Disclaimer: Haikyuu! adalah karangan Furudate Haruichi. Author tidak mengambil keuntungan materiil.

Warning: Iwaizumi x OC, timeline canon tapi tidak mencolok.

.

.

reality hits hard
Chapter 1: Suka

by Fei Mei

.


.

"Selamat pagiii~!"

Iwaizumi melengos. Oikawa yang melihat sesosok gadis yang sedang celingak-celinguk dari pintu gym, langsung menghampirinya dengan semangat dan menyapa genit seperti biasa yang ia lakukan pada para fans. Tetapi, bahkan dari tempatnya berdiri, gadis itu membuat Iwaizumi menyerngit. Pasalnya, gadis itu bukan ber-kyaaa-ria saat disapa Oikawa, malah gadis itu dengan gugup membalas sapaan sambil menunduk. Si Ace menghela, walau itu tampak aneh, bisa-bisa mereka berdua bakal terlambat masuk gym kalau si Setter mau menyapa setiap gadis yang dilihatnya seperti itu.

"Oikawa, cepetan masuk gym!" sahut Iwaizumi, menghampiri sahabatnya dengan galak. "Kamu kapten, jangan sampai telat!"

Oikawa manyun, entah karena respon si gadis atau karena habis kena tegur Iwa-chan-nya. Gadis yang disapa Oikawa tadi menoleh pada Iwaizumi dan tampak makin gugup.

"Tonton aku latihan yaaa~" ucap Oikawa genit lagi pada gadis itu.

Tetapi, tampaknya dari awal si gadis bukan mencari Oikawa.

"Iwaizumi senpai!" cicit gadis itu.

Sontak, kedua pemuda itu terkejut mendengarnya.

Setelah mengerjap dua kali, Iwaizumi baru membalas, "Ya?"

Perlahan gadis itu menatap mantap pada yang ia sebut namanya. "Anu, usai kelas hari ini … boleh bicara sebentar? Berdua saja?"

Iwaizumi tercengang. Katakanlah dia ge-er, tapi siapa pun yang mengalami atau menyaksikan adegan ini, pasti langsung menebak bahwa si gadis ingin menyatakan perasaannya. Dan gadis ini bukanlah gadis asing bagi Iwaizumi. Hanya saja, ia tak menyangka bahwa bakal si gadis duluan yang mengambil inisiatif—

"Ngomong sekarang juga gapapa, kok! Sana, gih!" hasut Oikawa sambil menyengir parah, bahkan sambil mendorong-dorong sobatnya. "Kapten gak boleh telat, tapi wakilnya boleh! Udah sana ngomong dulu!"

SHITTYKAWA! Iwaizumi merutuk keras-keras dalam hati. Oikawa mendorong sahabatnya menjauh sedang dirinya sendiri masuk ke gym dan menutup pintu. Si gadis tampak salah tingkah. Melihat itu, yah, Iwaizumi bingung juga. Dimintanya nanti siang, malah disuruh ngomongnya sekarang.

"Eh, kalau mau bicara sekarang, boleh juga," tutur Iwaizumi pelan setelah mereka menepi. "T-tapi, kalau memang maunya entar siang, gapapa juga."

Gadis itu mengangguk-angguk, tapi tetap menunduk seakan takut menatap langsung senpainya kembali. "Anu, Iwaizumi senpai…"

"Mm, iya?" Gadis itu terdengar gugup. Dan nyatanya gugup itu bisa menular. "Ada apa?"

"Anu … jadilah pacarku!"

Nah lho. Iwaizumi kicep. Daritadi ia memang sudah menduga walau tak menyangka. Tetapi ketika sekarang dugaannya benar, ia mati kutu. Padahal, harusnya dia senang, kan?

" … kenapa?" Ingin rasanya Iwaizumi menonjok diri sendiri karena malah kata itu yang terlontar dari mulutnya.

"Mmm … karena, aku suka senpai…?" jawab gadis itu.

Aduh, jantung Iwaizumi serasa ditaruh bom waktu, deg-degan parah banget. Tapi, dengan berusaha untuk tetap menjaga sikap, sahabat Oikawa itu mengangguk juga. "Oke, kita pacaran sekarang."

Daritadi gadis itu menunduk, tetapi sekarang ia menatap langsung senpainya dengan kaget. "M-maaf?"

"Tadi kamu minta aku jadi pacarmu, kujawab oke."

