapaan Ushijima. "Salam kenal, Ushijima-san."

Setelahnya pemuda itu langsung pamit undur diri, meninggalkan Ushijima berdua dengan Sakura. Jujur saja, Ushijima merasa bersyukur akan hal ini.

"Kamu ke sini sendirian? Rasanya aku seperti melihat Satori tadi…" tanya Sakura seraya melihat ke belakang tubuh Ushijima.

"Tidak. Aku bersama dengan Tendo, Semi dan Reon, tapi entah bagaimana mereka menghilang begitu saja." Jawab Ushijima. Sakura mendengus. "Tentu saja mereka akan mengikutimu."

Ushijima tersenyum tipis, diikuti oleh Sakura yang juga mengembangkan senyuman di bibirnya.

"Malam nanti, datanglah ke rumahku, Ibu terus menanyaimu." Kata Ushijima. Sakura menyengir mendengarnya. "Ah, ya… terakhir kali aku ke sana itu tahun lalu ya…"

Ushijima mengangguk. "Datanglah, sekadar untuk makan malam bersama."

"Iya, iya, aku pasti datang kok."

"Aku tahu," Ushijima tersenyum lagi. Ia melirik ke sebelah kiri saat menangkap siluet berambut merah yang menyerupai Tendo di sudut matanya. "Kalau begitu aku pergi dulu, sampai jumpa nanti malam."

"Oke, sampai jumpa!"

Keduanya saling melambaikan tangan selama beberapa detik sampai Ushijima membalikkan badan dan mengakhiri pertemuan mereka.

Ushijima berjalan menuju sumber siluet yang dilihatnya tadi, dan ternyata memang benar, bahwa siluet itu adalah milik Tendo. Laki-laki itu berdiri di samping sebuah stand makanan bersama dengan Semi dan Reon yang sedang memesan makanannya.

Ushijima tidak menanyakan mereka kenapa memilih pergi begitu saja. Mungkin ia terlanjur merasa senang setelah bertemu dengan Sakura, dan karena janji mereka berdua untuk malam nanti.

.

.

.


Wonderwall


.

.

.

Memasuki tahun terakhir mereka, Ushijima baru menyadari betapa populernya Sakura dan bagaimana gadis itu selalu kedatangan lelaki baru yang berniat mendekatinya.

Rasanya Ushijima baru kali ini menyadari, bahwa Sakura benar-benar telah berubah menjadi seorang gadis remaja, dan ia, adalah seorang remaja laki-laki yang sedang mendekati masa dewasanya.

Mereka berdua bukan anak kecil lagi.

Karena itu, saat Ushijima secara tidak sengaja melihat Sakura diganggu oleh seorang siswa di lorong sekolah yang sepi—karena jam pulang yang sudah berbunyi sejak tadi—ia spontan bergerak menghampiri gadis itu, melupakan kehadiran Tendo yang sejak awal berjalan bersamanya dan sekarang hanya memperhatikan dalam diam.

Belum sepenuhnya sampai, siswa itu sudah menyadari kehadirannya dan pergi begitu saja saat melihatnya. Ushijima tidak berpikir bahwa pengaruh yang dimilikinya akan sampai sebesar ini.

"Kamu baik-baik saja?" tanya Ushijima tanpa basa-basi. Sakura tersenyum saat melihatnya. "Tidak apa-apa, aku baru saja hendak memberikannya pelajaran tepat sebelum kamu datang."

Ushijima bergumam. Ia tahu bahwa Sakura sangat bisa menjaga dirinya sendiri, tapi tetap saja ia merasa sangat ingin untuk membantunya.

"Kalau begitu aku pergi dulu, teman-temanku sudah menunggu. Terima kasih, Wakatoshi-kun."

Ushijima hanya mengangguk dan menatap kepergian Sakura dalam diam, bertahan di posisinya sampai Tendo datang menghampiri.

"Kau suka dengannya kan, Wakatoshi-kun?"

Mendengar pertanyaan itu, Ushijima secara otomatis menoleh, menatap Tendo tidak percaya. "Apa?"

Tendo tersenyum lebar. "Kau suka dengan Sakura kan?"

Kening Ushijima berkerut. "Apa yang membuatmu berpikir begitu?"

