Tibalah hari penuh kemenangan yang dinanti-nanti. Ketujuh bersaudara kembar favorit kita bersama ketiga sepupu mereka merayakan Hari Raya Ramadhan yang jarang sekali bisa dilakukkan bersama-sama. Oleh karena itulah Ramadhan tahun ini berbeda dengan Ramadhan pada tahun-tahun sebelumnya
Disclaimer dan Author Note:
-BUKAN YAOI, BUKAN SHOUNEN-AI. Elemental sibblings, AU, tanpa super power, OOC (mungkin ?).
-Dengan lanjut membaca, maka:
A. tanggung jawab moral, material dan lain-lain adalah milik masing-masing pembaca.
B. Author menyatakan tidak bertanggung jawab atas kerugian moral, material dan lain-lain.
C. Kebijaksanaan pembaca disarankan.
-Seluruh karakter yang terkandung di dalamnya adalah milik pemegang hak cipta masing-masing kecuali disebutkan berbeda.
-Tidak ada keuntungan materi yang saya dapatkan dari fanfic ini.
-Dalam fanfic ini umur karakter utama adalah sebagai berikut :
-BoBoiBoy Halilintar: 18 tahun
-BoBoiBoy Taufan: 18 tahun.
-BoBoiBoy Gempa: 18 tahun.
-BoBoiBoy Blaze: 17 tahun.
-BoBoiBoy Thorn: 17 tahun.
-BoBoiBoy Ice: 16 tahun.
-BoBoiBoy Solar: 16 tahun.
-BoBoiBoy FrostFire: 13 tahun.
-BoBoiBoy Glacier: 13 tahun.
-BoBoiBoy Supra: 13 tahun.
-Amato: 45 tahun.
.
.
.
Hari Raya
Shalat Idul Fitri baru saja selesai ditunaikan bersama-sama oleh ketujuh bersaudara kembar favorit kita. Tidak hanya Halilintar, Taufan, Gempa,Blaze, Thorn, Ice dan Solar karena ada tiga adik sepupu mereka yang sedang menginap.
FrostFire, Glacier dan Supra kali ini merayakan hari yang penuh dengan sukacita kemenangan karena sudah sebulan penuh berpuasa bersama dengan kakak-kakak sepupu mereka.
Tak ayal Lebaran di rumah milik mendiang Tok Aba itu terasa lebih meriah daripada Lebaran-Lebaran biasanya. Tidak ada yang berdiam diri saja, semuanya sibuk dengan tugas masing-masing dalam rangka merayakan hari raya yang hanya datang satu tahun sekali itu
"Yak, kanan sedikit ... oke pas!" Thorn mengarahkan Blaze untuk memasang dekorasi pada teras depan rumah. Sebuah rumbai pita bertuliskan "Happy Eid Mubarak" kini menghias teras depan.
Masih di bagian depan rumah, FrostFire bersama Taufan tengah sibuk memasang dekorasi berbentuk ketupat pada rangka pintu dan jendela-jendela rumah.
"Kenapa aku yang disuruh memasang beginian sih ...," keluh FrostFire sembari melangkah turun dari sebuah bangku kecil yang dipakai untuk menambah tinggi tubuhnya.
Taufan yang memang tubuhnya berukuran jauh lebih tinggi daripada FrostFire terkekeh ringan selagi mendengarkan keluhan dan gerutuan adik sepupunya. Dengan berjinjit saja Taufan mampu mencapai titik dimana ia menempelkan replika ketupat pada bingkai jendela dan pintu rumah. "Makanya kalau kubilang banyak-banyak minum susu, ya minumlah!"
"Hmpf!" dengkus FrostFire sembari mengalihkan pandangannya dari Taufan yang terlihat menahan tawa.
Dan terjadilah ...
Pemandangan yang indah kini terjadi di hadapan Taufan.
FrostFire meninggalkan bangku kecil yang tadi dipakainya. Kini ia mencoba menempelkan dekorasi ketupat Lebaran pada bingkai jendela rumah dengan cara melompat-lompat.
Bibir Taufan berkedut kecil, masih mencoba menahan tawanya.
Karena tidak kunjung sampai pada titik dimana ia harus menempelkan dekorasi Lebarannya maka FrostFire menggiatkan usahanya. Sekuat tenaga ia meloncat dari posisi berjongkok.
"Pfftt! Bwahahahahahaha!" Meledaklah tawa Taufan yang melihat usaha sia-sia si adik sepupu.
"Bang Taufaaaan!" ketus FrostFire, sewot dengan kakak sepupunya yang satu itu.
