Pagi yang cerah di daerahku, seperti biasanya tidak ada hal menarik terjadi. Ya meskipun itu bukan sebuah tanda tanya besar.

"Hah.. Hari bosan lainnya."

Kubilang memang tidak ada hal menarik yang terjadi. Namun, ada satu kenyataan aneh, yaitu. Di suatu sekolah, ada lampu taman yang sedang berjalan menyusuri lorong di dalam sekolah itu. Ya benar lampu taman secara spesifik.

Selama berjalan lampu taman itu menatap pada murid satu-persatu yang di temuinya. Tidak ada yang menghiraukan lampu taman itu, walau kenyataan aneh dia bisa berjalan pun ia hanya tetap lampu taman,mungkin itu yang di pikirkan orang-orang yang melihatnya. Tidak ada yang menarik tentang dia, pasti.

Memasuki kelas yang biasanya dia masuki, orang-orang hanya meliriknya sekilas tanpa sempat lampu taman itu menyapa mereka. Ah, tentu saja tanggapan mereka hanya "Oh, hanya lampu taman."

Lampu taman itu dengan santai duduk di sebuah bangku. Tetap saja tidak ada yang menghiraukannya.

Lima menit setelahnya bell masuk berbunyi, semua orang di kelas duduk dengan rapi. Lalu, guru masuk ke kelas dan setelahnya mulai memanggil nama murid-murid di kelas untuk di absen.

"Goku."

"Hadir."

"Luffy."

"Hadir."

"Ichigo."

"Hadir."

"Yuji Itadori."

"Hadir!"

"Midoriya."

"H-Hadir! Pak!"

"Tanjiro."

"Hadir."

"Zero Two."

"Hadir."

Nama-nama terus di sebutkan, meski terdengar aneh. Di sini urutan absen sesuai nomer urut yang di tetapkan, jadi itu tidak berdasarkan huruf depan nama murid.

Dari absen satu dan seterusnya sampai sekarang semua hadir. Hingga akhirnya sampai pada nama lampu taman itu.

"Naruto."

"Hadir."

Aku mengangkat tanganku setinggi telinga.

Ya, Aku. Karena sekarang ada yang menyebut namaku mungkin kutukan lampu taman sudah terlepas dariku.

Maaf membuat ini rumit. Seperti yang guru bilang dan atas konfirmasi ku, namaku adalah Naruto. Murid biasa jika ada orang yang memanggil namaku, dan jika tidak ada yang memanggil namaku aku akan berubah jadi lampu taman.

Tidak, maaf. Aku bercanda.

Lampu taman hanyalah anggapanku, ilusiku atau sesuatu seperti itulah. Tidak. Ini bukan penyakit, kubilang tadi aku bercanda bukan.

Mari dengarkan dulu cerita tentang diriku.

Aku hanya sadar diri dengan derajatku. Aku tidak punya teman di sekolah setelah video skandalku viral di internet. Ah bukan skandal, atau apalah terserah. Video itu tentang aku yang membully seorang murid sd. Ya, aku adalah seorang pembully. Tapi jangan dulu menghinaku teman. Aku memang membully dia tapi orang yang kubully itu adalah teman dekatku. Tidak, kami tidak sedang bercanda saat itu. Aku benar-benar membullynya.

Ah, aku malah tambah semakin pantas di hina. Tunggu, tenang biar aku jelaskan lagi.

Aku dan temanku di bully oleh anak sma, mereka mengancamku dan menyuruhku melakukan pembullyan terhadap temanku itu. Nah aku sudah mulai terlihat sebagai korban bukan?

Aku yang seorang murid smp merobek tas murid sd, menyiram dia dengan air, melepas pakaiannya dan akhirnya membuat dia menangis. Semua itu sambil di rekam oleh anak sma yang memgancamku itu. Nah, sekarang kalian mengerti bukan? Ah kalian benar. Ya, aku tidak bisa mengelak. Aku memang tetap penjahatnya.

Kenyataan kalau aku tidak melawan dan malah menuruti perintah mereka tetap membuat aku bersalah. Sebagai konsekuensi atas itu, saat aku mendaftar di sma banyak orang yang tahu padaku dan setelah itupun aku tidak punya teman. Meski itu bukan masalah untukku jika tidak punya teman tentunya.