Tendo tertawa. "Ayolah, itu sangat jelas!" dia menatap Ushijima seakan lelaki itu adalah hal yang lucu. "Tingkah lakumu, caramu menatapnya, caramu memperlakukannya, itu sangat berbeda. Kelihatan jelas tahu."

"Aku tidak mengerti."

"Come on, dude… kau sudah sangat siap untuk maju dan membalas tiga orang siswi yang melabraknya waktu itu, kau terlihat sangat marah. Kau juga sangat kesal saat melihatnya bersama dengan lelaki lain, ingat kan, kejadian waktu itu? Lalu jangan lupakan saat di mana aku menemukan dirinya di dalam kamarmu, apa maksudnya itu? Apa yang kalian lakukan? Kau selalu siap siaga untuk dirinya, cepat meresponnya, sekarang jangan berkelit denganku dan mengatakan bahwa kau tidak menyukainya, akan terlihat sangat jelas kalau kau sedang berbohong."

Ushijima terperanjat, tidak menyangka Tendo akan menjelaskan sampai serinci itu. Sekarang ia jadi berpikir, apa benar dirinya memang jatuh cinta kepada teman sejak kecilnya itu?

Sebenarnya Ushijima juga sempat berpikiran begini, tapi mungkin ia sedikit ragu, dan tidak berani menghadapi perasaannya sendiri jikalau ia memang benar menyukai Sakura.

"Wakatoshi-kun," Tendo menepuk bahu temannya itu, mengembalikan dirinya dari alam bawah sadarnya. "Cobalah katakan padanya tentang perasaanmu yang sesungguhnya, aku yakin Sakura juga akan mengerti."

Ushijima menatap Tendo lamat-lamat, mencerna ucapannya benar-benar dan akhirnya, setelah lewat satu menit penuh, menganggukkan kepalanya dengan tegas.

Mungkin, Ushijima memang perlu memikirkan kembali tentang hal ini lebih dalam lagi.

.

.

.

.

.

.

.

Bulan Oktober, dua hari sebelum babak penyisihan guna menentukan wakil dari Prefektur Miyagi untuk turnamen musim semi nanti dimulai, Ushijima menghabiskan sore harinya bersama dengan Sakura di taman yang menjadi tempat bermain mereka saat kecil dulu. Berjalan bersama mengitari taman itu sambil berbincang-bincang mengenai banyak hal. Dua buah headset bluetooth terpasang di salah satu telinga mereka, yang tentu saja, memperdengarkan lagu milik Oasis.

"Bagaimana persiapanmu untuk turnamen nanti?" tanya Sakura tanpa menoleh ke arah Ushijima.

Laki-laki itu melirik Sakura sekilas dari sudut matanya. "Kami sudah sangat siap, seperti biasanya."

Senyuman lebar merekah di bibir merah muda gadis itu. "Tentu saja."

Mereka berhenti, tepat di samping pohon ceri yang rindang dan berdiri tegak di pinggir taman.

Masih dengan senyum yang sama, Sakura kembali berucap; "Aku juga masih sangat percaya diri, bahwa kalian akan kembali melaju ke tingkat nasional di turnamen terakhir kalian ini."

Ushijima menatap gadis itu. Matanya yang hijau berkilauan ditimpa sinar matahari, rambutnya yang panjang—dan terlihat halus—bergerak lamban mengikuti arah angin sepoi-sepoi, wajahnya berseri, dengan pipi yang bersemu merah—sangat samar, bibirnya berwarna merah muda; warna natural yang tidak pernah berubah sejak dirinya kecil.

Satu kata yang dapat Ushijima simpulkan mengenai Sakura adalah, cantik.

"Lihat pohon ini!" gadis itu melingkarkan kedua tangannya pada batang pohon tersebut. "Rasanya semakin besar saja dari yang terakhir kali dilihat."

Ushijima mengalihkan pandangannya pada pohon ceri itu sejenak, sebelum kembali menatap Sakura yang sibuk memandangi buah-buah ceri yang tumbuh dengan lebat di pohon itu.

"Perasaanmu saja." Sahut Ushijima.

"Masa iya?"

Sekarang gadis itu sibuk berbicara dengan dirinya sendiri, sesuatu mengenai tubuhnya yang pendek dan pohon itu yang semakin meninggi.

