Demi mendapatkan penghasilan tambahan Solar rela menghabiskan waktu liburnya untuk menjaga rumah pamannya beserta ketiga sepupunya sementara paman dan bibinya pergi keluar negeri selama dua malam. Siapa sangka menjaga FrostFire, Glacier dan Supra malah menjadi petualangan tersendiri bagi Solar.
Author note:
-Boboiboy dan seluruh karakter yang terkandung di dalamnya adalah milik pemegang hak cipta, saya hanya pinjam karakter-karakternya. Tidak ada keuntungan materi yang saya dapatkan dari fanfic ini.
-BUKAN YAOI, BUKAN SHOUNEN-AI. Elemental sibblings, AU, tanpa super power, OOC (mungkin ?).
-Dalam fanfic ini umur karakter utama adalah sebagai berikut dari yang tertua:
-BoBoiBoy Solar: 16 tahun.
-BoBoiBoy FrostFire: 13 tahun
-BoBoiBoy Glacier:13 tahun
-BoBoiBoy Supra: 13 tahun
.
Chapter 1. Selamat Datang
.
"Aw panasnya ..."
Teriknya sinar matahari pada hari Jumat sore itu masih terasa menyengat wajah Solar ketika ia melangkah keluar dari kereta ekspress yang ditumpanginya. Solar kali ini memilih untuk berbusana kaus armless abu-abu dibawah jaket putih dan dikombinasi dengan celana panjang oranye.
Solar baru saja tiba di stasiun kereta Kuala Lumpur setelah menempuh beberapa jam perjalanan dari kediamannya di Pulau Rintis.
Tidak biasanya Solar bepergian sejauh itu sendirian. Ia lebih suka bepergian bersama dengan kakaknya, Halilintar atau Thorn. Namun hari itu Solar memilih untuk pergi seorang diri saja.
Beberapa hari yang lalu, Solar secara kebetulan menerima telepon dari pamannya yang berada di Kota Kuala Lumpur. Dalam pembicaraan telepon itu, si paman memerlukan bantuan untuk menjaga ketiga anak-anaknya selama dua malam karena harus pergi ke luar negeri bersama isterinya.
Mengetahui ada imbalan untuk menjaga ketiga adik sepupunya, Solar menyanggupi permintaan pamannya itu. Bahkan Solar tidak lebih dahulu berbicara dengan Gempa, Halilintar, atau Taufan. Dengan entengnya Solar berjanji akan datang ke Kuala Lumpur untuk membantu pamannya menjaga anak-anaknya.
Bahkan si paman memesankan tiket kereta pulang-pergi untuk keponakannya yang bersedia menjaga ketiga anak-anaknya, yaitu FrostFire, Glacier, dan Supra.
Karena itulah Solar tetap berangkat ke Kuala Lumpur walaupun mendapat protes dari Gempa yang tidak yakin akan kemampuannya. Halilintar bersikap netral saja, ia tidak mendukung dan tidak pula melarang Solar untuk pergi menjaga sepupunya sendirian. Nada keberatan terlontar dari Taufan yang sebetulnya juga ingin ikut ke Kuala Lumpur namun tidak bisa karena sedang mengirit dan tidak bisa membeli tiket kereta.
Dengan membawa tas ransel berisikan pakaian ganti selama tiga hari, jadilah Solar berangkat seorang diri ke Kuala Lumpur. Walaupun menggunakan kereta ekspress, tetap saja perjalanan dari Pulau Rintis menuju Kuala Lumpur itu memakan waktu cukup lama, tepatnya tiga jam lebih tiga puluh menit.
"Nah sekarang ke rumah paman," gumam Solar seorang diri sembari mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana. Untuk mempersingkat waktu perjalanan, Solar memilih untuk menggunakan jasa transpotasi online. Selain mempersingkat waktu, ia lebih suka menggunakan jasa transportasi online karena tidak terlalu hafal dengan rute trayek bus umum di kota Kuala Lumpur.
