Rasanya sudah lama sekali sampai Gintoki lupa cara hidup sendiri.

.

.

.

Gintama belongs to Sorachi Hideaki

warning : minim, minim sekali dialog, karena habis lihat doujin dari acacocco di pivix kayaknya sebagian besar cerita menyerempet dan hampir masuk ke sana, semoga tidak dan mohon maaf, banyak typo, bahasa yang berbelit, dll, and also halo, saya penulis baru di fandom ini, wahh warningnya panjang ya, jangan dibaca sampai habis donk warningnya, ceritanya aja yang dibaca sampai habis, hehe, terima kasih, let's party eh maksudnya please enjoy

.

.

.

Tahun baru begini Gintoki biasanya makin giat malas-malasan. Udara dingin menembus nol derajat celcius dan menggila setelah itu. Salju turun di depan yorozuya. Di halaman kedai Otose juga menumpuk belum dibersihkan. Mungkin saja setelah ini Tama akan menghancurkan pintu depan yorozuya dan berkata disuruh Otose untuk memaksa Gintoki mengeruk salju di depan.

Aaahh... Memikirkannya saja Gintoki sudah malas. Dia sendirian sekarang. Ah ada Sadaharu sebenarnya tapi anjing dewa itu bergelung di pojok ruangan untuk menghangatkan diri. Gintoki malas sekali bergerak jadi dia tidak menyalakan kotatsu seperti tahun lalu.

Ngomong-ngomong, Kagura sedang keluar sejak tadi malam. Umibozu tiba-tiba saja datang dan berkata ingin menghabiskan waktu dengan putrinya di malam tahun baru. Ya baiklah, tidak berpengaruh juga untuk Gintoki.

Kalau Shinpachi, dia sudah bilang dari jauh hari akan belanja dengan kakaknya saat tahun baru jadi tidak bisa ke yorozuya. Jadi anak itu kemungkinan besar tidak akan ke sini hari ini.

Anak-anak menyebalkan itu sudah punya aktivitas sendiri-sendiri. Beda dengan Gintoki. Sejak bangun tadi dia tetap mempertahankan posisi di sofa depan televisi. Tak tidur, televisinya juga tidak menyala. Entah karena apa dia melewatkan siaran ramalan cuaca Ketsuno Ana.

Sepi sekali. Sunyi.

Biasanya jam seperti ini Shinpachi sudah ribut membersihkan yorozuya sementara Gintoki dan Kagura sarapan dengan mata yang masih kena lem alami alias belum bangun sepenuhnya. Setelah sarapan Kagura akan ganti baju kemudian mengusik Shinpachi yang giliran sarapan. Porsinya kurang, kata gadis itu.

Usikan Kagura akan berlanjut ajang perang memperebutkan nasi sisa sampai akhirnya Gintoki harus berteriak karena bisingnya membuat dia tidak konsentrasi membaca majalah Jump.

Dan kebisingan itu berlangsung setiap hari sejak kedua anak itu menjadi bagian dari yorozuya. Sudah berapa tahun? Satu? Dua? Entahlah, Gintoki tidak menghitungnya.

Kenyataan bahwa mereka setia di samping Gintoki bahkan setelah perlakuannya yang tidak layak membuat Gintoki menganga. Ternyata ada, orang seperti mereka di dunia ini.

Orang normal pasti sudah muak dan pergi atau memecat dirinya sendiri dari yorozuya karena gaji kecil, sering telat gaji, bos yang tidak punya visi misi, dan lain-lain. Tapi dua anak ini, sepertinya kepala mereka terbentur sesuatu atau mereka makan sesuatu yang salah. Gintoki tidak mengerti lagi.

Ah, benar saja sih. Kagura adalah Yato yang pasti bertarung setiap hari, di salah satu hari itu mungkin dia kena sesuatu yang memiringkan sel berpikir lurusnya. Dan juga, bukannya kakaknya Shinpachi itu selalu membuat dark matter dan menjejalkan masakannya ke adiknya sendiri? Bahkan Shinpachi mengaku kalau matanya bermasalah karena makan masakan itu. Pasti masakan Otae juga berpengaruh pada otaknya. Mana mungkin pemuda selurus itu mau mengikuti samurai bejat sepertinya kalau bukan sudah rusak otak sejak lama?

Cih, menyebalkan. Rasanya umpatan itu sudah berpuluh kali menggema di kepala Gintoki. Dia lapar. Belum sarapan. Sadaharu sudah ribut sejak pagi jadi dia dapat jatah makannya awal sekali. Tapi Gintoki tidak. Dari kemarin malam dia belum makan tapi rasanya menapakkan kaki ke lantai saja malasnya luar biasa. Di kulkas ada bahan masakan, dia tinggal mengolahnya. Tinggal sendiri setelah sekian tahun membuat Gintoki fasih memasak walau memang sifat aslinya pemalas.

Kalau saja Shinpachi ada di sini ya... Eh tunggu dulu, apa dia baru saja mengeluh? Mata Gintoki terbuka ketika otaknya mulai mempertanyakan sunyi ini dan berharap. Sejak kapan dia jadi seperti ini? Kalau ada Shinpachi kan bisa-bisa telinganya pengang oleh ocehan pemuda itu. Belum lagi combo dengan suara cempreng Kagura.

Tidak, tidak. Gintoki harus menjernihkan pikirannya. Memikirkan orang-orang yang tentu tidak akan ke sini malah akan membuatnya pusing tujuh keliling. Dia sudah terbiasa sendiri. Dari lahir dia sudah seperti ini. Jadi kenapa dia malah mengeluh dua anak itu tidak kunjung kembali?

