Defeat...

Suara seorang wanita terdengar jelas dari speaker handphone yang sedari tadi kupegang. Aku, Uzumaki Naruto, seorang anak dari Bapak Camat Minato dan istri tercintanya Kushina, dengan penuh rasa takut mengangkat kepala untuk melihat wajah seorang gadis yang sedari tadi berada di dekatku. Aku perlahan mencuri pandang, berharap tidak akan ada hal buruk yang terjadi.

Sebelum sempat aku menatap wajahnya, dua ekor jari, yaitu jari telunjuk dan jari tengah, melesat ke arah wajahku, lalu masuk ke dalam lubang hidungku.

"Aduh!" teriakku kaget. Reflek, aku langsung bangkit untuk mengeluarkan jemari kecil itu. "Apaan sih beb, pake colok-colok idung segala?"

Dia, si bebeb Hyuga Hinata, malah memalingkan wajahnya sambil mendengus kesal. Aku kembali duduk di sebelahnya, lalu merangkul pundaknya untuk meminta maaf. "Yamaap beb, kan cuma lose streak doang..."

"Doang?!" Mendengar hal itu, dua ekor jarinya kembali melesat. Namun, kali ini akan aku hindari! Seorang yang pintar sepertiku tidak akan melakukan kesalahan untuk kedua kali— Hmph!

"Um.. beb?"

Saat aku sedikit mengangkat kepala agar jarinya tidak masuk ke dalam lubang hidungku, ternyata jemari itu malah masuk ke dalam lubang yang salah. "Beb, aku belom gosok gigi sejak dua hari lalu."

Hinata terkejut. Ia langsung menarik jemarinya yang sudah ternodai. Perlahan ia dekatkan jari-jari itu ke depan hidungnya. Ah... bau jigong, aku yakin. Setelah dirasa bau, ia mengusapkan jari-jarinya itu pada kaos logo Konoha yang sedang kupakai.

"Tau ah, aku udahan," ujarnya kesal. Ia menutup aplikasi 'Motore Legends: Bambang' di handphone-nya, lalu ia letakkan di atas meja.

"Yah, beb... kan cuma lose streak beberapa kali doang, masa udahan sih?"

Aku, si tampan Uzumaki Naruto, sepertinya kembali membuat kesalahan. Hinata menatapku dengan tajam. "Dua puluh lose streak itu bukan cuma! Rank-ku jadi balik lagi ke Legend tauk! Kamu sih mainnya gak bener, masa temen sendiri dilempar ke depan musuh?!"

"Kan itu biar kamu bisa lebih cepet bunuh musuhnya, beb," ujarku membela diri. Namun, sepertinya itu malah membuat Hinata semakin panas.

"Yang ada malah aku yang dikeroyok! Udah, aku pulang aja!" ujar Hinata kesal. Ia membereskan barang bawaannya, lalu mengambil tas, kemudian bangkit berjalan ke arah pintu.

Aku menahan sebelah tangannya. "Beb, jangan pergi! Tolong kasih aku kesempatan satu kali lagi! Aku pasti bisa MVP!"

Aku terus menahan langkahnya dengan bertubi-tubi janji manis sampai dia kesal.

"Hah... oke, satu kali lagi."

"Yes!" teriakku kencang. "Makasih beb, udah mau bantuin push rank."

Setelah bermain selama 12 menit, suara wanita dari speaker itu kembali terdengar. Defeat... Hinata bangkit, lalu berbalik, kemudian berjalan keluar.

"Dah lah, aku pulang aja."


Epic Comeback!

Disclaimer: Naruto © Om Masashi Kishimoto.

Warning: Alternative universe, out of character, typo(s) baik disengaja ataupun tidak disengaja, penggunaan bahasa gaul. Genrenya Roman-Komedi, Pairing NaruHina. So, DLDR.

Terinspirasi dari MLBB, sehingga banyak istilah dalam game tersebut masuk ke dalam cerita.

Belum pernah bermain MLBB tetapi masih berniat membaca sampai akhir? Terima kasih, semoga bisa mengerti, dan happy reading~!

A/N: Saya tidak bertanggung jawab terhadap efek samping yang diakibatkan oleh fanfic ini.


You have slain an enemy.

Double kill.

Triple kill.

Maniac.

Savage.

Wipe Out.

