Dibalik keceriaan FrostFire, tersembunyi sesuatu yang tidak mengenakkan. Beruntunglah FrostFire karena ada Solar. Memang Solar adalah kakak sepupu yang paling muda diantara ketujuh bersaudara kembar bermarga BoBoiBoy ini. Namun jangan sangka bahwa seseorang yang muda tidak memiliki kebijaksanaan.

Disclaimer Dan Author Note

-Boboiboy dan seluruh karakter yang terkandung di dalamnya adalah milik pemegang hak cipta, saya hanya pinjam karakter-karakternya. Tidak ada keuntungan materi yang saya dapatkan dari fanfic ini.

-BUKAN YAOI, BUKAN SHOUNEN-AI. Elemental sibblings, AU, tanpa super power, OOC (mungkin ?).

-Dalam fanfic ini umur karakter utama adalah sebagai berikut dari yang tertua:

-BoBoiBoy Halilintar: 18 tahun

-BoBoiBoy Taufan: 18 tahun.

-BoBoiBoy Gempa: 18 tahun.

-BoBoiBoy Blaze: 17 tahun.

-BoBoiBoy Thorn: 17 tahun.

-BoBoiBoy Ice: 16 tahun.

-BoBoiBoy Solar: 16 tahun.

-BoBoiBoy FrostFire: 13 tahun.

-BoBoiBoy Glacier: 13 tahun.

-BoBoiBoy Supra: 13 tahun.

Hari Kedua Puluh Puasa

Matahari condong semakin rendah ke arah barat di atas langit Pulau Rintis. Beruntunglah para penduduk pulau kecil karena awan kelabu menyelimuti cakrawala sehingga udara memjadi terasa sejuk dan nyaman beberapa jam menjelang berbuka puasa.

Oleh karena itu pula Solar yang sore itu nampak mengenakan kaus armless abu-abunya melenggang dengan santainya tanpa merasa harus terburu-buru. Hembusan sejuk angin yang berasal dari daerah pantai Pulau Rintis seakan mendorong dan meringankan langkah Solar.

Tepat di sisi Solar berjalan adik sepupunya. Topi berwarna biru bercampur oranye bertengger di atas kepala si adik sepupu. Baju kaus tanktop biru muda melengkapi penampilan FrostFire pada siang hari itu.

"Puasa sudah hampir selesai ...," gumam Solar sembari menatap langit kelabu. Solar menghela napas dan membetulkan letak kacamatanya.

"Ya Kak," ucap FrostFire menimpali si kakak sepupu. Ia melirik ke arah Solar dan melihat bahwa si kakak sepupu seakan tengah tenggelam dalam alam pikirannya sendiri. "Kayaknya aku, Glacier, Supra telat nginap di sini ya? Seharusnya dari awal puasa kita sudah di sini."

"Aku juga heran kenapa kamu baru datang setelat ini." Solar menatap si adik sepupu. Berbagai pertanyaan yang belum terjawab melintas di kepala Solar.

FrostFire menghela napas panjang. "Ah ... itu." Dia meneguk ludahnya dan berdehem beberapa kali. "Aku ada sedikit masalah di rumah."

Sebelah alis mata Solar mengangkat. Kata-kata FrostFire yang baru saja terucap menarik perhatiannya. "Masalah apa, Frost?" tanya Solar dengan hati-hati.

"Nilai ulanganku jeblok," keluh FrostFire. "Beruntung nilai rata-rataku semester ini masih cukup lumayan."

Solar menopangkan tangannya di atas pundak FrostFire. "Kamu dikurung di rumah ya?" tanya Solar sengan nada yang penuh empati.

Perlahan FrostFire menganggukkan kepalanya. "Masih bagus aku cuma dikurung di rumah seminggu. Ngga boleh main ini itu, ponsel disita," keluh FrostFire. "Padahal nilai-nilaku yang lain ngga jelek-jelek amat."

"Mungkin kamu kurang belajar, Frost?"