Selama perjalanan menuju rumah pamannya, Solar tidak henti-hentinya menengok keluar jendela. Dia menikmati pemandangan kota Kuala Lumpur yang penuh dengan kehidupan.
Bagaikan semut, orang-orang di ibukota negara Malaysia itu hilir mudik, sibuk dengan urusan dan pekerjaan masing-masing. Belum lagi hari itu menjelang liburan akhir pekan yang membuat kerumunan orang menyemut itu semakin bertempo cepat.
Tidak hanya manusia saja. Jalanan kota Kuala Lumpur pun dipadati oleh kendaraan lalu lalang membawa penumpangnya. Menjelang libur akhir pekan seperti ini memang ramai orang yang bergegas pulang lebih awal ke rumah masing-masing untuk menghabiskan waktu libur mereka.
Sekejap Solar teringat akan saudara-saudaranya di rumah yang ia tinggalkan. Pastinya Thorn akan menghabiskan waktu bersama Taufan atau Blaze. Gempa biasanya mencoba membuat masakan baru di akhir pekan untuk mengisi waktu senggang. Halilintar biasanya akan memanfaatkan waktu untuk berlatih karate sendirian. Solar sendiri biasanya kontra produktif menghabiskan waktu dengan bermain game namun kali ini ia akan produktif menghabiskan waktu luangnya karena akan menerima imbalan dari menjaga adik-adik sepupunya selama ayah dan ibu mereka pergi.
"Apa susahnya sih menjaga FrostFire, Glacier, dan Supra." Solar membatin. Di dalam benaknya terbayang imbalan yang akan ia terima dari pamannya. "Dua ratus ringgit untuk menjaga tiga bocah ... mudah sekali."
Begitulah isi pikiran Solar sesampainya ia di rumah pamannya.
Solar terkagum-kagum melihat rumah yang dihuni pamannya dan ketiga adik sepupunya. Ukuran rumah itu lebih besar daripada rumah milik almarhum Tok Aba yang ditinggali oleh Solar sendiri bersama semua kakak-kakaknyanya. Dua buah mobil sedan mewah lansiran Eropa yang terparkir di halaman menambah aura kemewahan yang bangunan rumah berdesain minimalis itu.
Walau pun kagum, Solar tidak merasakan iri terhadap keluarga sepupunya. Keluarga Solar sendiri sebetulnya bukanlah keluarga yang tidak mampu, hanya saja ia lebih memilih untuk tinggal di rumah almarhum kakeknya bersama kakak dan adiknya. Selain melatih kemandirian, Solar juga merasa lebih bebas tinggal di rumah almarhum kakeknya.
"Assalamualaikum, Paman!" Solar berseru memanggi sesopan mungkin. Dia pun mengetuk pintu depan rumah pamannya.
Tidak lama pintu depan rumah itu terbuka. Di balik pintu itu berdirilah paman dan bibi Solar yang terlihat sudah siap untuk pergi. Di belakang si paman dan bibi terlihatlah tiga orang praremaja yang berparas mirip-mirip.
Yang tertua diantara mereka adalah FrostFire. Diantara ketiga kakak-beradik kembar sepupu Solar, FrostFire adalah yang paling aktif dan gemar beraktifitas fisik. Dalam beberapa hal, FrostFire mengingatkan Solar akan Blaze. Apalagi FrostFire memiliki selera berpakaian mirip dengan Blaze. Sore itu FrostFire mengenakan kaus tanktop berwarna biru tua yang dipadu dengan celana pendek boxer berwarna hitam.
Menyusul Glacier yang siang itu berpakaian kaus lengan pendek biru muda dan celana pendek hijau. Berbeda dengan kakaknya, Glacier lebih suka bersantai-santai menghabiskan waktu senggangnya. Walau pun begitu, Glacier bukan seorang pemalas, ia hanya suka mengerjakan segala sesuatunya dengan perlahan-lahan tanpa terburu-buru saja.