"Ah, oh …"

Lalu Iwaizumi bingung. Gadis itu tidak memperlihatkan wajah lega atau senang. Sirat tak menyangka memang terpancar jelas, tapi, ya, begitu saja. Pemuda itu menggaruk tengkuknya, mungkinkah ada sesuatu yang harus langsung dilakukan ketika baru resmi berpacaran dengan seorang gadis? Apakah reaksi anak ini adalah normalnya gadis yang perasaannya diterima orang yang disukai? Iwaizumi tidak paham.

Walau begitu … mana mungkin Iwaizumi Hajime tidak senang kalau disukai anak perempuan yang sudah lama ia sukai?

.

.

"Jadi?" pancing Oikawa.

"Hah?"

Oikawa cekikikan sendiri karena sudah bisa menebak bahwa akan begitulah respon sahabatnya ketika ditanya, tak lupa dengan template wajah menyeramkan. "Untung hari ini Pelatih Irihata sedang tidak disini."

Lagi Oikawa terkekeh, karena Iwaizumi mendumel.

"Jadi," pancing Oikawa lagi. "Hari ini kamu miss banyak, memangnya tadi ngomong apa sama Nacchan?"

Mendengar nama panggilan itu, kedua daun telinga si Ace memerah. Dalam hati agak sebal juga sih, karena yang suka kan, Iwaizumi, tapi yang sering menyebut nama gadis itu dengan nama kecilnya malah Oikawa. "Itu … dia nembak."

Oikawa bersiul pelan. "Terus kamu iyain?"

Iwaizumi mengangguk. Tapi saat rona merah pada sekujur kepalanya lenyap, ia menoleh pada Setternya dengan bingung. "Tapi dia aneh, deh."

"Apanya?"

"Kukira, kalau dia nembak terus kuterima, dia bakal kayak seneng gitu, minimal kayak senyum lebar, lah."

"Lho, memang dia bagaimana?" Oikawa ikut bingung.

"Reaksi pertamanya seperti tercengang, dan kupikir wajar, mungkin dia kayak gak percaya. Tapi setelahnya … dia seperti 'oh yaudah', gitu. Seakan dia cuman bercanda aja …"

Oikawa menerawang ke langit-langit gym. Dia tidak ada disana saat Nacchan tembak Iwa -chan, jadi ia hanya bisa membayangkan kejadiannya lewat cerita sahabatnya. Hmm, memang aneh sih, tapi mungkin Oikawa tidak punya contoh yang 'normal' sebagai pembanding. Bagaimana pun selama ini kalau ditembak, pelakunya adalah seorang fangirl yang aura fangirl-nya kelihatan banget. Sedangkan Minami Natsuki, si Nacchan, tidak pernah menunjukan bahwa dirinya seorang fangirl dari siapa pun setidaknya di klub voli. Oikawa atau bahkan siapa pun mungkin tidak menyangka bahwa Nacchan menyukai Iwaizumi sambil berani tembak.

"Hmm … tapi Iwa-chan suka dia, kan?" cetus Oikawa.

Lagi telinga Iwaizumi memerah, membuat Oikawa kembali terkekeh. Kalau ada pembicaraan random yang dimulai oleh Iwaizumi tentang seorang gadis, maka nama yang selalu keluar dari mulutnya adalah Minami, nama keluarga Nacchan. Dan itu bukan baru-baru ini. Sejak mereka masih SMP, Oikawa yang memang hampir selalu bersama sohibnya itu sering menyadari bahwa Iwaizumi akan sesekali curi pandang pada seorang adik kelas mereka. Entah Nacchan sendiri menyadari lirikan Iwaizumi atau tidak—kemungkinan besar sih, tidak, karena gadis itu sering menghalangi matanya dengan buku yang ada di tangan.

"Iwa-chan, dibanding kita berdua, yang paling tahu sikap Nacchan adalah kamu," ujar Oikawa. "Kalau Iwa-chan suka Nacchan selama itu, kuyakin Nacchan pasti adalah gadis baik-baik. Jadi mungkin dia hanya merasa canggung atau apa."

Iwaizumi menggumam 'oh' pelan sambil mengangguk.

"Terus kamu gak ajak dia nonton latihan, gitu? Eh iya, entar malah makin banyak miss-nya, yaaa~~"

"Diem lu, Shittykawa!" sontak Iwaizumi melempar botol minumnya pada si Kapten yang cekikikan. "Dia …" gumam Iwiazumi selanjutnya, "dia bilang ada tugas piket hari ini. Jadi mungkin bakal baru nonton setelah sekolah selesai."

.


.