"Hahahahaha. Sudah, sudah. Biar aku saja yang tempel ketupatnya." Taufan langsung mengambil replika ketupat dari tangan FrostFire. Dengan berjinjit Taufan menempelkan hiasan ketupat itu pada bingkai jendela rumah. "Kamu bantu aku mengoper ketupatnya saja."
"Oke ..." Mood FrostFire membaik setelah ia dibebaskan dari tugas memasang dekorasi Lebaran.
Bagian kebersihan rumah menjadi tugas Halilintar, Gempa, dan Glacier untuk halaman belakang. Bagian depan rumah menjadi tanggung jawab Blaze dan Thorn. Sementara bagian dalam rumah adalah tugas Supra dan Solar.
Mereka yang sudah menyelesaikan porsi tugasnya langsung membantu yang belum selesai. Tidak ada seorang pun yang berdiam diri saja dalam menyambut Hari Raya Lebaran ini. Bahkan ada juga yang berinisiatif mengerjakan hal lain yang bukan tugasnya.
Dengan dikerjakan bersama-sama, tugas membersihkan dan menghias rumah dalam rangka Hari Raya Lebaran itu bisa cepat diselesaikan. Bahkan jarum pada jam dinding belum genap menujukkan pukul sepuluh siang ketika kesepuluh bersaudara itu selesai dengan tugas mereka.
Karena tidak ada lagi yang bisa dikerjakan, mereka semua berkumpul di ruang keluarga sembari menunggu kedatangan tamu yang mungkin akan datang.
Seperti biasa, Gempa berinisiatif membuatkan minuman es kopi susu untuk seluruh saudara-saudaranya. "Yuk, ngopi dulu," ucap Gempa sembari meletakkan sebuah teko besar di atas meja ruang keluarga.
Di belakang Gempa menyusullah Glacier yang membawa sepuluh buah gelas. Gelas-gelas itu langsung diletakkan di atas meja, berdekatan dengan teko berisikan es kopi susu.
"Terima kasih, Gem, Glaci," ucap Taufan sembari mengambil sebuah gelas yang sudah disediakan. Ia langsung menuangkan es kopi susu buatan Gempa dan Glacier itu ke dalam gelas dan mencicipi minuman buatan saudaranya itu.
Setelah Taufan, menyusullah Halilintar, Blaze, Thorn, Ice, Solar, FrostFire dan Supra mencicipi mimuman buatan Gempa dan Glacier.
"Waaah. Sedaaap," puji Taufan dan Thorn nyaris bersamaan.
"Siapa dulu dong yang buat?" ujar FrostFire dengan cengiran tipis mengulas. "Adikku gitu lho."
"Ehm ... aku cuma masak air panasnya saja, Frost. Abang Gempa yang meracik es kopi susunya," celetuk Glacier sembari terkekeh kecil.
"Ah sudahlah, yang penting sedap." Taufan langsung menimpali. Tak lama kemudian Taufan berdiri tepat di depan Halilintar.
Halilintar tidak berkata apa-apa, ia hanya melirik ke arah adiknya yang pertama itu dan menghela napas panjang. Seperti biasa, seorang Halilintar memang irit kata-kata dan lebih memilih untuk berdiam diri saja.
"Hali ...," panggil Taufan dengan suara yang lembut. Kedua netra biru safirnya menatap lembut kepada Halilintar. Perlahan Taufan mengamit tangan kanan Halilintar dan tanpa ragu-ragu punggung tangan kanan sang kakak tertua disentuhkan ke dahinya. "Selamat Hari Raya, Hali. Maaf lahir dan batin ya?" ucap Taufan yang dibarengi sebuah senyuman dan dengan kedua tangannya menangkup tangan kanan Halilintar.
Halilintar meneguk ludahnya ketika menemukan dirinya bertatapan langsung dengan Taufan. Jarang sekali ia bisa melihat Taufan yang kalem dan dewasa seperti itu.
Beberapa saat lamanya Halilintar terdiam, tidak yakin dengan apa yang harus ia ucapkan kepada Taufan. Belum lagi Taufan yang menatap dirinya nyaris tanpa berkedip membuat Halilintar merasa semakin canggung.
"I-iya ..." Rona merah perlahan merambat dari leher hingga mencapai wajah Halilintar. Secara refleks Halilintar menarik turun peci yang ia kenakan, berharap peci itu memiliki lidah seperti topi yang biasa dipakai olehnya.