"Lihat video di MeTube kok kayaknya gampang banget ya," ujarku sambil memalingkan wajah ke arah temanku, Shikamaru. Dia sedari tadi bersantai membaca buku di atas kasurku. Sayangnya, dia tidak mendengar. Mungkin karena jari kelingkingnya terlalu sibuk menggali emas dalam hidungnya. "Oi."

Shikamaru, yang hampir terciduk memakan upil yang ia gali akhirnya menoleh ke arahku. "Apa?"

"Gimana caranya biar aku bisa menang dari Hinata?" tanyaku untuk kesekian kalinya. Shikamaru berkedip, menghela nafas seolah berpikir.

Sebelum menjawab, ia mengoleskan jari kelingkingnya pada tembok. Ah, itu upil yang tadinya mau ia makan. "Dari awal kan kamu payah main game, kenapa sekarang malah semangat?"

Kampret. Dia malah balik bertanya.

"Ya salah aku juga, sih. Awalnya aku ajak dia main Motore Legends buat refreshing karena dia lagi badmood. Eh sekarang dia malah lebih jago," ujarku malah curhat. Aku mengambil gelas kosong yang ada di atas meja kecil samping kasur, lalu menuangkan setengah botol coca cola yang ada di bawah kasur ke dalam gelas tersebut.

"Woi, itu punyaku, jangan dihabisin," ujar Shikamaru sambil beranjak merebut botol coca cola yang sedikit lagi kosong.

"Yaelah, pelit amat."

Aku meneguk coca cola dalam gelas, menyisakan setengahnya, lalu menyimpannya kembali ke atas meja. Shikamaru yang melihatnya malah menatapku lama. "Apa?"

"Coca colanya masih ada sisa?" tanya Shikamaru. Aku terdiam. Apa maksud anak ini?

"Ya, masih ada sisa," jawabku jujur. Mendengarnya, Shikamaru melewatiku. Ia mengambil gelasku, lalu menuangkan kembali sisa coca cola ke dalam botolnya.

"Daripada mubazir, ye kan?"

Aku menepuk jidat. Ini anak kok pelit-pelit amat? Kebanyakan main sama si Chouji nih kayaknya.

"Shikamaru... kamu gak jago main ini kan?" tanyaku jujur, sekalian meledeknya. Shikamaru hanya berdeham mengiyakan. Dia tidak membantahnya. "Pasti pernah beberapa kali dibacotin orang kan?"

"Hmm..." Lagi-lagi Shikamaru malah berdeham.

"Terus kamu baper udahan main, atau lanjut push rank?" tanyaku belum puas.

"Hmm..."

Kesal dengan Shikamaru yang terus berdeham, aku kembali bertanya, "Belom mandi ya?"

Dia malah diam, tidak ada dehaman lagi. Aku bisa melihat matanya curi-curi pandang ke arahku hingga beberapa saat kemudian akhirnya dia menaruh bukunya. Ia dengan serius menjawab, "Kok tauk?"

Mendengar jawaban singkat seperti itu, aku menggeser badanku 1 meter menjauh darinya.

"Jadi, sekarang aku harus gimana biar bisa kalahin Hinata?" tanyaku lagi, belum puas dengan jawaban Shikamaru. Untuk jaga-jaga, aku menggali sebuah upil untuk dilemparkan pada wajahnya apabila Shikamaru hanya berdeham lagi. Sayangnya, dia jenius. Dia menyadari gelagatku saat menggali emas sambil menatapnya tajam.

"Caranya menang dari Hinata? Gak tau, sih... dia jago," jawab Shikamaru singkat.

"Cih... Gak guna."

"Oi."

Aku mengoleskan upil tadi pada tembok, lalu kembali membuka handphone untuk menonton tutorial Motore Legends. Namun, tak lama kemudian aku merasakan hawa serius dari Shikamaru.

"Omong-omong, Naruto... kemarin aku melihat Sasuke sedang bermain Motore Legends bersama Hinata."

Mendengar hal itu, aku langsung mengambil kembali upil yang kutempelkan di tembok, lalu memasukannya ke dalam mulut Shikamaru hingga ia panik melompat-lompat di atas kasur sambil menjilati tembok agar rasa asin upil itu hilang. Sebenarnya itu adalah tembok yang sejak dahulu tertempel banyak upil... tapi tak apa, aku tidak akan mengatakannya.

"Ini gak bisa dibiarin, nanti Hinata malah minta putus gara-gara kepincut Sasuke!"

Tak berlama-lama, aku membuka WhoApp untuk mengirim pesan teks pada Sasuke, yang mana tertulis 'Anaknya Pak Fugaku' di dalam kontak.