"Aku sudah mati-matian belajar. Tapi tetap saja nilai ulanganku berantakan," gumam FrostFire dengan suara yang semakin mengecil. "Mungkin betul kata teman-temanku. Lebih baik mencontek. Toh nilai ulangan itu yang paling penting."

"FrostFire ...," panggil Solar

"Hm?" Hanya gumaman kecil yang menjadi jawaban FrostFire.

"FrostFire!" panggil Solar dengan suara yang sedikit lebih keras.

Tentu saja FrostFire terkejut mendengar suara Solar yang mendadak menjadi lebih keras. "I-iya kak?"

"Lebih baik nilaimu jelek daripada harus mencontek!" ucap Solar dengan penuh ketegasan. "Lihat kakak sepupu sengklekmu. Nilainya jarang sekali yang bagus. Tapi dia tetap jujur. Capek memang melihat nilai jelek dan ditegur ayah kita bolak-balik. Yah, mungkin itu sebabnya kenapa Blaze jahil."

Solar lanjut menjelaskan, "Biar begitu, Blaze ngga pernah mencontek. Biar nilai pelajaran matematika, fisika atau kimianya hancur. Tapi di bidang olahraga dan biologi dia di atas rata-rata. Asal kamu tahu, Blaze itu salah satu calon ketua OSIS lho."

FrostFire tercengang mendengar penjelasan Solar. FrostFire tahu seperti apa urakan dan jahilnya Blaze. Namun ia tidak pernah menyangka bahwa Blaze adalah calon ketua OSIS sekolahnya. "Kok bisa, Kak?" tanya FrostFire. Lebih mengherankan bagi FrostFire adalah si kakak sepupu yang mendadak terkekeh.

"Yah, sebut saja aku memiliki kedekatan tersendiri dengan Blaze," jawab Solar. "Blaze mungkin terlihat dekat dengan Thorn dan Kak Taufan. Tapi asal kamu tahu, Frost, Blaze juga dekat denganku. Kalau ngga, ngga mungkin aku mengajak dia ikutan menjaga kalian beberapa bulan lalu (Fanfic: Sepupuku)."

Tidak terasa, kedua kakak beradik sepupu itu sudah berjalan kaki demikian jauhnya untuk ukuran menghabiskan waktu menjelang berbuka puasa. Lapar dan haus tidak lagi terasa, hanya rasa penasaran FrostFire yang semakin menguat.

"Memang sedekat apa kalian berdua sih?" tanya FrostFire sembari mengatur langkahnya supaya tetap seimbang dengan Solar.

"Lebih dari yang kamu duga, Frost," jawab Solar yang ditambah dengan senyuman tipis.

Alih-alih terpuaskan, FrostFire malah menjadi semakin penasaran. "Cerita lah Kaaak!" pinta FrostFire

"Oke kalau kamu mau tahu ... tapi jangan bilang-bilang ke yang lainnya ya?"

"Memang seperti apa sih Kak? Sepertinya serius amat?"

Solar menghela napas panjang sebelum memulai ceritanya. "Ngga ada yang tahu kalau Blaze sering sekali menemuiku tengah malam. Biasanya dia menyelinap kamar kalau Thorn sudah tidur."

Kedua kelopak mata FrostFire melebar. Sebuah tanda tanya besar melintas di dalam pikirannya setelah Solar memulai ceritanya. "Lalu, lalu, bagaimana, Kak?"

Solar melanjutkan ceritanya. "Blaze menyelinap masuk ke kamarku dan Ice. Biasanya dia baru mulai beraksi kalau yakin bahwa Ice sudah tidur. Yang aku ngga suka itu kalau Blaze membangunkan aku dengan cara membekap mulutku. Ya sebut saja trauma pribadi."

"Ah... yang kejadian Kak Solar dan Kak Thorn diculik itu ya? (Fanfic: Fotosintesis)" tanya FrostFire.

Solar menjawab dengan anggukkan kepala dan melanjutkan cerita dramatisnya. "Biasanya Blaze menyeretku ke kamar tamu, yang kalian pakai selama menginap ... lalu ..."