Memangnya siapa yang butuh teman? Aku di sini baik-baik saja tanpa teman. Dengan bukti ini mungkin aku dapat mematahkan teori yang menagatakan bahwa manusia butuh teman sebagai makhluk sosial.

Ah, mungkin nanti aku akan terkenal setelahnya.

Dan akhirnya banyak orang yang ingin berteman denganku. Tunggu. Bukan itu tujuanku bukan?

"Hari ini kita memiliki murid pindahan yang akan masuk ke kelas ini."

Kalimat dari guru itu seketika membuat semua orang di kelas bingung, dan mereka mulai berbisik dengan teman mereka.

Ya tidak heran mereka bingung karena aku sendiri mempertanyakan tentang itu. Murid pindahan memang hal biasa, tapi waktu dia pindah ke sekolah ini lah yang tidak biasa.

Semester sekarang sudah mencapai akhir tahun ajaran. Itu tidak biasa kau tahu.

Mungkin akan ada perkembangan manga atau anime terjadi seperti misalnya, murid pindahan itu adalah seorang esper lalu dia tiba-tiba berbicara padaku dan selanjutnya tanpa ku sadari aku telah menjadi protagonis dari cerita sci-fi dan misteri.

Ah ya, itu perkembangan yang ku nantikan meskipun itu mustahil. Pokoknya mari kita lihat siapa murid baru itu.

Tak lama seorang gadis berjalan masuk ke kelas. Semua orang menatapnya termasuk aku.

Sekrang gadis ya? Mungkin dia nanti akan mengaku sebagai teman masa kecilku atau tunanganku yang telah kulupakan, dia memegang sebuah kunci dan bilang kalau kami dulu berjanji akan menikah. Sebagai persiapan mungkin aku nanti harus membeli kalung dengan lubang kunci nanti. Tapi aku belum bertemu dengan putri dari yakuza musuh bebuyutan kelompok ayahku, di mana dia? Hey apa aku terlewat plotnya ya?

"Perkenalkan dirimu."

"Namaku Tokisaki Kurumi. Salam kenal."

Ah, cuma karakter anime lain ternyata.

Eh apa yang kubicarakan?

"Baiklah silahkan duduk di tempat kosong, kita akan memulai pelajarannya."

Gadis itu berkata "Baik." lalu berjalan melewatiku mencari bangku kosong di bagian belakangku.

Ah dia tidak mengenaliku. Perkembangan manga tidak terjadi pada akhirnya.

"Hah.. "

Manga ternyata hanya sebuah fiksi. Bodohnya aku menganggap itu berdasarkan kisah nyata.

--

--

Pada jam istirahat semua orang kecuali aku mulai bersosialisasi sambil makan siang. Aku beranjak, berniat ke kantin untuk membeli roti atau semacamnya, dengan bergegas. Aku merasa tidak nyaman di kelas.

Aku tahu hanya penyendiri yang bilang seperti ini tapi. Melihat manusia berinteraksi seolah itu menyenangkan membuatku sesak entah di bagian mana.

Apa mereka tidak tahu seberapa damainya saat tidak ada yang memgajak berbicara sama sekali.

Itu tidak menyedihkan. Pendapatku, itu adalah sebuah kesenangan saat tidak ada yang mengomentari kehidupanku, atau saat tidak ada yang bertanya tentang, aku yang berangkat naik apa, biasanya aku memakan apa saat sarapan, siapa yang kusukai dan siapa nama ayahku.

Itu adalah pertanyaan paling mengganggu, terutama yang terakhir, dengan tidak berinteraksi dengan orang lain membuatku terhindar dari itu semua. Menguntungkan bukan? Banyak yang akan jadi penyendiri jika mereka mendengar teoriku yang barusan.

Aku sampai di kantin. Bersiaplah melihat percakapan ideal yang di temukan olehku.

"Rotinya dua, Bi."

"Ini. 2 ribu."

"Oke, makasih Bi."

Lihat, alangkah indahnya jika interaksi manusia hanya sebatas penjual roti dan pembeli roti saja.