[Sas, jalan yuk.]

Setelah menekan tombol kirim, Shikamaru yang ternyata mengintip dari samping kepalaku berdeham. "Hmm..."

Aku terkejut dan reflek mendorong kepalanya menjauh. "Apaan, sih? Bikin kaget orang aja!"

"Ng-nggak... cuma agak serem aja lihat pesan yang kamu kirim."

Aku sekali lagi melihat pesan yang barusan aku kirim kepada anak Pak Fugaku. "Shikamaru, dia gak akan mengira aku gay kan?"

Mendengarku berkata demikian, Shikamaru diam untuk beberapa saat, lalu perlahan turun dari kasurku, kemudian keluar dari kamarku dan berjalan menuju sofa di ruang sebelah. Aku segera menghapus pesan yang kukirim sebelumnya hingga muncul tulisan [This message was deleted.]. Sayangnya, aku melihat dua tanda ceklis berwarna biru sebelum aku menghapusnya.

...

Sial, foto profilnya hilang.

"Shikamaru, sini pinjam HP! Aku kena blok Sasuke!"


We'll be right back...


[Sas, ngopi yuk. -Naruto]

[Sibuk.]

[Unblock WA.]

[Gak, makasih.]

[Yaudah, Moonbucks di Jalan Ir. Hashirama, deket perempatan yang ada SDN Ceria 1. Ditunggu...]

[Mana ada Moonbucks. Itu cuma warung Pak Needy.]

[Tepatnya Pak Juneedy. Ditunggu...]

[Sibuk.]

[Ditunggu...]

[Woi.]


Aku langsung bangkit, mengambil jaket yang menggantung pada kapstok, lalu memakainya, kemudian melesat keluar rumah menuju warung Pak Juneedy. Shikamaru sempat mengingatkanku sesuatu, tapi aku tidak sempat mendengarnya karena suara kendaraanku terlalu berisik. Ya, sepeda roda dua dengan cup plastik merk 'Banteng Sobo' menempel pada ban belakangnya.

Ah, lupa. Handphone Shikamaru tidak sengaja aku bawa. Pantas saja.

"Naruto?"

Setelah sekitar sepuluh menit bersepeda, tak jauh dari warung Pak Juneedy, suara yang sudah tidak asing itu memanggilku. "Eh... beb?"

Itu Hinata. Perasaanku tidak enak. Aku melirik bangku tempat nongkrong di warung Pak Juneedy. Di sana ada Sasuke yang sedang melambaikan tangannya. Aku berniat untuk melambai balik, tetapi si bebeb di sampingku malah mendahuluiku melambaikan tangan kepadanya.

Perlahan tapi pasti, hatiku remuk.

Sasuke berkata bahwa dia sibuk. Mungkinkah ia sibuk karena ada janji dengan Hinata? Mungkinkah Hinata akan mencampakkanku karena aku tidak jago main Motore Legends? Memikirkan hal seperti itu membuat perasaanku bertambah buruk.

"Kebetulan kamu disini, aku mau bicara." Hinata kembali berkata. Plis, jangan lanjutkan. Entah kenapa rasanya ujung pembicaraan kita akan ada kata 'putus'. Andai saja aku tidak datang ke sini, mungkin aku tidak akan melihat hal menyakitkan seperti ini. Benar, aku seharusnya menunggu waktu saja sampai kata putus itu menghampiriku. Aku disini, sekarang hanya mendekati kata 'putus' itu.

Tak kuat menahan beban di hati kecilku yang polos, aku membalikkan arah sepedaku, lalu pergi dengan cepat. Suara cup 'Banteng Sobo' pada roda belakang benar-benar membuatku menjadi pembalap profesional pada saat itu.

Sayangnya, itu semua hanya delusiku. Nyatanya, Hinata memegang tanganku saat aku berusaha memutar arah sepeda.

"Y-yah... kebetulan kita ketemu. Ada apa ke sini? Mau ketemu Sasuke ya?" tanyaku to the point.

"Iya... kamu juga?" Dia malah balik tanya. Sudah kuduga mereka menjalin hubungan rahasia. Sialan Sasuke... kalau begini tidak ada pilihan lain!

Aku membuka handphone yang ada di saku celanaku, lalu menari kontak 'Anaknya Pak Fugaku' untuk mengubahnya menjadi 'Tukang Tikung'. Aku terkejut. Kenapa tidak ada?!