Yang terakhir adalah Supra yang sore itu berpakaian kaus armless ungu tua dan celana pendek cokelat muda. Walaupun yang terkecil dan paling muda, Supra adalah adik sepupu Solar yang paling getol dengan urusan pelajaran sekolah. Dalam banyak hal, Solar menemukan kemiripan antara dirinya dengan Supra. Hanya saja Supra agak sulit membuka diri terhadap orang-orang yang tidak dikenalnya secara dekat.
"Walaikumsalam, Solar," sambut si paman.
"Halo, Paman. Apa kabar?" tanya Solar sembari secara refleks mengamit tangan kanan si paman. Dia menempelkan punggung tangan si paman pada dahinya sebagai tanda hormatnya kepada orang yang dituakan.
"Paman dan bibi sehat," balas si paman sembari tersenyum ramah. "Tuh, sepupu-sepupumu sudah ngga sabar mau bertemu denganmu," lanjut si paman sambil menunjuk pada ketiga anak-anaknya.
Senyuman FrostFire, Glacier dan Supra mengembang lebar. Sudah lama ketiganya tidak berjumpa dengan kakak sepupu mereka yang identik dengan netra kelabu dan kacamata model visornya.
Tanpa ragu-ragu FrostFire, Glacier, dan Supra langsung berlomba-lomba menghampiri si kakak sepupu yang akan menjaga mereka selama kedua orang tua mereka pergi. Seperti Solar yang menunjukkan hormatnya pada orang yang lebih tua, ketiga sepupu itu mengamit tangan Solar yang terulur dan menyentuhkan tangan Solar itu pada dahi mereka.
Solar memperhatikan ketiga adik sepupu yang akan ia jaga selama dua malam. "Wah, baru setahun ngga ketemu tapi kalian sudah pada besar semua," ucap Solar yang membiarkan punggung tangan kanannya dicium secara bergantian oleh ketiga adik sepupunya.
"Lama juga Kak Solar ngga kemari ya?" komentar Supra yang terakhir memberikan salam hormatnya kepada Solar. "Dulu 'kan kakak kurus seperti sapu lidi. Tapi sekarang gemukan."
Solar terkekeh sambil menggaruki pipinya yang tidak gatal. Memang pengamatan Supra itu ada benarnya apalagi selama beberapa bulan terakhir Solar rajin berolah raga pagi yang membuat tubuhnya menjadi lebih sehat dan terlihat lebih padat. "Aku memang sering jogging di pagi hari, apalagi di akhir pekan," komentar Solar.
"Wah sama dong." FrostFire menimpali dengan antusias. "Aku dan Supra juga sering jogging pagi."
"Kelihatan dari badanmu, kok," puji Solar. Dia mengedikkan alis matanya sembari menatap FrostFire. "Kalau bukan warna matamu yang merah-biru itu, kamu mirip dengan Blaze. Untungnya senyummu ngga jahil seperti dia."
"Ah Kak Solar bisa saja nih." FrostFire terkekeh sembari menggaruki bagian belakang kepalanya.
"Nah Solar," panggil si paman. "Paman pergi dulu ke Singapura dulu ya. Tolong jaga rumah ini, FrostFire, Glacier dan Supra."
"Baik, Paman." Solar menganggukkan kepalanya dengan penuh keyakinan. "Hati-hati di jalan."
Paman dan bibi Solar pun meninggalkan rumah kediaman mereka. Tinggalah Solar yang kini tertua di rumah itu dan bertanggung jawab atas ketiga adik sepupunya. "Yak, tugas dimulai," gumam Solar seorang diri setelah menghela napas panjang.
Seperti kebiasaannya di rumah Tok Aba, Solar langsung mengunci pintu rumah pamannya itu setelah ia menutupnya. Setelah yakin pintu depan rumah itu sudah terkunci, Solar bergabung dengan adik-adik sepupunya yang sedang berkumpul di ruang keluarga mereka.