Gempa yang memperhatikan interaksi antara kedua kakak tertuanya itu langsung memutar bola matanya ke atas. 'Dasar tsundere ...,' keluh Gempa di dalam batinnya.
Melihat Halilintar yang gelisah seperti cacing kepanasan, Gempa langsung berinisiatif. Ia berdiri dari sofa yang didudukinya dan berjalan melewati Taufan dan Halilintar. Sengaja sekali Gempa meliukkan pinggulnya dan menubruk bokong Taufan.
"Gem?!" cicit Taufan yang tidak pernah menduga dirinya ditubruk Gempa. Keseimbangan Taufan langsung hilang dan tentu saja, ia terjatuh menindih Halilintar.
"Ah, eh ... Hali?" kekeh Taufan yang malah mendadak gelisah karena sudah berada di atas pangkuan Halilintar. "Ma-maaf!" cicit Taufan lagi sembari buru-buru menjauh dari Halilintar.
Di luar dugaan Taufan, Halilintar malah menariknya. Kedua tangan Halilintar mengait tubuhnya dan memeluknya erat-erat.
"Taufan ... Mohon maaf lahir dan batin ... aku juga banyak buat salah denganmu ...," ucap Halilintar dengan sedikit terbata-bata kepada Taufan. "Selamat Hari Raya, Taufan ...," tambah Halilintar dengan sebuah senyum tipis ketika ia melepaskan Taufan dari pelukannya.
Baru saja Taufan berdiri ketika ia didorong dengan tidak elitnya oleh Solar.
"Selamat hari raya, Kak Hali," ucap Solar sembari menyentuhkan dahinya pada punggung tangan kanan Halilintar. "Mohon maaf lahir dan batin."
"Hoi! Solar," ketus Taufan yang jatuh terduduk setelah didorong Solar. "Bertuah punya adik," gerutu Taufan sembari berdiri dan menatap Solar.
Solar terkekeh saja dan langsung menempelkan dahinya pada tangan kanan Taufan. "Selamat Hari Raya, Kak Ufan. Maaf lahir batin ya?" ucap Solar sebelum ia menambahkan, "Jadi impas, kan?"
Taufan tidak bisa menemukan kata-kata untuk dilontarkan kepada Solar. Mood Taufan yang sedang super baik itu tidak bergeming sama sekali. Daripada merusak acara Lebaran, Taufan langsung memeluk adiknya itu. "Haah ... Iya, iya. Maaf lahir batin, Sol ...," gumam Taufan. "Maafkan aku juga pernah menjahili kamu."
Demikianlah kesepuluh bersaudara itu saling mengucap salam dan bermaaf-maafan dalam hari yang sangat istimewa itu. Segala dendam lama dan pertikaian selesai sudah. Mereka sepakat untuk membuka lembaran baru yang lebih baik lagi ...
Paling tidak sampai ada yang mulai membuat ulah ...
Seperti Blaze yang mengeluarkan sebuah beberapa gulungan kertas setinggi dua kali lipat tangannya. Tidak lain dan tidak bukan, Blaze mengeluarkan petasan yang dibelinya di pasar bersama Thorn ketika ia mendapatkan uang lebih dari Taufan.
"Nah, ayo bakar petasan!" Serta merta Blaze mengeluarkan korek api dari dalam saku celananya.
"Ayooo!" Thorn menyambut dengan riangnya. Bahkan ia juga mengeluarkan sebuah petasan yang mirip dengan yang dipegang oleh Blaze. "Kita bakar petasan!" seru Thorn sembari mengangkat petasan miliknya setinggi mungkin seperti piala kemenangan
Kedua netra Gempa langsung mendelik lebar ketika ia melihat Blaze mulai menyalakan sebuah korek api. Tidak hanya Gempa, semua orang langsung mendelik apalagi ketika Blaze menyulut petasan miliknya.
"Lho?! Blaze!?" Thorn tercengang ketika ia melihat lidah api dari korek yang dipegang Blaze membakar sumbu petasan. "Di dalam rumah?!" Memucatlah Thorn ketika ia mengetahui niat Blaze yang sebenarnya.
Cengiran jahil pun melintas di wajah Blaze. "Aku ngga bilang kalau kita mau bakar petasan diluar, kan?"
Sumbu petasan Blaze terbakar semakin pendek dan terlambat sudah bagi Thorn untuk memperbaiki situasi. "Habislah akuu ...," keluh Thorn. Tanpa basa basi dan membuang waktu lagi, Thorn langsung tiarap di atas lantai. Kedua tangannya secara reflek langsung menutup kepala dan telinganya.