Kurangnya interaksi antara mereka berdua membuat Ushijima mau tidak mau terpikir akan perasaan dan konflik batin yang dialaminya terhadap Sakura.

Sudah lebih dari tiga bulan semenjak percakapannya dengan Tendo. Selama itu pula ia berulang-ulang memikirkan tentang perasaannya terhadap sang gadis musim semi. Dan Ushijima membenarkan bahwa, ya, ia jatuh cinta terhadap temannya sendiri.

Ushijima terkejut saat menyadari bahwa ia telah berhenti mendeskripsikan Sakura sebagai seorang 'teman' setelah ia menginjak masa pubertas. Maksudnya, gadis itu tetaplah temannya, sahabatnya, tapi ia lebih suka menyebutnya sebagai seorang gadis daripada hanya seorang teman.

Ia menyadari setiap-setiap perubahan yang dialami gadis itu secara tidak sadar. Bagaimana ya? Ushijima selalu tahu akan perubahan-perubahan itu, namun ia tidak sepenuhnya peka dengan hal tersebut, ia tidak terlalu memikirkannya lebih jauh. Ushijima hanya seperti, "Oh, jadi begitu." dengan perubahan yang dilihatnya. Namun, pada saat-saat tertentu, ketika ia memperhatikan Sakura dengan benar-benar, maka Ushijima akan menemukan dirinya mengagumi gadis itu. Ia selalu sadar, bahwa Sakura adalah perempuan yang sangat cantik, bahkan dari saat mereka masih kanak-kanak. Dia juga memiliki kepribadian yang sangat elok, mungkin itu yang menarik Ushijima kepada dirinya.

Tanda-tandanya selalu ada di sana, mulai dari jantungnya yang berdetak lebih cepat saat berada dekat dengan Sakura, darahnya yang berdesir saat memikirkan gadis itu, kemampuan Sakura yang bisa membuat suasana hatinya menjadi seratus kali lebih baik dari sebelumnya hanya dengan menghabiskan waktu berdua dengannya, juga dirinya yang merasa—ehem—cemburu akan kedekatan gadis itu bersama dengan lelaki lain.

Ushijima tidak tahu sejak kapan semua ini bermula. Bisa jadi saat Sakura sedang heboh-hebohnya dengan paras para lelaki di masa SMP mereka, dan dirinya yang merasa tidak senang saat diabaikan oleh gadis itu. Atau mungkin, ini sudah bermulai sejak Sakura menunjukkan dukungan dan kepercayaan yang besar pada dirinya di masa kecil mereka.

Seharusnya Ushijima menyadari hal ini sejak lama, seharusnya ia mengakui bahwa dirinya memang memiliki perasaan khusus pada teman sejak kecilnya itu terhadap dirinya sendiri.

Hatinya selalu tahu akan hal ini, tapi mungkin, Ushijima merasa takut untuk menerimanya, takut dengan konsekuensi yang akan ia hadapi apabila ternyata Sakura tidak berbagi perasaan yang sama dengannya.

Tapi sekarang, Ushijima sudah siap untuk menerimanya, ia sudah memantapkan hati, dan yakin dengan dirinya sendiri.

Seperti kata Tendo, tidak ada salahnya untuk mencoba. Mungkin saja, Sakura juga menyukainya namun takut untuk mencoba, sama seperti Ushijima. Kalau ternyata dia memang tidak merasakan apa-apa untuknya, maka ia hanya harus menerimanya dengan lapang dada, dan berharap bahwa kejadian tersebut tidak akan merenggangkan persahabatan mereka.

Sakura pasti mengerti, Ushijima sangat yakin akan hal itu.

Saat Ushijima tersadar dari lamunannya, ia mendapati Sakura yang tengah berdiri di depan pohon, tangannya penuh dengan banyak buah ceri dan pipinya menggembung, rahangnya bergerak seperti tengah mengunyah sesuatu. Dia pasti mengambilnya saat Ushijima sedang sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Sakura?" panggil Ushijima. Gadis itu menatapnya, tanpa basa-basi langsung menyodorkan segenggam buah ceri yang ia punya. Ushijima menggeleng. "Tidak perlu."