Rumah kediaman sepupu Solar itu lebih besar daripada rumah Tok Aba. Bahkan Solar sesekali berhenti ketika berjalan menuju ruang keluarga untuk mengamati berbagai pajangan yang menghiasi sebuah rak dinding besar di lorong pendek yang menghubungkan ruang tamu dengan ruang keluarga.
Solar berdecak kagum selagi ia mengamati pernak-pernik dan foto-foto dari luar negeri yang terpajang di rak dinding. Bahkan imajinasi Solar mengawang dan membayangkan dirinya bepergian ke tempat asal pernak-pernik yang menghiasi rak dinding itu.
"Ah, pasti seru kalau jalan-jalan ke Eropa ... apalagi Russia," gumam Solar ketika ia mengamati sebuah model miniatur katedral St. Petersburg. "Aku ingin melihat mumi Lenin ..."
Begitu khidmatnya khayalan Solar sampai ia tidak menyadari keberadaan adik sepupunya yang sudah berdiri di belakangnya. "Memang Kak Solar bisa Bahasa Russia?" tanya Supra.
Teguran Supra membuyarkan khayalan Solar. "Ah ... aku ngga bisa," jawab Solar sembari menggelengkan kepalanya.
"Bahasa Inggris ngga terlalu banyak dipakai di Russia sih. Agak repot juga waktu kita sekeluarga jalan-jalan kesana," komentar Supra. "Aku juga bisanya Bahasa Russia cuma sedikit ... da, niet, spasiba. Ya, tidak, terima kasih."
Solar hanya menghela napas panjang mendengar cerita Supra. Ingin sekali Solar merasakan bepergian ke luar negeri terutama Eropa yang masyarakatnya lebih maju dan modern. Namun apa daya, sampai tahunan menabung pun uang simpanan Solar tidak akan cukup bahkan untuk membeli tiket pulang-pergi ke Eropa.
"Minimal kamu semua pernah jalan-jalan ke luar negeri," ucap Solar dengan sebuah senyum yang dipaksakan. Dia melemparkan pandangannya pada beberapa pernak-pernik yang terpajang di rak dinding. Solar menghela napas panjang, dalam benaknya ia berharap kalau dirinya juga bisa berjalan-jalan ke luar negeri juga. Pastinya akan menyenangkan berpetualang di tempat yang asing dan eksotis. Walaupun entah kapan akan terwujud.
"Kak Solar, sini!" seru FrostFire dari ruang keluarga rumahnya. "Anggap saja rumah sendiri," lanjut si adik sepupu sembari melambaikan tangannya dan memanggil Solar yang masih berada di dekat ruang tamu.
"Kalian lagi apa tadi waktu aku datang?" tanya Solar sembari berjalan mendekati ruang tengah rumah sepupunya. Berbeda dengan rumah Tok Aba, Solar merasa lega dan lapang berada di ruang keluarga rumah sepupunya itu.
Di ruang keluarga itu terdapat beberapa buah sofa kulit yang bisa dipanjangkan diatur menghadap pada sebuah televisi. 'Mewah sekali ...' Solar membatin dalam hati. Dia tahu bahwa harga sofa seperti itu setara dengan empat bulan gajinya dari menjaga kedai dan di ruang keluarga itu terdapat lebih dari satu sofa.
Belum lagi sebuah permadani Kashmir yang digelar dibawah meja pendek di tengah-tengah barisan sofa. Paduan antara lantai marmer krem dan permadani Kashmir merah itu memberikan kesan mewah dan serasi pada ruang keluarga rumah ketiga adik sepupu Solar.
FrostFire terlihat sedang duduk bersila di atas permadani dan menggunakan sofa di belakang tubuhnya sebagai sandaran. Kedua tangannya memegang joystick konsol game Playstation3 sementara kedua manik netra merah-birunya menatap layar televisi tanpa berkedip.
