Naruto and all characters belongs to Masashi Kishimoto

ShikaTema/Family/Romace/AU/OOC/Typo(s)/Plotless/Oneshot/AlurKecepetan

Seketika saja Shikamaru menyadari bahwa dirinya sangat kejam kepada Temari, ia begitu jahat hingga pernikahan mereka selama lebih dari 20 tahun berakhir disini dengan tidak berarti.

DLDR

Enjoy Reading

.

.

Shikamaru adalah seorang pria berkerja sebagai karyawan disebuah perusahaan kontruksi dikotanya. Dia selalu melakukan pekerjaannya dengan sangat baik hingga sering mendapat pujian oleh atasannya. Selain tampan, baik agamanya dan bertanggung jawab, Shikamaru juga sangat setia dan begitu menyayangi istrinya. Dia berpikir untuk bisa selalu memeluk erat seorang wanita yang ia nikahi dan yang pernah memberi kebahagiaan dalam hidupnya. Shikamaru bahkan pernah bersumpah untuk selalu membuat istrinya bahagia seumur hidup. Kehidupan mereka pun nampak tenang dan selalu bahagian dengan saling melengkapi dan menerima apa adanya, bahkan anak semata wayang mereka kini sudah sukses dan menjadi peneliti di luar negeri meskipun upah gaji Shikamaru tak sebesar pegawai-pegawai lainnya.

Pada suatu hari, Shikamaru pulang kerumahnya dengan wajah yang berseri-seri sarat akan kebahagiaan yang nampaknya begitu besar. Ia sudah tak sabar untuk memberitahu istrinya tentang kabar baik yang ia terima dikantor.

"Temari." Panggilnya kepada sang istri yang sedang berada didapur menghadap kearah kompor. Sepertinya wanita itu sedang sibuk menyiapkan makan malam.

"Eh, Shikamaru kamu sudah pulang."

Shikamaru tersenyum lalu berjalan mendekat kearah Temari, membuat wanita yang berstatus sebagai istrinya tersebut terheran-heran dengan tingkah suaminya. Karena biasanya sepulang dari kantor Shikamaru akan selalu pergi mandi terlebih dahulu tapi saat ini ia bahkan belum melepas jaket dan seragamnya tapi langsung pergi kedapur.

"Ada apa.? Kamu aneh." Kata Temari sambil mengernyit heran.

"Aku punya kabar baik istriku.?"

"Apa.?"

"Aku diangkat menjadi kepala bagian."

"Yang bener.?" Wajah Temari pun langsung sumringah ikut merasakan kebahagiaan dan kebanggaan yang begitu besar atas pencapaian suaminya yang selalu bekerja keras untuk menafkahinya.

"Iya."

"Aku akan memberi tahu Shikadai terlebih dahulu." Kata Temari tak sabar ingin segera mengabarkan berita baik ini kepada anak mereka. Namun, ketika baru 2 langkah hendak mengambil ponselnya diruang keluarga, tangan Temari ditahan oleh Shikamau.

"Nanti saja, kita makan dulu ya aku laper hehe."

"Haha kamu ini, yasudah mandilah terlebih dahulu."

Shikamaru pun pergi untuk mandi lalu makan bersama sang istri dan menghabiskan malam bersama sampai pagi. Mereka nampak akur dan saling memahami. Namun, waktu terus berjalan pekerjaan Shikamaru sebagai kepala bagian pun semakin baik hingga membuat gaji yang didapat pun semakin banyak. Ketika itu Shikamaru berpikir untuk mencoba membuka usaha sendiri . Setelah merundingkannya dengan sang istri, ternyata Temari juga langsung menyetujui. Wanita itu berjanji akan membantu usaha suaminya hingga berhasil dan berjaya.

"Temari apa kamu tahu, ada sebuah perusahaan besar yang memintakuuntuk bekerja sama dengan mereka."

"Ah benarkah.? Syukurlah suamiku aku sangat bangga padamu."

