Aku selalu tersiksa melihat bola matamu.
Tidakkah kau sadar?
Aku mencintai betapa bening lapisan luarnya, betapa menyilaukan warna birunya yang seperti permata aquamarine, betapa kuat sihir di dalamnya. Ya, sihir. Kekuatan dalam bola matamu lebih dari sekedar karisma, aku tidak tahu kosa kata apa lagi yang lebih tepat untuk mendeskripsikannya selain sihir.
Begitu cantik, begitu indah.
Tapi kenapa harus ada bayangan orang itu di dalamnya? Orang itu, orang yang paling kubenci di dunia ini. Manusia yang paling disayangkan pernah hidup di dunia ini. Laki-laki yang membuatku tak bisa memilikimu.
Kenapa bayangan orang itu mesti begitu dominan? Kenapa? Bahkan setelah aku merenggut hidupnya darimu pun bayangannya masih terus ada di dalam matamu! Menyakitkan!
Aku benci! Aku muak!
xXx
"Hei, Reki."
Membiarkan angin sepoi-sepoi mempermainkan helaian poni panjangnya, pemuda berwajah setenang salju itu tersenyum indah. "Lama tidak bertemu ya? Maafkan aku yang jarang berkunjung," bisiknya lembut.
"Benar-benar maaf."
Dia menunduk. Begitu banyak kata-kata yang ingin ia ungkapkan, tapi semua lenyap begitu saja saat berdiri di hadapannya. Terganti dengan rasa yang begitu menyesakkan dada. Pandangannya berkabut, air matanya menggenang. Tapi tidak. Hasegawa Langa tidak akan menangis disini, di depannya. Walaupun sudah 2 tahun dia habiskan untuk menangisi kepergiannya.
"Aku mencintaimu."
Begitu lembut. Kata itu meluncur begitu lembut dengan suara halus Langa. Senyum malaikat terlukis di wajahnya. Siapapun yang mendapatkannya sungguh beruntung karena dicintai begitu dalam.
Langa berbalik. Sudah tak sanggup lagi berdiri tegak dengan air mata yang nyaris membuncah keluar. Langkahnya sedikit terhuyung, membuat lengan kokoh milik pemuda di sebelahnya menangkap tubuh rapuhnya dengan sigap.
"Kau baik-baik saja, Langa-kun?"
Wajah sedih itu memaksakan sebuah senyum. "Aku baik-baik saja, Ainosuke-san."
"Sungguh?"
"Sungguh. Bisa tolong lepaskan aku? Aku bisa jalan sendiri." Dengan lembut Langa menepis rangkulan kuat yang terasa posesif di bahunya dan melangkah pergi.
Pemuda bersetelan jas mewah itu memandang punggung Langa dengan tatapan mendamba. Namun saat ia berbalik, sinar matanya berubah penuh kebencian.
"Tidak terasa sudah 2 tahun ya, Kyan Reki?" Suara angkuh itu keluar beserta sorot mata merendahkan yang begitu kejam. "Kau tidak keberatan aku datang berkunjung, bukan? Sesungguhnya aku tidak akan sudi datang kemari jika bukan Langa-kun yang meminta."
"Kau pasti senang ya, haha…" Pemuda itu tertawa sarkastik. "Kau masih saja membebani Langa-kun bahkan setelah tubuhmu tertutupi tanah. Dasar penghalang."
Betapa ia merasa muak setelah mengucap kata terakhir. Jika bukan karena sosok Langa di balik kaca jendela mobil di luar area pemakaman sana, mungkin Shindo Ainosuke tidak akan segan-segan menendang nisan di hadapannya.
Keterlaluan, memang.
Tapi sebagaimana Langa begitu mencintai Reki sejak jauh sebelum kematiannya 2 tahun yang lalu. Kebalikannya, Ainosuke justru sangat membencinya dengan kurun waktu yang sama.
"Tapi sekarang kau tidak bisa menghalangi kami lagi." Ainosuke memperbaiki letak kacamata hitam di hidung runcingnya, menyembunyikan kilau sadis sekaligus terluka dalam matanya. "Aku akan merebut hati Langa-kun yang telah kau curi."
"Kau tahu? Selama 2 tahun ini tak sedikitpun dia melupakan cintanya padamu. Sungguh menyedihkan. Menyedihkan baginya, juga bagiku." Senyum mendamba mengembang, mata penuh harap mendongak ke arah langit. "Tapi itu bukan masalah. Aku masih punya banyak waktu dengannya. 10 tahun pun bukan masalah sampai hatinya jatuh hanya untukku."
"Sampaikan salamku pada anjing itu—" Sepasang sepatu mahal yang berkilat tampak menghentikan langkah sejenak sebelum berbalik pergi, "—dia memang dimakamkan jauh darimu, tapi mungkin saja kau bisa bertemu dengannya di alam baka. Bagaimanapun dia menghilangkan nyawanya sendiri karena tidak sanggup hidup lagi setelah melenyapkanmu. Kenapa sih dia melakukan hal sia-sia seperti itu? Padahal aku sebagai tuannya sudah mempersiapkan hadiah besar untuknya karena dia berhasil melaksanakan perintahku dengan baik."
Kali ini Shindo Ainosuke tak sudi menoleh lagi. Sepasang kaki panjangnya melangkah menuju limousine yang terparkir agak jauh dari gerbang pemakaman. Dilihatnya wajah damai Langa yang mampu menghapus segala sarat kebencian yang menguasainya sejak tadi.
Dengan perlahan dibukanya pintu yang menghalangi Langa dari dirinya. Tubuh tingginya sedikit membungkuk agar sejajar dengan pemuda selembut salju yang tertidur. Sepertinya Langa lelah menangis, masih ada butiran kristal mengalir dari pelupuk matanya yang tertutup.
Sangat lembut Ainosuke menghapus lelehan air mata itu dengan jemari panjangnya, menelusuri setiap inchi kulit porselen sempurna itu dengan sentuhannya. Hingga akhirnya Ainosuke tak dapat menahan dirinya untuk tidak mendekat.
5 cm, 3 cm… semakin banyak jarak yang terhapus, semakin pekat wangi manis yang berhembus dari napas Langa.
Jika Langa dalam keadaan sadar, tidak mungkin Ainosuke berani melakukan ini.
Melakukan ciuman lembut, yang perlahan semakin menuntut paksa.
Setelah lewat 1 menit, Ainosuke melepaskannya dengan rasa tidak rela. Memandang kagum bibir merah jambu yang warnanya semakin memekat semerah buket mawar yang biasa Ainosuke bawakan untuknya, begitu cantik. Dengan hati-hati Ainosuke menghapus sisa salivanya disana. Berharap Langa tidak menyadari ciuman sepihak darinya setelah ia tersadar nanti.
"Sampai kapan kau membuatku bersabar, Langa-kun?" lirih Ainosuke dengan sorot mata terluka sekaligus memuja. "Sampai kapan kau membuatku terus menunggu?"
Jemari Ainosuke kembali menyentuh wajah Langa, tepat pada kelopak matanya, meraba bulu mata lentik yang begitu mengagumkan.
"Disini." Ainosuke tersenyum. "Aku akan menghapus bayangan Kyan Reki dari bola mata ini."
"Dan selamanya kau adalah milikku. Hanya milikku, Eve-ku."
xXx