Lain halnya dengan Glacier yang tidur tengkurap di atas permadani. Semangkuk kecil es krim berada di bawah dagunya dan sesendok demi sesendok Glacier menyuapkan es krim itu ke dalam mulutnya.
"Kita lagi main game waktu Kak Solar datang," jawab FrostFire.
"Sambil makan es krim," tambah Glacier sembari tersenyum. "Kak Solar mau es krim?"
Alih-alih menjawab, Solar malah terdiam. Dari alam bawah sadar, insting kekeluargaannya mulai bekerja. "Astaga ... Glacier, duduk. Taruh es krim itu di meja! Kotor nanti karpetnya kalau tumpah." Bahkan Solar langsung bertolak pinggang dan menatap kedua adik sepupunya tanpa berkedip. "FrostFire, jangan begitu duduknya. Nanti pinggangmu bengkok. Duduk di sofa!"
Tak ayal Glacier dan FrostFire menatap balik pada Solar. "Sudahlah Kak. Mumpung ngga ada papa dan mama," jawab FrostFire sembari tersenyum manis dan melanjutkan bermain game di Playstation3-nya.
"Ya Kak Solar. Kapan lagi bisa bebas begini. Jangan kayak Abang Gempa begitu, laaah," keluh Glacier sebelum memasukkan sesendok es krim ke dalam mulutnya.
Solar memutar bola matanya ke atas. "Bertuah punya adik ... Supra, ini kakak-kakakmu-"
Kata-kata Solar terhenti ketika ia menoleh ke arah Supra. Ia menemukan adik sepupu terkecilnya itu tidur terlentang di atas sofa dengan kepala menengadah sambil menonton game yang dimainkan FrostFire. Kedua kaki Supra malah diangkat ke atas melewati sandaran sofa yang ditidurinya.
Saat itulah Solar sadar bahwa usahanya mengatur ketiga adik sepupunya itu akan berakhir sia-sia. "Sudahlah, terserah kalian saja," ucap Solar sembari melepaskan tas ranselnya dan melemparkan tas ransel itu ke atas sofa yang kosong. Setelah melepas ranselnya, Solar melepaskan jaket putih yang ia kenakan dan juga melepas celana panjangnya. Di balik celana panjangnya, Solar masih memakai celana pendek.
"Nah lebih nyaman rasanya," ujar Solar yang kini sudah berbaju kaus armless abu-abu dan bercelana pendek saja. Jaket dan celana panjang yang sudah ditanggalkan langsung dilipat dengan rapi dan dimasukkan ke dalam tas ransel miliknya.
"Nanti malam Kak Solar mau tidur dimana?" tanya Supra sembari mengamati si kakak sepupu yang kini duduk di atas sofa yang berdampingan. "Kamar FrostFire? Glacier? Kamarku? Atau kamar tamu?"
Solar mengedikkan bahunya. Ia memanjangkan sandaran sofa yang sedang didudukinya dan melipat keluar sandaran kakinya. "Lihat nanti saja, Supra ... aku mau santai dulu. Pegal juga tiga jam naik kereta," jawab Solar sembari mengangkat kedua tangannya dan mencari posisi tubuh yang dirasanya paling nyaman. "Ini akan jadi tugas yang mudah." Solar membatin sebelum ia memejamkan kedua kelopak matanya dan membiarkan dirinya tenggelam ke dalam alam mimpi.
.
.
.
Bersambung.
Terima kasih kepada para pembaca yang sudah bersedia singgah. Bila berkenan bolehlah saya meminta saran, kritik atau tanggapan pembaca pada bagian review untuk peningkatan kualitas fanfic atau chapter yang akan datang. Sebisa mungkin akan saya jawab satu-persatu secara pribadi.
Sampai jumpa lagi pada kesempatan berikutnya.