Apa karena sudah terbiasa dengan suara berisik? Hidupnya berubah total saat mereka masuk ke dalam dirinya. Kalau bisa diibaratkan, dua anak itu benar-benar berani memecahkan kaca sunyi dalam diri Gintoki.

Memukul semua kaca tanpa sisa dengan kebisingan yang jujur menurut Gintoki, menarik.

Orang lain akan membiarkan dia sendiri, tapi dua anak itu malah berlari ke arahnya. Bergelayut manja pada lengannya dan enggan pergi. Bahkan dengan kurang ajar bergantung padanya. Meminta perhatian, lebih, lebih.

Apa mereka tidak pernah sadar? Dirinya tidak berguna. Semua orang tahu itu. Sembari terus mempertanyakan berbagai hal, Gintoki tetap bersama mereka. Bercanda dan tertawa. Berduka dan menangis. Kadang Gintoki menyokong mereka. Kadang mereka merengkuh Gintoki. Hangatnya bukan main. Menjadi candu tersendiri bagi Gintoki dan membuatnya terlena.

Entah kenapa semakin ke sini semua seakan saling bertautan. Kejadian demi kejadian ramai mulai bermunculan. Berawal dari parfait nya yang disenggol tak sengaja oleh Shinpachi saat magang dulu, kemudian menyusul kejadian lain yang tak bisa membuatnya lepas dari keadaan.

Gintoki jadi berpikir, jikalau suatu hari semua ini tiba-tiba padam, apa yang akan dia lakukan? Kembali mengelana? Entahlah. Gintoki belum memikirkan. Tidak berniat memikirkan juga. Satu hal yang membuatnya malu pada diri sendiri adalah karena dia berharap kebisingan ini tak berakhir secepat dia mendapatkannya.

Akan sangat aneh dan mungkin saja memukulnya telak ketika itu terjadi. Gintoki berusaha menjaga mereka. Menjauhkan dari malapetaka yang seakan tertarik terus menuju padanya. Dirinya adalah sumber masalah.

Berpikir membuatnya lelah, rasa malas meningkat. Gintoki menutup matanya dengan lengan, berusaha kembali tertidur dan mungkin bisa hibernasi sekalian.

"Oi, tennen paama, bangunlah dan bersihkan salju di depan."

Tiba-tiba suara yang mengejutkan terdengar. Tidak terlalu mengejutkan sampai membuatnya terlonjak. Hanya saja, Gintoki tidak mengira yang akan ke yorozuya adalah Otose sendiri. Ingat? Dia mengira Tama.

"Isshh... diamlah nenek tua. Aku malas..."

"Malasmu bisa nanti saja. Hari ini awal tahun dan tugasmu banyak," kata Otose tanpa melihat Gintoki dan hanya masuk dengan santai.

"Apa aku dibayar?"

"Mochi awal tahun, di bawah ada banyak."

"Cih, yang kubutuhkan kan uang."

"Dengan tingkat kemalasan yang menembus atap rumah ini kau pikir uang bisa jatuh dari kemalasanmu."

"Kalau bisa begitu semua orang juga mau."

"Kalau kau tahu cepat ke bawah, bodoh. Jangan membuatku memarahimu di hari yang bagus ini," kata Otose berjalan keluar yorozuya.

Gintoki langsung bangkit.

"Tunggu dulu, baa-baa!!"

"Cepatlah.."

Dengan begitu Gintoki mengikuti Otose ke luar. Setelah sampai bawah dia langsung dipaksa untuk membersihkan salju di depan kedai. Tidak berhenti di situ, dia membantu membersihkan perabotan kedai. Jangan tanya kemana Catherine atau Tama. Otose bilang mereka sudah punya tugas sendiri.

"Ohayou gozaimasu," cukup melegakan Gintoki ketika tahu Shinpachi bersama Kagura ternyata masih datang ke sini.

"Yahh... Saljunya banyak sekali. Jalan ke sini agak susah karena licin. Are, kemana Catherine-san dan Tama-san?" tanya Shinpachi.

"Mereka kusuruh membeli beberapa barang. Nanti juga kembali. Kalian, bantu Gintoki sana," kata Otose.

"Gin-chan kemana?" tanya Kagura belum melihat bosnya sejak masuk kedai.

"Dia di gudang belakang mengganti kursi. Tenaga kalian diperlukan, sana susul dia," kata Otose.

"Baik, baik Otose-san," Shinpachi mengambil tasuki nya dan memasang ke kimononya. Lalu bersama Kagura menyusul Gintoki ke gudang belakang.

Otose yang kini sendiri tersenyum tipis.

"Dengan begitu kau tidak sendirian lagi kan, Gintoki," gumamnya. Matanya fokus pada catatan penjualan tapi senyum hangat menguar.

"Otose-sama... Kami kembali," Tama dan Catherine juga sudah pulang.

"Ah bagus. Keringkan pakaian kalian dan lanjut bekerja," perkataan Otose membuat Catherine cemberut.

"Jangan lupa mochi ku ya," katanya. Otose terkekeh.

"Ya ampun, sudah cepat sana."

Mereka disibukkan dengan kegiatan awal tahun. Melakukan ini dan itu. Mengirim surat-surat ke kenalan Otose dengan pos. Makan dan tidur. Suasana hangat menguar dari rumah itu. Dan Gintoki sendiri jadi semakin yakin, dia harus mempertahankan kehangatan ini, apapun yang terjadi nantinya.

.

.

.

Tehe pero