"Blaaaze! Thooorn! Jangaaaan!" Bahkan Halilintar mengambil langkah seribu. "Jangan bakar petasan di-" Halilintar tidak sempat menyelesaikan kata-katanya karena ...
Meledaklah petasan yang berada di tangan Blaze. Proyektil-proyektil bunga api pun meletup dan melesat tak tentu arah dari ujung petasan yang dipegang Blaze. "FIRE IN THE HOLE!" seru Blaze sembari mengarahkan ujung petasannya ke sembarang arah.
-BLARRRRR!!-
"Huaaaa! Kak Blaze kampret!"
-DUARRRR!!-
"Mediiiik!"
-DORR!!-
"BLAAAZEE! SIAPA SURUH BAKAR PETASAN DI DALAM RUMAAAH?!"
Berhamburanlah penghuni rumah kecil bahagia itu menghindar dari letupan-letupan petasan yang dibakar oleh Blaze di dalam rumah. Si pelaku hanya tertawa terbahak-bahak saja melihat saudara-saudaranya berlarian menghindar dari proyektil petasan yang menggila tak tentu arah.
Mendadak pintu depan rumah dibuka dan...
"Anak-anak, ayah ... Astagfirullah!" Amato berdiri di ambang pintu. Lidah sang ayah mendadak kelu melihat anak-anaknya dan tiga orang keponakannya berhamburan mencari keselamatan dari proyektil petasan. "A-apa yang ..."
Gempalah yang pertama betlari menghampiri sang ayah. "Selamathariraya! Maaflahirbatin!" ucap Gempa tanpa berjeda sembari melindungi kepalanya dari letupan proyektil petasan. "Blazebakarpetasandalamrumah!" seru Gempa lagi diantara letupan petasan yang beruntun sambung menyambung. Ia masih menyempatkan diri mencium punggung tangan sang ayah.
Amato melongokkan kepala ke dalam rumah dan melihat proyektil-proyektil petasan yang masih saja berletupan. Diantara suara-suara ledakan petasan itu Amato bisa mendengar jerit horor anak-anaknya dan tawa Blaze yang terpingkal-pingkal.
"Yah ... Biarkan saja, palingan nanti Blaze kena pasung lagi." Amato hanya menggelengkkan kepalanya, ia memilih untuk tidak menempuh resiko menerjang ledakan petasan di dalam rumah. "Ah ya, Gempa. Selamat hari raya, maaf lahir dan batin ya." Amato langsung memeluk putranya sembari menepuk-nepuk punggung si putra tersayang.
.
Sepuluh menit kemudian ...
.
"Huaaa! Kak Haliii! Lebaran Kak! Maaf lahir batin!" jerit Blaze yang kini sudah berada di dalam kamarnya. Lebih tepatnya lagi di atas ranjang dengan kedua tangan terikat pada balok kepala ranjang dan kedua kakinya pada balok kaki ranjang.
"Hmpf!" dengkus Halilintar sewot setelah ia menalikan simpul terakhir pada pergelangan tangan Blaze. "Marah lahir batin, Blaze. Besok-besok bakar lagi petasan dalam rumah!" ketus Halilintar sembari melangkah keluar dari kamar Blaze dan mengunci pintunya dari luar.
"Ini semua gara-gara idemu Blaze!" kutuk Thorn. Ia bernasib sama dengan Blaze dan terpasung di atas ranjang yang sama pula.
Merasa percuma untuk melawan tali yang mengikat kedua tangan dan kakinya, Blaze terkulai lesu dan menarik napas panjang. "Yah ... Pengalaman pertama kalinya lebaran sambil dipasung begini ...," gumam Blaze sembari terkekeh nista dan menatap Thorn yang terpasung di sisinya. "Maaf lahir batin, Thorn ..."
"Hmmmmhh ..." Thorn mendenguskan napasnya sembari memutar bola matanya ke atas. Ia bisa melihat kedua tangannya yang terikat di atas kepalanya. "Yah ... mau ngomong apa lagi, kita bakal begini sampai nanti sore ... Maaf lahir batin, Blaze ..."
.
.
.
Tamat.
Terima kasih juga sudah meluangkan waktumu untuk membaca, demikianlah serial fanfic edisi Ramadhan ini.
Selamat Hari Lebaran. Mohon maaf lahir dan batin apabila ada kesalahan dan kelalaian saya yang kurang berkenan pada orang-orang yang pernah saya langgar di masa lalu baik secara sengaja atau pun tidak.
