Summary:

Uwwyeah, paparapipa. Bernyanyilah denganku! (Bukan dibuat dalam rangka mengakumulasi kebencian khalayak kepada Seraphine)


Halo, ini fanfiction pertama saya di fandom ini. Mohon maaf apabila ada banyak kesalahan, mulai dari ketidakakuratan ke lore sampai penokohan yang nggak In Character.

Gadis bersurai merah jambu itu cukup puas mendengarkan riuh orang-orang di depan. Mereka bukan sekadar bereaksi oleh lagunya. Ia dapat merasakan itu dalam kalbu sepenuhnya. Padahal baru saja bagian bridge. Mikrofon digenggam tangan kanan, sedang yang kiri sibuk melambai mengikuti irama yang secara hitungan membuat sebagian penonton melompat mengikuti ketukan.

Kakinya mengentak pelan dalam panggungnya yang dijadikan pijakan. Meski terdapat suara-suara asing yang timbul tenggelam yang dapat dia dengarkan. Sekarang tiba bagian refrain. Bocah bergaun sewarna tembaga di baris depan mengangkat kedua tangan. Seraphine maju selangkah, membuat telapak tangan mereka berdua sesaat bertempelan. Ia juga turut senang melihat wajah sang bocah memancarkan kebahagiaan.

Orang-orang yang tadinya tak turut serta untuk berkumpul malah mendekat perlahan, makin ingin mendengarkan.

Bahkan kepala-kepala di bawah sana yang terlihat mungil sekali tampak mendongak, berkumpul di beberapa titik.

Mungkin terdengar sangat idealis, tetapi impiannya untuk menyatukan orang-orang di bawah sana dengan mereka yang berpakaian mewah dan bersorak sorai di depannya ini terasa tidak mustahil jika situasinya begini. Lihat saja! Semuanya mendengar, juga bernyanyi bersama!


Setelah pergumulan sengit ia terkulai, jatuh dari panggung melayang miliknya. Kain biru melayang tertangkap pandangan. Yang membuatnya jatuh begini barusan adalah empasan cahaya kuning hasil petikan wanita itu.

Yang sebelum itu ia puji jiwa dan 'lagu'nya, dengan sepatah kata...

'Wow'.

Wanita itu tak berbicara, menatap Seraphine dengan tatapan nirmakna.

Selepas itu, bilah benda kebiruan teracung di depan hidung. Ujung tajam benda itu berkilat. Pemilik sepasang kaki bersepatu maju dua langkah. Dalam ketidakberdayaan, Seraphine merintih dan mencoba mendongak, menyaksikan gadis bersurai biru menatapnya lekat.

"Kidung? Panggung? Itu sajakah dirimu sebenarnya?"

Bunyi sayatan menyusul setelah itu. Bersamaan dengan kandasnya impian untuk menyatukan melalui kidung dan tembang.