Sakura mengeluarkan suara-suara aneh dari balik tenggorokannya.

Ushijima mencoba untuk mengambil atensi gadis itu lagi. "Sakura?"

Gadis berambut merah muda itu bergumam untuk menjawabnya.

Oke, sekarang atau tidak sama sekali.

Ushijima menarik napas panjang, mempersiapkan diri sebelum menjatuhkan pertanyaan bom atom yang akan merubah nasibnya sebentar lagi. "Apakah kamu… sedang menyukai seseorang?"

"Uhuk! Uhuk!"

Sakura terbatuk-batuk, tangannya bergerak menepuk-nepuk dada dan menyebabkan semua buah ceri miliknya jatuh ke atas tanah.

"K-kenapa tiba-tiba sekali?" protesnya kemudian.

"Memangnya kenapa?"

"Kamu mengangetkanku."

"Hm, jawab saja pertanyaanku."

"Kenapa aku harus menjawab?"

Ushijima mengamati wajah Sakura selama beberapa detik, mengingat bagaimana pipinya merona merah akibat pertanyaannya barusan.

"Apa kamu tidak pernah sekalipun terpikir untuk berkencan? Dengan orang yang kamu suka." Sahut Ushijima.

Rona merah di pipinya terlihat semakin jelas. "Tentu saja pernah."

"Dengan siapa?"

Sakura menatapnya aneh. "Kenapa kamu harus tahu?"

"Jadi tidak boleh?"

"Itu privasi, tidak semuanya bisa kamu ketahui."

Itu… sedikit mencubit hatinya, mengingatkan Ushijima walau mereka telah berteman selama bertahun-tahun, masih ada kepingan tentang diri Sakura yang tidak ia ketahui. Mungkin, kalau mereka berada di dalam sebuah hubungan yang lebih dari sekadar sahabat, tidak akan ada lagi rahasia yang menjadi dinding di antara mereka.

"Bagaimana kalau denganku?"

Bam. Bom pertama telah dijatuhkan.

Ekspresi Sakura berangsur-angsur berubah, rona merah di pipinya mendadak menghilang, alisnya tertekuk dan kedua sudut bibirnya sedikit turun ke bawah. Ushijima menunggu dengan jantung yang berdetak tidak karuan. Itu bukan pertanda yang bagus, apa Sakura tidak menyukainya? Apakah ia baru saja menghancurkan persahabatan mereka?

"Apa… maksudmu?"

Ushijima hanya diam, memperhatikan ekspresi Sakura dengan saksama. Gadis itu mencabut headset yang sedari tadi menyumpal telinganya, memberikannya kepada Ushijima.

"Aku tidak mengerti, kamu adalah temanku…" ucap Sakura dengan lirih.

Rahang Ushijima mengeras mendengarnya. Dulu, ia tidak pernah merasa terganggu dengan kata itu, karena mereka berdua memanglah teman bagi satu sama lain, tapi sekarang, di tengah momen yang seperti ini, ia merasa kesal mendengarnya.

"Aku tidak ingin menjadi teman," dilihatnya kedua bola mata Sakura yang melebar, ada goresan terluka yang muncul di sana.

"Aku tidak ingin menjadi teman!" ulang Ushijima dengan nada yang lebih tegas, pandangannya lurus menusuk manik emerald milik gadis yang berada di hadapannya itu. "Aku ingin lebih dari itu."

Sakura benar-benar terkejut sekarang, sampai-sampai dia tidak mampu menggerakkan tubuhnya, diam terpaku di tempat.

"Haruno Sakura," Ushijima maju selangkah, masih dengan sikap badan yang sama. "Aku jatuh cinta padamu."

Ushijima menunggu, badannya tegap, napasnya tertahan, matanya berusaha mengulik arti dari ekspresi yang terpasang di wajah Sakura.

"A-aku… aku…"

Sakura mundur selangkah, bola matanya bergerak ke sana kemari kecuali menatap kedua manik olive milik Ushijima.

Ushijima sangat ingin untuk bergerak maju, menghampiri gadis itu dan menariknya ke dalam pelukannya, menenangkannya. Dia terlihat seperti kucing yang tengah ketakutan sekarang.