Waktu berlalu bisnis yang dibangun oleh Shikamaru semakin sukses hingga kini perusahaannya semakin besar dan terkenal. Jabatan sebagai bos membuat kekayaannya melimpah ruah bagai tak akan habis 7 turunan. Namun, kini pria itu sedikit demi sedikit mulai berubah. Ia jarang pulang kerumah dengan alasan lembur karena pekerjaan yang sudah menumpuk. Jarang pula ia makan malam bersama istrinya karena sibuk mengadakan meeting dengan para para kliennya. Tak sedikit godaan yang menghampiri Shikamaru seperti wanita-wanita cantik yang berusaha menggoyahkan hati dan imannya.

Namun Shikamaru masih terus mengingat bahwa Temari adalah istrinya, ia masih mencintai Temari dan tak akan menghiati Temari. Keyakinan itu terus ia tanamkan dalam hati ketika seseorang datang dengan pakaian seksi dan mengeluarkan suara merdu.

"Tuan, ini dokumen yang anda minta." Tutur Ino, seorang wanita yang bekerja sebagai karyawan di perusahaan yang dipimpin Shikamaru. Wanita itu sangat cantik, masih muda dan begitu seksi. Ia sering kali masuk keruangan Shikamaru untuk mengantarkan dokumen ataupun sekedar meminta tanda tangan. Dari gelagatnya jelas sekali Ino ingin merebut hati atasannya tersebut, ia beberapa kali bertingkah nekat dengan membelai wajah Shikamaru dan tentu saja langsung mendapat amarah dan hukuman potong gaji.

"Terima kasih, Ino kau bisa kembali."

Ino pun tersenyum dan berbalik untuk keluar dari ruangan Shikamaru. Meski memakai baju seragam berlengan panjang dan celana panjang namun lekuk tubuh wanita itu bisa terlihat dengan jelas dimata Shikamaru. Namun cepat-cepat ia menggelegkan kepalanya agar tak sampai terlena dengan pemandangan nan fana tersebut.

'Ini tak bisa dibiarkan...aku harus pulang cepat hari ini, kurasa aku merindukan istriku.' Batin Shikamaru bergejolak menahan godaan.

Hari itu Shikamaru pulang lebih awal dari biasanya hingga ia dan Temari bisa makan malam bersama dan setelahnya mereka pergi ke kamar untuk beranjak tidur. Seketika, Shikamaru berpikir untuk melakukan hubungan suami istri dengan Temari. Selain untuk melepas rindu, ia ingin kembali meyakinkan diri bahwa hanya Temari lah yang ada dihatinya, hanya Temari lah wanita yang ia cintai.

"Temari." Panggilnya lembut dan mulai memeluk istrinya dari belakang. Sang istri yang mengerti sinyal yang diberikan hanya diam dan menikmati setiap sentuhan suaminya.

Namun, ketika Shikamaru membalikkan badan Temari seketika ia menyadari bahwa kini isrinya semakin menua, tubuh yang dulunya langsing kini sudah berisi, kulitnya yang dulu putih mulus kini tak lagi halus, diwajahnya yang dulu cantik kini mulai muncul kerutan-kerutan keriput. Jika dibandingkan dengan sejumlah wanita cantik yang ada disekelilingnya, Temari hanyalah seorang wanita dengan yang kusam. Bahkan keberadaan istrinya yang kini mengingatkannya pada masa lalu kehidupan mereka yang serba sederhana.

"Shikamaru.?" Panggil Temari membuyarkan lamunan suaminya.

"Ah tidak apa Temari, kita tidur saja ya. Aku sangat lelah hari ini."

Shikamaru merutuki kata-katanya barusan, ia benar-benar tak pernah berbohong pada Temari selama ini ia selalu terbuka dan mengatakan apa yang sebenarnya. Namun entak kenapa kali ini ia dengan entangnya berkata dusta kepada wanita yang sudah menjadi belahan jiwanya itu.