Iwaizumi tiba di depan pintu kelas 2-6. Jantungnya berdegup kencang, tapi ia yakin telah menutupinya dengan wajahnya. Beberapa anak keluar dari kelas itu, sebagian dari mereka yang mungkin mengenalnya menganggukkan kepala kepada sang kakak kelas dan Iwaizumi membalas anggukan itu.

"Iwaizumi-san?"

Si Ace mengerjap. Ia terlalu fokus mencari sosok gadis itu, sampai-sampai ia tidak menyadari seorang yang sangat tidak asing baginya menghampiri.

"Oh, Watari? Kamu anak kelas 2-6?" tanya Iwaizumi. Jelas ia tahu si Libero dan beberapa anggota tim lain adalah anak kelas 2, tapi ia tidak tahu siapa anak kelas dua atau satu apa.

Watari tersenyum dan mengangguk. "Iya! Iwaizumi-san cari siapa?"

Iwaizumi menggaruk tengkuknya. Pasalnya, insiden tadi pagi itu hanya diketahui oleh Oikawa. Mulut sahabatnya lumayan ember bocor, jadi sebenarnya bisa saja anak-anak lain bisa tahu juga karena si Kapten. Tapi kalau memang Watari tahu, buat apa lagi si Libero tanya cari siapa?

"Eh, Minami," jawab Iwaizumi akhirnya.

Watari mengangguk pelan. Tanpa ba-bi-bu ia memalingkan wajah untuk melihat isi kelas. "Masih beresin tas, tuh, mau kupanggilin?"

Dengan cepat yang anak kelas tiga itu menggeleng. "Gak usah, biar aku tunggu dia keluar saja."

"Oke, sampai ketemu di gym, Iwaizumi-san!"

Sang kakak kelas mengangguk dan Liberonya pergi. Iwaizumi tidak perlu menunggu lama setelahnya, karena gadis yang dinantinya telah melihat seseorang telah menunggu di pintu belakang kelas. Dengan canggung Minami melambai tangan pada beberapa gadis di sekitarnya, teman-temannya itu keluar dari pintu depan, sedangkan Minami yang sudah melihat keberadaan Iwaizumi langsung berjalan cepat ke pintu belakang membawa barang-barangnya.

"Senpai, tungguin aku?" tanya Minami tepat setelah keduanya berhadapan.

Iwaizumi pun mengangguk. "Tadi pagi kamu bilang mungkin bisa nonton aku latihan setelah pelajaran selesai, jadi kupikir aku bisa jemput disini."

Minami tersenyum kikuk, bahkan kakak kelasnya bisa merasakan ketidaknyamanannya. "Senpai tidak usah repot, aku bisa ke gym sendiri. Lagipula, aku masih mau ke perpustakaan dulu untuk mengembalikan buku."

Pemuda itu melirik dua buku tebal di tangan si gadis sebelum menawari, "aku temenin?"

Gadis itu mengerjap. " … tapi Senpai masih harus ganti baju, kan? Nanti bisa telat … "

"Daripada nanti kamu ke gym sendiri, ragu untuk masuk atau enggak gara-gara gak ada yang begitu kamu kenal lalu banyak mata tertuju padamu karena masuk sendirian?"

"—ah." Minami terdiam, tampaknya ia tidak kepikiran kesana.

Sebenarnya Iwaizumi juga kepikiran soal itu dari awal. Sejak awal ia menyadari eksistensi adik kelasnya, Iwaizumi selalu melihat bahwa Minami selalu menyendiri dan menghindari kerumunan yang bahkan hanya terdiri dari dua orang saja. Selalu ada di tempat yang diimbau untuk tidak mengeluarkan suara keras seperti perpustakaan. Hampir selalu menyembunyikan hidungnya di balik buku. Jadilah Iwaizumi baru kepikiran juga bahwa mungkin Minami tidak bakal nyaman kalau menjadi santapan mata tim volinya.

"Anu, kalau kamu gak nyaman untuk ada di gym pun, gapapa, biar aku anter kamu ke perpustakaan saja, mau?" tawar Iwaizumi lagi kemudian.

Lalu Minami tersenyum kecil. Bukan senyum canggung yang seharian ini ia berikan pada pemuda itu, tapi memang senyum kecil yang sering Iwaizumi lihat kalau gadis ini sedang membaca novel.

"Aku sudah janji untuk nonton Iwaizumi senpai latihan hari ini, jadi aku akan menepatinya," tutur Minami, "kalau Senpai tidak khawatir telat, Senpai boleh menemaniku ke perpustakaan."

Betapa senang Iwaizumi mendengar perkataan itu.