"La-lalu? Apa yang terjadi?" FrostFire meneguk ludahnya. Ia memperhatikan raut wajah Solar yang berubah-ubah.

"Lalu. Dia memintaku untuk melakukkan itu."

Kini FrostFire merasa terjepit antara rasa penasaran dan ketakutan setelah mendengar cerita Solar. "Kak Solar diapain oleh Kak Blaze ...?"

"Dia memintaku untuk mengajarinya rumus-rumus fisika! Di tengah malam buta raya! Pada saat aku mau tidur pulas!" Cerita Solar berubah menjadi gerutuan. "Mengajarinya fisika itu sulit sekali! Padahal tinggal mengganti simbol dengan rumus yang cocok!"

Kalau saja ini anime, pastilah FrostFire sudah jatuh terjengkang dengan kaki menekuk ke atas. "Astaga. Aku kira Kak Solar diapa-apain Kak Blaze!"

"Hey ini bulan puasa, jangan mikir yang macam-macam!" ketus Solar sembari menjitak kepala adik sepupunya sebelum menengok ke arah kamu yang membaca fanfic ini. "Kalian juga ya, jangan mikir yang aneh-aneh."

"Jadi maksud Kak Solar apa? Mengenai Kak Blaze?"

"Ya begitu, seorang Blaze yang gengsian tidak malu dengan kelemahannya dan datang ke aku untuk bertanya. Apalagi aku jauh lebih muda dari dia," jawab Solar. "Hanya saja dia minta aku supaya ngga bilang ke siapa-siapa."

"Begitu ya ..." FrostFire mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Ya, jangan ragu-ragu bertanya pada orang yang lebih mengerti, Frost. Ngga perlu gengsian. Kamu punya dua orang adik, kenapa ngga coba tanya mereka?"

FrostFire menarik napas panjang. "Malu, Kak. Aku yang lebih tua, seharusnya mereka yang bertanya padaku."

Solar terkekeh kecil mendengar jawaban FrostFire. "Ngga selalu yang paling tua itu harus jadi yang paling pintar," ucap Solar sembari meletakkan tangannya di atas pundak FrostFire. "Asal kamu tahu, Kak Hali pun sering bertanya ke aku. Dia ngga pernah merasa malu bertanya. Ngga ada yang harus malu untuk kemajuan diri, Frost."

Kata-kata Solar membuat FrostFire terdiam seribu bahasa. Otaknya mencerna kata-kata si kakak sepupu yang terngiang di telinganya.

"Cobalah bertanya ke Supra, Frost." Solar melanjutkan pembicaraannya. "Aku yakin kalau Supra akan merasa sangat dihargai kalau kamu yang tertua masih mau bertanya."

"Nanti kucoba deh, Kak ...," ucap FrostFire sembari memaksakan sebuah senyum.

"Ngga, ngga." Solar langsung menggelengkan kepalanya. "Ngga ada coba-coba! Lakukkan atau ngga sama sekali," tegas si kakak sepupu sembari menatap FrostFire tanpa berkedip.

Tutur kata Solar yang setengah menghardik itu membuat FrostFire terkejut. "Ah.. I-iya! Aku akan tanya ke Supra. Tapi, aku ragu-ragu-"

"Nah ... karena itulah kamu gagal, FrostFire, sepupuku sayang ...," ucap Solar yang gemas dengan sikap adik sepupunya itu. Begitu gemasnya sampai sebuah cubitan dilayangkan Solar pada pipi FrostFire.

"Aaaa! Sakit! Aduh! Kak Solaaaaar!" Otomatis FrostFire mengibaskan tangannya dan berusaha mengusir jari-jari Solar yang menjepit pipinya yang sedikit gempal. Tidak sulit bagi FrostFire yang lebih atletis untuk menepis cubitan Solar, namun tetap saja cubitan si kakak sepupu membuat kedua pipinya terasa panas dan berdenyut-denyut

Solar tertawa melihat FrostFire yang menggerutu dengan kedua pipi yang memerah. "Setelah ini, kamu harus lebih dekat dengan Supra. Dia bisa menolongmu."