Shikamaru berpikir, pernikahan mereka sudah mencapai titik akhirnya dimana semua sudah tidak bisa lagi dilanjutkan. Akhirnya, ia memutuskan untuk bercerai dengan Temari, dengan atau tanpa persetujuan. Shikamaru seperti sudah lupa dengan agamanya yang melarang perceraian apalagi hanya karena hal sesepele itu.

Cepat-cepat Shikamaru mentransfer uang sebesar 100 juta ke rekening Temari, agar istrinya itu bisa membeli rumah yang nyaman untuk ditinggali dipusat kota. Karena bagaimana pun, Shikamaru bukanlah pria yang tak memiliki perasaan, karena jika tak mengatur kehidupan Temari selanjutnya ia merasa kurang tenang.

Keesokan harinya Shikamaru dan Temari duduk berhadapan diruang keluarga untuk membicarakan perceraian mereka.

"Temari maafkan aku, tapi kurasa kita harus berpisah... kita sudah terlalu tua untuk terus bersama-sama."

Wanita itu duduk dengan tenang mendengar penjelasan Shikamaru tentang alasan perceraiannya. Matanya pun tampak tenang tanpa memperlihatkan emosi apapun dan wajahnya datar tak mampu berekspresi.

Namun setelah menikah selama lebih dari 20 tahun membuat Shikamaru tahu betul tentang segala hal yang berkaitan dengan istrinya mulai dari kebiasaan sampai perasaan. Dia sangat perhatian dan peka tentu mudah untuk tahu bahwa dibalik tatapannya yang tenang sebenarnya Temari sedang menahan agar air matanya tak jatuh, dalam hatinya yang paling dalam ia menyimpan rasa perih yang begitu besar.

"Kalau itu bisa membuatmu bahagia, aku tak keberatan." Jawab Temari pada akhirnya.

.

Dan hari yang ditentukan untuk berpisah pun akhirnya tiba. Seketika saja Shikamaru menyadari bahwa dirinya sangat kejam kepada Temari, ia begitu jahat hingga pernikahan mereka selama lebih dari 20 tahun berakhir disini dengan tidak berarti. Bahkan Shikadai sempat mengamuk dan menolak permintaan Shikamaru. Namun, ibarat nasi telah menjadi bubur ia seolah tak bisa melakukan apapun. Rencananya hari itu mereka akan pergi ke pengadilan untuk melaksanakan sidah cerai yang terakhir lalu mereka resmi bercerai dan Temari akan langsung pindah kerumah barunya.

Tapi tiba-tiba saja terjadi sesuatu pada perusahaan Shikamaru. Akhirnya ia menyuruh Temari untuk menunggu dirumah sebentar dan saat siang hari nanti, ia akan cepat-cepat pulang untuk membantu Temari pindahan kerumah baru yang telah dibelinya itu.

Sepanjang hari itu ketika sedang dikantor, hatinya terasa sangat gelisah, takut jika terjadi sesuatu pada Temari. Tak mau berlama-lama ia segera membereskan masalah perusahaannya dengan tergesa-gesa hingga tanpa sadar membuat beberapa kesalahan, padahal sebelumnya Shikamaru adalah orang yang sangat teliti dan jeli dalam bekerja.

"Tuan Shikamaru, dokumen yang ini belum dicek." Kata Ino memperingati.

"Ya sudah kau saja yang cek, tolong."

"Baik tuan." Ino menyeringai lebar ketika melihat kegundahan atasannya itu, ia tahu betul Shikamaru akan bercerai dengan istrinya. maka dari itu Ino telah mulai menyiapkan rencana untuk bisa menjerat hati atasannya itu.

Begitu siang tiba Shikamaru segera kembali ke rumah. Namun rumahnya ternyata sudah sepi karena istrinya yang biasanya berdiri didepan pintu untuk menyambut kepulangannya itu kini telah pergi.

"Temari.?!" Shikamaru terus saja berteriak memanggil nama istrinya diseluruh ruangan. Ketika melewati ruang keluarga, Shikamaru mendapati kunci rumah yang ia belikan untuk Temari, buku tabungan yang nilainya 100 juta dan sepucuk surat yang ditulis oleh sang istri untuknya. Semua itu diletakan dengan rapi diatas meja yang kosong.