.


.

Yang dicemaskan Iwaizumi malah jadi kenyataan. Seharusnya, ia jangan ngebet untuk membawa Minami menyaksikan latihan tim voli. Oikawa saja sudah sesuatu, sekarang duo Matsu Hana ikutan menggodanya. Padahal Iwaizumi juga bukannya membawa gadis itu masuk ke kerumunan anggota tim atau memperkenalkan siapa-siapa. Keduanya baru masuk gym, dan Iwaizumi baru akan meminta agar Minami naik ke atas, tetapi Hanamaki yang juga baru datang langsung menggoda pasangan baru itu.

Iwaizumi merasa bersalah, ia sampai mendelik seram pada Oikawa yang turut menggoda mereka. Delikan itu malah membuat godaan anak kelas tiga lainnya semakin menyengir.

"Iwaizumi, jangan serem-serem gitu ah, mukanya," celetuk Matsukawa, "belum 12 jam jadian entar diputusin, lho."

Uh, si Ace jadi kepikiran. Pelan-pelan ia melirik gadis yang dibawanya lewat sudut mata. Wajah perempuan itu merona dan tampak begitu tidak nyaman dengan perhatian yang tiba-tiba dan godaan yang tak henti selama hampir tiga menit ini. Masalahnya kalau sekarang Iwaizumi bilang agar Minami pulang saja, bukankah itu terasa seperti mengusir? Apalagi dia sendiri juga yang mengajak sang pacar untuk nonton latihan.

Pacar.

Aduh, mengingat satu kata itu, Iwaizumi ikut tambah merona.

"S-Senpai, aku nonton dari atas, ya?" cicit Minami sambil menarik-narik pelan ujung baju Iwaizumi dari belakang.

"Ah, iya," jawab yang lebih tua dengan agak gugup, kemudian menyaksikan gadis itu berlari kecil menuju tangga. Setelahnya ia menatap garang anggota timnya, terutama yang kelas. "Ngapain masih ngumpul disini? Emangnya udah pada pemanasan?!"

Duo MatsuHana tambah Oikawa masih cengin Iwaizumi, walau akhirnya mereka memulai kegiatan klub siang hari itu.

Berbeda dengan tadi pagi, Iwaizumi tidak melakukan miss terlalu banyak. Sesekali miss sebenarnya biasa saja, tapi yang tadi pagi itu sangat tidak biasa untuk Iwaizumi sampai membuat para adik kelasnya cemas. Untungnya, entah kenapa kali ini sahabat Oikawa itu sudah bermain dengan normal. Agak aneh sih, padahal ada seorang penonton spesial yang menyaksikan latihan kali ini, tapi Iwaizumi galaknya seperti hari-hari biasa.

Kemungkinan besar, mungkin ya, karena sosok Minami tertutupi suara para gadis yang menjadi fangirl Oikawa. Gadis itu masih terlihat di balkon, kok, hanya saja memang teriakan melengking yang menyerukan 'Oikawa-san' atau 'Oikawa senpai' memang dominan seperti biasa, sehingga—

"Iwaizumi, ayo tunjukan servemu pada Minami-chan!" sahut Hanamaki.

—lalu Iwaizumi mematung, padahal ia sudah pasang pose melempar bola untuk di-serve.

Oke, jadi ternyata daritadi Iwaizumi lupa bahwa sang pacar menonton dari atas. Mendengar Oikawa tertawa terbahak-bahak, Iwaizumi malah melempar bola itu dengan keras pada sang kapten yang langsung meringis setelahnya.

Disitu, Iwaizumi dapat menangkap sosok Minami lewat sudut matanya. Gadis itu tertawa kecil menyaksikan mereka. Dan Iwaizumi terpesona melihatnya.

.


.

"Iwaizumi senpai tampak begitu semangat kalau sedang main voli," celetuk Minami pelan saat si senpai menemaninya jalan ke halte bus.

"A—oh ya?" respon Iwaizumi. Sepanjang perjalanan daritadi, kecanggungan sangat terasa di antara keduanya. Dan karena tidak ada pembicaraan sejak keluar dari pagar sekolah, Iwaizumi jadi kaget sendiri ketika pacarnya memulai percakapan dengan mengatakan hal itu.

Minami mengangguk. "Aku tidak paham voli sama sekali sih, tapi Iwaizumi senpai tampak seru sekali saat kegiatan klub."