Sakura menunduk, berkata dengan lirih. "M-maaf, aku… aku…"

Lalu, hal yang tidak diduga-duga pun terjadi. Sakura, berlari begitu saja dari dirinya—menghindarinya, meninggalkannya.

Ushijima ingin berlari mengejarnya, tapi entah kenapa, kakinya terasa sangat berat untuk digerakkan. Mungkin, ia terlanjur merasa sakit hati. Inilah konsekuensi yang harus dihadapinya, ia telah menghancurkan pertemanan mereka, ia menghancurkan semuanya, karena keegoisannya sendiri. Pada akhirnya, ia hanya mampu menatap ruang hampa di hadapannya dengan tatapan kosong.

Seolah mengejeknya lagi, lagu Don't Go Away mulai berputar mengisi indra pendengarannya. Benar-benar menyedihkan.

Hari itu, Ushijima harus menelan pil pahit akan penolakan Sakura, dan akan hancurnya pertemanan mereka berdua.

.

.

.


Wonderwall


.

.

.

Semenjak kejadian itu, Ushijima tidak pernah melihat Sakura lagi.

Sudah empat hari, tidak ada tanda-tanda bahwa gadis itu akan menunjukkan batang hidungnya dalam waktu dekat. Dihubungi, tidak diangkat, dikirim pesan, tidak dibalas. Dia bahkan tidak datang ke pertandingannya, padahal selama ini, Sakura selalu hadir di setiap turnamen yang ia ikuti.

Ushijima sudah menceritakan perihal kejadian tersebut kepada Tendo, dan laki-laki itu dengan santai menanggapi; "Tenang saja, mungkin dia hanya gugup, bingung harus merespon bagaimana dan jalan keluarnya adalah kabur. Beri dia sedikit waktu, dia pasti akan datang dengan sendirinya kepadamu. Perempuan memang seperti itu, kau harus pandai-pandai menyikapinya."

Bagaimana Ushijima bisa tenang kalau Sakura terus-terusan menghindarinya? Serius, ia telah mengacau.

Tapi, Ushijima harus menyingkirkan masalah itu dari kepalanya untuk sekarang. Ia memiliki pertandingan yang telah menanti di depan mata, ia harus fokus. Masalah percintaannya, bisa dipikirkan nanti.

Ushijima menarik napas panjang, sebuah upaya untuk menenangkan jiwa dan raganya. Di seberang net sana, berdiri anggota-anggota tim voli dari SMA Karasuno. Cukup mengejutkan sebenarnya, mendapat lawan baru di babak final. Lebih mengejutkan lagi karena mereka mampu mengalahkan Aoba Josai, yang notabene merupakan rival sejati Shiratorizawa semenjak Ushijima memasuki masa SMA nya.

Tidak masalah, karena pada akhirnya, tetap merekalah yang akan keluar sebagai juara.

.

.

.

.

.

.

.

Karasuno keluar sebagai juara, dan melaju ke tingkat nasional.

Lucu rasanya, seakan dunia sedang menertawakannya dan memberikannya hukuman secara bertubi-tubi.

Ushijima tidak mau memasukkannya ke dalam hati, mungkin memang bukan saat keberuntungannya saja. Yang harus ia lakukan hanyalah pulang dan menerima kenyataan, sesimpel itu.

Beberapa rekannya menangis, terutama Goshiki, yang menangis sampai mengeluarkan ingus. Sekarang, bukannya Ushijima tidak merasa sedih atau bagaimana—karena ia syok, sungguh. Tidak pernah terpikirkan olehnya bahwa mereka akan dikalahkan di dalam pertandingan representatif, di babak final, dan di turnamen terakhirnya pula—tapi ia harus terlihat kuat, sebagai seorang kapten untuk timnya.

Mereka pulang dengan hati yang berat, kebanyakan waktu di perjalanan dihabiskan dalam diam, terlalu larut dalam perasaan. Khusus Ushijima, hatinya terasa lebih berat dua kali lipat. Ingat, ia masih punya masalah dengan Sakura yang harus segera diselesaikan.

Sekarang, Ushijima jadi kepikiran tentang gadis itu. Apakah Sakura diam-diam menonton pertandingannya dari asrama? Apakah dia melihat kegagalannya? Kira-kira apa yang dia pikirkan? Apakah dia sedih, atau malah ikut kecewa karena kekalahannya?