Saat aku ingin membuka bungkus rotiku, pundakku terasa di tepuk. Aku menoleh kebelakang refleks.

"Permisi giliranku."

"Ah, oke."

Ah aku lumpa ini tempat umum. Sial, aku terlalu sibuk dengan dunia sendiri. Sudahlah, lebih baik makan roti saja.

"Apakah itu untuk temanmu?"

"Hm? Apanya?"

Saat aku mengabiskan roti pertamaku dan membuang bungkusnya di tempat sampah. Seseorang yang tadi menepuk pundakku mendatangi lalu menyakan pertanyaan ambigu itu. Dia seorang gadis, mungkin seangkatan denganku, dan dia manis.

"Aku menanyakan tentang rotinya."

"Ah ini. Ini hanya untukku."

Tentu saja. Karena aku tidak punya teman.

"Boleh aku membelinya?"

"Hah? Beli? Aku bukan penjual di sini."

Apa ini? Apa dia bisa mendengar tentang percakapan idealku tadi dan berniat mempraktekannya? Apa dia bisa membaca pikiranku? Apakah dia seorang esper? Pembaca pikiran? Apakah ini perkembangan manga yang akhirnya tiba padaku? Sepertinya benar. Dia adalah heroine ku yang pertama.

Ah, ternyata aku adalah seorang protagonis. Oke, sekarang genre apa cerita yang ku jalani ini. Komedi romantis? Fantasy? Atau jangan-jangan Isekai?

"Di kantin kehabisan roti dan aku hanya punya uang seribu. Kulihat kau punya dua roti tadi jadi aku berniat membeli roti itu dengan harga yang sama. Maukah kau berbaik hati menjualnya kepadaku? Meskipun tidak ada keuntungan materi yang kau dapatkan tapi kau bisa mendapat ucapan terima kasihku. Jadi aku akan membeli rotimu, boleh?"

"Ah iya. Boleh. Ini."

"Terima kasih."

Aku memberikan rotiku padanya dan dia memberiku uang seribu. Dia gadis yang banyak bicara entah kenapa aku jadi sesak hanya dengan mendengarkannya. Sialan interaksi manusia memang mengerikan.

"Namaku Hanabi. Salam kenal."

Tiba-tiba dia menyebutkan namanya sambil memakan roti yang di beli dariku. Aku bingung sesaat menanggapinya, bagaimana aku harus menjawabnya? Dia menyebutkan namanya mungkin aku harus menyebutkan namaku juga.

Tidak. Itu memang harus karena dia mengajakku berkenalan. Sial aku tidak fokus karena gugup. Aku tidak mau jadi protagonis cupu!

"Aku Naruto, salam kenal Hanabi."

Ya! Aku menyebut namanya dengan datar. Sekarang aku adalah seorang protagonis yang terkesan gagah. Nah sekarang kemana alurnya akan berjalan setelahnya? Apakah dia akan tiba-tiba mengingat namaku lalu memeluku dan bilang "Itu ternyata kamu. Naruto-oniichan!" Itu adalah perkembangan yang paling ku harapkan.

Nah. Ayo melompatlah padaku!

"Terima kasih untuk rotinya, sampai jumpa."

"Ah ya. Sampai jumpa."

Tentu saja. Tidak terjadi apa-apa.

"Ah ya. Aku menonton videomu."

Kupikir dia akan segera pergi tapi lagi-lagi dia berbcara padaku dengan pernyataan mengejutkan itu. Apa ini, dia mau mengomentari secara langsung? Yang benar saja. Aku bukan artis yang terkenal, kau pikir lucu membahas hal yang membuatku trauma itu? Sialan, kau tidak pantas jadi heroine ku.

"Lalu ada apa tentang videoku itu."

Aku sudah malas bicara tapi dorongan rasa penasaran membuatku ingin bertanya padanya tentang itu.

"Aku bersimpati."

"Katakan itu pada korbannya."

"Tidak. Aku juga bersimpati padamu."

"Eh?"

Apa? Dia tahu?

"Sampai jumpa sekali lagi."

Dia pergi.

Sepertinya benar. Dia adalah HEROINE KU!

--

Maaf :(