"Oh." Iya, itu saja respon Iwaizumi, karena ia benar-benar tidak tahu harus mengatakan apa lagi setelahnya. Di satu sisi, ia masih ingin bercakap-cakap dengan gadis itu. Apalagi ini tinggal sebentar lagi tiba di halte— "Kacamatamu—?"

"Apa?" gadis itu terdengar kaget sambil menoleh ke lawan bicara. "Oh, kemarin patah, jadi aku pakai lensa kontak sampai yang baru selesai dibuat." Iwaizumi mengangguk mendengarnya. "Senpai tahu aku pakai kacamata?"

Lagi Iwaizumi mengangguk. "Aku, eh, pernah sesekali—," sering banget sebenarnya, "—melihatmu pakai kacamata, kalau kita berpapasan di sekolah—," karena aku sering sok berpapasan atau cari keberadaanmu untuk curi pandang, sebenarnya, "—begitulah."

"Aku merasa aneh saat tidak pakai kacamata, seperti wajahku terekspos jelas," ujar Minami, lalu terkekeh kecil.

"Tapi, kalau tidak pakai kacamata begini, aku jadi bisa melihatmu dengan lebih jelas, seperti tidak ada yang kau tutupi," kata Iwaizumi, lalu buru-buru menambahkan, "ah, tapi bukan berarti kamu yang pakai kacamata itu tampak tidak bagus, ya!"

Minami tersenyum kecil, tetapi senyum itu adalah senyum tampak dipaksakan. Iwaizumi sering melihat senyum itu dari gadisnya, dan biasanya senyum itu akan tampak jika Minami mendengarkan celotehan gadis-gadis yang duduk bersamanya. Itu senyum yang jauh berbeda dengan senyum yang Minami kembangkan saat sedang membaca buku.

"Semua orang punya sesuatu yang ditutupi, Senpai," tutur Minami datar. "Bagiku, kacamataku membantuku menutupi itu semua."

Iwaizumi tercengang. Telinganya terasa tak menangkap suara apa-apa dengan jelas lagi, sampai Minami kembali menoleh padanya dengan senyum kecil dan gugup.

"Tapi, kalau Senpai suka dengan aku yang tanpa kacamata, mungkin aku akan pakai lensa kontak saja!"

"Eh—enggak, jangan," tolak Iwaizumi cepat, lalu buru-buru tersenyum. "Kalau kamu lebih nyaman pakai kacamata, kamu harus pakai. Jangan buat dirimu tidak nyaman gara-gara aku. Lagian … " Iwaizumi menelan ludah susah payah sambil menggaruk kepalanya. "Selama ini aku suka kamu, kacamata atau tidak."

Giliran Minami yang tercengang. Ia tampak kehabisan kata-kata, mungkin karena melihat senpai-nya merona di bawah lampu jalan. Mungkin Iwaizumi salah lihat, tapi Minami tampak menatapnya dengan sedih walau bibirnya seakan tersenyum tipis. Iwaizumi tidak sempat mengatakan apa-apa lagi, karena mereka telah tiba di halte bersamaan dengan bus yang diincar gadis itu.

.


.

Bersambung

.


.

A/N: Akhirnya kesampaian ngetik dengan ide cerita ini! Awalnya Fei mau bikin pakai Kita dan bukan Iwaizumi, karena neneknya Kita itu adalah tokoh pendukung yang bakal gampang digerakin untuk ide cerita ini. Tapi Fei pikir lagi, Fei sudah pernah bikin Owamu x OC, dan khawatir OC disini bakal jadi terlalu mirip dengan OC disana. Nyaris mau bikin pakai Kenma juga, tapi Fei kesulitan gerakin Kuroo untuk cerita ini. Alhasil, Fei pakai Iwaizumi, dan sepanjang ngetik (Fei sudah ketik sampai tamat sebelum unggah chapter 1 ini) memang Oikawa sangat mudah untuk digerakin.

Fei promosiin dagangan ya. Fei ada jualan Mystery Box Anime seharga 15k / 30k / 50k (mix dengan total sekitar 10-20 pcs / 15-25 pcs / 20-40 pcs barang random termasuk manga dan figure), 10k (hanya polaroid campur photocard anime random sekitar 11-15pcs), 25k (hanya stiker anime waterproof ukuran kecil dan sedang random sekitar 40-60 pcs). Selengkapnya ada di Shopee dan Tokopedia: angelafeimei. Fei jugalan Parcel Anime seharga 30K, itu promo hari raya~. Ada juga stiker khusus HQ yang harganya mulai dari 5K (isi 10). Yuk, sayang anak, sayang anak, sayang sayang anak /cukupfei

Review?