Surat itu adalah surat pertama yang ditulis oleh Temari untuk Shikamaru.

'Aku sudah pergi, kembali kerumah orang tuaku di kampungku. Semua selimut sudah aku cuci dan juga sudah dijemur. Aku menaruhnya dirak sebelah kiri, ketika musim dingin tiba jangan lupa mengeluarkannya dan memakainya. Semua sepatu kulit sudah aku semir, jika robek kamu bisa pergi ke toko sol sepatu dekat rumah.

Kemeja di lemari bagian atas, kaos kaki dan ikat pinggang di laci bawah. Saat beli beras ingatlah untuk membeli merk fortu*i, pergilah ke supermarket karena disana tidak akan ada merek yang palsu. Inari setiap minggu akan datang untuk bersih-bersih jadi jangan lupa berikan gaji untuknya setiap akhir bulan.

Oh ya, jika ada baju yang sudah tak terpakai berikanlah pada Inari karena dia akan mengirimkannya ke kampung, keluarga mereka pasti akan sangat senang. Setelah aku pergi, jangan lupa untuk minum obat karena aku tahu lambungmu kurang sehat. Aku sudah menyuruh seseorang untuk membelikanmu obat lambung dan seharusnya cukup untuk setengah tahun.

Dan lagi, kamu selalu lupa membawa kunci saat keluar rumah maka dari itu aku sudah menitipkan kunci cadangan pada tetangga kita, jika kamu lupa lagi kamu bisa mengambilnya disana. Saat pagi, jangan lupa tutup jendela sebelum keluar rumah karena air hujan yang masuk akan membasahi lantai. Aku sudah membuatkan pangsit untukmu, saat pulang masaklah itu.

Tolong kamu jaga Shikadai, jangan lagi buat dia kecewa.'

Shikamaru merasa tertampar dengan kalimat terakhir dari surat tersebut. Ia lupa ia sudah memiliki Shikadai yang seharusnya bisa mempererat hubungan diatara mereka.

Setiap huruf yang ditulis Temari sangatlah tidak rapi, namun setiap katanya bagaikan peluru yang benar-benar berhasil menusuk dada secara bertubi-tubi. Shikamaru perlahan menuju dapur melihat pangsit yang sudah disiapkan oleh istrinya. Tiba-tiba saja, ia teringat masa mudanya dengan Temari puluhan tahu yang lalu ketika mereka baru saja menikah. Saat itu, ia yang masih menjadi buruh semen berdiri diantara tumpukan tiang dan besi. Tidak jauh dari tumpukan tiang tersebut ada suara yang berteriak memanggil namanya sambil membawakan pangsit

Pangsit didapur itu telah berhasil mengingatkannya akan suara yang membawakan segunung kebahagiaan tersebut, mengingatkannya pada rasa puas setelah memakan pangsit tersebut, mengingatkannya pada masa dimana Shikamaru mengucapkan sumpah 'Aku akan membuat wanitaku bahagia.'

Shikamaru segera berbalik dan meraih kunci mobilnya dimeja untuk segera bergegas mengejar istrinya. Setengah jam kemudian, ia sampai di stasiun kereta api terdekat dan mendapatkan Temari hendak masuk ke kereta yang akan membawa ke kampungnya. Dengan emosi yang menggebu-gebu, Shikamaru berlari mendekati Temari dan menarik tangan wanita itu sambil berteriak dengan nada tinggi, tak menghiraukan tatapan orang-orang yang melihatnya.

"Kamu mau kemana.?! Aku begitu lelah setelah bekerja dikantor dan ketika sampai dirumah tidak ada nasi maupun lauk sama sekali. Istri macam apa kamu ini.? Keterlaluan, cepat ikut aku pulang."

Shikamaru benar-benar terlihat galak dan kasar hingga membuat mata Temari basah karena berusaha membendung air mata yang hendak jatuh, ia mengikuti suaminya dari belakang untuk kembali kerumah. Namun pada akhirnya air mata itu benar-benar pecah menjadi tangisan sesak tanpa suara.

