[ TojiGo, smut drabble, bahasa semi baku ]

- seluruh karakter milik Akutami Gege, Pitik hanya menghalu saja; tidak mengambil keuntungan apapun selain rasa senang -

. . .

Di dalam sebuah peperangan, maka yang terkuat yang menang. Bisa jadi kuat stamina atau kuat akal.

Perang di atas kasur juga sebuah perang. Gojo Satoru baru saja mengajak duda anak satu itu berkelahi; pedang dengan pedang, bibir dengan bibir, kejantanan dengan lubang anal. Itu semua perang.

Dan Gojo kena imbasnya sekarang. Terlalu angkuh dan mengira diri bisa menang melawan yang sudah berpengalaman.

"'Gimana? Masih kuat, Satoru?" Ia ditanyai lagi.

Jawabannya pasti nggak kuat. Tapi Gojo memberi respons dengan berkilah.

"K-kecil 'gini kok nggak kuat?" Sambil gemetar.

"Ah—Mas Toji, jangan kecepatan," lalu protes.

"Sakit—nh."

Mengatai 'kecil' tadi sudah jelas-jelas menipu diri sendiri. Tidak ada anu kecil yang bisa buat desahan jangka panjang. Nggak mempan. Yang kecil paling hanya bisa bikin ketawa karena geli. Tapi Gojo tadi merintih bilang 'sakit'.

Toji menarik pelan-pelan, lalu masuk lagi dengan cepat. Mengulang gerakan itu terus sampai telinga Gojo Satoru akrab dengan bunyi tamparan dan kecipak.

"Mas, aku nggak tahan," gerutu si rambut putih sambil menengok ke belakang. Mata biru berkaca-kaca. Beneran menangis karena sakit.

"Mas—nh," teriak Gojo.

Toji panik sendiri karena suara laki-laki itu jadi naik tingkat. Apa anu kecilnya sangat manjur? Manjur buat bikin anak orang kesakitan?

Berarti nggak kecil, dong.

"Hng—Mas Toji," rengek si rambut putih. Toji keenakan tarik-dorong sampai lupa Gojo baru saja bilang 'nggak tahan'.

"Kalau nggak tahan, keluar saja," balas sang duda sambil mengelus-elus pipi bokong. Tapi setelah perlakuan lembut tadi, Toji menampar gundukan lemak itu. Rasanya empuk, mengundang jari-jari untuk meremas lagi.

Gojo refleks mengencang di belakang, menjepit Toji yang sejak tadi terus masuk-keluar. Si rambut putih mendesah lagi—lebih kencang seperti pekik ketika dicubit keras-keras.

"Satoru, kok jadi sempit?"

Nggak ada jawaban. Cuma disahut panggilan sayang.

"Mas—nh—Mas Toji," lirih yang dimasuki.

Toji senyum-senyum bangga karena bisa bikin anak orang hilang akal. Pinggul Gojo goyang terus walaupun tadi ngadu sakit.

Akhirnya perang kasur itu dimenangkan oleh Fushiguro Toji. Terlalu angkuh juga bisa bikin salah strategi.

Gojo kira punya si duda nggak akan segede ini. Pas masuk di belakang beneran nggak terkira sakitnya.

Tapi nagih.

Yang keluar duluan Gojo. Soalnya dia benar-benar nggak tahan. Toji masih setia masuk-keluar, nggak peduli Gojo sudah samar-samar setengah sadar.

Tapi yang penting mereka semua keluar. Walaupun pas giliran Toji, Gojo sudah tepar duluan.

. . .

Kopel ini tuh, bikin pengen ngetik non baku karena hawa-hawanya sangat 54n93 dan ketikan non baku tuh rasanya lebih liar dibanding yang biasa kulakukan.

Tapi aku baru kuat segini. Belum sanggup disuruh ngelanjut ketijelan ini hwhwh.