"Darimana Kak Solar tahu?" tanya FrostFire yang masih mengusapi pipinya. Cubitan dari Solar masih memperlihatkan bekas rona merah yang cukup terang.

"Keluarga kami memiliki aku yang berotak jenius. Keluargamu memiliki Supra yang berotak hampir sama jeniusnya denganku," ucap Solar. "Dekati Supra, belajarlah dengannya. Aku yakin dia bisa membantumu."

FrostFire terdiam untuk beberapa saat lamanya. Ia memikirkan kata-kata kakak sepupunya yang lebih bersifat perintah. Sempat terpikir oleh FrostFire untuk menolak namun ia teringat kembali akan cerita Solar mengenai Blaze. Akhirnya sebuah keputusan dibulatkan dalam benak FrostFire. "Oke Kak Solar, aku akan lebih dekat dengan Supra."

Sebuah senyum penuh kepuasan melintas di wajah Solar. Tangan Solar yang tadinya berada di atas pundak FrostFire kini menepuk-nepuk pundak adik sepupunya itu. "Nah, gitu dong. Aku yakin kalau Supra pasti mau membantumu. Kalau saja kamu tinggal di rumah kami, aku juga pasti mau membantumu, Frost."

Dan pada saat itulah sebuah ide muncul di dalam pikiran FrostFire. "Bagaimana nanti kalau aku meneruskan SMA disini, Kak? Aku, Glacier dan Supra?"

Solar tersenyum tipis melihat antusiasme si adik sepupu. "Yah, aku sih ngga masalah. Tapi itu terlalu jauh. Coba kamu mulai dengan mendekati Supra dulu."

"Oke Kak!" Senyuman lebar pun mengembang di wajah FrostFire. Niatnya mantap sudah untuk bisa lebih dekat dengan adiknya.

"FrostFire. Aku merasa ini akan membuka jalan baru untukmu dan adik-adikmu. Kamu pasti berhasil," ucap Solar dengan penuh keyakinan. "Sudah hampir jam empat sore. Ayo kita pulang, Frost. Aku yakin Glacier dan Ice sudah menyiapkan takjil."

"Ayoo!" FrostFire menyambut dengan bersemangat, bahkan memperlebar langkahnya menuju rumah tempat ia menginap bersama ketujuh kakak sepupunya.

.

.

.

Tamat.

Terima kasih juga sudah meluangkan waktumu untuk membaca, semoga berkenan. Mohon maaf apabila ada yang menyinggung atau kurang berkenan bagi pembaca. Karena sudah mendekati Hari Raya Lebaran, serial fanfic Puasa ini saya skip untuk menyiapkan fanfic edisi spesial Hari Raya Lebaran. Terima kasih sudah mengikuti fanfic serial puasa ini.

Sekalian menjawab review anonimus dari fanfic puasa sebelumnya..

Oktaviaj4: Pertama-tama, terima kasih karena sudah mampir membaca dan review cerita buatan saya. Saya jawab disini saja karena ngga mungkin membalas pesan akun anonimus. Mungkin inspirasi terbesar saya adalah dari pengalaman hidup. Ada juga inspirasi dari gambar-gambar teman fanartist di Instagram seperti BuTeQ, Wei_Saaa, Rra_012, Darkhana, Reencherry, PoruruKaicho, Artraink, dan lain-lain. Ada juga rekan sesama author di FFN, Wattpad dan di berbagai grup WA dan FB yang menjadi motivasi khusus bagi saya untuk menulis lebih baik dan lebih banyak lagi untuk fandom kita ini. Tidak sedikit pula pembaca yang berinteraksi dengan saya, yang memberi inspirasi cerita. Memang kadang-kadang mencurahkan ide itu cukup melelahkan, namun dengan didorong niat dan rahmat, inspirasi dan aspirasi, saya masih mampu menulis dan meramaikan fandom kita ini.