Ah, aku lupa... ternyata ini handphone milik Shikamaru. Aku kembali mencari kontak 'Uchiha Sasuke'. Setelah berhasil kutemukan, tentu aku ubah nama kontaknya menjadi 'Tukang Tikung'.

Tak sempat memblokir kontak Sasuke, Hinata sudah menarik tanganku menuju warung Pak Juneedy.

Aku, kamu, dan dia. Aku protes, "kenapa kita harus duduk di satu bangku?!"

Hinata terlihat bingung.

"Um... bukannya disini memang cuma ada satu bangku?"

Setelah aku melihat sekitar, ternyata benar, aku lupa bahwa warung Pak Juneedy hanya memiliki satu bangku panjang seperti warteg. Aku harap orang lain -yang juga sedang menongkrong di warung- berhenti menatapku atas protesku barusan.

Namun, melihat Hinata duduk di antara aku dan Sasuke benar-benar membuatku berpikir bahwa dia ingin dekat-dekat dengannya. Mungkin aku memang harus merelakan— Tunggu, saat ini aku masihlah pacar Hinata. Tidak ada pilihan lain, "Beb, ayo kita tanding! Motore Legends 1 lawan 1, kalau aku menang, tolong jangan deket-deket sama Sasuke! Kalau aku kalah... Eh... Aku... Aku dengan berat hati bakalan relain kamu dengan Sasuke!"

Sabar air mata, jangan keluar dulu, aku belum kalah!

"Apa sih? Kok tiba-tiba? Lagian aku gaada hubungan apa-apa dengan Sasuke," bantahnya. Cukup, beb... semakin lama kamu menolaknya, semakin berat rasanya aku meninggalkanmu..."

Tunggu... bukankah dia yang ninggalin aku?

"Aku ga terima alasan apa pun! Pokoknya kita duel di warung ini!"

"... Oke." Mungkin karena semakin banyak orang melihat drama kami, Hinata akhirnya setuju agar urusan kami cepat selesai sehingga ia tidak dianggap aneh karena mengobrol denganku. Sasuke yang sedari tadi di samping Hinata hanya menyimak sambil menyeruput kopinya.

Tanpa berlama-lama, akhirnya kami membuka aplikasi Motore Legends di handphone masing-masing.

"Mau pesen kopi apa mas?" tanya si pak Juneedy.

Cih... mau mulai tanding nih, malah ganggu!

Tadinya aku ingin berkata seperti itu, tapi aku takut dia akan mengusir kami jika tidak memesan apa pun. "Café au lait."

Pemilik warkop nampaknya bingung. "Ka-kafe allright?"

"Café au lait. Ada 'kan? Masa di warung besar gini gak ada?"

Aku merasakan tatapan tajam dari Pak Juneedy. Tampaknya dia triggered. "A-ada, lah! Tunggu aja, nanti diantar!"

"Buuu, seduhkan satu kopi kapal air!" teriak Pak Juneedy kepada istri tercintanya di dalam warung.

Sip, satu masalah beres. Namun, masalah yang lainnya sejak tadi belum juga menemukan jalan keluar. Itulah yang aku pikirkan. Namun—

"Terima undangan duelnya," ujar Hinata sedikit kesal karena sedari tadi orang-orang memperhatikan kami.

"Hmm... beb?"

"Apa?!" sentak Hinata. Ada apa beb, kok galak begitu?

"Rank kamu... kenapa Grandmaster?" Tentu aku heran. Terakhir kali kami bermain, rank nya turun dari Mythic ke Legend. Kenapa sekarang semakin turun hingga ada di rank rendah?

Hinata menatap tajam ke arahku. "Ini akun baru, aku buat biar bisa bantu kamu push rank tanpa takut rank aku turun!"

Eh? Mungkinkah dia masih memikirkan aku?

"Lalu, Apa maksud dari Shikamau lapor bahwa kamu sering bersama dengan Sasuke?" Aku sekali lagi bertanya untuk memastikan kebenaran.

Hinata menghela napas. "Itu karena aku ingin menaikkan rank akun baruku sampai dengan rank yang sama denganmu..."

Aku... ah... perasaan lega ini...

"BEBEB!"

Aku berjongkong dan memeluk kaki Hinata dengan erat tanpa memikirkan pandangan orang-orang yang ada di sana. Mungkin karena tingkahku, akhirnya Hinata semakin malu, sehingga dengan kesal ia berkata, "Dah lah, aku pulang aja."


Epic Comeback, 'kan?

Thank you for reading!