Temari tidak tahu, Shikamaru yang berjalan didepan juga sedang menangis. Saat perjalan dari rumah menuju ke stasiun, pria itu sangat ketakutan, takut jika istrinya benar-benar pergi, takut jika tak lagi bisa bertemu dengan Temari, sungguh Shikamaru takut kehilangan Temari.

Shikamaru memarahi dirinya sendiri karena begitu bodoh hendak mengusir istrinya sendiri, istrinya yang selama ini selalu setia padanya, istrinya yang selalu menemaninya dari 0 hingga sukses seperti sekarang. Ternyata, kehilangan istri rasanya seperti kehilangan tulang rusuk, begitu sakit.

Brak.!

Pintu mobil ditutup dengan keras membuat orang yang ada didalam berjingkat karena kaget.

"Shikamaru..." Temari berusaha untuk membuka mulutnya berusaha untuk menyuarakan pertanyaannya, namun suaranya seolah tertahan dikerongkongan. Ia tak berani menoleh untuk sekedar melihat wajah suaminya.

"Maaf." Sama hal nya dengan sang istri, Shikamaru nampak tak bisa berkata-kata tangannya terulur untuk menggenggam tangan Temari yang terasa panas dingin.

"Kumonoh maafkan aku Temari. Aku salah karena terlena dengan harta, maafkan aku karena lupa bahwa kamu lah hartaku yang paling berharga."

"Shikamaru.."

"Kumohon kembali lah Temari, jangan pergi sungguh aku tak bisa jika harus hidup tanpamu."

"Tapi kita sudah berce..."

"Tidak, kita belum bercerai. Kalaupun kita sudah dianggap bercerai aku akan menikahimu lagi Temari, kumohon." Mohon Shikamaru dengan mata yang berkaca-kaca sarat akan kesedihan yang begitu mendalam, ia bahkan hampir tak pernah menangis selama hidup apalagi dihadapan istrinya ia akan berusaha terlihat tegar meski sedang dilanda masalah. Namun kali ini ia merasa begitu rapuh dan kosong.

"Shikamaru.."

"Maafkan aku Temari aku berjanji tak akan lagi membuatmu terluka."

Karena rasa cintanya kepada sang suami, Temari bahkan rela melakukan apapun demi kebahagiaan suaminya meski itu harus bercerai. Dan kini, ia tak mungkin bisa menolak untuk kembali mengisi ruang kosong dihati Shikamaru.

"Terima kasih, Temari." Mereka pun berpelukan dan pulang kembali kerumah yang sudah mereka huni selama puluhan tahun, kembali kerumah yang telah penuh dengan kenangan masih yang mereka buat, kembali kerumah dimana mereka selalu dan akan terus menciptakan kebahagiaan didalamnya.

Setalah kejadian tersebut mereka semakin hari semakin saling mencintai, hubungan mereka semakin erat hingga rambut mereka memutih karena tak muda lagi.

Shikadai yang tahu ayah ibunya tak jadi berpisah pun merasa begitu bahagia dan memutuskan untuk pulang dari luar negeri untuk mengurusi orang tuanya yang telah tua. Sebagai bentuk rasa baktinya sebagai seorang anak.

Seorang suami hendaklah menyayangi istrinya dengan sungguh-sungguh, karena kehilanan seorang istri yang baik hatinya sama saja dengan kehilangan tulang rusuk. Isrti yang baik akan menemani suaminya hingga sukses dan kaya raya, maka dari itu janganlah seorang suami yang telah sukses dan kaya raya berpaling dari istrinya dan mengganggapnya tak lagi berguna. Karena belahan jiwa akan terus mengisi kekosongan hati sampai akhir hayat nanti.

.

END

.

Pesan : Kesetiaan seorang wanita diuji ketika sang pria tak mempunyai apa-apa dan kesetiaan seorang pria diuji ketika ia telah mempunyai segalanya.