Ushijima menghela napas panjang. Tidak ada gunanya memikirkan tentang hal tersebut kalau ia sendiri tidak bisa menanyakannya secara langsung kepada Sakura.

Ushijima melangkah menuju kamar asramanya, memilih untuk langsung membersihkan diri dan beristirahat. Mungkin, sekaligus memikirkan tentang jalan keluar bagi masalah yang tengah melandanya saat ini.

Ia baru saja selesai mengenakan sweater berwarna hitam miliknya saat seseorang mengetuk pintu kamarnya.

Ushijima bertanya-tanya dalam hati, siapa gerangan yang bertamu ke kamarnya segera setelah ia kembali dari sebuah pertandingan? Ushijima pikir, mungkin itu salah satu dari rekan setim volinya. Kemungkinan paling besar adalah Tendo.

Ia membuka pintu, dan bayangkan betapa terkejutnya dirinya saat ia menemukan Sakura yang berdiri tepat di depan pintu sambil berlinangan air mata.

Sakura, yang berlinang air mata.

"Sakura?"

"Huhu… Wakatoshiiiiiii!"

Gadis itu langsung berhambur ke dalam pelukannya, membuat Ushijima terperanjat. Ia terdiam selama beberapa saat, masih tidak yakin apakah yang sedang terjadi saat ini memang nyata atau hanyalah ilusi semata.

"Wakatoshi…..hiks!"

Ushijima mengangkat kedua tangannya dengan ragu-ragu, membawanya pada helaian rambut merah muda Sakura dan mengelusnya secara perlahan.

"Ssshh, kenapa?"

"Aku minta maaf! Aku sangat bodoh, aku menyesal! Hiks! A-aku…aku—"

Sakura menangis lagi. Pada saat ini, Ushijima yakin para penghuni lain dapat mendengar suaranya. Jadi, untuk menghindarkan diri dari kecanggungan yang mungkin akan ia dapatkan, Ushijima memilih untuk menggiring tubuh gadis itu memasuki kamarnya, terhindar dari kemungkinan setiap mata yang mengintip ingin tahu.

Ushijima menepuk-nepuk punggung Sakura dengan pelan, setelah itu melepaskan pelukan mereka dan sedikit menjauhkan gadis itu dari tubuhnya.

"Tenanglah, katakan padaku dengan jelas." Kata Ushijima, tatapannya lurus terhadap manik emerald milik Sakura yang mengkilat akibat air mata.

Sakura mengangguk. Dia mengusap mata berulang kali sampai air matanya benar-benar berhenti mengalir, sesekali suara isakan kecil keluar dari mulutnya tanpa bisa dicegah.

Ada sekitar lima menit terlewati sampai akhirnya Sakura membuka suara. Serak, khas orang yang baru saja menangis kejar.

"Aku menonton pertandinganmu, secara online…" tatapan gadis itu turun ke bawah, seakan lantai yang dipijaknya sangat menarik untuk dilihat. "Dan aku tahu, perihal kekalahan kalian."

Ushijima hanya diam, menunggu Sakura untuk menyelesaikan seluruh penjelasan yang hendak dikatakannya sampai tuntas. Setelah itu, barulah ia akan mengungkapkan isi pikirannya sendiri mengenai topik ini.

"Aku… menyesal karena tidak berada di sampingmu di saat kamu membutuhkan seseorang untuk menyemangatimu, aku telah menambah beban di hatimu, kamu pasti merasa jauh lebih berat karena masalah yang telah kuperbuat, iya kan?"

Sakura tertawa lirih. "Aku benar-benar kekanak-kanakan, bukannya memberanikan diri di hadapanmu, aku malah kabur meninggalkanmu… semua itu hanya karena aku takut menghadapi perasaanku sendiri."

Gadis itu menunduk, kedua tangannya mencengkeram erat ujung baju yang dikenakannya. "Aku takut! Kalau aku mencoba dan ternyata semuanya tidak berjalan seperti yang kuharapkan, aku takut dengan kegagalan, aku takut! Kalau nantinya kamu akan meninggalkanku, karena hubungan kita yang tidak berhasil!"

"Aku bodoh, aku benar-benar bodoh… aku malah meninggalkanmu hanya karena rasa takutku, bodoh sekali…"

Perlahan-lahan, Sakura mengangkat wajahnya. Seulas senyum yang lemah terpatri di bibirnya. "Tapi, setelah mengingat keseriusanmu, dan ketulusanmu dalam mengungkapkan perasaanmu yang sesungguhnya, kupikir, aku juga harus mencoba, aku harus berani! Dan sekarang, aku sudah tidak takut lagi!"

Ekspresi gadis itu mengeras, tegas. Sakura sama sekali tak gentar saat menatap Ushijima, yang membeku di tempat, tepat di kedua bola matanya.

"Suka!" Serunya tiba-tiba, membuat Ushijima membelalak.

"Aku suka, Wakatoshi-kun!"

Hening seketika.

Sakura berusaha mengatur detak jantungnya yang bergemuruh di dalam sana, masih menatap Ushijima yang terkejut setengah mati. Pemuda itu benar-benar tidak bergerak, terpaku di tempat bagaikan patung saking terkejutnya.

"Katakan sesuatu." Bisik Sakura.

Ushijima mengerjap, tersadar dari alam bawah sadarnya.

"Ini… ini sungguhan?" tanya Ushijima dengan suara yang serak.

Sakura mengangguk kuat.

Hal yang terjadi selanjutnya, adalah Ushijima yang membawa Sakura ke dalam pelukannya dengan cepat. Kali ini, giliran gadis itu yang merasa terkejut setengah mati.

Tubuhnya tenggelam di dalam dekapan Ushijima. Pemuda itu memiliki tubuh yang besar, tinggi pula, sehingga Sakura seakan tertelan di dalam pelukannya, yang omong-omong, sangat erat sampai-sampai membuatnya sesak napas.

Mereka terus begitu selama lima menit, mungkin? Sampai Sakura merasa tidak sanggup lagi karena pasokan udaranya yang semakin menipis.

Mereka berdiri berhadapan, jaraknya kurang dari selangkah, dengan kedua pasang mata mereka yang saling bersirobok.

Merasa canggung secara tiba-tiba, Sakura pun angkat bicara. "Jadi… apakah kita adalah sepasang kekasih sekarang…?"

Ushijima tidak ragu untuk menjawab; "Ya," dengan sorot mata yang memancarkan keseriusannya. "Kamu adalah kekasihku, begitu pula sebaliknya."

Pernyataan tersebut sukses menarik keluar sebuah senyuman lebar di bibir Sakura. Ushijima pun, ikut tersenyum melihatnya.

"Senang sekali…" ucap Sakura, masih dengan senyum lima jarinya yang sangat kontras dengan wajah sembabnya.

Ushijima tertawa kecil.

"Oh! Aku tahu cara yang tepat untuk merayakan ini!" Sakura merogoh saku celananya, mengeluarkan ponsel miliknya dari dalam sana.

Ia mengotak-atik benda berbentuk persegi panjang tersebut. Tak lama kemudian, lantunan lagu Wonderwall milik Oasis menghampiri indra pendengaran keduanya.

Ushijima mendengus, Sakura tertawa.

"Ini favoritmu." Kata Sakura, matanya berbinar menggoda Ushijima.

"Salah, kamu favoritku." Sahut Ushijima kemudian.

Sakura tertawa kencang, namun tawanya berubah menjadi sebuah pekikan kaget saat Ushijima secara tiba-tiba memeluk dirinya.

"Ayo buat hubungan ini berhasil."

"Pasti berhasil, aku akan menjaminnya."

.

.

.

.

.


Because maybe,

You're gonna be the one that saves me

And after all,

You're my wonderwall


.

.

.

.

.

Fin


9k...wow...gak nyangka ngetik sampe sebanyak ini...

Aku adalah tipe penulis yang mengikuti arus gitu, makanya ceritaku itu words nya panjang-panjang, kurang bisa nulis yg pendek? skskshshzbsjk

Aku harap kalian suka dengan fict ini, dan semoga tidak membosankan ya!

Nantikan juga crossover-crossover fict ku yang lainnya!

Please leave your thoughts on this fict if you have any!